beritakorupsi.co - Rabu, 9 Januari 2019, Tim JPU (Jaksa Penunt Umum) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI, kembali menyeret 10 anggota DPRD Kota Malang periode 2014 - 2019 ke hadapan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Surabaya, untuk diadili dalam kasus Korpsi suap DPRD Kota Malang, saat pembahasan Perubahan APBD maupun APBD (murni) Kota Malang Tahun Anggaran (TA) 2015 lalu yang totalnya sebesar Rp6.5 miliyar.
Dalam kasus ini, KPK telah menetapkan 41 dari 45 jumlah anggota DPRD Kota Malang periode 2014 - 2019. Dari 41 tersangka/terdakawa, 19 diantaranya sudah di hukum pidana penjara (Vonis) termasuk Ketua DPRD (perkara tersendiri) beberapa waktu oleh Majelis Hakim, dan putusan itupun sudah berkekuatan hukum tetap (Inckrah).
Ke- 19 terpidana itu adalah ; Moch. Arif Wicaksono selaku Ketua DPRD (disidangkan dalam perkara tersendiri. Sementara yang 18 anggota Dewan yang terhormat itu disidangkan dalam 3 perkara masing-masing 6 terdakwa, yakni Rahayu Sugiarti,; Ya’quban Ananda Gudban,; Hery Subiantono,; Heri Pudji Utami,; Abdul Rahman,; Sukarno (Satu perkara),; Sulik Lestyowati,; Abd. Hakim,; Bambang Sumarto,; Imam Fauzi,;,; Syaiful Rusdi,; Tri Yudiani (satu perkara),; Sprapto,; Sahrawi,; Mohan Katelu,; Slamet,; H.M. Zainuddin AS, dan Wiwik Puji Astuti (Satu perkara).
Selain dari 19 terpidana sebagai anggota DPRD Kota Malang, 2 terpidana dari pihak Pemerintah Kota (Pemkot) Malang, yakni Jarot Edy Sulstyono (Kepala Dinas PUPR) dan Wali Kota Malang Moch. Anton. (masing-masing perkara terpisah)
Sementara dalam sidang kali ini, yang diadili adalah 10 tedakwa yang dibagi dalam 2 perkara masing-masing 5 terdakwa, yakni Erni Farida (PDIP),; Sony Yudiarto (DEMOKRAT),; Harun Prasojo (PAN),; Teguh Puji Wahyono (GERINDRA), dan Choirul Amri (PKS)a. Serta terdakwa Arief Hermanto (PDIP),; Teguh Mulyono (PDIP),; Mulyanto (PKB),; Choeroel Anwar (GOLKAR), dan Letkol. Purn. Suparno (GERINDRA). Sedangkan 12 terdakwa lainnya tak lama lagi akan menyusul untuk diadili karena masih menunggu penetapan Ketua Pengadilan Negeri Surabaya.
Dalam sidang yang berlangsung di ruang sidang Cakra Pengadilan Tipikor Surabaya (Rabu, 9 Januari 2019), adalah pembacaan surat dakwaan oleh Tim JPU KPK Burhanudin, Arif Suhermanto, Andi Kurniawan dan Dameria Silaban dengan Ketua Majelis Hakim Cokorda Gede Arthana., SH., MH dan dibantu 2 (dua) Hakim Anggota (Ad Hoc) Samhadi., SH., MH dan Dr. Lufsiana, sementara para terdakwa didampingi Penasehat Hukum (PH)-nya masing-masingmasing.
Dalam surat dakwaan JPU KPK terhadap para terdakwa ini adalah sama dengan surat dakwaan terhadap 19 terdakwa yang saat ini berstatus terpidana pada sidang sebelumnya.
Terdakwa Erni Farida, Sony Yudiarto, Harun Prasojo, Teguh Puji Wahyono, Choirul Amri, Arief Hermanto, Teguh Mulyono, Mulyanto, Choeroel Anwar, dan Suparno Hadiwibowo dijerat dalam Pasal 12 huruf a dan Pasal 12 huruf B Undang-Undang RI Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31 tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi jonckto pasal 55 ayat (1) ke- 1 KUHPidana.
