beritakorupsi.co - Rabu, 30 Januari 2019, Tim Penuntut Umum (PU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI, yakni Eva Yustisiana, Abdul Basir, Joko Hermawan, N.N. Gina Saraswati, Mufti Nur Irawan dan Nur Haris Arhadi, menyeret 2 (dua) terdakwa untuk diadili dalam kasus Korupsi selaku penuyuap Bupati Mojokerto Mustopa Kamal Pasha, yaitu Ockyanto selaku Permit & Regulatory Division Head PT Tower Bersama lnfrastructurure Tower Bersama Grup (PT TBG), warga JI. Akasia Blok EE Nomor 25, Plumpang, Tanjung Priok, Jakarta Utara dan Nabiel Titawano selaku Penyedia Jasa di PT Tower Bersama lnfrastructurure Tower Bersama Grup (PT TBG), warga JI. Pinang Merah Vlll/SI 23, Pondok Indah, Jakarta Selatan ke hadapan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Surabaya yang diketuai Cokorda Gedearthana dengan dibantu 2 (dua) Hakim anggota (Ad Hock). Sementara ke- 2 terdakwa didampingi Penasehat Hukumnya.
Sedangkan Mustopa Kamal Pasha, sudah diadili terlebih dahulu dan sudah divonis pidana penjara selama 8 (delapan) tahun dari 12 tahun tuntutan PU KPK. Selain itu, di hukum juga untuk membayat denda sebesar Rp500 juta. Hukuman pidana tambahan berupa mengembalikan uang suap yang dinikmati Mustopa Kamal pasha sebesar Rp2.250.000.000 (dua miliyar dua ratus lima puluh juta rupiah) serta pencabutan hak politiknya selama 5 tahun.
Namun karena mungkin hukuman itu termasuk ringan atau berat, terdakwa Mustopa Kamal Pasha pun saat ini melakukan upaya hukum banding ke Pengadilan Tinggi - Jawa Timur di Jalan Sumatera Surabaya.
Dari kasus inipun masih menggelitik, sebab penyidik KPK memberikan kebebasan terhadap orang kepercayaan Mustopa Kamal Pasha, yakni Nano Santoso Hudiarto alias Nono hingga saat ini.
Pada hal, dalam surat dakwaan maupun dalam fakta persidangan pada saat Mustopa Kalam Pasha diadili terungkap, bahwa mantan Kepala Desa yang juga tim sukses Mustopa Kamal Pasha dalam Pikada Pemilihan Bupati Mojokerto tahun 2010 itulah yang menerima duit. Selain itu, Nano Santoso Hudiarto alias Nono juga berperan memutasi para Kepala Sekolah SMP di Kabupaten Mojokerto.
Selain Nono, masih ada beberapa pihak yang diduga terlibat dalam kasus suap menyuap Bupati Mojokerto Mustopa Kamal Pasha di tahun 2015 lalu.
Anehnya, sangat berbeda jauh sekali saat penyidik KPK yang begitu bersemangat saat menetapkan 41 anggota DPRD Kota Malang termasuk Wali Kota Malang Moch. Anton menjadi tersangka dalam kasus Korupsi suap uang Pokir yang setiap anggota Dewan menerima sebesar Rp12.5 juta dalam pembahasan perubahan APBD Kota Malang TA 2015, menjelang Pilkada serentak pada tanggal 27 Juni 2018.
Keterilibatan beberapa pihak dalam kasus ini, dapat diketahui dari surat dakwaan Penuntut Umum KPK yang dibacakan saat sidang berlangsung di ruang sidang Candra (Rabu, 30 Januari 2019) dengan agenda pembacaan surat dakwaan dihadapan Majelis Hakim.
Dalam surat dakwaan PU KPK dijelaskan, bahwa Terdakwa I Ockyanto bersama dengan Terdakwa II Nabiel Titawano, pada bulan Juni 2015 atau setidak-tidaknya pada suatu waktu dalam tahun 2015, bertempat di Jalan sekitar Tempat Pemakaman Umum (TPU) Dlanggu, Mojokerto, dan di Jalan Maret A07 BSP Regency Mojokerto, atau setidak-tidaknya di suatu tempat yang termasuk dalam daerah hukum Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Surabaya, yang berwenang untuk memeriksa, mengadili, dan memutus perkara ini, telah melakukan atau turut serta melakukan beberapa perbuatan yang mempunyai hubungan sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai perbuatan berlanjut, memberi uang sebesar Rp2.600.000.000 (dua milyar enam ratus juta rupiah) kepada Mustopa Kamal Pasha selaku Bupati Mojokerto periode tahun 2010-2015, dengan maksud supaya Mustopa Kamal Pasha memberikan rekomendasi 11 Izin Prinsip Pemanfataan Ruang (lPPR) dan 11 izin Mendirikan Bangunan (IMB) atas beroperasinya Tower Telekomunikasi milik PT Tower Bersama Infrastructure/Tower Bersama Grup (TBG).
