Terdakwa Syahri Mulyo, Bupati (non aktif) Tulungagung |
#PH terdakwa juga membeberkan aliran uang suap sebesar Rp81 M ke beberapa pejabat Tulungagung, diantaranya Ketua DPRD Supriyono Rp750 juta,; Sekda Indra Fauzi Rp700 juta,; Kepala BPAKD Hendry Setiyawan Rp2.985 milliar,; Budi Juniarto (Pejabat Pemprov Jatim) Rp8.025 milliar,; Budi Setiyawan (Pejabat Pemprov Jatim) Rp3.750.000 milliar,; Tony Indrayanto (Pejabat Pemprov Jatim) Rp6.750 miliar,; Chusainuddin (Anggota DPRD Jatim) Rp1 milliar,; Achmad Riski Sadiq (anggota DPR RI) Rp2.931 milliar dan Wakil Bupati (Plt) Maryoto Birowo#
beritakorupsi.co - Penasehat Hukum (PH) terdakwa Syahri Mulyo Bupati (non aktif) Tulungagung, Andi Firasadi dkk, menuding Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tak tegas menangani kasus Korupsi suap Bupati Tulungagung yang tertangkap tangan lembaga anti rasuah itu pada tanggal 6 Juni 2018 lalu.
Pada tanggal 6 Juni 2018 lalu, KPK melakukan kegiatan Tangkap Tangan dengan mengamankan sebanyak 6 (enam) orang, yaitu Syahri Mulyo (Bupati Tulungagung), Agung Prayitno (orang dekat Syahri Mulyo), Sutrisno (Kepala Dinas PUPR (Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat) Kabupaten Tulungagung, Wali Kota Blitar Samanhudi Anwar dan Bambang Purnomo (orang dekat Samanhudi Anwar) dan Susilo Prabowo (pengusaha kontraktor di Tulungagung selaku penyuap 2 Kepala Daerah), dan ketinganya sudah dovinis terlebih dahulu dalam perkara terpisah) dan mengamankan barang bukti berupa uang miliaran rupiah.
Ketidak tegasan KPK dalam menangani kasus Korupsi suap Baupati Tulungagung Syahri Mulyo sebesar Rp77 milliar, disampaikan Andi Firasadi dkk selaku PH (Penasehat Hukum) terdakwa Syahri Mulyo di muka persidangan yang berlangsung di ruang sidang Candra Pengadilan Tipikor Surabaya, dengan agenda pembacaan Pledoi (pembelaan) dihadapan Majelis Hakim yang diketuai Agus Hamzah, SH., MH dengan dibantu 2 (dua) Hakim anggota (Ad Hock) serta dihadiri JPU KPK Joko Hermawan, pada Kamis, 31 Januari 2019.
Dihadapan Majelis Hakim, Penasehat Hukum terdakwa Syahri Mulyo mengatakan, bahwa dalam surat tuntutan Penuntut Umum yang menyatakan bahwa terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah menurut hukum melakukan tindak pidana Korupsi sebesar Rp77 milliar, sebagaimana diatur dan diacam dalam Pasal 12 huruf b Undang-Undang Republik Indonesia (UU RI) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 65 ayat (1)
“Terdakwa telah mengakui dan meminta maaf atas perbuatannya. Namun Penuntut Umum tidak tegas dalam mengenai kasus ini,” kata Penasehat Hukum terdakwa, Kamis, 31 Januari 2019.
Penasehat Hukum terdakwa Syahri Mulyo juga menjelaskan, bahwa dalam surat tuntutan Penuntut Umum disebutkan, uang sebesar Rp41 milliar ada di pihak lain. Namum menurut PH terdakwa dalam Pledoinnya yang dibacakan di muka persidangan dihadapan majelis Hakim menyebutkan, berdasarkan keterangan terdakwa dan keterangan saks-saksi, bahwa uang yang mengalir kepihak lain adalah sebesar Rp81 milliar lebih, yang mengali ke beberapa pejabat Tulungagun, pejabat Pemprov Jatim, anggota DPRD Jatim dan anggota DPR RI.
“Uang yang mengalir kepihak lain sejak 2014 hingga 2018 sebesar Rp81 milliar, diantaranya Ketua DPRD Supriyono Rp750 juta,; Wakil Bupati (Plt) Maryoto Birowo Rp4.675 miliyar,; Sekda Indra Fauzi Rp700 juta,; Kepala BPAKD Hendry Setiyawan Rp2.985 milliar,; Budi Juniarto (Pejabat Pemprov Jatim) Rp8.025 milliar,; Budi Juniarto selaku Kepala Bidang Fisik Prasarana Bappeda Provinsi Jawa Timur sejumlah Rp8.025 milliar,; Budi Setiyawan selaku Kepala Keuangan Provinsi Jawa Tlmur sebesar Rp3.750.000 milliar,; Tony Indrayanto selaku Kepala Bidang Fisik Prasarana Provinsi Jawa Timur Rp6.750 milliar,; Chusainuddin Anggota DPRD Provinsi Jawa Timur Rp1 milliar dan Ahmad Riski Sadiq anggota DPR RI sebesar Rp2.931 milliar,” kata PH terdakwa.
Selain itu, Penasehat Hukum terdakwa Syahri Mulyo juga menyinggung, bahwa KPK tak mengungkap penggunaan dana Apirasi DPRD Tulungagung yang berjumlah puluhan miliaran itu.
“Penuntut Umum juga tidak mengungkap dana Aspirasi Dewan. Uang sebesar tujuh puluh tujuh milliar dibebankan kepada tedakwa,” kata Penasehat Hukum terdakwa kemudian.
Apa yang disampaikan oleh Penasehat Hukum terdakwa Syahri Mulyo terkait ketidak tegasan KPK dalam menangani kasus Korupsi suap Baupati Tulungagung Syahri Mulyo bukan tidak beralasan.
Dan mungkin bukan hanya Penasehat Hukum terdakwa, tapi juga masyarakat. Bila dibandingkan pada saat KPK yang begitu semangat dalam waktu Satu bulan, langsung menetapkan 40 (Ketua DPRD sudah tersangka jauh sebelumnya) dari 45 anggota DPRD Kota Malang menjadi terangka menjelang Pilkada serentak yang berlangsung pada tanggal 27 Juni 2018, terkait kasus Korupsi Suap uang “Pokir” sebesar Rp12.5 juta - Rp17.5 juta untuk setiap anggota Dewan pada tahun 2015, dalam pembahasan Perubahan APBD Kota Malang TA 2015 pada Juni 2015. Dan tidak hanya 41 anggota DPRD Kota Malang yang ditetapkan menjadi terangka oleh KPK, tetapi termasuk Wali Kotanya.
Pada hal kasus Korupsi suap Bupati Tulungagung Syahri Mulyo, juga tak kalah dengan kasus Korupsi Suap DPRD Kota Malang, karena uang suap yang diterima terdakwa Syahri Mulyo yang berasal dari fee proyek APBD Tulungagung sejak tahun 2014 hingga 2018, seperti yang diuraikan dalam surat dakwaan dan keterangan saksi-saksi mapun dalam surat tuntutan Penuntut Umum KPK menyebutkan, bahwa uang suap sebesar Rp41 miliar (menurut PH terdakwa sebesar Rp81 milliar lebih) mengalir ke beberapa pejabat Kabupaten Tulungagung, diantaranya Maryoto Birowo selaku Wakil Bupati sekaligus sebagai Plt Bupati, Ketua DPRD Supriyono, Sekda Indra Fauzi, Kepala DPPAKD Hendry Setiyawan, Kajari, Kapolres, Wartawan dan LSM.
Pada tanggal 6 Juni 2018 lalu, KPK melakukan kegiatan Tangkap Tangan dengan mengamankan sebanyak 6 (enam) orang, yaitu Syahri Mulyo (Bupati Tulungagung), Agung Prayitno (orang dekat Syahri Mulyo), Sutrisno (Kepala Dinas PUPR (Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat) Kabupaten Tulungagung, Wali Kota Blitar Samanhudi Anwar dan Bambang Purnomo (orang dekat Samanhudi Anwar) dan Susilo Prabowo (pengusaha kontraktor di Tulungagung selaku penyuap 2 Kepala Daerah), dan ketinganya sudah dovinis terlebih dahulu dalam perkara terpisah) dan mengamankan barang bukti berupa uang miliaran rupiah.
Ketidak tegasan KPK dalam menangani kasus Korupsi suap Baupati Tulungagung Syahri Mulyo sebesar Rp77 milliar, disampaikan Andi Firasadi dkk selaku PH (Penasehat Hukum) terdakwa Syahri Mulyo di muka persidangan yang berlangsung di ruang sidang Candra Pengadilan Tipikor Surabaya, dengan agenda pembacaan Pledoi (pembelaan) dihadapan Majelis Hakim yang diketuai Agus Hamzah, SH., MH dengan dibantu 2 (dua) Hakim anggota (Ad Hock) serta dihadiri JPU KPK Joko Hermawan, pada Kamis, 31 Januari 2019.
Dihadapan Majelis Hakim, Penasehat Hukum terdakwa Syahri Mulyo mengatakan, bahwa dalam surat tuntutan Penuntut Umum yang menyatakan bahwa terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah menurut hukum melakukan tindak pidana Korupsi sebesar Rp77 milliar, sebagaimana diatur dan diacam dalam Pasal 12 huruf b Undang-Undang Republik Indonesia (UU RI) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 65 ayat (1)
“Terdakwa telah mengakui dan meminta maaf atas perbuatannya. Namun Penuntut Umum tidak tegas dalam mengenai kasus ini,” kata Penasehat Hukum terdakwa, Kamis, 31 Januari 2019.
Penasehat Hukum terdakwa Syahri Mulyo juga menjelaskan, bahwa dalam surat tuntutan Penuntut Umum disebutkan, uang sebesar Rp41 milliar ada di pihak lain. Namum menurut PH terdakwa dalam Pledoinnya yang dibacakan di muka persidangan dihadapan majelis Hakim menyebutkan, berdasarkan keterangan terdakwa dan keterangan saks-saksi, bahwa uang yang mengalir kepihak lain adalah sebesar Rp81 milliar lebih, yang mengali ke beberapa pejabat Tulungagun, pejabat Pemprov Jatim, anggota DPRD Jatim dan anggota DPR RI.
“Uang yang mengalir kepihak lain sejak 2014 hingga 2018 sebesar Rp81 milliar, diantaranya Ketua DPRD Supriyono Rp750 juta,; Wakil Bupati (Plt) Maryoto Birowo Rp4.675 miliyar,; Sekda Indra Fauzi Rp700 juta,; Kepala BPAKD Hendry Setiyawan Rp2.985 milliar,; Budi Juniarto (Pejabat Pemprov Jatim) Rp8.025 milliar,; Budi Juniarto selaku Kepala Bidang Fisik Prasarana Bappeda Provinsi Jawa Timur sejumlah Rp8.025 milliar,; Budi Setiyawan selaku Kepala Keuangan Provinsi Jawa Tlmur sebesar Rp3.750.000 milliar,; Tony Indrayanto selaku Kepala Bidang Fisik Prasarana Provinsi Jawa Timur Rp6.750 milliar,; Chusainuddin Anggota DPRD Provinsi Jawa Timur Rp1 milliar dan Ahmad Riski Sadiq anggota DPR RI sebesar Rp2.931 milliar,” kata PH terdakwa.
