0
#Dalam surat Dakwaan PU KPK disebutkan, Kepala Dinas PUPR Dwi Ftri Nurcahyo atas perintah Wali Kota Setiyono,  membagi-bagi proyek APBD ke Wartawan, LSM, Wakil Wali Kota, Adik Kandung terdakwa, DPRD, Partai Politik Pengusung dan Tim Sukses terdakwa serta Asosiasi juga  Dinas-Dinas di Kota  Pasuruan sejak Tahun 2016 dan 2018#

beritakorupsi.co - Senin, 25 Pebruari 2019, Tim Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia (PU KPK RI) Kiki Ahmad Yani, Ferdian Adi Nugroho, Amir Nurdianto, I Wayan Riana, Taufiq Ibnugroho dan Bayu Satriyo, menyeret Dwi Tri Nurcahyo selaku Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan (PUPR) bersama Wahyu Tri Hardianto (pegawai honorer Kelurahan) di Kota Pasuruan kehadapan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Surabaya untuk diadili sebagai terdakwa kasus Korupsi suap fee proyek APBD Kota Pasuruan sejak 2016 dan 2018 sebesar Rp1.528.000.000 (satu milyar lima ratus dua puluh delapan juta rupiah) yang ditangkap KPK bersama pengusaha Kontraktor Muhammad Baqir pada tanggal 3 Oktober 2018.

Pada tanggal 3 Oktober 2018, KPK melakukan tangkap tangan terhadap terdakwa I Dwi Fitri Nurcahyo dan terdakwa II Wahyu Tri Hardianto (satu perkara) dan pengusaha kontraktor Muhammad Baqir bersama Wali Kota Pasuruan (perkara terpisah). Namun Muhammad Baqir sudah diadili terlebih dahulu dan sudah divonis pidana penjara selama 2 tahun.

Dari surat dakwaan Penuntut Umum KPK yang dibacakan dihadapan Majelis hakim menyebutkan, bahwa terdakwa I membagi-bagikanbagikan paket pekerjaan atas perintah Wali Kota Setiyono kepada Wartawan dan LSM, Wakil Wali Kota, DPRD, Dinas-Dinas, Partai Politik, Tim Sukses Setiyono dan Asosiasi serta pihak-pihak lainnya. 

Pada Senin, 25 Pebruari 2019, Persidangan yang berlangsung diruang sidang Cakra Pengadilan Tipikor Surabaya adalah pembacaan surat dakwaan oleh Tim PU KPK RI Kiki Ahmad Yani, Ferdian Adi Nugroho, Amir Nurdianto, I Wayan Riana, Taufiq Ibnugroho dan Bayu Satriyo terhadap terdakwa terdakwa I Dwi Fitri Nurcahyo dan terdakwa II Wahyu Tri Hardianto (satu perkara) juga terdakwa Setiyono (perkara tersendiri) dihadapan Majelis Hakim yang diketuai I Wayan Sosiawan dengan dibantu 2 (dua) Hakim anggota (Ad Hock) Yakni Kusdarwanto dan Bagus Handoko serta  Panitra Pengganti Slamet Suripta, yang dihadiri Penasehat Hukum terdakwa.

Dalam surat dakwaan PU KPK menyebutkan, bahwa terdakwa I Dwi Fitri Nurcahyo dan terdakwa II Wahyu Tri Hardianto bersama-sama dengan Setiyono selaku Walikota Pasuruan Periode Tahun 2016 s/d 2021 (perkaranya dilakukan penuntutan secara terpisah), pada sekitar tahun 2016 dan 2018, bertempat di Rumah Dinas Walikota Pasuruan Jl. Panglima Sudirman Kota Pasuruan Jawa Tumur atau setidak-tidaknya di tempat yang masih termasuk dalam daerah hukum Pengadilan Tundak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Surabaya yang berwenang memeriksa dan mengadilinya, telah melakukan beberapa perbuatan kejahatan, menerima hadiah, yaitu beberapa kali menerima uang yang totalnya sejumiah Rp1.106.000.000 (satu milyar seratus enamjuta rupiah) pada sekitar tahun 2016 dan 2018 dari beberapa rekanan yang memenangkan lelang paket pekerjaan di lingkungan Kota Pasuruan pada Tahun Anggaran (TA) 2016  dan 2018 termasuk yang diterima terdakwa dari Muhammad baqir (sudah divonis 2 tahun penjara) selaku pemenang lelang paket Pekerjaan PLUT-KUMKM TA 2018.