Bahwa perbuatan kitu bertentangan dengan kewajiban Mustopa Kamal Pasha selaku Bupati Mojokerto, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 huruf e Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
PU KPK Joko Hermawan membeberkan perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa Terdakwa I Ockyanto dan Terdakwa II Nabiel Titawano dengan cara-cara sebagai berikut ;
Pada awal tahun 2015, Suharsono selaku Ka Sat Pol PP (Kepala Satuan Polisi Pamong Praja) Kabupaten Mojokerto, melaporkan kepada Mustopa Kmal Pasha, bahwa di wilayah Kabupaten Mojokerto ditemukan, ada Tower Telekomunikasi yang telah berdiri dan beroperasi, tetapi belum memiliki IPPR dan IMB. Atas laporan tersebut, Mustopa Kamal Pasha memerintahkan untuk dilakukan pemetaan dan pendataan jumlah Tower Telekomunikasi di Kabupaten Mojokerto yang belum memiliki izin.
Setelah melakukan pemetaan dan pendataan, Suharsono melaporkan kepada Mustopa Kamal Pasha, bahwa ditemukan 11 (sebelas) Tower telekomunikasi atas nama perusahaan PT Profesional Telekomunikasi Indonesia (PT Protelindo) yang telah beroperasi, tetapi belum memiliki izin IPPR dan IMB. Atas laporan tersebut, Mustopa Kamal Pasha memerintahkan agar dilakukan penyegelan atas tower-tower yang dimaksud, sampai ada izin IPPR dan IMB. Kemudian dilaksanakanlah penyegelan dan penyitaan peralatan oleh Sat Pol PP Kabupaten Mojokerto.
Setelah dilakukan penyegelan, Mustopa Kamal Pasha memerintahkan Bambang Wahyudi selaku Kepala Badan Perijinan Terpadu dan Penanaman Modal (BPTPM) Kabupaten Mojokerto, bahwa untuk perijinan dari tower dimaksud, harus ada fee untuk Mustopa Kamal Pash sebesar Rp200.000.000 (dua ratus juta rupiah) per towemya, dan fee tersebut agar diserahkan melalui Nano Santoso Hudiarto alias Nono selaku orang kepercayaannya (Mutopa Kamal Pasha).
Beberapa hari kemudian, Terdakwa I Ockyanto mendapat laporan dari Yogi Pamungkas, bahwa ada beberapa tower telekomunikasi milik PT Tower Bersama lnfrastructurure Tower Bersama Grup (PT TBG) yang belum mempunyai IPPR dan IMB disegel oleh Sat Pol PP Kabupaten Mojokerto, sehingga tidak dapat beroperasi lagi.
Mendapat laporan tetsebut. terdakwa I Ockyanto meminta terdakwa II Nabiel Titawano mengurus 11 IPPR dan 11 IMB atas tower yang disegel oleh Sat Politik PP tersebut, sampai tower telekomunikasi dapat beroperasi kembali, dimana Terdakwa II Nabiel Titawano menyanggupinya.
Untuk mengurus perijinan tower tersebut, Terdakwa II Nabiel Titawano menghubungi Agus Suharyanto agar dibantu mengurus perijinan tower telekomunikasi di Kabupaten Mojokerto. Kemudian Agus Suharyanto meminta Moh. Ali Kuncooro untuk membantunya.