Para terdakwa didakwa telah menerima suap pada saat Pemkot Malang (Eksekutif) mengajukan pembahasan Perubahan APBD Kota Malang TA 2015 kepada DPRD Kota Malang (Legislatif) pada Juni 2015 lalu.
Saat itu pihak DPRD Kota Malang melalui Ketua DPRD Kota Malang Moch. Arif Wicaksono, meminta uang pokir dan uang Sampah kepada Wali Kota Malang, Moch. Anton, agar pembahasan Perubahan APBD berjalan lancar dan tidak ada hambatan dari seluruh anggota DPRD Kota Malang.
Permintaan itu pun direspon oleh sang Wali Kota dengan memerintahkan Cipto Wiyono selaku Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Malang, dari Sekda ke Kepala Dinas PUPPR dan kemudian ke Teddy Sujadi Soemama selaku Kepala Bidang PUPPB Kota Malang untuk melaksanakan permintaan sang Dewan yang terhormat.
“Pada tanggal 6 Juli 2015, sebelum dimulainya rapat paripurna dengan agenda penyampaian pendapat Badan Anggaran (Banggar) DPRD Kota Malang dan pendapat Fraksi-fraksi terhadap Konsep Kesepakatan Bersama antara Pemerintah Kota Malang dan DPRD Kota Malang tentang KUA dan PPAS Perubahan APBD TA 2015, Ketua DPRD Kota Malang Moch. Arief Wicaksono, melakukan pertemuan dengan Walikota Malang Moch. Anton, Wakil Walikota Malang Sutiadji, dan Sekretaris Daerah Kota Malang Cipto Wiyono bertempat di ruangan Ketua DPRD Kota Malang,” kata JPU KPK
Pada pertemuan tersebut, Moch. Arief Wicaksono meminta kepada Walikota Malang Moch. Anton untuk memberikan uang imbalan fee pembahasan Rancangan Perubahan APBD TA 2015 dengan istilah 'uang pokir' kepada anggota DPRD Kota Malang, agar pembahasan berjalan lancar dan tidak ada halangan dari Anggota DPRD Kota Malang sehingga dapat disetujui.
“Atas permintaan tersebut, Moch Anton menyanggupi dengan memerintahkan Cipto Wiyono untuk menyiapkan 'uang pokir' dimaksud. Setelah pertemuan di ruangan Ketua DPRD tersebut, Moch. Arief Wicaksono membicarakan kembali dengan Moch. Anton secara berdua saja, agar Moch. Anton memenuhi permintaan uang oleh anggota DPRD tersebut, dan Moch Anton menyanggupinya,” kata JPU KPK
Moch. Arif Wicaksono (Ketua DPRD) saan menjadi saksi untuk 18 terdakwa yang juga anggota DPRD Kota Malang periode 2014 - 2019 |
Atas permintaan tersebut, Teddy Sujada sumama melaporkannya kepada Jarot Edy Sulistyono, dan diperintahkan untuk melaksanakannya. Setelah uang terkumpul sebesar Rp900 juta, pada tanggal 13 Juli 2015 pagi hari, Teddy Sujada sumama menyerahkan uang pokir kepada Jarot Edy sulistyono di kantor Dinas PUPPB Kota Malang Jalan Bingkil No 1 Kota Malang. Selanjutnya, Jarot Edy Sulistyono melaporkan kepada Cipto Wiyono.
“Pada tanggal 14 Juli 2015 sekitar pukul 13.00 WIB, Moch. Arif Wicaksono menghubungi Cipto Wiyono, meminta realisasi uang pokir untuk anggota DPRD Kota Malang, yang kemudian Cipto Wiyono menyampaikan bahwa uang akan segera diserahkan oleh Jarot Edy sulistyono. Sekitar pukul 14.00 WIB, atas perintah Cipto Wiyono, Jarot Edy Sulistyono menghubungi Moch. Arif Wicaksono, menanyakan ke mana penyerahan uang pokir sebesar Rp700 juta.