Bahwa Terdakwa I selaku Kadis PUPR Kota Pasuruan sempat digantikan posisinya oleh Mohammad Agus Fadjar sejak bulan Januari 2017, dan terdakwa I menjabat sebagai Staf ahli Wali Kota Bidang Hukum, Politik dan Pemerintahan Kota Pasuruan. Dan pada tahun 2018,  jabatan Kadis PUPR tersebut dikembalikan kepada Terdakwa I oleh Walikota Setiyono.

Bahwa dalam rangka pembangunan Kota Pasuruan, Setiyono selaku Walikota Pasuruan telah menetapkan sejumlah paket pekerjaan yang akan dilaksanakan pada setiap tahun anggarannya, kemudian dalam pelaksanaannya Terdakwa ! pada TA 2016 dan TA 2018 ditugaskan oleh Setiyono untuk mengatur pembagian jatah paket pekerjaan dan menentukan pemenang lelang dari setiap paket pekerjaan tersebut (memplotting paket pekerjaan), pada TA 2018 Terdakwa I melaksanakan tugas dari Setiyono bersama dengan Terdakwa II yang merupakan orang kepercayaan Terdakwa I.

PU KPK menjelaskan, bahwa Terdakwa I dan Terdakwa Il mengetahui dari setiap paket pekerjaan di lingkungan Kota Pasuruan terdapat kewajiban untuk memberikan commitment fee senilai 5% (lima persen) sampai dengan 10% (sepuluh persen) dari nilai kontrak setelah dipotong pajak yang harus diserahkan oleh pemenang lelang kepada Setiyono.

Bahwa pada TA 2016, Terdakwa I atas sepengetahuan dan persetujuan Setiyono beberapa kali telah menerima commitment fee berupa uang dari sejumlah pemenang lelang paket pekerjaan di lingkungan Kota Pasuruan, demikian pula pada TA 2018 Terdakwa | bersama dengan Terdakwa II juga beberapa kali menerima dan mengumpulkan uang commitment fee dan' beberapa pemenang lelang paket pekerjaan untuk kemudian diserahkan secara langsung kepada Walikota SETIYONO maupun melalui keponakan Walikota Setiyono yakni Hendriyanto Heru Prabowo alias Hendrik. Cara-caracara perbuatan terdakwa I dan terdakwa II adalah sebagai berikut ;


I. Penerimaan Uang “Suap” Sebagai fee Proyek APBD TA 2016 sebesar Rp684.000.000

JPU KPK menjalaskan, bahwa awalnya sekitar bulan Maret atau April 2016, setelah Setiyono dilantik menjadi Walikota Pasuruan, Setiyono memanggil terdakwa I Dwi Fitri Nurcahyo selaku Kepala Dinas (Kadis) Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Kota Pasuman serta Tim Sukses Setiyono saat mencalonkan diri sebagai Walikota Pasuruan yakni Prawito, Andi Wiyono dan Achmad Fadoli ke Rumah Dinas Walikota. Pertemuan dilakukan dengan maksud Setiyono  meminta terdakwa I Dwi Fitri Nurcahyo, Prawito, Andi Wiyono dan Achmad Fadoli untuk membuat plotingan paket pekerjaan dan menentukan pemenang tetang paket pekerjaan dilingkungan Kota Pasuruan pada TA 2016.

“Atas pemintaan Setiyono tersebut, selanjutnya terdakwa I Dwi Fitri Nurcahyo, Prawito, Andi Wiyono dan Achmad Fadoli membuat plottingan paket pekerjaan TA 2016 dengan mengakomodir Tim Sukses Setiyono, Asosiasi Pengusaha Jasa Konstruksi, LSM, Wartawan dan pihak-pihak lainnya,” ungkap PU KPK

“Setelah plottingan selesai dibuat, kemudian diserahkan kepada Setiyono, dimana Setiyono  kemudian memberi masukan beberapa nama rekanan yang dikenanya. Setelah final lalu Setiyono  meminta terdakwa I Dwi Fitri Nurcahyo agar menyerahkan plottingan itu ke seluruh Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD di Dinas Kota Pasuruan, dan ke Asosiasi Pengusaha Jasa Konstruksi,” beber PU KPK lebih lanjut

PU KPK mengatakan, sekitar bulan April 2016, lanjut PU KPK, Setiyono meminta terdakwa I Dwi Fitri Nurcahyo  untuk mengumpulkan seluruh Asosiasi Pengusaha Jasa Konstruksi yang ada di Kota Pasuruan guna melakukan pertemuan di Gedung Gradika Komplek Rumah Dinas Walikota Pasuruan. Dalam pertemuan tersebut, Setiyono memberikan arahan terkait masalah pengadaan barang dan jasa yang akan dilaksanakan di Kota Pasuruan.