“Pada Bu;an April 2015, Agus Suharyanto dan Moh. Ali Kuncooro melakukan pertemuan dengan Bambang Wahyudi dan menyampaikan, untuk mendapatkan perijinan IPPR dan IMB harus disediakan fee sebesar Rp220.000.000 (dua ratus dua puluh juta rupiah) per-tower dengan rincian sebesar Rp200.000.000 (dua ratus juta rupiah) untuk Bupati Mustpa Kamal Pasha, dan sebesar Rp20.000.000 (dua puluh juta mpiah) untuk UKL dan UKP, sehingga untuk fee 11 tower yang harus disiapkan sebesar Rp2.420.000.000 (dua milyar empat ratus dua puluh juta rupiah). Atas permintaan tersebut Agus Suharyanto dan Moh. Ali Kuncoro menyetujuinya dan akan menyampaikan kepada Terdakwa II Nabiel Titawano selaku pihak yang mewakili PT TBG,” kata PU KPK Joko Hermawan
Beberapa hari setelah pertemuan, Agus Suharyanto menyampaikan hasil pertemuannya dengan Bambang Wahyudi kepada terdakwa Naibier, dimana Terdakwa II Nabiel Titawano menyetujuinya. Atas informasi tersebut, Terdakwa II Nabiel Titawano menemui Terdakwa I Ockyanto menyampaikan, bahwa ia sanggup mengurus perijinan tower dengan biaya sebesar Rp2.600.000.000 (dua milyar enam ratus juta rupiah) dengan rincian pertowemya sebesar Rp260.000.000 (dua ratus enam puluh juta rupiah), dimana uang tersebut digunakan untuk fee kepada Mustopa kamal Pasha.
Dan untuk operasional, Terdakwa II Nabiel Taitawano, atas penyampaian Terdakwa I Ockyanto menyepakatinya. Selanjutnya Terdakwa I Ockyanto mengajukan biaya pengurusan perijinan tower telekomunikasi di Kabupaten Mojokerto yang kemudian disetujui oleh Onggo Wijaya selaku Chief Operation Officer Tower Bersama Group.
PU KPK mengungkapkan, atas permohonan tersebut, kemudian Terdakwa I Ockyanto menerima uang secara bertahap dari PT Tower Bersama Grup, yang ditransfer dari Rekening Bank Nomor 0015032000 atas nama PT. Solu Sindo Kreasi Pratama ke Rekening Bank BCA Nomor 0354400835 atas nama Ocyanto secara bertahap yaitu ;
1. Tanggal 1 April 2015 sebesar Rp1.250.000.000 (satu mityar dua ratus Iima putuh juta rupiah); 2. Tanggal 1 Juli 2015 sebesar Rp1.330.000.000,00 (satu milyar tiga ratus tiga puluh ima rupiah);
3. Tanggal 2 Juli 2015 sebesar Rp1.175.000.000.00 (satu milyar serratus tujuh puluh lima juta rupiah);
4. Tanggal 29 Agustus 2016 sebesar Rp260.000.000 (dua ratus enam puluh juta rupiah).
Pada bulan Juni 2015, Terdakwa I KOckyanto menyerahkan uang sebesar Rp2.6 miliyar terhadap Terdakwa II Nabile Tatowano untuk pengurusan perijinan tower telekomunikasi terdakwa II Nabiel Titawano melalui setoran tunai ke Rekening Bank BCA cabang Pondok Indah nomor dengan nomor reekaning 04980347678 atas nama II Nabiel Titawano dalam tiga tahap yakni :
1. Tanggal 10 Juni 2015 sebesar Rp780.000.000.00 (tujuh ratus delapan puluh juta rupiah);
2. Tanggal 17 Juni 2015 sebesar Rp780.000.000.00 (tujuh ratus delapan puluh juta mpiah):
3. Tanggal 30 Juni 2015 sebesar Rp1.040.000.000.00 (satu milyar empat puluh juta mpiah):
Dari total uang fee sebesar Rp2.600.000.000.00 (dua milyar enam ratus juta rupiah)
yang diterima Terdakwa II Nabiel Titawano dari Terdakwa I Ockyanto tersebut, kemudian oleh Terdakwa II Nabiel Titawano dan beberapa diserahkan kepada Agus Suharyanto sebesar Rp2.410.000.000,00 (dua milyar empat ratus sepuluh juta rupiah) secara bertahap dengan rincian sebagai berikut :
1. Sekitar awal bulan Juni 2015 di Samarinda. diserahkan secara tunai sebesar Rp220.000.000 (dua ratus dua puluh juta rupiah);
2.
Tanggal 11 Juni 2015 ditransfer ke rekening atas nama Moch. Kuncoro
dengan nomor Rekening 6105090777 sebesar Rp350.000.000 (tiga ratus lima
puluh juta rupiah);
3. Tangga! 11 Jun12015 ditransfer ke
rekening atas nama Dian Setyawan dengan nomor rekening 0331614687
sebesar Rp300.000.000 (tiga ratusjuta mpiah);
4. Tanggal 17 Juni
2015 ditransfer ke rekening atas nama Moch. Kuncoro dengan nomor
6105090777 sebesar Rp220.000.000 (dua ratus dua puluh juta rupiah);
5.
