0
Terdakwa Nyono (mantan Bupati Jombang)
JPU KPK Wawan : Pengembangan kasus ini, kita tunggu inkrah dulu, sekarang kita masih mengajukan Kasasi

beritakorupsi.co - Kamis, 7 Pebruari 2019, Penuntut Umum (PU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia (KPK RI), melakukan upaya hukum Kasasi ke Mahkamah Agung Republik Indonesia (MA RI) atas Vonis Majelis Hakim Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Tinggi Jawa Timur terhadap terdakwa Korupsi Suap tangkap tangan KPK pada Pebruari 2018 Nyono Suharli Wihandoko alias Nyono selaku Bupati Jombang periode 2013 - 2018 dengan pidana penjara selama 4 tahun dan 6 bulan, sementara di Pengadilan Tipikor Surabaya divonis 3 tahun dan 6 bulan dari 8 tahun tuntutan JPU KPK

“Ya, kita kasasi untuk Bupati Jombang Nyono. Di PT (Pengadilan Tinggi) Nyono divonis empat tahun enam bulan, tambah setahun dari putusan Pengadilan Tipikor Surabaya,” ucap Jaksa KPK Wawan saat bertemu dengan wartawan beritakorupsi.co di gedung Pengadilan Tipikor Surabaya, pada Kamis, 7 Pebruari 2019.

Saat ditanya lebih lanjut, terkait pihak-pihak lain yang terseret dalam kasus suap Bupati Jombang Nyono Suharli Wihandoko, Jaksa KPK Wawan mengatakan, akan menunggu putusan Kasasi terlebih dahulu.

“Nantilah, kita menunggu ini Inkrah dulu,” ucap Jaksa KPK Wawan.

Seperti yang diberitakan sebelumnya. Pada Selasa, 4 September 2018, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Surabaya yang diketuai Hakim H.R. Unggul Warsomurti, menjatuhkan hukuman terhadap terdakwa Nyono Suharli Wihandoko selaku Bupati Jombang periode 2013 - 2018 dalam kasus Korupsi suap yang tertangkap tangan KPK pada Pebruari lalu, dengan hukuman pidana penjara selama 3 Tahun dan 6 bulan, jauh lebih ringan dari tuntutan Penuntut Umum (PU) KPK yaitu  selama 8 tahun penjara, sihingga PU KPK pun melakukan upaya hukum Banding ke Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Tinggi Jawa Timur.

Alasan PU KPK melakukan upaya hukum Banding, bukan hanya karena Vonis 3 tahun dan 6 bulan yang dijatuhkan Majelis Hakim terhadap Bupati sipenerima uang suap ini, melainkan Pasal yang dikenakan Majelis Hakim pun berbeda dengan Pasal yang didakwakan Penuntut Umum KPK.

Menurut Majelis Hakim dalam putusannya, bahwa terdakwa terbukti menerima uang dari Inna Silestyowati (sudah divonis 2.6 Thn penjara, dan saat ini KPK banding) selaku Sekretaris sekaligus Plt. Kepala Dinas Kesehatan Kabupatena Jombang sejak Desember 2016 hingga 2017 sebesar Rp1.220 milliar, sehinga terdakwa Nyono dijerat dengan pasal 11 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi

Pasal 11 berbunyi ; Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau patut diduga, bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya, atau yang menurut pikiran orang yang memberikan hadiah atau janji tersebut ada hubungan dengan jabatannya.

Sementara dalam surat dakwaan maupun tuntutan PU KPK menjelaskan, bahwa duit sebesar Rp1.220.000.000 (Satu milliar dua ratu dua puluh juta), sebahagian diantaranya diberikan Inna, agar terdakwa Nyono mengangkat Inna menjadi Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang, yag sebelumnya menjabat sebagai Kepala Puskesmas. Pada hal menurut Baperjabat (Badan Pertimbangan Jabatan), Inna belum layak menjadi Kepala Dinas karena masih banyka yang lebih senior. Sebahagian lagi ditu “haram” itu berasal dari hasil pemotongan dana Kapitasi Puskesmas dan pengangkatan pegawai Honor serta pengurusan izin Rumah Sakit Ibu dan Anak milik dr. Subur Suprojo.

Sehingga PU KPK menjerat terdakwa Nyono dengan pasal 12 huruf a Undang-Unang Tindak Pidana Korupsi dengan tuntutan pidana penjara selama 8 tahun, denda sebesar Rp300 juta subsidair 3 bulan kuran, dan Membayar Uang Penggant (UP) sejumlah Rp1.220.000.000, serta pencabutan hak melih dan dipilih dalam jabatan pulik selama 5 tahun setelah terdakwa selesai menjalani hukuman poko, yaitu penjara.