Selepas pertemuan tersebut, terdakwa I Dwi Fitri Nurcahyo, Tim Sukses Setiyono, Ketua serta Sekretaris Asosiasi Pengusaha Jasa Konstruksi melakukan pertemuan terbatas di rumah Dinas Walikota Pasuruan. Pada pertemuan tersebut, terdakwa I Dwi Fitri Nurcahyo membagikan daftar plottingan pekerjaan kepada para Ketua Asosiasi, dan menyampaikan bahwa setiap pemenang lelang harus memberikan commitment fee imbalan bagi Setiyono sejumlah 5% (lima persen) untuk pekerjaan bangunan gedung/jalan diatas tanah, dan 7,5% (tujuh setengah persen) untuk plengsengan atau saluran air.

PU KPK menjelaskan, setelah Ketua dan Sekretaris Asosiasi Pengusaha Jasa Konstruksi memperoleh daftar plottingan paket pekerjaan di lingkungan Kota Pasuruan TA 2016, selanjutnya paket pekerjaan itu dibagikan kepada anggota masing-masing asosiasi, dengan menyampaikan bahwa dari setiap paket pekerjaan terdapat commitment fee/imbalan yang harus diberikan pemenang lelang kepada Setiyono sebagaimana yang disampaikan terdakwa I Dwi Fitri Nurcahyo sebelumnya.

Bahwa sebelum lelang pekerjaan TA 2016 dilaksanakan, Terdakwa I diminta Setiyono memanggil Agus Setiyono (Koordinator Konsultan Perencana dan Pengawasan Kota Pasuruan) ke rumah dinas Walikota Pasuruan, saat bertemu Setiyono meminta Agus Setiyono membantu proses penyusunan perencanaan di Kota Pasuruan. Selanjutnya terdakwa I Dwi Fitri Nurcahyo dan Agus Setiyono yang mengatur semua proses perencanaan proyek di Pemerintahan Kota Pasuruan dan kepada siapa paket pekerjaan konsultan tersebut diberikan, untuk paket pekerjaan konsultan ini disepakati commitment feeAmbaIan untuk Setiyono sejumlah 10% (sepuluh persen) dari nilai kontrak setelah dipotong pajak dan diserahkan melalui terdakwa I Dwi Fitri Nurcahyo

Bahwa Setiyono beberapa kali melakukan pertemuan dengan lintas Asosiasi Jasa Konstruksi di Rumah Dinas Walikota dalam rangka membahas upaya pengamanan lelang agar nanti “manten" (rekanan/perusahaan yang sudah di plott menjadi pemenang lelang) tersebut bisa memenangkan paket pekerjaan yang telah ditentukan Setiyono. Dalam beberapa pertemuan tersebut, Setiyono menyampaikan bahwa ULP bertugas untuk membuka akses bagi manten untuk menyusun kelengkapan persyaratan administrasi.




































Selanjutnya terdakwa I Dwi Fitri Nurcahyo menemui kepala ULP yakni Dedik Usdikari dengan maksud meminta ULP untuk membantu para rekanan atau penyedia jasa yang telah ditunjuk oleh Setiyono. Sebelum dilaksanakan lelangltender ada beberapa rekanan yang datang secara langsung menemui Dedik Usdikari dimana rekanan tersebut sudah menyebut nama paket pekerjaan yang menjadi miliknya atau akan dikerjakan olehnya sesuai plotting-an Setiyono. Setelah itu, pada saat pembukaan lelangltender, Dedik Usdikari menyampaikan kepada anggota Kelompok Kerja (Pokja) ULP Kota Pasuruan bahwa ada rekanan penyedia jasa yang merupakan titipan dan agar dibantu dalam proses pemenangan lelang. Bahkan terdakwa I Dwi Fitri Nurcahyo juga melakukan pengecekan secara langsung ke ruang kerja pokja untuk melihat hasil evaluasi lelang atau tender paket kegiatan, jika ada rekanan yang sudah jadi manten tidak lulus, maka terdakwa I Dwi Fitri Nurcahyo meminta pokja memberikan toleransi.

