#Untuk kesekian kalinya, Ketua Majelis Hakim memeritahkan JPU KPK untuk memeriksa Cipto Wiyono terkait aliran uang Rp200 juta yang diterimanaya, dan pemberian uang ke DPRD Kota Malang periode 2014 - 2019#
beritakorupsi.co - Cipto Wiyono, yang saat ini menjabat sebagai Kepala Dinas Cipa Karya Pemprov Jatim, sebelumnya menjabat sebagai Sekda/Sekota (Sekretaris Daerah) Kota Malang pada tahun 2013 - 2015 mungkin tak lagi nyenyak tidur, sekalipun udara Kota Malang sejuk.
Sebab, Majelis Hakim pengadilan Tipikor Surabaya, memerintahkan JPU KPK untuk mendalami atau “memeriksa” Cipto Wiyono selaku Sekda Kota Malang, dalam persidangan berlangsung (Kamis, 224 Januari 2019) dengan terdakwa sebanyak 22 orang selaku anggota Dewan Kota Malang periode 2014 - 2019 dalam kasus Korupsi Suap pembahasan Perubahan APBD Kota Malang Tahun Anggaran (TA) 2015 lalu.
Ke- 22 terdakwa ini dibagi dalam 2 perkara, yaitu satu perkara dengan 10 terdakwa, yang 10 terdakwa ini dibagi dalam 2 perkara penuntutan masing-masing dengan 5 (lima) terdakwa, yaitu Erni Farida,; Sony Yudiarto,; Harun Prasojo,; Teguh Puji Wahyono,; Choirul Amri (satu perkara),; Arief Hermanto,; Teguh Mulyono,; Mulyanto,; Choiroel Anwar dan Suparno (satu perkara) dengan Ketua Majelis Cokorda Gede Artana
Sedangkan yang 12 terdakwa dibagi 3 (tiga) perkara penuntutan, yaitu satu perkara dengan 5 terdakwa yakni Diana Yanti,; Sugiarto,; Afdhal Fauza,; Syamsul Fajrih dan Hadi Susanto (satu perkara), dan terdakwa Ribut Hariyanto dengan perkara tersendiri. Sementara satu perkara lagi dengan 6 terdakwa diantaranya Imam Gozali,; Mohammad Fadli,; Asia Iriani,; Indra Tjahyono,; RM. Een Ambarsari,; Bambang Triyoso Rp5.000.000 (satu perkara) dengan Ketua Majelis Hakim Dede Suryaman.
Sementara perintah Ketua Majelis Hakim terhadap JPU KPK untuk mendalami Cipto Wiyono, bukan kali ini saja. Sebab pada sidang sebelumnya, Ketua Majelis Hakim H.R. Unggul Warso Murti, juga memerintahkan JPU KPK untuk mendalami Cipto Wiyono pada saat Moch. Arif Wicaksono (Ketua DPRD) dan Moch. Anton (Wali Kota) pada saat diadili yang sudah di Vonis bersalah serta telah berkekuatan hukum tetap (Inckrah).
Namun hingga saat ini, penyidik KPK belum juga melaksanakan perintah Ketua Majelis Hakim yang diucapkan pada saat persidangan sejak tahun 2017.
Perintah Ketua Majelis Hakim bukan tidak beralasan. Sebab, asal-usul uang suap yang diterima seluruh anggota DPR Kota Malang pada saat pembahasan Perubahan APBD Kota Malang TA 2015, yang mengetahui adalah Cipto Wiyono dan Teddy Soejadi Soemarma selaku Kabid (Kepala Bidang) Dinas PU Kota Malang.
Dalam persidangan sebelumnya, Teddy Soejadi Soemarma menjelaskan, bahwa dirinya diperintahkan Cipto Wiyono untuk mengumpulkan duit dari para rekanan yang ada di Dinas PU. Kemudian Teddy pun mengumpulkan sebanyak 45 pengusaha kontraktor yang ada di Dinas PU dan yang mengerjakan proyek APBD.
Teddy menjelaskan kepada Majelis Hakim, bahwa uang yang terkumpul dari 45 pengusaha kontraktor yang di lingkungan Dinas PU itu sebesar Rp900 juta.