Kemudian Moch. Arif Wicaksono meminta agar uang Pokir diserahkan di rumah dinasnya Jalan Panji Suroso No 7 Kota Malang dengan terlebih dahulu dipisahkan jatah untuk dirinya sebesar Rp100 juta, dan untuk seluruh anggota DPRD Kota Malang sebesar Rp600 juta dibungkus tersendiri. Kemudian, pada pukul 14.24 WIB, Moch. Arif Wicaksono menyampaikan kepada Bambang Sumarto, bahwa uang pokir dari Moch. Anton akan segera diterima,” ungkap JPU KPK
Sekitar pukul 15.00 WIB, Jarot Edy Sulistiyono meminta Teddy Sujadi Soemama untuk menyerahkan uang sebesar Rp700 juta kepada Moch. Arief Wicaksono, dan uang sebesar Rp200 juta kepada Cipto Wiyono. Kemudian Tedy Sujadi Soemama menyerahkan uang sebesar Rp700 juta yang terbungkus dalam kardus kepada Moch. Arief Wicaksono dirumah dinasnya, dan Rp200 juta kepada Cipto Wiyono di rumah dinasnya, namun Cipto Wiyono tidak ada sehingga Teddy Sujadi Soemama menyerahkan uang tersebut melalui staff Cipto Wiyono yang berada dirumah dinas.
JPU KPK menyatakan, bahwa setelah para terdakwa dan anggota DPRD Kota Malang lainnya menerima uang tersebut, proses pembahasan Perubahan APBD Kota Malang TA 2015 berjalan lancar tanpa ada hambatan dari para anggota DPRD Kota Malang. Sehingga pada tanggal 22 Juli 2015, dapat dilaksanakan kegiatan penyampaian Pendapat Akhir Fraksi DPRD Kota Malang terhadap Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) Pembahan APBD TA 2015 yang pada pokoknya, menyetujui Rancangan Perubahan APBD TA 2015 menjadi APBD-P TA 2015 Kota Malang sebagaimana dituangkan dalam Keputusan DPRD Kota Malang Nomor: 188.4/48/35.73.201/2015 tanggal 22 Juli 2015 tentang Persetujuan Penetapan Recangan Peraturan Daerah Kota Malam Tentang Perubahan Anggaran Pendapatan dan Beianja Dumh Tahm Anggaran 2015 yang ditandatangani oleh Moch. Arief Wicaksono selaku Ketua DPRD Kota Malang.
Bahwa para terdakwa mengetahui atau patut diduga, bahwa uang tersebut diberikan agar memberikan pemetujuan terhadap usulan Perubahan APBD Pemerintah Kota Malang TA 2015, yang bertentangan dengan kewajiban para terdakwa sebagaimana diatur dalam Pasal 5 angka 4 dan 6 UU RI Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KKN) juncto Pasal 400 ayat (3) UU RI Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD juncto UU RI Nomor 42 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD.
“Perbuatan para terdakwa merupakan tindak pidana, sebagaimana diatur dan diancam pidana menurut Pasal 12 huruf a (atau pasal 11) UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP,” ucap JPU KPK.
Selain menerima uang suap, para terdakwa juga didakwa menerima Gratifikasi
JPU KPK juga menjerat para terdakwa selaku anggota DPRD Kota Malang ini telah menerima gratifikasi berupa uang “sampah” pada saat pembahasan persetujuan pelaksanaan proses Investasi pembangunan dan pengelolaan barang milik daerah Pemerintah Kota Malang berupa tanah yang difungsikan sebagai Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Supit Urang sebesar Rp300 juta, dan penerimaan uang pada tahun 2014 dalam pembahasan APBD Kota Malang TA 2015 sebesar Rp5.5 milliar, yang juga dibagikan keseluruh anggota Dewan.
JPU KPK dalam surat dakwaannya mengungkapkan, bahwa dalam rentang waktu antara bulan September 2014 sampai dengan bulan Juli 2015, bertempat di Kantor DPRD Kota Malang di Jalan Tugu No. 1A Kota Malang, para tendakwa telah menenma uang sebesar Rp5.500.000.000 (Lima milyar Lima ratus juta rupiah) pada saat pembahasan APBD Kota Malang Tahun Anggaan 2015..