Pasal 12 berbunyi : Dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidanapenjara paling singkat 4  (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) :

huruf a berbunyi : Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya;

Pertimbangan Majelis Hakim tidak jauh beda dengan dakwaan maupun tuntutan Penuntut Umum KPK yang menyatakan, bahwa total uang yang diterima oleh terdakwa Nyono Suharli Wihandoko ditahun 2017 sebesar Rp1.220.000.000 terkait pengangkatan Jabatan Inna Silestyowati dari dokter biasa menjadi Kepala Puskesmas kemudian menjadi Sekrtaris sekaligus Plt. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang. Pada hal, masih banyak dokter di Puskesmas atau Kepala Puskesmas di Kabupaten Jombang yang jauh lebih senior dari Inna Silestyowati untuk menduduki jabatan Kepala Puskesmas apalagi Kepala Dinas Kesehatan. Selain itu, penerimaan uang dari pengangkatan pengawai honor di Pos Kesehatan Puskesmas, penerimaan uang dari hasil pemotongan jasa Kapitasai (jasa pelayanan kesehatan) dan dari penerimaan uang dari Kepala Badan Kepegawaian Daerah) penerimaanyang diterima oleh terdakwa Nyono Suhali Wihandoko dari Inna Silestyowati selama 2017

Pada sekitar bulan Maret 2017 bertempat di ruang kerja Inna Silestyowati mengadakan pertemuan dengan Didik Dadi, Oisatin, Ma’murorus Sa’adiyah dan Hexawan Uahjawadida yang tergabung dalam Paguyuban Kepala Puskesmas se-Kabupaten Jombang. Dalam pertemuan tersebut, Inna Silestyowati menyampaikan bahwa setiap Puskesmas harus ada kontribusi dari anggaran Jasa Pelayanan Dana Kapitasi dari 34 Puskesmas di seluruh Kabupaten Jombang yang jumlahnya sebesar Rp72 juta per bulan (total keseluruhan sebesar Rp2.448.000.000). Uang tersebut akan diberikan kepada terdakwa, dengan rincian Inna Silestyowati akan memberikan sebesar Rp50 juta, dan sisanya sejumlah Rp22 juta untuk biaya operasional Dinas Kesehatan. Dana operasional yang akan diserahkan kepada terdakwa yang bersumber dari Dana Kapitasi dimaksud ,dikumpulkan pada Oisatin dengan kode “arisan". setelah itu, Oisatin akan menyerahkan kepada diserahkan kepada Inna Silestyowati untuk selanjutnya diberikan kepada terdakwa

Bahwa dalam kurun waktu antara bulan Januari sampai Desember 2017, terdakwa Nyono Suharli Wihandoko telah menerima uang dari Inna Silestyowati yang bersumber dari anggaran Jasa Pelayanan Dana Kapitasi keseluruhan sejumlah Rp600 juta dengan perincian sebagai berikut ;

1.  Pada Bulan Mei 2017, awalnya terdakwa bertemu Inna Silestyowati pada sebuah acara, dan terdakwa menyampaikan permintaan dana rutin operasional. Masih pada bulan yang sama bertempat di Rumah Tamu Swagata Pendopo Bupati, Inna Silestyowati memberikan uang  sejumlah Rp 200 juta kepada terdakwa melalui ajudannya.

2.  Pada Bulan Nopember 2017, awalnya terdakwa bertemu dengan Inna Silestyowati dalam acara temu desa. Dalam pertemuan itu terdakwa meminta uang rutinan kepada Inna Silestyowati, yang sempat terhenti karena Inna Silestyowati mengikuti diklat PIM III. Tiga hari setelah pertemuan itu, bertempat di Rumah Tamu Swagata Pendopo Bupati, Inna Silestyowati memberikan  uang sebanyak Rp200 juta kepada terdakwa melalui ajudan Misbahul Munir.

3.  Pada Bulan Desember 2017, sebelum Inna Silestyowati  melakukan pertemuan dengan para Kepala Puskesmas di Rumah Makan Henny, Jombang. Saat itu terdakwa menanyakan uang rutinan kepada Inna Silestyowati,  dan Inna Silestyowati  menyampaikan akan diambilkan dari Puskesmas. Masih di bulan Desember 2017 bertempat di Rumah Tamu Swagata Pendopo Bupati,  Inna Silestyowati menyerahkan uang sejumlah Rp200 juta kepada terdakwa melalui ajudan Misbahul Munir dengan mengatakan “sudah pas ya pak.. 50 kali dua belas”.

Bahwa untuk menunjukkan loyalitas Inna Silestyowati  kepada terdakwa agar diangkat dalam jabatan definitif sebagai Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang, selain terdakwa menerima uang dari anggaran Jasa Pelayanan Dana Kapitasi, terdakwa juga menerima uang yang bersumber dari pengisian lowongan jabatan tenaga perawat di Pos Kesehatan Desa, di Desa Kedungturi dibawah wilayah Puskesmas Blimbing Kec. Gudo, Kabupaten Jombang melalui Inna Silestyowati. Pada sekitar bulan Desember 2017 bertempat di Pendopo Kabupaten Jombang, terdakwa menerima uang sejumlah Rp30 juta dari Inna Silestyowati  yang diambilkan. Pada saat penyerahan uang, Inna Silestyowati  menyampaikan kepada terdakwa, bahwa uang tersebut dari pegawai honorer di Pos Kesehatan Puskesmas.
Bahwa uang diberikan terdakwa Nyono Suhali Wihandoko dalam bentuk bantuan kepada para pihak adalah bantuan pribadi terdakwa dalam pencalonannya sebagai Calon Bupati Jombang untuk periode 2018 - 2023 dengan perincian sebagai berikut;