Teddy Soejadi Soemarma yang beberapa dihadirkan JPU KPK sebagai saksi dalam Persidangan sejak tahun 2017 pada saat Jarot Edi Sulistyono (Kepala Dinas PU), Moch. Arif Wicaksono (Ketua DPRD), Moch. Anton (Wali Kota) dan 18 anggota DPRD diadili, dan sudah divonis bersalah serta putusan sudah berkekuatan hukum tetap (Inckrah), termasuk sebagai saksi untuk 22 terdakwa yang juga anggota Dewan Kota Malang mengatakan, bahwa uang sebanyak Rp200 juta diserahkan ke Cipto melalui Sekretarsi pribadinya di rumah dinas Sekda. Dan uang sebesar Rp700 juta yang dibagi dalam 2 tempat, yaitu Rp100 juta dan Rp600 juta diserahkan ke Moch. Arif Wicaksono.
“Dua ratus juta saya serahkan ke Sekda di rumah dinasnya, karena tidak ada di rumah, saya serahkan ke Sekretaris pribadinya. Yang tujuh ratus juta saya serahkan ke Ketua Dewan,” kata Teddy dalam beberapa kali persidangan termasuk pada sidang yang berlangsung pada, Rabu dan Kamis, 23, 24 Januari 2019
Namun Cipto Wiyono mengatakan, kalau uang sebesar Rp200 juta itu diserahkan kembali ke Ketua DPRD setelah Hari Raya Idul Fitri pada tahun 2015. Moch. Arif Wicaksono pun beberapa kali membantahnya dalam persidangan terkait ucapan Cipto. Bahkan terpinada 5 tahun penjara itu mengajak Cipto Wiyono untuk sumpah pocong.
Tak salah, bila masyarakat bahkwa para terdakwa mengganggap, bahwa KPK sepetinya tak adil dalam mengusut kasus yang menghebohkan ini. Sebab, Cipto Wiyono dan Teddy Soejadi Soemarma, yang berperan mengumpulkan uang sebesar Rp 900 juta untuk anggota DPRD dan 3 anggota DPRD lainnya termasuk Subur Triono yang saat ini mencalonkan diri sebagai Caleg DPR RI, bebas melangak lenggok berkampanye di Banywangi sebagai Daerah pemilihannya.
Keterangan Teddy Soejadi Soemarma, dijelaskan juga dalam surat dakwaan dan surat tuntutan JPU KPK maupun dalam putusan Majelis Hakim untuk terdakwa/terpidana Jarot Edi Sulistyono (Kepala Dinas PU), Moch. Arif Wicaksono (Ketua DPRD), Moch. Anton (Wali Kota) dan 18 anggota DPRD yaitu Rahayu Sugiarti, Ya’qud Ananda Gudban, Hery Subiantono, Sukarno, Heri Pudji Utami, H. Abd. Rachman, Wiwik Hendri Astuti, H.M. Zainuddin AS, Mohan Katelu, Salamet, Sahrawi, Bambang Sumarto, Suprapto, Abdul Hakim, Sullk Lestyowati, Imam Fauzi, Tn Yudianl dan Syaiful Rusdi (ke- 21 terdakwa ini sudag berstatus terpidana)
Dijelaskan, bahwa pada tanggal 6 Juli 2015, sebelum dimulainya rapat paripurna dengan agenda penyampaian pendapat Badan Anggaran (Banggar) DPRD Kota Malang, dan pendapat Fraksi-fraksi terhadap Konsep Kesepakatan Bersama antara Pemerintah Kota Malang dan DPRD Kota Malang tentang KUA dan PPAS Perubahan APBD TA 2015, Ketua DPRD Kota Malang Moch. Arief Wicaksono, Rahayu Sugiarti, Wiwik Hendri Astuti, H.M Zainuddin AS dan para Ketua Fraksi DPRD Kota Malang, yaitu Ya'qud Ananda Gudban, Heri Subiantono, Sukarno, Hery Pudji Astuti, Suprapto, Mohan Katelu, Salamet, dan Sahrawi melakukan pertemuan dengan Walikota Malang Moch. Anton, Wakil Walikota Malang Sutiadji, dan Sekretaris Daerah Kota Malang Cipto Wiyono bertempat di ruangan Ketua DPRD Kota Malang.
Pada pertemuan tersebut, Moch. Arief Wicaksono dan Suprapto, menjadi juru bicara para Ketua Fraksi yang mewakili seluruh anggota DPRD Kota Malang, meminta kepada Wali Kota Malang Moch. Anton untuk memberikan uang imbalan fee pembahasan Rancangan Perubahan APBD TA 2015 dengan dinamakan 'uang pokir' kepada anggota DPRD Kota Malang, agar pembahasan Perubahan APBD berjalan lancar dan tidak ada halangan (intrupsi) dari Anggota DPRD Kota Malang sehingga dapat disetujui.