Selain itu, Penasehat Hukum terdakwa Syahri Mulyo juga menyinggung, bahwa KPK tak mengungkap penggunaan dana Apirasi DPRD Tulungagung yang berjumlah puluhan miliaran itu.
“Penuntut Umum juga tidak mengungkap dana Aspirasi Dewan. Uang sebesar tujuh puluh tujuh milliar dibebankan kepada tedakwa,” kata Penasehat Hukum terdakwa kemudian.
Apa yang disampaikan oleh Penasehat Hukum terdakwa Syahri Mulyo terkait ketidak tegasan KPK dalam menangani kasus Korupsi suap Baupati Tulungagung Syahri Mulyo bukan tidak beralasan.
Dan mungkin bukan hanya Penasehat Hukum terdakwa, tapi juga masyarakat. Bila dibandingkan pada saat KPK yang begitu semangat dalam waktu Satu bulan, langsung menetapkan 40 (Ketua DPRD sudah tersangka jauh sebelumnya) dari 45 anggota DPRD Kota Malang menjadi terangka menjelang Pilkada serentak yang berlangsung pada tanggal 27 Juni 2018, terkait kasus Korupsi Suap uang “Pokir” sebesar Rp12.5 juta - Rp17.5 juta untuk setiap anggota Dewan pada tahun 2015, dalam pembahasan Perubahan APBD Kota Malang TA 2015 pada Juni 2015. Dan tidak hanya 41 anggota DPRD Kota Malang yang ditetapkan menjadi terangka oleh KPK, tetapi termasuk Wali Kotanya.
Pada hal kasus Korupsi suap Bupati Tulungagung Syahri Mulyo, juga tak kalah dengan kasus Korupsi Suap DPRD Kota Malang, karena uang suap yang diterima terdakwa Syahri Mulyo yang berasal dari fee proyek APBD Tulungagung sejak tahun 2014 hingga 2018, seperti yang diuraikan dalam surat dakwaan dan keterangan saksi-saksi mapun dalam surat tuntutan Penuntut Umum KPK menyebutkan, bahwa uang suap sebesar Rp41 miliar (menurut PH terdakwa sebesar Rp81 milliar lebih) mengalir ke beberapa pejabat Kabupaten Tulungagung, diantaranya Maryoto Birowo selaku Wakil Bupati sekaligus sebagai Plt Bupati, Ketua DPRD Supriyono, Sekda Indra Fauzi, Kepala DPPAKD Hendry Setiyawan, Kajari, Kapolres, Wartawan dan LSM.
Tidak hanya itu. Uang suap yang dalam surat dakwaan Penuntut Umum KPK
sebesar Rp138.4 milliar itu berasal dari beberapa pengusaha Kontraktor
dan pengurus Asosiasi pengusaha yang mendapatkan proyek APBD di
Tulungagung sejak 2014 - 2018, diantaraya Susilo Prabowo alias Embun
(sudah divonis), Tigor Prakoso, Sony Sandra, Dwi Basuki, Ari Kusumawati
selaku Ketua Gapeksindo (Gabungan Pengusaha Konstruksi Indonesia), Abror
(pengurus Gapeksindo), Anjar Handriyanto (pengurus Gabungan Pelaksana
Konstruksi Seluruh Indonesia), Santoso (pengurus Asosiasi Pengusaha
Kontraktor Seluruh Indonesia), Rohmat (pengurus Gapeknas), Hendro Basuki
(pengurus Gapensinas) Kabupaten Tulungagung.
Anehnya, hingga menjelang Vonis dari Majelis Hakim terhadap terdakwa Syahri Mulyo, Sutrisno dan Agung Prayitno, tak satu pun pejabat pejabat Tulungagung yang disebut-sebut turut menikmati uang “haram” itu yang ditetapkan menjadi tersangka oleh lembaga anti rasuah itu.
Dalam sidang yang berlangsung, 2 (dua) terdakwa lainnya, yaitu Sutrisno dan Agung Prayitno juga membacakan Pledoinya melalui Penasehat Hukumnya.
Dalam pledoi terdakwa yang dibacakan melalui Penasehat Hukumnya, Leonardus Sagala menjelaskan, bahwa sudah seharusnya uang pengganti tidak di timpakan kepada terdakwa II Sutrisno, dan uang pengganti itu harusnya di tanggung oleh pihak - pihak penerima yaitu Budi Juniarto, Budi Setyawan, Hendry Setyawan, Ahmad Rizqi Sadiq, Chusainudin, karena pihak - pihak inilah yang menikmati uang “haram” tersebut
“Sudah seharusnya uang pengganti tidak di timpakan kepada terdakwa II Sutrisno, dan uang pengganti itu harusnya di tanggung oleh pihak - pihak penerima yaitu Budi Juniarto, Budi Setyawan, Hendry Setyawan, Ahmad Rizqi Sadiq, Chusainudin,” kata Leo dalam Pledoinya.
Dari Pledoi terdakwa yang dibacakan Penasehat Hukum terdakwa II Sutrisno, Leonardus Sagala mengatakan, semakin jelas berdasarkan fakta di muka persidangan, bahwa dakwaa Penutut Umum semua dapat di jelaskan secara terang benderang, bahwa terdakwa II Sutrisno sebagai bawahan adalah merupakan korban dari sistem pemerintahan yang sangat buruk di Indonesia, begitu juga uang yang dituduhkan kepada terdakwa II Sutrisno telah menerima uang sebesar Rp9.5, dijelaskan dalam pledoinya dengan tegas, bahwa uang tersebut untuk mengunduh (memperoleh) anggaran yang di terima oleh Budi Juniarto selaku Kabid Fisik Bappeda Propinsi Jawa Timur, dan Budi Setyawan selaku Kepala DPPKAD Jatim, Hendry Setyawan Kepala DPPKAD Kab. Tulungagung, Ahmad Rizqi Sadig anggota DPR RI dari Fraksi PAN, Chusainudin Anggota DPRD Jatim Fraksi PKB
“Bahwa terdakwa II Sutrisno adalah sebagai bawahan, merupakan korban dari sistem pemerintahan yang sangat buruk di Indonesiam,” kata Leo kemudian.
Menurut PH terdakwa, tidak ada yang di pergunakan untuk kepentingan pribadi terdakwa. PH terdakwa menjelaskan, bahwa hal itu diperkuat dari pernyataan saksi di persidangan oleh saksi kunci Susilo Prabowo, bahwa tida pernah memberikan uang kepada Sutrisno untuk kepentingan Pribadi, juga kesaksian Sukarji.
Menurut Sukarji, lanjut Leonardus, bahwa Sukarji menyetorkan sejumlah uang setiap tahunnya kepada Kepala DPPKAD Tulungagung Hendry Setyawan, juga Kesaksian Yamani yang menerima uang setoran dari Dinas PUPR. Selain itu, kesaksian Anjar yang menyerahkan uang kepada Budi Juniarto di sebuah apartemen di Surabaya.
Menanggapi Pledoi para Penasehat Hukum terdakwa, JPU KPK Joko Hermawan mengatakan, bahwa Penuntut Umum KPK tetap dalam tuntutannya.
“Kita tetap dalam tuntutan. Kalau yang disebutkan terdakwa mengenai uang yang kepihak lain, itu perhitungan terdakwa,” ujar PU KPK Joko Hermawan.
Sebelumnya, PU KPK Dodi Sukmono kepada media ini menjelaskan, bahwa semua fakta yang terungkap dalam persidangan, akan disampaikan ke pimpinan untuk dapat dikembangkan.
“Ia, ada uang sejumlah empat puluh satu miliyar rupiah (Rp41 milliar) kepihak lain dan dapat dilakukan penuntutan. Jadi apapun yang terungkap dalam persidangan, dan fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan akan kita sampaikan ke pimpinan untuk dapat dikembangkan,” ujar PU KPK Dodi.
Apakah ada kemungkinan kasus ini akan ada penyidikan atau pengembangan untuk tersangka baru ? tanya wartawan media ini lebih lanjut. Menurut JPU KPK Dodi, tidak bicara kemungkinan tetapi fakta.
“Kita tidak bicara kemungkinan, tetapi fakta yang terungkap dalam persidangan,” ucap JPU KPK Dodi Sukmono..
Dalam sidang yang berlangsung, 2 (dua) terdakwa lainnya, yaitu Sutrisno dan Agung Prayitno juga membacakan Pledoinya melalui Penasehat Hukumnya, yang intinya memohon keringanan hukuman dari Majelis Hakim.
Seperti yang diberitakan sebelumnya. Dalam surat dakwaan maupun tuntutan Penuntut Umum KPK menjelaskan asal usul uang suap yang diterima oleh terdakwa Syahri Mulyo dan Sutrisno adalah berasal dari beberapa kontraktor termasuk beberapa Asosiasi pengusaha di Tulungagung sebagai fee proyek sebesar 15% dari jumlah anggaran proyek pekerjaan sejak tahun 2014 hingga 2018.
Anehnya, hingga menjelang Vonis dari Majelis Hakim terhadap terdakwa Syahri Mulyo, Sutrisno dan Agung Prayitno, tak satu pun pejabat pejabat Tulungagung yang disebut-sebut turut menikmati uang “haram” itu yang ditetapkan menjadi tersangka oleh lembaga anti rasuah itu.
Dalam sidang yang berlangsung, 2 (dua) terdakwa lainnya, yaitu Sutrisno dan Agung Prayitno juga membacakan Pledoinya melalui Penasehat Hukumnya.
Dalam pledoi terdakwa yang dibacakan melalui Penasehat Hukumnya, Leonardus Sagala menjelaskan, bahwa sudah seharusnya uang pengganti tidak di timpakan kepada terdakwa II Sutrisno, dan uang pengganti itu harusnya di tanggung oleh pihak - pihak penerima yaitu Budi Juniarto, Budi Setyawan, Hendry Setyawan, Ahmad Rizqi Sadiq, Chusainudin, karena pihak - pihak inilah yang menikmati uang “haram” tersebut
“Sudah seharusnya uang pengganti tidak di timpakan kepada terdakwa II Sutrisno, dan uang pengganti itu harusnya di tanggung oleh pihak - pihak penerima yaitu Budi Juniarto, Budi Setyawan, Hendry Setyawan, Ahmad Rizqi Sadiq, Chusainudin,” kata Leo dalam Pledoinya.
Dari Pledoi terdakwa yang dibacakan Penasehat Hukum terdakwa II Sutrisno, Leonardus Sagala mengatakan, semakin jelas berdasarkan fakta di muka persidangan, bahwa dakwaa Penutut Umum semua dapat di jelaskan secara terang benderang, bahwa terdakwa II Sutrisno sebagai bawahan adalah merupakan korban dari sistem pemerintahan yang sangat buruk di Indonesia, begitu juga uang yang dituduhkan kepada terdakwa II Sutrisno telah menerima uang sebesar Rp9.5, dijelaskan dalam pledoinya dengan tegas, bahwa uang tersebut untuk mengunduh (memperoleh) anggaran yang di terima oleh Budi Juniarto selaku Kabid Fisik Bappeda Propinsi Jawa Timur, dan Budi Setyawan selaku Kepala DPPKAD Jatim, Hendry Setyawan Kepala DPPKAD Kab. Tulungagung, Ahmad Rizqi Sadig anggota DPR RI dari Fraksi PAN, Chusainudin Anggota DPRD Jatim Fraksi PKB
“Bahwa terdakwa II Sutrisno adalah sebagai bawahan, merupakan korban dari sistem pemerintahan yang sangat buruk di Indonesiam,” kata Leo kemudian.