PU KPK mengungkapkan, bahwa setelah para rekanan memenangkan paket pekerjaan, sebagian rekanan pemenang lelang TA 2016 memberikan commitment fee berupa uang secara langsung kepada Setiyono di rumah dinas walikota, dan sebagian menyerahkannya melalui terdakwa I Dwi Fitri Nurcahyo. Adapun commitment fee yang diberikan melalui terdakwa I Dwi Fitri Nurcahyo adalah sebagai berikut ; 

a. Rp250.000.000,(dua ratus lima puluh juta rupiah) melalui terdakwa I Dwi Fitri Nurcahyo diterima Setiyono dari Agus Setiyono untuk paket pekerjaan konsultan.

b. Rp434.000.000,(empat ratus tiga puluh empatjuta rupiah) diterima Setiyono melalui terdakwa I Dwi Fitri Nurcahyo untuk 11 (sebelas) paket pekerjaan yang dikerjakan Andi Wiyono, Wongso Kusumo, Siti Chalimah, Bambang Parikesit, Murti Cahyani dan rakanan lainnya.

Bahwa uang yang diterima Setiyono dari rekanan pemenang lelang paket pekerjaan konsultan dan konstmksi di lingkungan Kota Pasuruan TA 2016 melalui terdakwa I Dwi Fitri Nurcahyo  seluruhnya berjumlah Rp684.000.000 (enam ratus delapan puluh empatjuta rupiah).

II. Penerimaan uang “suap” pada Tahun Anggaran 2018 Rp422.000.000

Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi juga memberkan duit commitmen fee/imbalan proyek yang diterima Setiyono dari para pemenang lelang paket pekerjaan TA 2018 melalui terdakwa II Wahyu Tri Hardianto sebesar Rp Rp878.801.625

 Bahwa pada awal tahun 2018 bertempat di rumah dinas Walikota, Setiyono kembali meminta terdakwa II Wahyu Tri Hardianto bersama Mohammad Agus Fadjar untuk mengatur dan menentukan pemenang lelang dari setiap paket pekerjaan (plotting paket pekerjaan) TA 2018.

Menindaklanjuti permintaan Setiyono, sekitar bulan Maret 2018 bertempat di rumah Edy Trisulo Yudo selaku adik kandung Setiyono dilakukan pertemuan untuk penyusunan draft plotting paket pekerjaan oleh terdakwa I Dwi Fitri Nurcahyo, Mohammad Agus Fadjar bersama dengan Edy Trisulo Yudo. Draft plotting paket pekerjaan itu dibuat dalam bentuk tabel/kolom yang terdiri dari kolom Nomor, SKPD, Paket Pekerjaan, Pagu, HPS, PP, Apel dan Keterangan yang telah mencantumkan calon pemenang lelang (manten) untuk masing-masing paket pekerjaan.

Beberapa hari kemudian draft p/otting paket pekerjaan tersebut dipaparkan oleh Mohammad Agus Fadjar kepada Setiyono di ruang kerja rumah dinas Walikota yang dihadiri pula oleh Terdakwa l dan Edy Trisulo Yudo, dimana Setiyono banyak memberikan koreksi mengenai perusahaan mana yang akan menjadi pemenang lelang dari setiap paket pekerjaan dan jatah siapa paket pekerjaan itu. Pada kesempatan itu Setiyono juga menyampaikan mengenai commitment fee yang harus dipenuhi oleh pemenang proyek yaitu untuk pembangunan gedung fee-nya sejumlah 5% (lima persen) sedangkan untuk plengsengan atau saluran air sejumlah 7% (tujuh persen). Atas revisi Setiyono selanjutnya Mohammad Agus Fadjar melakukan 2 (dua) kali perbaikan plotting paket pekerjaan sebelum akhirnya menjadi draft final dan disetujui Setiyono.

“Draft final plotting paket pekeijaan selanjutnya dicetak (print) dan hasil cetakannya (print out) disampaikan Mohammad Agus Fadjar kepada Setiyono di Rumah Dinas Walikota, print out itu berisi plotting paket pekerjaan untuk ; Walikota 1 yaitu Setiyono,; Walikota 2 Edy Trisulo Yudo (Adik Kandung Setiyono),; Wakil Wali Kota Raharto Teno Prasetyo,; Wartawan,; Anggota DPRD,; Partai Politik,; Tim sukses sewaktu Setiyono ikut Pilkada yaitu Kaji Yunus, Kaji Kodir dan Kaji Mali,; AKLI (Asosiasi Jasa Kelistrikan),; TANDON (rekanan yang merupakan pilihan Terdakwa I dan disetujui Setiyono),; dan pihak-pihak lain yang diplotting oleh Walikota Setiyono,” beber PU KPK kemudian