Atas permintaan tersebut, Moch Anton menyanggupi dengan memerintahkan Cipto Wiyono untuk menyiapkan 'uang pokir' dimaksud. Setelah pertemuan di ruangan Ketua DPRD tersebut, kemudian Moch. Arief Wicaksono membicarakan kembali dengan Moch. Anton secara berdua saja, agar Moch. Anton memenuhi permintaan uang oleh anggota DPRD tersebut, dan Moch Anton menyanggupinya.
Hal ini pun diakui oleh Moch. Anton (terpidana 2 tahun penjara) pada saat dihadirkan sebagai saksi untuk 22 terdakwa pada sidang yang berlangsung pada, Rabu dan Kamis, tanggal 23, 24 Januari 2019.
Moch. Anton mengakui, permintaan itu disampaikan oleh Ketua Dewan sebagai THR (Tunjangan Hari Raya) karena bertepatan menjelang Hari Raya.
“Ada permintaan, katanya untuk THR anak-anak, karena saat itu menjelang hari raya,” kata Moch. Anton kepada Majelis Hakim (Rabu dan Kamis, tanggal 23, 24 Januari 2019) pada saat sebagai saksi.
Kemudian, Cipto Wiyono meminta Jarot Edy sulistyono agar menyuruh Teddy Soejadi Soemarma yang menjabat sebagai Kepala Bidang PUPPB Kota Malang untuk menemuinya. Pada saat Teddy Soejadi Soemarma menghadap Cipto Wiyono, Teddy Soejadi Soemarma diperintahkan untuk mengumpulkan uang dari para rekanan atau kontraktor yang ada dilingkungan Dinas PUPPB Kota Malang. Uang yang berhasil dikumpulkan Teddy Soejadi Soemarma dari 45 pengusaha kontraktor itu sebesar Rp900 juta.
Pada tanggal 14 Juli 2015 sekitar pukul 13.00 WIB, Moch. Arif Wicaksono menghubungi Cipto Wiyono dan meminta realisasi uang pokir untuk anggota DPRD Kota Malang. Cipto Wiyono pun menyampaikan, bahwa uang akan segera diserahkan oleh Jarot Edy sulistyono.
Sekitar pukul 14.00 WIB, atas perintah Cipto Wiyono, Jarot Edy Sulistyono menghubungi Moch. Arif Wicaksono dan menanyakan, ke mana uang pokir sebesar Rp700 juta akan dieserahkan. Moch. Arif Wicaksono meminta agar uang Pokir diserahkan di rumah dinasnya Jalan Panji Suroso No 7 Kota Malang, dengan terlebih dahulu dipisahkan jatah untuk dirinya sebesar Rp100 juta, dan untuk seluruh anggota DPRD Kota Malang sebesar Rp600 juta dibungkus tersendiri.
Pada pukul 14.24 WIB, Moch. Arif Wicaksono menyampaikan kepada Bambang Sumarto, bahwa uang pokir dari Moch. Anton akan segera diterima.
Sekitar pukul 15.00 WIB, Jarot Edy Sulistiyono meminta Teddy Sujadi Soemama untuk menyerahkan uang yang diminta Moch. Arif Wicaksono. Kemudian uang itu diantarkan Teddy Soejadi Soemarma ke Moch. Arif Wicaksono sebesar Rp700 juta yang dibungkus dalam 2 tempat, yaitu Rp100 juta dan Rp600 atas permintaan Moch. Arif Wicaksono.
Sedangkan sisanya sebesar Rp200 juta diserahkan Teddy Soejadi Soemarma kepada Cipto Wiyono. Namun karena Cipto Wiyono tidak berada di rumah dinasnya saat itu, uang itu pun diserahkan Teddy Soejadi Soemarma ke sekretaris pribadi Sekda. Setelah mendapat laporan penyerahan "uang pokir", Cipto Wiyono melaporkannya kepada Moch. Anton
Setelah Moch. Arief Wicaksono menerima uang tersebut, Moch. Arief Wicaksono kemudian memberitahukan kepada Suprapto, bahwa “uang pokir" sebesar Rp700 juta sudah diterima, dan meminta Suprapto datang ke rumah dinasnya. Setelah Suprapto datang, Moch. Arief Wicaksono meminta Suprapto untuk menghubungi para Ketua Fraksi supaya datang ke rumah dinasnya untuk membagi “uang pokir”.