Menurut PH terdakwa, tidak ada yang di pergunakan untuk kepentingan pribadi terdakwa. PH terdakwa menjelaskan, bahwa hal itu diperkuat dari pernyataan saksi di persidangan oleh saksi kunci Susilo Prabowo, bahwa tida pernah memberikan uang kepada Sutrisno untuk kepentingan Pribadi, juga kesaksian Sukarji.
Menurut Sukarji, lanjut Leonardus, bahwa Sukarji menyetorkan sejumlah uang setiap tahunnya kepada Kepala DPPKAD Tulungagung Hendry Setyawan, juga Kesaksian Yamani yang menerima uang setoran dari Dinas PUPR. Selain itu, kesaksian Anjar yang menyerahkan uang kepada Budi Juniarto di sebuah apartemen di Surabaya.
Menanggapi Pledoi para Penasehat Hukum terdakwa, JPU KPK Joko Hermawan mengatakan, bahwa Penuntut Umum KPK tetap dalam tuntutannya.
“Kita tetap dalam tuntutan. Kalau yang disebutkan terdakwa mengenai uang yang kepihak lain, itu perhitungan terdakwa,” ujar PU KPK Joko Hermawan.
Sebelumnya, PU KPK Dodi Sukmono kepada media ini menjelaskan, bahwa semua fakta yang terungkap dalam persidangan, akan disampaikan ke pimpinan untuk dapat dikembangkan.
“Ia, ada uang sejumlah empat puluh satu miliyar rupiah (Rp41 milliar) kepihak lain dan dapat dilakukan penuntutan. Jadi apapun yang terungkap dalam persidangan, dan fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan akan kita sampaikan ke pimpinan untuk dapat dikembangkan,” ujar PU KPK Dodi.
Apakah ada kemungkinan kasus ini akan ada penyidikan atau pengembangan untuk tersangka baru ? tanya wartawan media ini lebih lanjut. Menurut JPU KPK Dodi, tidak bicara kemungkinan tetapi fakta.
“Kita tidak bicara kemungkinan, tetapi fakta yang terungkap dalam persidangan,” ucap JPU KPK Dodi Sukmono..
Dalam sidang yang berlangsung, 2 (dua) terdakwa lainnya, yaitu Sutrisno dan Agung Prayitno juga membacakan Pledoinya melalui Penasehat Hukumnya, yang intinya memohon keringanan hukuman dari Majelis Hakim.
Seperti yang diberitakan sebelumnya. Dalam surat dakwaan maupun tuntutan Penuntut Umum KPK menjelaskan asal usul uang suap yang diterima oleh terdakwa Syahri Mulyo dan Sutrisno adalah berasal dari beberapa kontraktor termasuk beberapa Asosiasi pengusaha di Tulungagung sebagai fee proyek sebesar 15% dari jumlah anggaran proyek pekerjaan sejak tahun 2014 hingga 2018.
Beberapa pengusaha kontraktor dan Asosiasi yang dimaksud, diantaranya Susilo Prabowo alias Embun (sudah divonis terlebih dahulu), Tigor Prakasa, Sony Sandra, Dwi Basuki, Ari Kusumawati selaku Ketua Gapeksindo (Gabungan Pengusaha Konstruksi Indonesia), Abror selaku pengurus Gapeksindo, Anjar Handriyanto selaku pengurus Gapensi (Gabungan Pelaksana Konstruksi Seluruh Indonesia), Santoso selaku pengurus Apeksindo (Asosiasi Pengusaha Kontraktor Seluruh Indonesia), Rohmat (pengurus Gapeknas), Hendro Basuki (pengurus Gapensinas) Kabupaten Tulungagung.
JPU KPK juga menjelakan dalam surat dakwaan maupun surat tuntutannya terkait pengumpulkan duit dari para pengusaha kontraktor dan dari Asosiasi itu melalui beberapa Kepala Bidang (Kabid) di Dinas PUPR, diantaranya Agung Haryanto selaku Kasubbag Keuangan, Saiful Bakri selaku Sekretaris, Erwin Novoanto selaku Kabid Infrastruktur Persampahan dan Pertamanan, Evi Purvitasari sebagai Kabid Tata Ruang dan Tata Bangunan, Farid Abadi selaku Kabid Laboratorium dan Perbengkelan, Niken Setuyawati Triansari selaku Kabid Cipta Karya dan Sukarji sebagai Kabid Bina Marga, Dr. Eko Sugiono., MM selaku Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan, dan Suharso selaku Kepala Dinas Pendidikan Kabupatena Tulungagung.
Dalam persidangan sebelumnya, Susilo Prabowo alias Embun, Tigor Prakasa, Sony Sandra, Dwi Basuki, Ari Kusumawati, Abror, Anjar Handriyanto, Hendro Basuki, Santoso, Dr. Eko Sugiono., MM selaku Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan, dan Suharso selaku Kepala Dinas Pendidikan Kabupatena Tulungagung maupun para Kabid Dinas PUPR Agung Haryanto, Saiful Bakri, Erwin Novoanto, Evi Purvitasari, Farid Abadi, Niken Setuyawati Triansari dan Sukarji sudah dihadirkan ke persidangan sebagai saksi dan mengakui terkait adanya penerimaan dan pengumpulan uang fee proyek.
Sehingga JPU KPK mengatakan, bahwa uang fee proyek itu memang tidak hanya dinikmati oleh terdakwa Syahri Mulyo yang dipergunakan untuk membiayayi kegiatan Pilkada dalam pencalonannya sebagai calon Bupati Tulungagung periode 2018 - 2023, melainkan dibagi-bagikan juga ke pihak-pihak lain sebesar Rp41.5 Miliyar. Dan JPU KPK menyatakan dalam surat tuntutannya, dapat dilakukan penuntutan untuk diperhitungkan sebagai pengembalian uang.
Terkait aliran uang ke pihak-pihak lain yang dimaksud oleh JPU KPK dalam surat tuntutannya maupun dalam surat dakwaan sebelumnya serta fakta yang terungkap dalam perisidangan atas keterangan beberapa saksi dari Dinas PUPR maupun dari Dinas PPKAD (Pengelolaan Pendapatan Keuangan dan Aset Daerah) Kabupaten Tulungagungh serta pengakuan terdakwa Sutrisno, menyebutkan beberapa nama, diantaranya Ketua DPRD Tulungagung (Supriyono), Wakil Bupati Tulungagung (Maryoto Birowo), Indra Fauzai selaku Sekretaris Daerah Tuiungagung, Komisi D DPRD Tulungagung, Kepala DPPKAD (Hendri Setiyawan), Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Tulungagung Suharto, Riski Sadig (anggota DPR RI dari F-PAN), Kusainudin (anggota DPRD Jatim), Kapolres Tulungagung melalui Kasat Reskrim, Kajari Tulungagung melalui Kasi Intel, Tony Indrayanto selaku Kepala Bidang Fisik Prasarana Provinsi Jawa Timur, Budi Juniarto selaku Kepala Bidang Fisik Prasarana Bappeda Provinsi Jawa Timur, Budi Setiyawan selaku Kepala Keuangan Provinsi Jawa Timur, Ahmad Riski Sadiq (anggota DPR RI dari F-PAN).
JPU KPK juga menjelakan dalam surat dakwaan maupun surat tuntutannya terkait pengumpulkan duit dari para pengusaha kontraktor dan dari Asosiasi itu melalui beberapa Kepala Bidang (Kabid) di Dinas PUPR, diantaranya Agung Haryanto selaku Kasubbag Keuangan, Saiful Bakri selaku Sekretaris, Erwin Novoanto selaku Kabid Infrastruktur Persampahan dan Pertamanan, Evi Purvitasari sebagai Kabid Tata Ruang dan Tata Bangunan, Farid Abadi selaku Kabid Laboratorium dan Perbengkelan, Niken Setuyawati Triansari selaku Kabid Cipta Karya dan Sukarji sebagai Kabid Bina Marga, Dr. Eko Sugiono., MM selaku Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan, dan Suharso selaku Kepala Dinas Pendidikan Kabupatena Tulungagung.
Dalam persidangan sebelumnya, Susilo Prabowo alias Embun, Tigor Prakasa, Sony Sandra, Dwi Basuki, Ari Kusumawati, Abror, Anjar Handriyanto, Hendro Basuki, Santoso, Dr. Eko Sugiono., MM selaku Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan, dan Suharso selaku Kepala Dinas Pendidikan Kabupatena Tulungagung maupun para Kabid Dinas PUPR Agung Haryanto, Saiful Bakri, Erwin Novoanto, Evi Purvitasari, Farid Abadi, Niken Setuyawati Triansari dan Sukarji sudah dihadirkan ke persidangan sebagai saksi dan mengakui terkait adanya penerimaan dan pengumpulan uang fee proyek.
Sehingga JPU KPK mengatakan, bahwa uang fee proyek itu memang tidak hanya dinikmati oleh terdakwa Syahri Mulyo yang dipergunakan untuk membiayayi kegiatan Pilkada dalam pencalonannya sebagai calon Bupati Tulungagung periode 2018 - 2023, melainkan dibagi-bagikan juga ke pihak-pihak lain sebesar Rp41.5 Miliyar. Dan JPU KPK menyatakan dalam surat tuntutannya, dapat dilakukan penuntutan untuk diperhitungkan sebagai pengembalian uang.
Terkait aliran uang ke pihak-pihak lain yang dimaksud oleh JPU KPK dalam surat tuntutannya maupun dalam surat dakwaan sebelumnya serta fakta yang terungkap dalam perisidangan atas keterangan beberapa saksi dari Dinas PUPR maupun dari Dinas PPKAD (Pengelolaan Pendapatan Keuangan dan Aset Daerah) Kabupaten Tulungagungh serta pengakuan terdakwa Sutrisno, menyebutkan beberapa nama, diantaranya Ketua DPRD Tulungagung (Supriyono), Wakil Bupati Tulungagung (Maryoto Birowo), Indra Fauzai selaku Sekretaris Daerah Tuiungagung, Komisi D DPRD Tulungagung, Kepala DPPKAD (Hendri Setiyawan), Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Tulungagung Suharto, Riski Sadig (anggota DPR RI dari F-PAN), Kusainudin (anggota DPRD Jatim), Kapolres Tulungagung melalui Kasat Reskrim, Kajari Tulungagung melalui Kasi Intel, Tony Indrayanto selaku Kepala Bidang Fisik Prasarana Provinsi Jawa Timur, Budi Juniarto selaku Kepala Bidang Fisik Prasarana Bappeda Provinsi Jawa Timur, Budi Setiyawan selaku Kepala Keuangan Provinsi Jawa Timur, Ahmad Riski Sadiq (anggota DPR RI dari F-PAN).