Bahwa saat menyerahkan print out p/otting paket pekerjaan, Setiyono meminta Mohammad Agus Fadjar untuk menginformasikan kepada setiap Kepala SKPD/Dinas tentang adanya plotting-an paket pekerjaan tersebut, dan arahan itu dipenuhi oleh Mohammad Agus Fadjar dengan cara menemui langsung para Kepala SKPD di lingkungan Pemkot Pasuruan.
Bahwa salah satu paket pekerjaan yang sudah di plotting adalah Pekerjaan pembangunan PLUT KUMKM pada Dinas Koperasi dan UMKM Kota Pasuruan dengan pagu anggaran senilai Rp2.297.464.000 (dua milyar dua ratus sembilan puluh tujuh juta empat ratus enam puluh empat ribu rupiah), sesuai plotting yang dibuat Setiyono untuk pekerjaan pembangunan PLUT-KUMKM ini masuk paket pekerjaan kelompok “TANDON” yang dikelola oleh Terdakwa | dan telah ditentukan calon pemenang lelangnya adalah Wongso Kusumo pemilik CV. Sinar Perdana sekaligus sebagai Ketua Gapensi Kota Pasuruan.

Bahwa lelang pekerjaan pembangunan PLUT-KUMKM dilakukan oleh Kelompok Kerja (Pokja) II Bagian Layanaan Pengadaan (BLP).

Pada tanggal 8 Agustus 2018, Agus Widodo selaku Ketua Pokja II mengumumkan Paket Belanja Modal Gedung Dan Bangunan Pengembangan PLUT-KUMKM di SPSE (Sistem Pengadaan Secara Elektronik) Kota Pasuruan, ada 21 (dua puluh satu) perusahaan yang mendaftar namun hanya satu perusahaan yang memasukkan penawaran yakni CV. Sinar Perdana milik Wongso Kusumo dengan nilai penawaran Rp2.213.496.000.00 (dua milyar dua ratus tiga belas juta empat ratus sembilan puluh enam ribu rupiah). akan tetapi setelah dilakukan evaluasi penawaran berupa evaluasi teknis temyata CV. Sinar Perdana tidak memenuhi persyaratan teknis personil inti sehingga menyebabkan lelang tersebut gagal.

Pada tanggal 20 Agustus 2018, Njoman Swasti selaku Kepala BLP dan Siti Amini selaku Kepala Dinas Koperasi dan UMKM menghadap Setiyono untuk melaporkan gagalnya lelang pekerjaan pembangunan PLUT-KUMKM, ketika itu Setiyono menanyakan kemungkinan dilakukan lelang ulang serta meminta Njoman Swasti dan Siti Amini untuk berkoordinasi dengan Terdakwa I Dwi Fitri Nurcahyo terkait teknis lelang ulang pekerjaan pembangunan PLUT-KUMKM, kemudian siang harinya dilakukan pertemuan kembali di ruang walikota antara Setiyono dengan Terdakwa I Dwi Fitri Nurcahyo, Njoman Swasti dan Siti Amini.

Pada kesempatan itu, Terdakwa I Dwi Fitri Nurcahyo ditanya oleh Setiyono apakah pekerjaan pembangunan PLUT-KUMKM dapat dilaksanakan dalam sisa waktu 90 (sembilan puluh) han' kalender dan dijawab Terdakwa I Dwi Fitri Nurcahyo bisa. oleh karenanya S Setiyono meminta agar paket pekerjaan PLUT-KUMKM dilakukan lelang ulang dan Terdakwa l diminta mencari back up perusahaan sehingga lelang bisa diikuti minimal oleh 2 (perusahaan).

Kemudian Terdakwa I Dwi Fitri Nurcahyo menghubungi Supaat (Almarhum) untuk mencari perusahaan back up peserta lelang proyek pembangunan PLUT-KUMKM. saat itu Supaat merekomendasikan CV Mahadhir yang dikelola Muhammad Baqir. Keesokan harinya Terdakwa I Dwi Fitri Nurcahyo mengajak Terdakwa II Wahyu Tri Hardianto dan Raby Abdulrochman  yang keduanya merupakan orang kepercayaan Terdakwa I Dwi Fitri Nurcahyo untuk menemui Supaat dirumahnya, ketika itu Supaat menghubungi Muhammad Baqir melalui telepon yang intinya menyampaikan adanya pekerjaan pembangunan PLUT-KUMKM dan Supaat juga menjelaskan kondisi lelang pertama yang gagal karena perusahaan milik Wongso Kusumo tidak lengkap dokumen penawarannya. Pada saat itu Supaat bertanya berapa yang harus disisihkan dan Terdakwa I Dwi Fitri Nurcahyo menjelaskan bahwa untuk “Kanjengnya” atau Setiyono disisihkan 5% (lima persen).