Tanggal 17 Juni 2015 ditransfer ke rekening atas nama Dian Setyawan
dengan nomor 0331614687 sebesar Rp220.000.000 (dua ratus dua puluh juta
rupiah);
6. Tanggal 17 Juni 2015 ditransfer rekening atas nama
Indhung Betaria dengan nomor 8290529507 sebesar Rp220.000.000 (dua ratus
dua puluhjuta rupiah);
7. Tanggal 30 Juni 2015 ditransfer ke
rekening atas nama Moh. Kuncoro dengan nomor 6105090777 sebesar
Rp220.000.000 (dua ratus dua puluh juta mpiah);
8. Tangga130
Juni 2015 ditransfer ke rekening atas nama Dian Setyawan dengan nomor
0331614687 sebesar Rp220.000.000 (dua mtmah) ;
9. Tanggal 30
Juni 2015 ditransfer rekening atas nama Indhung Betaria dengan nomor
8290529507 sebesar Rp220.000.000 (dua ratus dua puluh juta rupiah) ;
10.
Tanggal 30 Juni 2015 ditransfer ke rekening atas nama Vici Dwi Indarta
sebesar Rp220.000.000 (dua ratus dua puluh juta rupiah). Sedangkan
sisanya sebesar Rp190.000.000 (seratus sembilan puluh juta rupiah)
dinikmati oleh terdakwa II Nabiel Titawano.
Selanjutnya Nano
Santoso Hudiarto alias Nono atas perintah Mutopa Kamal Pasha menyerahkan
uang fee tersebut kepada Lutfi Arif Mustaqin, selaku ajudan Mutopa
Kamal Pasha secara bertahap yakni :
1. Sebesar Rp600.000.000 (enam ratus juta rupiah) diserahkan di parkiran Indomaret daerah Sanggrahan Kutorejo;
2. Sebesar Rp600.000.000 (enam ratus juta rupiah) diserahkan di sekitar masjid di daerah Meri. Mojokerto;
3. Sebesar Rp1.000.000.000 (satu milyar rupiah) diserahkan di sekitar Masjid Pacing Mojokerto.
“Atas
penyerahan uang tersebut, Nano Santoso Hudiarto alias Nono melaporkan
kepada Mustopa Kamal Pasha. Setelah menerima uang fee tersebut. sesuai
perintah Mustofa Kamal pasha, Lutfi Arif Mustaqin menyimpannya di rumah
dinas Bupati dan setelah itu melaporkannya Mustopa Kamal Pasha. Dan
kemudian Mustopa Kamal Pasha meeluarkan Izin IPPR yang ditandatanganinya
bersama izin IMB atas tower telekomunikasi PT Tower bersama
Infrastucture/Tower Bersama Grup (T BG),” ujar PU KPK.
Penuntut Umum KPK mengatakan, bahwa perbuatan Terdakwa I Ockyanto bersama dengan Terdakwa II Nabiel Titawano memberikan uang kepada Mustopa Kamal Pasha sebesar Rp2.600.000.000 (dua milyar enam ratus juta rupiah) bertentangan dengan kewajiban Mustopa Kamal Pasha selaku Bupati Mojokerto, sebagaimana dimaksud dalam dalam Pasal 67 huruf e Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Dari perbuatan para terdakwa (Ockyanto dan Nabiel Titawano), PU KPK pun menjelaskan tentang ancaman pidana penjara yang harus dijalaninya.
“Perbuatan terdakwa (Ockyanto dan Nabiel Titawano) sebagaimana diatur dan diancam pidana menurut Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 13) Undang-Undang Republik Indonesia (UU RI) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik lndonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.
Atas surat dakwaan PU KPK, Penasehat Hukum ke- 2 terdakwa pun tak keberatan atau tidak mengajukan Eksepsinya. Sehingga Ketua Majelis Hakim pun memerintahkan PU KPK untuk menghadirkan saksi dan bukti-bukti dalam persidangan berikutnya, yang menurut PU KPK Joko Hermawan, saksi yang akan dihadirkan sebanyak 21 orang. (Rd1)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Posting Komentar
Tulias alamat email :