Supriyono, Indra Fauzai, Hendri Setiyawan dan Suharto selaku pejabat Kabupaten Tulungagung ini juga sudah dihadirkan dalam persidangan sebagai saksi, namun tak mengakui uang yang masuk ke dompetnya. Sementara Wakil Bupati, anggota DPRD Jatim, pejabat Pemprov Jatim dan anggota DPRD RI tidak dihadirkan oleh JPU KPK.
Dari keterangan Yamani dan Hendry Setiawan dalam persidangan (Kamis, 13 Desember 2018), keterangan Suharto (sidang pada Kamis, 21 Desember 2018) dan keterangan terdakwa Sutrisno (sidang pada Kamis, 3 Januari 2019) menjelaskan, terkait aliran uang suap yang bersumber dari fee proyek APBD Kabupaten Tulungagung ke berapa bejabat Tulungagung maupun penjabat Pemprov Jatim serta anggota DPRD Jatim dan anggota DPR RI seperti yang terurai dalam surat dakwaan maupun surat tuntutan JPU KPK.
JPU KPK menjelaskan, beberapa hari setelah pelantikan terdakwa I Syahri Mulyo selaku Bupati Tulungagung periode 2013 - 2018 pada tanggal 24 April 2013, dan terdakwa II Sutrisno bersama-sama dengan Sudigdo Prasetyo selaku Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Tulungagung dan Hendy Setyawan selaku Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kabupaten Tulungagung menemui Kepala Bappeda Provinsi Jawa Timur guna mendapatkan dukungan pembangunan di Kabupaten Tulungagung.
“Setelah pertemuan tersebut, terdakwa I Syahri Mulyo menyampaikan kepada terdakwa II Sutrisno “Sudah ya, pintu sudah saya buka. Nanti untuk tindak Ianjutnya silahkan urus bersama-sama dengan Bappeda”, yang maksudnya adalah memerintahkan terdakwa II Sutrisno untuk melanjutkan komunikasi dengan Bappeda Provinsi Jawa Timur,” kata JPU KPK
JPU KPK menjelaskan, menindaklanjuti perintah terdakwa I Syahri Mulyo, selanjutnya terdakwa II Sutrisno menemui Budi Juniarto selaku Kepala Bidang Pembangunan Fisik Bappeda Jawa Timur guna memastikan adanya bantuan keuangan dari Provinsi Jawa Timur untuk Kabupaten Tulungagung.
“Dari pertemuan tersebut, diperoleh kesepakatan, bahwa untuk memperoleh bantuan keuangan dari Provinsi Jawa Timur harus memberikan uang fee sebesar 8 hingga 10 persen dari nilai anggaran, dan kesepakatan itu kemudian dilaporkan kepada terdakwa I Syahri Mulyo yang langsung menyetujuinya,” pungkas JPU KPK.
JPU KPK mengatakan, atas persetujuan terdakwa I Syahri Mulyo, terdakwa II Sutrisno melakukan pembagian (ploting) proyek di Dinas PUPR kepada para penyedia barang/jasa, diantaranya Susilo Prabowo alias Embun, Dwi Basuki, Sony Sandra serta beberapa penyedia barang/jasa lainnya dengan kompensasi uang fee sebesar 15 persen dari nilai kontrak, yang pemberiannya dilakukan secara bertahap, yakni sebesar 10 persen sebelum dilaksanakannya pekerjaan, dan sebesar 5 persen setelah selesai pekerjaan.
Dari keterangan Yamani dan Hendry Setiawan dalam persidangan (Kamis, 13 Desember 2018), keterangan Suharto (sidang pada Kamis, 21 Desember 2018) dan keterangan terdakwa Sutrisno (sidang pada Kamis, 3 Januari 2019) menjelaskan, terkait aliran uang suap yang bersumber dari fee proyek APBD Kabupaten Tulungagung ke berapa bejabat Tulungagung maupun penjabat Pemprov Jatim serta anggota DPRD Jatim dan anggota DPR RI seperti yang terurai dalam surat dakwaan maupun surat tuntutan JPU KPK.
JPU KPK menjelaskan, beberapa hari setelah pelantikan terdakwa I Syahri Mulyo selaku Bupati Tulungagung periode 2013 - 2018 pada tanggal 24 April 2013, dan terdakwa II Sutrisno bersama-sama dengan Sudigdo Prasetyo selaku Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Tulungagung dan Hendy Setyawan selaku Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kabupaten Tulungagung menemui Kepala Bappeda Provinsi Jawa Timur guna mendapatkan dukungan pembangunan di Kabupaten Tulungagung.
“Setelah pertemuan tersebut, terdakwa I Syahri Mulyo menyampaikan kepada terdakwa II Sutrisno “Sudah ya, pintu sudah saya buka. Nanti untuk tindak Ianjutnya silahkan urus bersama-sama dengan Bappeda”, yang maksudnya adalah memerintahkan terdakwa II Sutrisno untuk melanjutkan komunikasi dengan Bappeda Provinsi Jawa Timur,” kata JPU KPK
JPU KPK menjelaskan, menindaklanjuti perintah terdakwa I Syahri Mulyo, selanjutnya terdakwa II Sutrisno menemui Budi Juniarto selaku Kepala Bidang Pembangunan Fisik Bappeda Jawa Timur guna memastikan adanya bantuan keuangan dari Provinsi Jawa Timur untuk Kabupaten Tulungagung.
“Dari pertemuan tersebut, diperoleh kesepakatan, bahwa untuk memperoleh bantuan keuangan dari Provinsi Jawa Timur harus memberikan uang fee sebesar 8 hingga 10 persen dari nilai anggaran, dan kesepakatan itu kemudian dilaporkan kepada terdakwa I Syahri Mulyo yang langsung menyetujuinya,” pungkas JPU KPK.
JPU KPK mengatakan, atas persetujuan terdakwa I Syahri Mulyo, terdakwa II Sutrisno melakukan pembagian (ploting) proyek di Dinas PUPR kepada para penyedia barang/jasa, diantaranya Susilo Prabowo alias Embun, Dwi Basuki, Sony Sandra serta beberapa penyedia barang/jasa lainnya dengan kompensasi uang fee sebesar 15 persen dari nilai kontrak, yang pemberiannya dilakukan secara bertahap, yakni sebesar 10 persen sebelum dilaksanakannya pekerjaan, dan sebesar 5 persen setelah selesai pekerjaan.
“Guna memastikan pemenang lelang sesuai pembagian (ploting), maka rekanan hanya akan mengajukan penawaran sesuai pembagian (ploting) masing-masing, dan tidak menawar proyek lainnya. Selanjutnya terdakwa II Sutrisno memerintahkan beberapa stafnya, diantaranya Sukarji, Agung Hardianto, Saiful Bakri, Erwin Novoanto, Evi Pervitasari, Farid Abadi dan Niken Setyawati Trianasari untuk mengumpulkan fee dari para penyedia barang/jasa tersebut,” ungkap JPU KPK kemudian.
Bahwa pola pembagian (ploting) proyek tersebut, lanjut JPU KPK, yang dilakukan dari tahun anggaran (TA) 2014 sampai dengan TA 2018, terdakwa I Syahri Mulyo melalui terdakwa II Sutrisno dan juga terdakwa III Agung Prayitno telah menerima uang fee dari para rekanan dengan rincian sebagai berikut:
1. Penerimaan uang fee dari Susilo Prabowo yang total seluruhnya Rp38.331.136.616 (tiga puluh delapan miliar tiga ratus tiga puluh satu juta seratus tiga puluh enam ribu enam ratus enam belas rupiah) dengan rincian sebagai berikut :
1.1. Pada Tahun Anggaran 2014, terdakwa II Sutrisno atas persetujuan terdakwa I Syahri Mulyo memberikan jatah (ploting) proyek yang ada di Dinas PUPR kepada Susilo Prabowo alias Embun. Dari proyek-proyek yang telah dikerjakan Susilo Prabowo alias Embun ini, terdakwa I Syahri Mulyyo dan terdakwa II Sutrisno melalui Sukarji, menerima uang fee seluruhnya Rp4.627.924.317 dalam dua tahap, yaitu pada awal pelaksanaan pekerjaan sejumlah Rp3.506.003.270 setelah pelaksaaan pekerjaan sebesar Rp1.121.921.04
1.2. Pada Tahun Anggaran 2015, terdakwa II Sutrisno atas persetujuan terdakwa I Syahri Mulyo kembali memberikan jatah (ploting) proyek yang ada di Dinas PUPR kepada Susilo Prabowo alias Embun. Dari proyek-proyek yang telah dikerjakan Susilo Prabowo alias Embun ini, terdakwa I Syahri Mulyyo dan terdakwa II Sutrisno melalui Sukarji, menerima uang fee seluruhnya dari Susilo Prabowo sejumlah Rp6.223.906.719 dalam II tahap, yaitu pada awal pelaksanaan pekerjaan sejumlah Rp4.715.080.848 dan setelah selesainya pekerjaan sejumlah Rp1.508.825.871.
1.3. Pada tahun anggaran 2016, terdakwa II Sutrisno atas persetujuan terdakwa I Syahri Mulyo kembali memberikan jatah (ploting) proyek yang ada di Dinas PUPR kepada Susilo Prabowo alias Embun. Dari proyek-proyek yang telah dikerjakan Susilo Prabowo alias Embun ini, terdakwa I Syahri Mulyyo dan terdakwa II Sutrisno melalui Sukarji, menerima uang fee seluruhnya dari Susilo Prabowo sejumlah Rp9.947.344.704 dalam dua tahap, yaitu pada awal pelaksanaan pekerjaan sejumlah Rp7.535.867;200 dan setelah selesai pekerjaan sejumlah Rp2.411.477.504
1.4. Pada tahun anggaran 2017, terdakwa II Sutrisno atas persetujuan terdakwa I Syahri Mulyo kembali memberikan jatah (ploting) proyek yang ada di Dinas PUPR kepada Susilo Prabowo alias Embun. Dari proyek-proyek yang telah dikerjakan Susilo Prabowo alias Embun ini, terdakwa I Syahri Mulyyo dan terdakwa II Sutrisno melalui Sukarji, menerima uang fee seluruhnya dari Susilo Prabowo sebesar Rp5.331.960.876 dalam II tahap, yaitu sebelum peIaksanaan pekerjaan sejumlah Rp4.039.364.300 dan diterima setelah selesai pekerjaan sejumlah Rp1.292.596.576.
1.5. Pada tahun anggaran 2018, terdakwa II Sutrisno atas persetujuan terdakwa I Syahri Mulyo kembali memberikan jatah (ploting) proyek yang ada di Dinas PUPR kepada Susilo Prabowo alias Embun. Bahwa untuk uang fee atas proyek-proyek tersebut, terdakwa I Syahri Mulyo meminta disetorkan seluruhnya sebelum pekerjaan selesai, karena untuk membiayai kepentingannya mengikuti Pilkada Tulungagung tahun 2018. Dan memudahkan penerimaan uang tersebut, terdakwa I Syahri Mulyo memerintahkan terdakwa II Sutrisno memperkenalkan terdakwa III Agung Prayitno yang merupakan orang dekatnya kepada Susilo Prabowo.