Pada tanggal 21 Agustus 2018, sesuai dengan petunjuk Setiyono selanjutnya Siti Amini membuat surat pengantar untuk dilakukan lelang ulang terhadap pekerjaan pembangunan PLUT-KUMKM dan di hari yang sama Pokja II BLP Kota Pasuruan mengumumkan lelang ulang tersebut.

Pada tanggal 22 Agustus 2018, Terdakwa I Dwi Fitri Nurcahyo dihubungi Muhammad Baqir  untuk mengkonfirmasi tawaran paket pekerjaan PLUT-KUMKM TA 2018, yang intinya ketika itu Terdakwa I Dwi Fitri Nurcahyo menyampaikan bahwa benar ada paket pekerjaan PLUT-KUMKM senila kurang lebih Rp2,3 milyar, dan ada Commitment Fee sejumlah 5% (lima persen) untuk Juragan-nya yakni Setiyono,

Saat itu juga Terdakwa I Dwi Fitri Nurcahyo menegaskan, bahwa perusahaan yang dibawa Muhammad Baqir (CV Mahadhir) menjadi manten (calon pemenang) paket pekerjaan tersebut,  dan hal itu disanggupi oleh Muhammad Baqir. Kemudian Muhammad Baqir dan ayahnya yakni Hud Muhdlor menemui Terdakwa I Dwi Fitri Nurcahyo di rumahnya untuk membahas teknis lelang ulang pekerjaan pembangunan PLUT-KUMKM. Saat itu Muhammad Baqir juga sudah mengetahui telah menjadi “manten" (kandidat pemenang lelang).

Selanjutnya kepastian Muhammad Baqir menjadi manten pekerjaan pembangunan PLUT-KUMKM disampaikan juga oleh Terdakwa I Dwi Fitri Nurcahyo kepada Terdakwa II Wahyu Tri Hardianto. Hari itu juga Terdakwa II Wahyu Tri Hardianto menelpon Muhammad Baqir dan meminta Muhammad Baqir untuk mengirimkan uang sejumlah Rp20.000.000 (dua puluh juta rupiah) untuk Pokja II BLP yang melaksanakan lelang pekerjaan Pembangunan PLUT-KUMKM.

Pada tanggal 24 Agustus 2018, Muhammad Baqir men-transfer uang sejumlah Rp20.000.000  (dua puluh juta rupiah) melalui m-banking ke rekening BCA nomor 08910229704 a.n Terdakwa II Wahyu Tri Hardianto, kemudian uang itu diserahkan kepada Terdakwa I Dwi Fitri Nurcahyo  untuk diberikan kepada Wakfudi Hidayat selaku Kepala Sub Bagian (Kasubag) Pengendalian BLP.

Terdakwa l menyampaikan kepada Wakfudi Hidayat bahwa manten pekerjaan pembangunan PLUT-KUMKM berubah yang awalnya CV. Sinar Perdana milik Wongso Kusumo menjadi perusahaan yang diajukan Muhammad Baqir yaitu CV. Mahadhir, untuk itu Terdakwa I dan Terdakwa ll bersama Wakfudi Hidayat membantu melengkapi kekurangan syarat-syarat lelang CV. Mahadhir yang diajukan Muhammad Baqir, kemudian Wakfudi Hidayat juga membagi uang yang diterima dari Muhammad Baqir dengan anggota Pokja II yang melaksanakan lelang pekerjaan pembangunan PLUT-KUMKM.

Pada tanggal 27 Agustus 2018, dibuka pendaftaran lelang ulang pekeijaan pembangunan PLUT-KUMKM, perusahaan yang mendaftar ada 28 (dua puluh delapan) perusahaan termasuk CV. Mahadhir yang diajukan Muhammad Baqir dan yang memasukkan oenawaran hanya 2 (dua) perusahaan yaitu : CV. Sinar Perdana sengan nilai penawaran Rp2.213.496.000,00 (dua miliyar dua ratus tiga belas juta empat ratus sembilan puluh enam ribu rupiah) dan CV. Mahadhir dengan nilai penawaran Rp2.210.429.000,00 (dua milyar dua ratus sepuluh juta empat ratus dua puluh sembilan ribu rupiah), namun saat dilakukan evaluasi teknis hanya CV. Mahadhir yang lulus persyaratan teknis, setelah dilakukan negosiasi dan klarifikasi selanjutnya disepakati nilai penawaran menjadi Rp2.195.813.000,00 (dua milyar seratus sembilan puluh lima juta delapan ratus tiga belas ribu rupiah), sehingga pada tanggal 4 September 2018 CV. Mahadhir diumumkan sebagai pemenang lelang pekeljaan pembangunan PLUT-KUMKM.