Dan uang itupun dibagikan oleh Ketua DPRD Kota Malang Moch. Arief Wicaksono kepada 45 anggota DPRD Kota Malang.
Bahwa para terdakwa sejak menerima uang tersebut di atas, tidak melaporkan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sampai dengan batas waktu 30 (Tiga puluh) hari kerja, sebagaimana yang dipersyaratkan dalam UU RI Nomor 31Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. padahal penerimaan itu tidak ada alasan yang sah menurut hukum.
Bahwa perbuatan para terdakwa, menerima gratifikasi dalam bentuk uang tersebut, haruslah dianggap suap karena berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan kewajiban, atau tugas para terdakwa selaku Penyelenggara Negara, yaitu sebagai anggota DPRD Kota Malang. Hal mana bertentangan dengan kewajiban para terdakwa selaku anggota DPRD Kota Malang periode tahun 2014 2019 sebagaimana ketentuan :
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN), pasal 5 angka 4 yang menyatakan : “Setiap penyelenggara negara berkewajiban untuk tidak melakukan perbuatan korupsi, kolusi dan nepotisme”. Pasal 5 angka 6 lebih lanjut menyatakan : “Setiap penyelenggara negara berkewajiban untuk melaksanakan tugas dengan penuh tanggung jawab dan tidak melakukan perbuatan tercela, tanpa pamrih baik untuk kepentingan pribadi, keluarga, kroni, maupun kelompok, dan tidak mengharapkan imbalan dalam bentuk apa pun yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.”
Pasal 400 ayat (3) UU RI Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD, juncto UU RI Nomor 42 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD yang menyatakan : “Anggota DPRD Kabupaten/Kota dilarang melakukan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN”.
“Perbuatan para terdakwa merupakan Tindak Pidana, sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 12 B UU RI 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP juncto pasal 65 ayat (1) KUHP,” ucap JPU KPK diakhir surat dakwaannya.
Atas surat dakwaan JPU KPK, tak satu pun terdakwa menyatakan keberatan, sehingga Ketua Majelis Hakim memerintahkan JPU KPK untuk menghadirkan saksi-saksi pada sidang berikutnya.
Seusai persiangan. Menjawab pertanyaan wartawan media ini terkait 12 tersangka lain yang belum disidangkan, maupun pelaku utama yang mengumpulkan uang suap untuk anggota DPRD Kota Malang yakni Cipto Wiyono selaku mantan Sekda dan Teddy Sujadi Soemarma (Kabid Dinas PUPR), JPU KPK Arif Suhermanto menjelaskan, akan tetap menindaklanjuti semua fakta yang terungkap dalam persidangan, sedangkan untuk 12 tersangka lainnya masih menunggu penetapan Ketua PN Surabaya untuk jadwal sidang.
JPU KPK Arif menjelaskan, bahwa 12 tersangka akan dibagi dalam 3 perkara yang terdiri dari 6, 5 dan 1 terdakwa. Alasan JPU KPK Arif, karena tersangka Bambang Priatmoko dari faktor kesahatan yang saat ini sudah semakin sehat.
“Kalau yang pertama kan 18 terdakwa dibagi dalam 3 perkara, masing-masing 6 terdakwa. Yang ini kan 10 terdakwa dibagi dalam 2 perkara masing-masing 5 terdakwa. Kalau yang 12 lagi, dibagi 3 perkara yang terdiri dari 6, 5 dan 1. Kenapa yang satu, karena Bambang Priatmoko faktor kesehatan yang saat ini sudah semakin sehat, dan berat badannya sudah naik. Jadi kemungkinan besar, Minggu depan sudah sidang,” kata JPU KPK Arif.
JPU KPK Arif menambahkan, untuk penyidikan baru, KPK belum melakukan, namun akan menindaklanjuti semua yang fakta yang terungkap dalam persidangan termasuk dalam kasus Jembatan Kedungkandang Kota Malang. (Rd1)
Posting Komentar
Tulias alamat email :