Ketua, Wakil Ketua dan Ketua Fraksi serta Ketua Kaomisi menerima uang pokir masing-masing sebesar Rp15 - Rp17.5 juta, yaitu ;
1. Rahayu Sugiarti sebesar Rp17.500.00,;
2. Ya'qud Ananda Gudban sebesar Rp15.000.000,;
3. I Hery Subiantono sebesar Rp15.000.000,;
4. Sukarno sebesar Rp17.500.000,;
5. Heri Pudji Utami sebesar Rp15.000.000,;
6. H. Abd. Rachman sebesar Rp12.500.000,;
7. Moch. Anef Wmaksono (divonis penjara 5 tahun dan sudah inckrah) sebesar Rp82.500.000,;
8. Wiwik Hendri Astuti sebesar R917 500.000,;
9. H.M. Zainuddin AS sebesar Rp17.500.000;
10. Mohan Katelu sebesar Rp17.500.000,;
11. Salamet sebesar Rp15.000,;
12. Sahrawl sebesar Rp15.000.000,;
13. Bambang Sumarto sebesar Rp15.000.000,;
14. Suprapto sebesar Rp17.500.000,;
15. Abdul Hakim sebesar Rp17.500.000,;
16. Sullk Lestyowatl sebesar Rp12.500.000,;
17. Imam Fauzi sebesar Rp12.500.000,;
18. Tri Yudlani sebesar Rp15.000.000, dan
19. Syaiful Rusdi sebesar Rp15.000.000 (ke- 19 orang ini sudah divonis bersalah dengan pidana penjara antara 4 hingga 5 tahun, dan sudah berkekuatan hukum tetap atau Inckrah).
Dan uang itu juga dibagikan ke 22 terdakwa anggota Dewan lainnya yang saat ini sedang diadili, yaitu ; Erni Farida, Sony Yudiarto, Harun Prasojo, Teguh Puji Wahyono, Choirul Amri, Arief Hermanto, Teguh Mulyono, Mulyanto, Choiroel Anwar, Suparno, Diana Yanti, Sugiarto, Afdhal Fauza, Syamsul Fajrih, Hadi Susanto, Ribut Hariyanto, Imam Gozali, Mohammad Fadli, Asia Iriani, Indra Tjahyono, RM. Een Ambarsari dan Bambang Triyoso masing-masing sebesar Rp12.5 juta.
Setelah para terdakwa dan anggota DPRD Kota Malang lainnya menerima uang tersebut, proses pembahasan Perubahan APBD Kota Malang TA 2015 pun berjalan lancar tanpa ada hambatan dari para anggota DPRD Kota Malang.
Sehingga pada tanggal 22 Juli 2015, rapat penyampaian Pendapat Akhir Fraksi DPRD Kota Malang terhadap Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) Pembahasan Perubahan APBD TA 2015 yang pada pokoknya, menyetujui Rancangan Perubahan APBD TA 2015 menjadi APBD-P TA 2015 Kota Malang sebagaimana dituangkan dalam Keputusan DPRD Kota Malang Nomor: 188.4/48/35.73.201/2015 tanggal 22 Juli 2015 tentang Persetujuan Penetapan Recangan Peraturan Daerah Kota Malam Tentang Perubahan Anggaran Pendapatan dan Beianja Dumh Tahm Anggaran 2015 yang ditandatangani oleh Moch. Arief Wicaksono selaku Ketua DPRD Kota Malang.
JPU KPK menjelaskan, bahwa pemberian uang kepada DPRD suapaya memberikan pemetujuan terhadap usulan Perubahan APBD Pemerintah Kota Malang TA 2015, bertentangan dengan kewajiban para terdakwa sebagaimana diatur dalam Pasal 5 angka 4 dan 6 UU RI Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KKN) juncto Pasal 400 ayat (3) UU RI Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD juncto UU RI Nomor 42 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD.