Pada tanggal 5 September 2018, karena CV. Mahadhir telah ditetapkan sebagai pemenang lelang, Muhammad Baqir dihubungi oleh Supaat yang menanyakan commitment fee dan Muhammad Baqir menyampaikan fee 5% (lima persen) akan dikirimkan pada hari Jumat tanggal 7 September 2018.

Selanjutnya pada tanggal 7 September 2018 Muhammad Baqir melakukan setor tunai di BCA Kantor Cabang Pembantu (KCP) Singosari Malang ke rekening Bank BCA milik Supaat dengan nomor 0891003489 sejumlah Rp115.000.000,00 (seratus lima belasjuta rupiah), Muhammad Baqir mengetahui bahwa uang fee itu untuk Setiyono.

Bahwa setelah Muhammad Baqir mengirimkan uang fee ke rekening Supaat, selanjutnya Supaat memberitahukan ke Terdakwa II, yang kemudian disampaikan pula kepada Terdakwa I, mengetahui uang fee telah dikirimkan. Lalu Terdakwa I mengajak Terdakwa II dan Roby Abdulrochman untuk mengambil uang fee tersebut ke rumah Supaat, akan tetapi uang fee tersebut tidak jadi diambil hari itu karena Supaat sedang sakit keras.

Bahwa sejak tanggal 10 September 2018, Terdakwa I menjadi Pelaksana Harian (Plh) Kepala Dinas PUPR Kota Pasuruan karena Mohammad Agus Fajdar selaku Kepala Dinas PUPR definitif dalam keadaan sakit dan harus dirawat di rumah sakit.

Pada tanggal 17 September 2018, dilaksanakan penandatanganan Surat Perjanjian antara Susilo Rifai selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Dinas Koperasi dan UMKM Kota Pasuruan dengan Hud Muhdlor selaku Direktur CV Mahadhir untuk pekerjaan Pengembangan PLUT-KUMKM dengan No Kontrak 600/1320/423.111/2018 dengan nirai kontrak Rp2.195.833.000

Pada tanggal 24 September 2018, Supaat meninggal dunia, dan ATM beserta buku tabungan yang berisi uang fee dari Muhammad Baqir dipegang oleh Novita Sugiastuti istri Supaat. Lalu pada tanggal 3 Oktober 2018, Terdakwa Wahyu Tri Hardianto bersama dengan Roby Abdulrochman menemui Novita Sugiastuti, kemudian Novita Sugiastuti memberikan kartu ATM rekening BCA atas nama Supaat yang didalamnya tersisa uang sejumiah Rp106.000.000 (seratus enam juta rupiah) karena ada yang terpakai untuk biaya pengobatan Supaat selama sakit.

Kemudian Terdakwa II melaporkannya kepada Terdakwa I, lalu Terdakwa I memerintahkan agar uang tersebut ditarik tunai dan dipindahbukukan ke rekening Terdakwa II untuk kemudian diberikan kepada Setiyono melalui Hendriyanto Heru Prabowo alias Hendrik keponakan Setiyono.

Bahwa selain uang dari Muhammad Baqir selaku pemenang lelang paket Pekerjaan PLUT-KUMKM TA 2018, sekitar tahun 2018 di rumah dinas Walikota Pasuruan, Setiyono melalui Terdakwa I bersama Terdakwa II beberapa kali menerima commitment fee berupa uang dari  rekanan pemenang lelang paket pekerjaan TA 2018, yang rinciannya adalah sebagai berikut ;

Uang sejumlah Rp316.000.000 (tiga ratus enam belas juta rupiah) yang diterima Setiyono melalui Hendriyanto Heru Prabowo alias Hendrik yang sebelumnya uang tersebut diterima dan dikumpulkan Dwi Fitri Nurcahyo bersama Wahyu Tri Hardianto dari 8 (delapan) pemenang lelang paket Pekerjaan yaitu Wongso Kusumo, Bambang Parkesit, Sugeng Cahya Patria, Ninil Kusmiyati, Mohammad Mujib dan Muhammad Arifianto.