Menindaklanjuti perintah terdakwa I Syahri Mulyo, pada tanggal 23 Mei 2018 terdakwa II Sutrisno mempertemukan terdakwa III Agung Prayitno kepada Susilo Prabowo. Dalam pertemuan tersebut, terdakwa III Agung Prayitno menyampaikan permintaan uang dari terdakwa I Syahri Mulyo guna membiayai kampanye dalam Pilkada Tulungagung tahun 2018, dimana Susilo Prabowo Alias Embun menyanggupinya.
Kemudian secara bertahap, terdakwa III Agung Prayitno telah menerima uang fee dari Susilo Prabowo Alias Embun secara bertahap, yakni Pada tanggal 25 Mel 2018 sejumlah Rp500 juta,; Pada tanggal 30 Mei 2018 sejumlah Rp1 miliyar, dan uang tersebut langsung diserahkan langsung terhadap terdakwa I Syahri Mulyo di dirumah dinas Bupati Tulungagung. Kemudian pada tanggal 6 Juni 2018, terdakwa III Agung Prayitno menerima uang dari Susilo Prabowo melalui istrinya Andriani sebesar Rp1 miliyar.
Selain itu, Terdakwa II Sutrisno juga menerima sejumlah uang dari Susilo Prabowo untuk kepentingan pribadinya secara bertahap yang totalnya sebesar Rp9.700 miliyar dengan perincian sebagai berikut: Tanggal 12 Juli 2014 sejumlah Rp200 juta,; Tanggal 24 Juli 2014 sejumlah Rp500 juta,; Tanggal 2 Desember 2014 sejumlah Rp1.250 miliyar,; Tanggal 29 Januari 2015 sejumlah Rp200.000.000,; Tanggal 2 Februari 2015 sejumlah Rp300 juta,; Tanggal 11 Februari 2015 sejumlah Rp100 juta,; Tanggal 16 Maret 2015 sejumlah Rp200 juta,; Tanggal 27 November 2015 sejumlah Rp500 juta,; Tanggal 16 Desember 2015 sejumlah Rp500 juta,; Tanggal 13 Januari 2016 sejumlah Rp1.300 miliyar,; Tanggal 26 April 2016 sejumlah Rp500 juta,; Tanggal 6 September 2016 sejumlah Rp1.250 miliyar,; Tanggal 28 Desember 2016 sejumlah Rp700 juta,; Tanggal 10 Februari 2017 sejumlah Rp500 juta,; Tanggal 16 Februari 2017 sejumlah Rp700 juta dan pada tanggal 28 Februari 2017 sejumlah Rp1 miliyar.
2. Penerimaan uang fee oleh terdakwa I Syahri Mulyo dari Sony Sandra dan Tigor Prakasa berjumlah Rp29.622.648.640 (dua puluh sembilan miliar enam ratus dua puluh dua juta enam ratus empat puluh delapan ribu enam ratus empat puluh rupiah) serta dari Dwi Basuki sebesar Rp350 juta dengan perincian sebagai berikut:
2.1. Pada tahun anggaran 2014, terdakwa II Sutrisno atas persetujuan terdakwa I Syahri Mulyo kembali memberikan jatah (ploting) proyek yang ada di Dinas PUPR kepada Sony Sandra. Dari proyek-proyek yang telah dikerjakan Sony Sandra, terdakwa I Syahri Mulyo melalui terdakwa II Sutrisno menerima uang fee seluruhnya dari Sony Sandra yang seluruhnya berjumlah Rp5.495.863.560 (lima miliar empat ratus sembilan puluh lima juta delapan ratus enam puluh tiga ribu lima ratus enam puluh rupiah) dalam II tahap, yaitu sebelum pelaksanaan proyek sejumlah Rp4.163.533.000 setelah selesainya pekerjaan sejumlah Rp1.332.330.560.
2.2. Pada tahun anggaran 2015, terdakwa II Sutrisno atas persetujuan terdakwa I Syahri Mulyo kembali memberikan jatah (ploting) proyek yang ada di Dinas PUPR kepada Sony Sandra. Dari proyek-proyek yang telah dikerjakan Sony Sandra, terdakwa I Syahri Mulyo melalui terdakwa II Sutrisno menerima uang fee seluruhnya dari Sony Sandra yang seluruhnya berjumlah Rp6.799.570.800 dalam II tahap, yaitu sebelum pelaksanaan proyek sejumlah Rp5.151.190.000 dan setelah selesainya pekerjaan sejumlah Rp1.648.380.800.
2.3. Pada tahun anggaran 2016, terdakwa II Sutrisno atas persetujuan terdakwa I Syahri Mulyo kembali memberikan jatah (ploting) proyek yang ada di Dinas PUPR kepada Tigor Prakasa, anak dari Sony Sandra. Dari proyek-proyek yang telah dikerjakan Tigor Prakasa, terdakwa I Syahri Mulyo melalui terdakwa II Sutrisno menerima uang fee seluruhnya dari Tigor Prakasa yang seluruhnya berjumlah Rp8.684.479.980 dalam II tahap, yaitu sebelum pelaksanaan proyek sejumlah Rp6.579.151.500 dan setelah selesai pekerjaan sejumlah Rp2.105.328.480.
2.4. Pada tahun anggaran 2017, terdakwa II Sutrisno atas persetujuan terdakwa I Syahri Mulyo kembali memberikan jatah (ploting) proyek yang ada di Dinas PUPR kepada Tigor Prakasa dengan menggunakan PT. Karya Harmoni Mandiri, PT. Ayem Mulya Aspalmix, PT. Kediri Putra. Setelah melakukan penjatahan (ploting) proyek tersebut, Terdakwa II Sutrisno atas persetujuan Terdakwa I Syahri Mulyo menerima fee dari Tigor Prakasa sejumlah Rp3.023.210.000 sebelum pekerjaan, dan setelah selesai pekerjaan sejumlah Rp967.427.200.
1.5. Pada tahun anggaran 2018, terdakwa II Sutrisno atas persetujuan terdakwa I Syahri Mulyo kembali memberikan jatah (ploting) proyek yang ada di Dinas PUPR kepada Susilo Prabowo alias Embun. Bahwa untuk uang fee atas proyek-proyek tersebut, terdakwa I Syahri Mulyo meminta disetorkan seluruhnya sebelum pekerjaan selesai, karena untuk membiayai kepentingannya mengikuti Pilkada Tulungagung tahun 2018. Dan memudahkan penerimaan uang tersebut, terdakwa I Syahri Mulyo memerintahkan terdakwa II Sutrisno memperkenalkan terdakwa III Agung Prayitno yang merupakan orang dekatnya kepada Susilo Prabowo.
Menindaklanjuti perintah terdakwa I Syahri Mulyo, pada tanggal 23 Mei 2018 terdakwa II Sutrisno mempertemukan terdakwa III Agung Prayitno kepada Susilo Prabowo. Dalam pertemuan tersebut, terdakwa III Agung Prayitno menyampaikan permintaan uang dari terdakwa I Syahri Mulyo guna membiayai kampanye dalam Pilkada Tulungagung tahun 2018, dimana Susilo Prabowo Alias Embun menyanggupinya.
Kemudian secara bertahap, terdakwa III Agung Prayitno telah menerima uang fee dari Susilo Prabowo Alias Embun secara bertahap, yakni Pada tanggal 25 Mel 2018 sejumlah Rp500 juta,; Pada tanggal 30 Mei 2018 sejumlah Rp1 miliyar, dan uang tersebut langsung diserahkan langsung terhadap terdakwa I Syahri Mulyo di dirumah dinas Bupati Tulungagung. Kemudian pada tanggal 6 Juni 2018, terdakwa III Agung Prayitno menerima uang dari Susilo Prabowo melalui istrinya Andriani sebesar Rp1 miliyar.
Selain itu, Terdakwa II Sutrisno juga menerima sejumlah uang dari Susilo Prabowo untuk kepentingan pribadinya secara bertahap yang totalnya sebesar Rp9.700 miliyar dengan perincian sebagai berikut: Tanggal 12 Juli 2014 sejumlah Rp200 juta,; Tanggal 24 Juli 2014 sejumlah Rp500 juta,; Tanggal 2 Desember 2014 sejumlah Rp1.250 miliyar,; Tanggal 29 Januari 2015 sejumlah Rp200.000.000,; Tanggal 2 Februari 2015 sejumlah Rp300 juta,; Tanggal 11 Februari 2015 sejumlah Rp100 juta,; Tanggal 16 Maret 2015 sejumlah Rp200 juta,; Tanggal 27 November 2015 sejumlah Rp500 juta,; Tanggal 16 Desember 2015 sejumlah Rp500 juta,; Tanggal 13 Januari 2016 sejumlah Rp1.300 miliyar,; Tanggal 26 April 2016 sejumlah Rp500 juta,; Tanggal 6 September 2016 sejumlah Rp1.250 miliyar,; Tanggal 28 Desember 2016 sejumlah Rp700 juta,; Tanggal 10 Februari 2017 sejumlah Rp500 juta,; Tanggal 16 Februari 2017 sejumlah Rp700 juta dan pada tanggal 28 Februari 2017 sejumlah Rp1 miliyar.
2. Penerimaan uang fee oleh terdakwa I Syahri Mulyo dari Sony Sandra dan Tigor Prakasa berjumlah Rp29.622.648.640 (dua puluh sembilan miliar enam ratus dua puluh dua juta enam ratus empat puluh delapan ribu enam ratus empat puluh rupiah) serta dari Dwi Basuki sebesar Rp350 juta dengan perincian sebagai berikut:
2.1. Pada tahun anggaran 2014, terdakwa II Sutrisno atas persetujuan terdakwa I Syahri Mulyo kembali memberikan jatah (ploting) proyek yang ada di Dinas PUPR kepada Sony Sandra. Dari proyek-proyek yang telah dikerjakan Sony Sandra, terdakwa I Syahri Mulyo melalui terdakwa II Sutrisno menerima uang fee seluruhnya dari Sony Sandra yang seluruhnya berjumlah Rp5.495.863.560 (lima miliar empat ratus sembilan puluh lima juta delapan ratus enam puluh tiga ribu lima ratus enam puluh rupiah) dalam II tahap, yaitu sebelum pelaksanaan proyek sejumlah Rp4.163.533.000 setelah selesainya pekerjaan sejumlah Rp1.332.330.560.
2.2. Pada tahun anggaran 2015, terdakwa II Sutrisno atas persetujuan terdakwa I Syahri Mulyo kembali memberikan jatah (ploting) proyek yang ada di Dinas PUPR kepada Sony Sandra. Dari proyek-proyek yang telah dikerjakan Sony Sandra, terdakwa I Syahri Mulyo melalui terdakwa II Sutrisno menerima uang fee seluruhnya dari Sony Sandra yang seluruhnya berjumlah Rp6.799.570.800 dalam II tahap, yaitu sebelum pelaksanaan proyek sejumlah Rp5.151.190.000 dan setelah selesainya pekerjaan sejumlah Rp1.648.380.800.