Dan selain itu, JPU KPK mengatakan, bahwa perbuatan para anggota Dewan yang terhormt ini, sebagaimana diatur dan diancam pidana menurut Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Selain uang Pokir, juga menerima “uang sampah” sebesar Rp300 juta pada saat pembahasan persetujuan pelaksanaan proses Investasi pembangunan dan pengelolaan tanah milik Pemkot Malang, yang difungsikan sebagai Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Supit Urang, yang diterima oleh Ketua DPRD Kota Malang Moch. Arief Wicaksono, dan kemudian dibagikan kepada 45 anggota DPRD Kota Malang melaiui para Ketua Fraksi, diantaranya : Rahayu Sugiarti, Ya’qud Ananda Gudban, Hery Subiantono, Sukarno sebesar, Heri Pudji Utami, H. Abd. Rachman masing-masing sebesar Rp10 juta dan Ketua DPRD Moch Arief Wicaksono sebesar Rp25 juta, dan Wiwik Hendri Astuti, H.M. Zainuddin AS, Mohan Katelu, Salamet sebesar, Sahrawi, Bambang Sumarto, Suprapto, Abdul Hakim, Sullk Lestyowati, Imam Fauzi, Tn Yudianl serta Syaiful Rusdi masing-masing sebesar Rp5.000.000 (ke- 19 orang ini sudah divonis bersalah dengan pidana penjara antara 4 hingga 5 tahun, dan sudah berkekuatan hukum tetap atau Inckrah).
Dan uang itu juga dibagikan ke 22 terdakwa anggota Dewan lainnya yang saat ini sedang diadili, yaitu ; Erni Farida, Sony Yudiarto, Harun Prasojo, Teguh Puji Wahyono, Choirul Amri, Arief Hermanto, Teguh Mulyono, Mulyanto, Choiroel Anwar, Suparno, Diana Yanti, Sugiarto, Afdhal Fauza, Syamsul Fajrih, Hadi Susanto, Ribut Hariyanto, Imam Gozali, Mohammad Fadli, Asia Iriani, Indra Tjahyono, RM. Een Ambarsari dan Bambang Triyoso masing-masing sebesar Rp5 juta.
Selain uang Pokir dan uang sampah yang diterima para terdakwa (seluruh anggota DPRD), juga menerima uang yang berkaitan dengan pembahasan APBD murni TA 2015 antara bulan September 2014 sampai dengan bulan Juli 2015, bertempat di Kantor DPRD Kota Malang di Jalan Tugu No. 1A Kota Malang sebesar Rp5.5 miliar. Dan uang itu dibagikan ke masing-masing Ketua sebesar Rp125 juta, diantaranya ; Rahayu Sugiarti, Ya’qud Ananda Gudban, Hery Sublantono, Sukarno, Moch Anef Wicaksono, Wiwik Hendri Astuti, Sahrawi, Mohan Katelu, Salamat, H.M. Zainuddin AS dan Heri Pudji Utami sebesar Rp110 juta, karena yang Rp15 juta diberikan ke sekretaris Fraksi yang membantunya (keterangannya dalam persidangan).
Dan masing anggota menerima sebesar Rp100 juta, diantaranya H. Abd. Rachman, Bambang Sumarto, Suprapto, Abdul Hakim, Sulik Lestyowati, Imam Fauzi, Tri Yudiani dan Syaiful Rusdi (ke- 19 orang ini sudah divonis bersalah dengan pidana penjara antara 4 hingga 5 tahun, dan sudah berkekuatan hukum tetap atau Inckrah).
Dan uang itu juga dibagikan ke 22 terdakwa anggota Dewan lainnya yang saat ini sedang diadili, yaitu ; Erni Farida, Sony Yudiarto, Harun Prasojo, Teguh Puji Wahyono, Choirul Amri, Arief Hermanto, Teguh Mulyono, Mulyanto, Choiroel Anwar, Suparno, Diana Yanti, Sugiarto, Afdhal Fauza, Syamsul Fajrih, Hadi Susanto, Ribut Hariyanto, Imam Gozali, Mohammad Fadli, Asia Iriani, Indra Tjahyono, RM. Een Ambarsari dan Bambang Triyoso masing-masing sebesar Rp100 juta.
JPU KPK mengatakan, bahwa para terdakwa sejak menerima uang tersebut diatas tidak melaporkannya kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sampai dengan batas waktu 30 (Tiga puluh) hari kerja, sebagaimana yang dipersyaratkan dalam UU RI Nomor 31Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. padahal penerimaan itu tidak ada alasan yang sah menurut hukum,” kata JPU KPK
Dan selain itu, JPU KPK mengatakan, bahwa perbuatan para anggota Dewan yang terhormt ini, sebagaimana diatur dan diancam pidana menurut Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (Rd1)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Posting Komentar
Tulias alamat email :