“Bahwa uang yang diterima oleh Setiyono dari rekanan pemenang lelang paket pekerjaan di lingkungan Kota Pasuruan TA 2018 melalui Terdakwa l bersama Terdakwa II seluruhnya berjumlah Rp422.000.000 (empat ratus dua puluh dua juta rupiah),” pungkas PU KPK

Penuntu Umum KPK mengatakan, bhwa berdasarkan uraian diatas, Terdakwa I Dwi Fitri Nurcahyo bersama sama Setiyono telah menerima total uang seluruhnya sejumlah Rp1.106.000.000 (satu milyar seratus enam juta rupiah) dari rekanan pemenang lelang paket pekerjaan di Kota Pasuruan TA 2016 dan tahun 2018.

Sedangkan terdakwa II Wahyu Tri Hardianto bersama dengan Terdakwa I Dwi Fitri Nurcahyo bersama Setiyono menerima uang dari rekanan pemenang lelang paket pekerjaan di Kota Pasuruan TA 2018 sejumlah Rp422.000.000 (empat ratus dua puluh dua juta rupiah). Sehingga total keseluruhan sejumlah Rp1.528.000.000 (satu miliyar lima ratus dua puluh delapan juta rupiah)

PU KPK mengungkapkan, bahwa perbuatan Terdakwa I Dwi Fitri Nurcahyo dan terdakwa II Wahyu Tri Hardianto bersama-sama Setiyono, menerima uang dari rekanan pemenang lelang paket pekerjaan di Kota Pasuruan TA 2016 dan TA 2018 telah telah bertentangan dengan kewajiban Setiyono selaku Penyelenggara Negara sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 5 angka 4 dan angka 6 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, yaitu “setiap Penyelenggara Negara memiliki kewajiban untuk tidak melakukan perbuatan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme serta melaksanakan tugas dengan penuh rasa tanggung jawab dan tidak melakukan perbuatan tercela, tanpa pamrih, baik untuk kepentingan pribadi, keluarga, kroni, maupun kelompok, dan tidak mengharapkan imbalan dalam bentuk apapun yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku”.

PU KPK juga menyebutkan, bahwa perbuatan Setiyono bertentangan juga dengan ketentuan Pasal 6 huruf h Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, terakhir dirubah dengan perubahan Keempat yaitu Perpres Nomor 4 Tahun 2015, yaitu “Para pihak yang terkait dalam pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa harus mematuhi etika untuk tidak menerima, tidak menawarkan atau tidak menjanjikan untuk memberi atau menerima hadiah, imbalan, komisi, rabat dan berupa apa saja dari atau kepada siapapun yang diketahui atau patut diduga berkaitan dengan Pengadaan Barang/Jasa”

Penuntut Umum KPK pun menjelaskan tentang perbuatan Terdakwa I Dwi Fitri Nurcahyo dan terdakwa II Wahyu Tri Hardianto bersama-sama Setiyono selaku orang nomor satu di Kota Pasuruan itu adalah suatu kejahatan Tindak Pidana korupsi yang ancaman hukumannya dengan pidana penjara sebagaiamana diatur dalam Undang-undang Tindak Pidana Korupsi.

“Perbuatan terdakwa I Dwi Fitri Nurcahyo dan terdakwa II Wahyu Tri Hardianto merupakan tindak pidana sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 jo Pasal 18 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana teteh dtambah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jis Pasal 55 ayat (1) Ke-1, Pasal 65 ayat (1) KUHPidana,” ucap PU KPK Ferdian Adi Nugroho di akhir surat dakwaannya.

Atas surat dakwaan PU KKPK, terdakwa melalui Penasehat Hukumnya tidak menyampaikan Eksepsi atau keberatan. Sehingga Ketua Majelis Hakim memerintahkan PU KPK untuk menghadirkan saksi-saksi pada sidang berikutnya yang akan berlangsung pada pekan depan.

Dari 106 saksi dalam BAP (Berita Acara Pemeriksaan), hanya 40 orang saksi yang akan dihadirkan ke Persidangan. Hal itu dikatakan PU KPK Ferdian Adi Nugroho saat ditanya wartawan media ini.

Namun saat ditanya lebih lanjut, apakah PU KPK akan menghadirkan wartawan dan LSM ke persidangan ?. Menurut PU KPK Ferdian Adi Nugroho, tak dapat menjelaskannya.

“Kalau jumlah saksi dalam BAP ada sekitar 106 orang, namun yang dihadirkan hanya 40 orang. Kalau Wartawan dan LSM, saya tidak bisa jelaskan karenanya,” jawab PU KPK Ferdian Adi Nugroho. (Rd1)

Posting Komentar

Tulias alamat email :

 
Top