2.3. Pada tahun anggaran 2016, terdakwa II Sutrisno atas persetujuan terdakwa I Syahri Mulyo kembali memberikan jatah (ploting) proyek yang ada di Dinas PUPR kepada Tigor Prakasa, anak dari Sony Sandra. Dari proyek-proyek yang telah dikerjakan Tigor Prakasa, terdakwa I Syahri Mulyo melalui terdakwa II Sutrisno menerima uang fee seluruhnya dari Tigor Prakasa yang seluruhnya berjumlah Rp8.684.479.980 dalam II tahap, yaitu sebelum pelaksanaan proyek sejumlah Rp6.579.151.500 dan setelah selesai pekerjaan sejumlah Rp2.105.328.480.
2.4. Pada tahun anggaran 2017, terdakwa II Sutrisno atas persetujuan terdakwa I Syahri Mulyo kembali memberikan jatah (ploting) proyek yang ada di Dinas PUPR kepada Tigor Prakasa dengan menggunakan PT. Karya Harmoni Mandiri, PT. Ayem Mulya Aspalmix, PT. Kediri Putra. Setelah melakukan penjatahan (ploting) proyek tersebut, Terdakwa II Sutrisno atas persetujuan Terdakwa I Syahri Mulyo menerima fee dari Tigor Prakasa sejumlah Rp3.023.210.000 sebelum pekerjaan, dan setelah selesai pekerjaan sejumlah Rp967.427.200.
Sehingga seluruh fee yang diterima Terdakwa II Sutrisno melalui Sukarji atas proyek-proyek yang diberikan kepada perusahaan Sony Sandra pada Tahun Anggaran 2017 seluruhnya berjumlah Rp3.990.637.200 (tiga miliar sembilan ratus sembilan puluh juta enam ratus tiga puluh tujuh ribu dua ratus rupiah).
2.5. Pada tahun anggaran 2018, Terdakwa II Sutrisno atas persetujuan Terdakwa I Syahri Mulyo kembali melakukan penjatahan (ploting) proyek-proyek pada Dinas PUPR untuk dikerjakan oleh perusahaan milik Soni Sandra yang dikendalikan oleh Tigor Prakasa.
Atas proyek-proyek yang telah dikerjakan Tigor Prakasa tersebut, Terdakwa I Syahri Mulyo melalui II Sutrisno menerima uang fee dari Tigor Prakasa seluruhnya berjumlah Rp2.652.096.900 (dua miliar enam ratus lima puluh dua juta sembilan puluh enam ribu sembilan ratus rupiah). Selain itu, untuk kepentingan pembiayaan Pilkada, Terdakwa I Syahri Mulyo melalui III Agung Prayitno telah menerima uang dari Tigor Prakasa yang seluruhnya berjumlah Rp2 miliyar dan dari Dwi Basuki sebesar Rp350 juta.
3. Penerimaan uang fee oleh terdakwa I Syahri Mulyo dari penyedia barang/jasa selaku anggota Gapeksindo (Gabungan Perusahaan Konstruksi Nasional Indonesia) di Kabupaten Tulungagung.
Bahwa Terdakwa II Sutrisno atas persetujuan Terdakwa I Syahri Mulyo, sejak dari tahun 2014 sampai dengan tahun 2018, juga memberikan jatah (ploting) proyek kepada anggota asosiasi pengusaha konstruksi yang ada di Kabupaten Tulungagung yang mempunyai kemampuan kecil, dengan kompensasi fee sebesar 15 % yang penyerahannya melalui masing-masing pengurus asosiasi diantaranya Abror, selaku pengurus (Gabungan Perusahaan Konstruksi Nasional Indonesia (Gapeksindo) Kabupaten Tulungagung, Anjar Handriyanto selaku pengurus Gapensi (Gabungan Pelaksana Konstruksi Seluruh Indonesia) Kabupaten Tulungagung, Santoso selaku pengurus Apaksindo (Asosiasi Pengusaha Kontraktor Seluruh Indonesia) Kabupaten Tulungagung, Rohmat (pengurus Gapeknas) Kabupaten Tulungagung, Hendro Basuki (pengurus Gapensinas) Kabupaten Tulungagung dan pengurus Asosiasi lainnya.
JPU KPK menjelaskan, selanjutnya terdakwa II Sutrisno memerintahkan para Kepala Bidang dan Kepala Sub Bagian pada Dinas PUPR untuk menerima dan mengumpulkan uang fee dari para pengurus Asosiasi tersebut, dengan rincian sebagai berikut:
1. Agung Haryanto selaku Kasubbag Keuangan menerima dan mengumpulkan uang fee seluruhnya berjumlah Rp4.286.500.000 (empat miliar dua ratus delapan puluh enam juta lima ratus ribu rupiah) atas proyek yang dikeiola Sekretariat Dinas PUPR dan Bidang Kebersihan yang bersumber dari DAU (Dana Alokasi Umum) dengan perincian sebagai berikut: Tahun 2015 sejumlah Rp1.335.500.000,00 (satu miliar tiga ratus tiga puluh lima juta lima ratus ribu rupiah) dan Tahun 2016 sejumlah Rp1.620.750.000 (satu miliar enam ratus dua puluh juta tujuh ratus lima puluh ribu rupiah) serta tahun 2017 sejumlah Rp1.330.250.000 (satu miliar tiga ratus tiga puluh juta dua ratus lima puluh ribu rupiah)
2. Saiful Bakri selaku Sekretaris Dinas PUPR pada tahun 2014 menerima dan mengumpulkan fee atas proyek-proyek di Dinas PUPR sejumlah Rp403.050.000 (empat ratus tiga juta lima puluh ribu rupiah),; 3. Erwin Novoanto selaku Kabid Infrastruktur Persampahan dan Pertamanan, menerima dan mengumpulkan fee atas proyek-proyek pada Dinas PUPR yang bersumber dari anggaran DAU tahun 2016-2017 seluruhnya berjumlah Rp1.639.500.000 (satu miliar enam ratus tiga puluh sembilan juta lima ratus ribu rupiah),; 4. Evi Purvitasari sebagai Kabid Tata Ruang dan Tata Bangunan, menerima dan mengumpulkan fee atas proyek-proyek pada Dinas PUPR tahun 2014 hingga 2017 sejumlah Rp2.198.200.000 (dua miliar seratus sembilan puluh delapan juta dua ratus ribu rupiah),; 5. Farid Abadi selaku Kabid Laboratorium dan Perbengkelan, menerima dan mengumpulkan fee atas proyek-proyek pada Dinas PUPR tahun 2015 - 2017 sejumlah Rp259.708.042 (dua ratus lima puluh sembilan juta tujuh ratus delapan ribu empat puluh dua rupiah),; 6. Niken Setuyawati Triansari selaku Kabid Cipta Karya, mengumpulkan uang dari kontraktor dan Asosisi sejak tahun 2014 - 2018 sejumlah Rp4.807.353.868 (empat miliar delapan ratus tujuh juta tiga ratus lima puluh tiga ribu delapan ratus enam puluh delapan rupiah),; 7. Sukarji sebagai Kabid Bina Marga, menerima dan mengumpulkan fee atas proyek-proyek pada Dinas PUPR tahun 2014 - 2018 seluruhnya berjumlah Rp55.908.980.653 (lima puluh lima miliar sembilan ratus delapan juta sembilan ratus delapan puluh ribu enam ratus lima puluh tiga rupiah).
2.5. Pada tahun anggaran 2018, Terdakwa II Sutrisno atas persetujuan Terdakwa I Syahri Mulyo kembali melakukan penjatahan (ploting) proyek-proyek pada Dinas PUPR untuk dikerjakan oleh perusahaan milik Soni Sandra yang dikendalikan oleh Tigor Prakasa.
Atas proyek-proyek yang telah dikerjakan Tigor Prakasa tersebut, Terdakwa I Syahri Mulyo melalui II Sutrisno menerima uang fee dari Tigor Prakasa seluruhnya berjumlah Rp2.652.096.900 (dua miliar enam ratus lima puluh dua juta sembilan puluh enam ribu sembilan ratus rupiah). Selain itu, untuk kepentingan pembiayaan Pilkada, Terdakwa I Syahri Mulyo melalui III Agung Prayitno telah menerima uang dari Tigor Prakasa yang seluruhnya berjumlah Rp2 miliyar dan dari Dwi Basuki sebesar Rp350 juta.
3. Penerimaan uang fee oleh terdakwa I Syahri Mulyo dari penyedia barang/jasa selaku anggota Gapeksindo (Gabungan Perusahaan Konstruksi Nasional Indonesia) di Kabupaten Tulungagung.
Bahwa Terdakwa II Sutrisno atas persetujuan Terdakwa I Syahri Mulyo, sejak dari tahun 2014 sampai dengan tahun 2018, juga memberikan jatah (ploting) proyek kepada anggota asosiasi pengusaha konstruksi yang ada di Kabupaten Tulungagung yang mempunyai kemampuan kecil, dengan kompensasi fee sebesar 15 % yang penyerahannya melalui masing-masing pengurus asosiasi diantaranya Abror, selaku pengurus (Gabungan Perusahaan Konstruksi Nasional Indonesia (Gapeksindo) Kabupaten Tulungagung, Anjar Handriyanto selaku pengurus Gapensi (Gabungan Pelaksana Konstruksi Seluruh Indonesia) Kabupaten Tulungagung, Santoso selaku pengurus Apaksindo (Asosiasi Pengusaha Kontraktor Seluruh Indonesia) Kabupaten Tulungagung, Rohmat (pengurus Gapeknas) Kabupaten Tulungagung, Hendro Basuki (pengurus Gapensinas) Kabupaten Tulungagung dan pengurus Asosiasi lainnya.
JPU KPK menjelaskan, selanjutnya terdakwa II Sutrisno memerintahkan para Kepala Bidang dan Kepala Sub Bagian pada Dinas PUPR untuk menerima dan mengumpulkan uang fee dari para pengurus Asosiasi tersebut, dengan rincian sebagai berikut:
1. Agung Haryanto selaku Kasubbag Keuangan menerima dan mengumpulkan uang fee seluruhnya berjumlah Rp4.286.500.000 (empat miliar dua ratus delapan puluh enam juta lima ratus ribu rupiah) atas proyek yang dikeiola Sekretariat Dinas PUPR dan Bidang Kebersihan yang bersumber dari DAU (Dana Alokasi Umum) dengan perincian sebagai berikut: Tahun 2015 sejumlah Rp1.335.500.000,00 (satu miliar tiga ratus tiga puluh lima juta lima ratus ribu rupiah) dan Tahun 2016 sejumlah Rp1.620.750.000 (satu miliar enam ratus dua puluh juta tujuh ratus lima puluh ribu rupiah) serta tahun 2017 sejumlah Rp1.330.250.000 (satu miliar tiga ratus tiga puluh juta dua ratus lima puluh ribu rupiah)
2. Saiful Bakri selaku Sekretaris Dinas PUPR pada tahun 2014 menerima dan mengumpulkan fee atas proyek-proyek di Dinas PUPR sejumlah Rp403.050.000 (empat ratus tiga juta lima puluh ribu rupiah),; 3. Erwin Novoanto selaku Kabid Infrastruktur Persampahan dan Pertamanan, menerima dan mengumpulkan fee atas proyek-proyek pada Dinas PUPR yang bersumber dari anggaran DAU tahun 2016-2017 seluruhnya berjumlah Rp1.639.500.000 (satu miliar enam ratus tiga puluh sembilan juta lima ratus ribu rupiah),; 4. Evi Purvitasari sebagai Kabid Tata Ruang dan Tata Bangunan, menerima dan mengumpulkan fee atas proyek-proyek pada Dinas PUPR tahun 2014 hingga 2017 sejumlah Rp2.198.200.000 (dua miliar seratus sembilan puluh delapan juta dua ratus ribu rupiah),; 5. Farid Abadi selaku Kabid Laboratorium dan Perbengkelan, menerima dan mengumpulkan fee atas proyek-proyek pada Dinas PUPR tahun 2015 - 2017 sejumlah Rp259.708.042 (dua ratus lima puluh sembilan juta tujuh ratus delapan ribu empat puluh dua rupiah),; 6. Niken Setuyawati Triansari selaku Kabid Cipta Karya, mengumpulkan uang dari kontraktor dan Asosisi sejak tahun 2014 - 2018 sejumlah Rp4.807.353.868 (empat miliar delapan ratus tujuh juta tiga ratus lima puluh tiga ribu delapan ratus enam puluh delapan rupiah),; 7. Sukarji sebagai Kabid Bina Marga, menerima dan mengumpulkan fee atas proyek-proyek pada Dinas PUPR tahun 2014 - 2018 seluruhnya berjumlah Rp55.908.980.653 (lima puluh lima miliar sembilan ratus delapan juta sembilan ratus delapan puluh ribu enam ratus lima puluh tiga rupiah).
JPU KPK mengatakan, bahwa uang fee yang diterima terdakwa II Sutrisno melalui para Kepala Bidang dan Kepala Sub Bagian pada Dinas PUPR, secara bertahap diserahkan langsung kepada Terdakwa I Syahri Mulyo sebesar Rp22.275.000.000 (dua puluh dua miliar dua ratus tujuh puluh lima juta rupiah), dan melalui Hendry Setyawan Selaku Kepala BPAKD dan Yamani selaku Kasubag Perencanaan BPKAD sejumlah Rp6.000.000.000 (enam miliar rupiah) dan Yamani selaku Kasubbag Perencanaan BPKAD.
JPU KPK mengungkapkan, selain menerima fee dari para penyedia barang/jasa di Dinas PUPR Kabupaten Tulungangung, terdakwa I Syahri Mulyo juga menerima fee atas pembagian (plating) proyek pada Dinas Perhubungan sebesar Rp80 juta melalui Maryani selaku Kepala Dinas Perhubungan secara bertahap yang setiap tahunnya sebesar Rp20 juta, dan dari penyedia barang/jasa pada Dinas Perindustrian dan Perdagangan sejumlah Rp547.570 juta melalui Eko Sugiono selaku Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan.
Dalam surat dakwaan JPU KPK terungkap pula, bahwa uang “haram” itu dibagi-bagibagikan terdakwa I Syahri Mulyo dengan memerintahkan terdakwa II Sutrisno terhadap pejabat di Kabupaten Tulungagung dan Pejabat di Provinsi Jawa Timur.
JPU KPK merinci uang yang dibagikan terdakwa I Syahri Mulyo melalui terdakwa II Sutrisno guna memperlancar proses pembahasan APBD Kabupaten Tulungagung dan untuk mempermudah pencairan DAK (Dana Alokasi Khusus) serta Bantuan Keuangan Pemprov. Jatim, diantaranya ;
Pejabat Kab. Tulungagung; 1. Maryoto selaku Wakil Bupati Tulungagung yang saat ini menajabat sebagai Plt Bupati, sebesar Rp4.675 miliyar,; 2. Supriyono selaku Ketua DPRD Tulungagung sejumlah Rp750 juta,; 3. Indra Fauzai selaku Sekretaris Daerah Tuiungagung sebesar Rp700 juta,; 4. Hendry Setiyawan Kepala BPAKD Kab. Tulungagung sejumlah Rp2.985 miliyar,; 5. Aparat Penegak Hukum dan Wartawan serta LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) sebesar Rp2.222 miliyar.
Pejabat Pemprov Jatim; 1. Budi Juniarto selaku Kepala Bidang Fisik Prasarana Bappeda Provinsi Jawa Timur sejumlah Rp8.025 miliyar,; 2. Budi Setiyawan selaku Kepala Keuangan Provinsi Jawa Tlmur sebesar Rp3.750.000 miliar,; 3. Tony Indrayanto selaku Kepala Bidang Fisik Prasarana Provinsi Jawa Timur, sejumlah Rp6.750 miliar,; 4. Chusainuddin selaku Anggota DPRD Provinsi Jawa Timur Dapil Tulungagung sejumlah Rp1 miliyar dan 5. Ahmad Riski Sadiq sebesar Rp2.931 miliyar. Sedangkan sisanya dipergunakan untuk kepentingan pribadi terdakwa I Syahri Mulyo dan terdakwa II Sutrisno.
JPU KPK juga merinci uang yang dipergunakan terdakwa II Sutrsino untuk membeli beberapa aset, berupa ;
1 (satu) bidang tanah seluas 292 M2 yang berlokasi di Desa Ringin Pitu, Kecamatan Kedungwaru, Kabupaten Tulungagung dengan Sertifikat Hak Milik dari Kantor Pertanahan Kabupaten Tulungagung No.528 atas nama Suhadi,;
1 (satu) bidang tanah seluas 1440 M2 yang benokasi di Desa Joli, Kecamatan Karangrejo, Kabupaten Tulungagung dengan Sertifikat Hak Milik dari Kantor Pertanahan Kabupaten Tulungagung No.109 atas nama Suhadi.
Pembelian 1 (satu) bidang tanah seluas 3195 M2 yang berlokasi di Desa Jeli, Kecamatan Karangrejo, Kabupaten Tulungagung, dengan Sertifikat Hak Milik dari Kantor Pertanahan Kabupaten Tulungagung No.377 atas nama Dewi Basuki dan Supryono,;
1 (satu) bidang tanah seluas 3580 M2 yang berlokasi di Desa Nyawangan, Kecamatan Kras, Kabupaten Kediri dengan Sertifikat Hak Milik dari Kantor Pertanahan Kabupaten Tulungagung No.247 atas nama Dewi Basuki dan Reni Rahmawati,;
1 (satu) bidang tanah seluas 552 M2 yang beriokasi di Desa Boro, Kecamatan Kedungwaru. Kabupaten Tulungagung, dengan Sertifikat Hak Milik dari Kantor Pertanahan Kabupaten Tulungagung No.705 atas nama Suhadi,;
1 (satu) bidang tanah seluas 3195 M2 yang beriokasi di Desa Ngadi, Kecamatan Mojo Kabupaten Kediri dengan Sertifikat Hak Milik dari Kantor Pertanahan Kabupaten Kediri No.201 atas nama Budi Karyanto,;
1 (satu) tanah seluas 2875 M2 beriokasi di Desa Jali, Kecamatan Karangrejo, Kabupaten Tulungagung dengan sertifikat hak milik dari Kantor Pertanahan Kabupaten Tulungagung nomor 796 atas nama Sukamto.
Serta pembelian 1 (satu) tanah dengan seluas 1140 M2 yang berlokasi di kelurahan Panggungreje. Kecamatan Tulungagung, Kabupaten Tulungagung dengan sertifikat hak milik dari Kantor Pertanahan Kabupaten Tulungagung nomor 485 atas nama Dwi Hary Subagyo, dan
1 (satu) bidang tanah seluas 2186 M2 yang berlokasi di Desa Boro, Kecamatan Kedungwaru,Kabupaten Tulungagung, dengan Sertifikat Hak Milik dari Kantor Pertanahan Kabupaten Tulungagung No.611 atas nama Suhadi.
JPU KPK menyebutkan, bahwa perbuatan terdakwa I dan terdakwa II, bertentangan dengan kewajibannya sebagaimana diatur dalam Pasal 5 angka 4 dan 6 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi Kolusi dan Nepotisme; Pasal 23 huruf a, d, e dan f Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, dan Pasal 67 huruf e Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
JPU KPK mengatakan, bahwa terdakwa I Syahri Mulyo telah menerima uang sebesar Rp138.434.647.619 (seratus tiga puluh delapan miliar empat ratus tiga puluh empat juta enam ratus empat puluh tujuh ribu enam ratus sembilan belas rupiah), dan terdakwa II Sutrisno sejumlah Rp10.500.000.000 (sepuluh miliyar lima ratus juta rupiah). Sedangkan terdakwa I Syahri Mulyo telah mengembalikan sebesar Rp1.5 miliyar dan terdakwa II Sutrisno sebesar Rp625 juta. Selain itu, dari Yamani telah mengembalikan uang yang belum sempat disetorkan ke terdakwa I sebesar Rp2.100.300.000 (dua miliyar seratus juta tiga ratus ribu rupiah) yang akan dikurangkan kepada terdakwa I dan terdakwa II. Dan untuk terdakwa II, juga akan dikurangkan dari beberapa bidang tanah yang sudah disita.
JPU KPK menjelaskan, dari uraian tersebut di atas dapat disimpulkan, bahwa perbuatan terdakwa I Syahrli Mulyo selaku, terdakwa II Sutrisno dan terdakwa III Agung Prayitno, dianggap melanggar dan diancam pidana sebagaimana dalam Pasal 12 huruf b Undang-Undang Republik Indonesia (UU RI) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 65 ayat (1) KUHP
Sehingga JPU KPK mengatakan, bahwa terdakwa I dan terdakwa II, selain di hukum pidana pokok juga di hukum pidana tambahan berupa mengembalikan uang yang totalnya sebesar Rp138.434.647.619 (seratus tiga puluh delapan miliar empat ratus tiga puluh empat juta enam ratus empat puluh tujuh ribu enam ratus sembilan belas rupiah), dan untuk terdakwa II sebesar Rp9.500.000.000 (sembilan miliyar lima ratus juta rupiah). Selain itu, terdakwa I dan terdakwa II juga di hukum pidana tambahan lainnya berupa pembcabutan hak dipilih dan memilih dalam jabatan publik yang diatur dalam undang-undang
“Meminta kepada Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengdilan Negeri Surabaya yang mengadili perkara ini untuk ; Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa I Syahri Mulyo berupa pidana penjara selama 12 (dua belas) tahun dikurangi selama Terdakwa berada dalam tahanan dan pidana denda sebesar Rp750 juta subsidiair 6 (enam) bulan kurungan. dengan perintah Terdakwa tetap ditahan ; Terdakwa II Sutrisno berupa pidana penjara selama 8 (delapan) tahun dikurangi selama Terdakwa berada dalam tahanan dan pidana denda sebesar Rp600 juta subsidiair 6 (enam) bulan kurungan ; Terdakwa III Agung Prayitno berupa pidana penjara selama 6 (enam) tahun dikurangi selama Terdakwa berada dalam tahanan dan pidana denda sebesar Rp350 juta subsidiair 6 (enam) bulan kurungan
Menjatuhkan pidana tambahan terhadap Terdakwa I Syahri Mulyo untuk membayar uang pengganti sejumlah Rp138.434.647.619 (seratus tiga puluh delapan miliar empat ratus tiga puluh empat juta enam ratus empat puluh tujuh ribu enam ratus sembilan belas rupiah) selambat-lambat satu bulan setelah putusan pengadilan memperoleh hukum tetap. Jika dalam jangka waktu tersebut Terdakwa tidak membayar uang pengganti maka harta bendanya di sita oleh Jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut. Dalam hal terpidana tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti maka dipidana penjara selama 3 (tiga) tahun.
Untuk terdakwa II sebesar Rp9.500.000.000 (sembilan miliyar lima ratus juta rupiah) selambat-lambat satu bulan setelah putusan pengadilan memperoleh hukum tetap. Jika dalam jangka waktu tersebut Terdakwa tidak membayar uang pengganti maka harta bendanya di sita oleh Jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut. Dalam hal terpidana tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti maka dipidana penjara selama 2 (dua) tahun ; Menjatuhkan hukuman tambahan lainnya terhadap terdakwa I dan terdakwa II berupa pencabutan hak dipilih dan memilih dalam jabatan publik selama 5 tahun setelah terdakwa selesai menjalani hukuman pokok,” kata JPU KPK di akhir surat tuntutannya. (Rd1)
JPU KPK mengungkapkan, selain menerima fee dari para penyedia barang/jasa di Dinas PUPR Kabupaten Tulungangung, terdakwa I Syahri Mulyo juga menerima fee atas pembagian (plating) proyek pada Dinas Perhubungan sebesar Rp80 juta melalui Maryani selaku Kepala Dinas Perhubungan secara bertahap yang setiap tahunnya sebesar Rp20 juta, dan dari penyedia barang/jasa pada Dinas Perindustrian dan Perdagangan sejumlah Rp547.570 juta melalui Eko Sugiono selaku Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan.
Dalam surat dakwaan JPU KPK terungkap pula, bahwa uang “haram” itu dibagi-bagibagikan terdakwa I Syahri Mulyo dengan memerintahkan terdakwa II Sutrisno terhadap pejabat di Kabupaten Tulungagung dan Pejabat di Provinsi Jawa Timur.
JPU KPK merinci uang yang dibagikan terdakwa I Syahri Mulyo melalui terdakwa II Sutrisno guna memperlancar proses pembahasan APBD Kabupaten Tulungagung dan untuk mempermudah pencairan DAK (Dana Alokasi Khusus) serta Bantuan Keuangan Pemprov. Jatim, diantaranya ;
Pejabat Kab. Tulungagung; 1. Maryoto selaku Wakil Bupati Tulungagung yang saat ini menajabat sebagai Plt Bupati, sebesar Rp4.675 miliyar,; 2. Supriyono selaku Ketua DPRD Tulungagung sejumlah Rp750 juta,; 3. Indra Fauzai selaku Sekretaris Daerah Tuiungagung sebesar Rp700 juta,; 4. Hendry Setiyawan Kepala BPAKD Kab. Tulungagung sejumlah Rp2.985 miliyar,; 5. Aparat Penegak Hukum dan Wartawan serta LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) sebesar Rp2.222 miliyar.
Pejabat Pemprov Jatim; 1. Budi Juniarto selaku Kepala Bidang Fisik Prasarana Bappeda Provinsi Jawa Timur sejumlah Rp8.025 miliyar,; 2. Budi Setiyawan selaku Kepala Keuangan Provinsi Jawa Tlmur sebesar Rp3.750.000 miliar,; 3. Tony Indrayanto selaku Kepala Bidang Fisik Prasarana Provinsi Jawa Timur, sejumlah Rp6.750 miliar,; 4. Chusainuddin selaku Anggota DPRD Provinsi Jawa Timur Dapil Tulungagung sejumlah Rp1 miliyar dan 5. Ahmad Riski Sadiq sebesar Rp2.931 miliyar. Sedangkan sisanya dipergunakan untuk kepentingan pribadi terdakwa I Syahri Mulyo dan terdakwa II Sutrisno.
JPU KPK juga merinci uang yang dipergunakan terdakwa II Sutrsino untuk membeli beberapa aset, berupa ;
1 (satu) bidang tanah seluas 292 M2 yang berlokasi di Desa Ringin Pitu, Kecamatan Kedungwaru, Kabupaten Tulungagung dengan Sertifikat Hak Milik dari Kantor Pertanahan Kabupaten Tulungagung No.528 atas nama Suhadi,;
1 (satu) bidang tanah seluas 1440 M2 yang benokasi di Desa Joli, Kecamatan Karangrejo, Kabupaten Tulungagung dengan Sertifikat Hak Milik dari Kantor Pertanahan Kabupaten Tulungagung No.109 atas nama Suhadi.
Pembelian 1 (satu) bidang tanah seluas 3195 M2 yang berlokasi di Desa Jeli, Kecamatan Karangrejo, Kabupaten Tulungagung, dengan Sertifikat Hak Milik dari Kantor Pertanahan Kabupaten Tulungagung No.377 atas nama Dewi Basuki dan Supryono,;
1 (satu) bidang tanah seluas 3580 M2 yang berlokasi di Desa Nyawangan, Kecamatan Kras, Kabupaten Kediri dengan Sertifikat Hak Milik dari Kantor Pertanahan Kabupaten Tulungagung No.247 atas nama Dewi Basuki dan Reni Rahmawati,;
1 (satu) bidang tanah seluas 552 M2 yang beriokasi di Desa Boro, Kecamatan Kedungwaru. Kabupaten Tulungagung, dengan Sertifikat Hak Milik dari Kantor Pertanahan Kabupaten Tulungagung No.705 atas nama Suhadi,;
1 (satu) bidang tanah seluas 3195 M2 yang beriokasi di Desa Ngadi, Kecamatan Mojo Kabupaten Kediri dengan Sertifikat Hak Milik dari Kantor Pertanahan Kabupaten Kediri No.201 atas nama Budi Karyanto,;
1 (satu) tanah seluas 2875 M2 beriokasi di Desa Jali, Kecamatan Karangrejo, Kabupaten Tulungagung dengan sertifikat hak milik dari Kantor Pertanahan Kabupaten Tulungagung nomor 796 atas nama Sukamto.
Serta pembelian 1 (satu) tanah dengan seluas 1140 M2 yang berlokasi di kelurahan Panggungreje. Kecamatan Tulungagung, Kabupaten Tulungagung dengan sertifikat hak milik dari Kantor Pertanahan Kabupaten Tulungagung nomor 485 atas nama Dwi Hary Subagyo, dan
1 (satu) bidang tanah seluas 2186 M2 yang berlokasi di Desa Boro, Kecamatan Kedungwaru,Kabupaten Tulungagung, dengan Sertifikat Hak Milik dari Kantor Pertanahan Kabupaten Tulungagung No.611 atas nama Suhadi.
JPU KPK menyebutkan, bahwa perbuatan terdakwa I dan terdakwa II, bertentangan dengan kewajibannya sebagaimana diatur dalam Pasal 5 angka 4 dan 6 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi Kolusi dan Nepotisme; Pasal 23 huruf a, d, e dan f Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, dan Pasal 67 huruf e Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
JPU KPK mengatakan, bahwa terdakwa I Syahri Mulyo telah menerima uang sebesar Rp138.434.647.619 (seratus tiga puluh delapan miliar empat ratus tiga puluh empat juta enam ratus empat puluh tujuh ribu enam ratus sembilan belas rupiah), dan terdakwa II Sutrisno sejumlah Rp10.500.000.000 (sepuluh miliyar lima ratus juta rupiah). Sedangkan terdakwa I Syahri Mulyo telah mengembalikan sebesar Rp1.5 miliyar dan terdakwa II Sutrisno sebesar Rp625 juta. Selain itu, dari Yamani telah mengembalikan uang yang belum sempat disetorkan ke terdakwa I sebesar Rp2.100.300.000 (dua miliyar seratus juta tiga ratus ribu rupiah) yang akan dikurangkan kepada terdakwa I dan terdakwa II. Dan untuk terdakwa II, juga akan dikurangkan dari beberapa bidang tanah yang sudah disita.
JPU KPK menjelaskan, dari uraian tersebut di atas dapat disimpulkan, bahwa perbuatan terdakwa I Syahrli Mulyo selaku, terdakwa II Sutrisno dan terdakwa III Agung Prayitno, dianggap melanggar dan diancam pidana sebagaimana dalam Pasal 12 huruf b Undang-Undang Republik Indonesia (UU RI) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 65 ayat (1) KUHP
Sehingga JPU KPK mengatakan, bahwa terdakwa I dan terdakwa II, selain di hukum pidana pokok juga di hukum pidana tambahan berupa mengembalikan uang yang totalnya sebesar Rp138.434.647.619 (seratus tiga puluh delapan miliar empat ratus tiga puluh empat juta enam ratus empat puluh tujuh ribu enam ratus sembilan belas rupiah), dan untuk terdakwa II sebesar Rp9.500.000.000 (sembilan miliyar lima ratus juta rupiah). Selain itu, terdakwa I dan terdakwa II juga di hukum pidana tambahan lainnya berupa pembcabutan hak dipilih dan memilih dalam jabatan publik yang diatur dalam undang-undang
“Meminta kepada Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengdilan Negeri Surabaya yang mengadili perkara ini untuk ; Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa I Syahri Mulyo berupa pidana penjara selama 12 (dua belas) tahun dikurangi selama Terdakwa berada dalam tahanan dan pidana denda sebesar Rp750 juta subsidiair 6 (enam) bulan kurungan. dengan perintah Terdakwa tetap ditahan ; Terdakwa II Sutrisno berupa pidana penjara selama 8 (delapan) tahun dikurangi selama Terdakwa berada dalam tahanan dan pidana denda sebesar Rp600 juta subsidiair 6 (enam) bulan kurungan ; Terdakwa III Agung Prayitno berupa pidana penjara selama 6 (enam) tahun dikurangi selama Terdakwa berada dalam tahanan dan pidana denda sebesar Rp350 juta subsidiair 6 (enam) bulan kurungan
Menjatuhkan pidana tambahan terhadap Terdakwa I Syahri Mulyo untuk membayar uang pengganti sejumlah Rp138.434.647.619 (seratus tiga puluh delapan miliar empat ratus tiga puluh empat juta enam ratus empat puluh tujuh ribu enam ratus sembilan belas rupiah) selambat-lambat satu bulan setelah putusan pengadilan memperoleh hukum tetap. Jika dalam jangka waktu tersebut Terdakwa tidak membayar uang pengganti maka harta bendanya di sita oleh Jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut. Dalam hal terpidana tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti maka dipidana penjara selama 3 (tiga) tahun.
Untuk terdakwa II sebesar Rp9.500.000.000 (sembilan miliyar lima ratus juta rupiah) selambat-lambat satu bulan setelah putusan pengadilan memperoleh hukum tetap. Jika dalam jangka waktu tersebut Terdakwa tidak membayar uang pengganti maka harta bendanya di sita oleh Jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut. Dalam hal terpidana tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti maka dipidana penjara selama 2 (dua) tahun ; Menjatuhkan hukuman tambahan lainnya terhadap terdakwa I dan terdakwa II berupa pencabutan hak dipilih dan memilih dalam jabatan publik selama 5 tahun setelah terdakwa selesai menjalani hukuman pokok,” kata JPU KPK di akhir surat tuntutannya. (Rd1)
Posting Komentar
Tulias alamat email :