1.  Sekitar pertengahan bulan Desember 2016, terdakwa memberikan kepada anak Yatim dan kaum duafa sebesar Rp350 juta, kepada Ketua Muslimat NU Cabang Kabupaten Jombang, kepada Ketua KBHI AI-Kautsar Cukir Tebu Ireng Jombang, kepada guru Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Kabupaten Jombang, dan kepada Ketua Panitia Kegiatan Sedekah Desa Tanjung Wadung Kecamatan Kabuh Kabupaten Jombang;

2.  Sekitar bulan Desember 2016, terdakwa memberikan uang sebesar sebesar Rp50 kepada pengurus GKJW Mojowarno; 3.  Sekitar pertengahan bulan Januari 2017, sebesar Rp50 juta  diberikan kepada Ketua Panitia Harlah Muslimat NU Kabupaten Jombang; 4.   Sekitar tanggal 22 Juni 2017, sebesar Rp25 juta diberikan kepada warga yang tidak mampu, anak yatim dan fakir miskin dari Kecamatan Gudo dan Kecamatan Diwek Kabupaten Jombang;
5.  Sekitar tanggal 6 November 2017, sebesar Rp200 juta diberikan sebagai santunan kepada anak yatim dan yatim piatu; 6.   Sekitar tanggal 13 atau pertengahan Desember 2017, sebesar Rp200 juta diberikan sebagai bantuan transport kepada fakir miskin/kaum duafa dan anak yatim dan 7.  Sekitar bulan April atau Mei 2017, sebesar Rp30 juta diberikan kepada Ketua Taqmir Masjid Agung Baitul Mu'minin Kabupaten Jombang.

Majelis Hakim menyatakan, bahwa pada tanggal 16 Oktober 2017, berdasarkan surat Nomor 001/RSIAMB/X/2017 dokter Subur Suporojo selaku pemilik Rumah Sakit Ibu dan Anak (RSIA) Mitra Bunda Jombang melalui Direkturnya yaitu dokter Siti Djayadi mengajukan permohonan izin operasional rumah sakit kepada Bupati Jombang melalui Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) Kab. Jombang. Atas pengajuan tersebut, Dinas Penanaman Modal dan PTSP Kabupaten Jombang melakukan verifikasi, dan setelah dilakukan verifikasi kelengkapan berkas, pengajuan ijin operasional RSIA Mitra Bunda dinyatakan memenuhi persyaratan dan izin. Kemudian pada tanggal 23 Oktober 2017, Dinas Penanaman Modal dan PTSP membuat Surat Pengantar Nomor 440/2460/415.35/2017 yang ditujukan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kab. Jombang untuk meminta rekomendasi permohonan izin operasional dimaksud.

Pada tanggal 2 November 2017, Dinas Kesehatan menerima berkas permohonan izin dimaksud dari Dinas Penanaman Modal dan PTSP. Selanjutnya Inna Silestyowati selaku Sekretaris merangkap sebagai Pejabat Pelaksana Tugas Kepala Dinas Kesehatan meneruskan surat dimaksud kepada Bambang Iriawan selaku Kepala Seksi Pelayanan Kesehatan pada Bidang Pelayanan dan Sumber Daya Kesehatan (PSDK) untuk diproses lebih lanjut, yaitu dilakukan Visitasi atau kunjungan lapangan oleh Dinas Kesehatan Kab. Jombang, Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Timur dan Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) Jawa Timur.

Pada tanggal 4 Januari 2018, tim dari Dinas Kesehatan Kab. Jombang dan Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Timur melakukan visitasi ke RSIA Mitra Bunda, sedangkan tim PERSI Jawa Timur melakukan visitasi pada tanggal 8 Januari 2018. Dari kegiatan Visitasi disumpulkan,  bahwa RSIA Mitra Bunda belum memenuhi syarat untuk diberikan rekomendasi izin operasional rumah sakit.

Pada sekitar bulan Januari 2018, Terdakwa selaku Bupati Jombang menghadiri kegiatan pembinaan para Kepala Dinas di lingkungan Pemerintah Daerah Kabupaten Jombang. Dalam acara itu Inna Silestyowati bertemu Abdul Qudus selaku Kepala Dinas Penanaman Modal & PTSP Kabupaten Jombang untuk menanyakan berapa kontribusi penerbitan izin operasional RSIA Mitra Bunda milik dr . Subur SUprojo agar ditandatangani terdakwa selaku Bupati, dan dijawab oleh Abdul Qudus  sebesar Rp75 juta.

Berdasarkan hasil Visitasi, Seksi Pe|ayanan Kesehatan pada Bidang PSDK Dinas Kesehatan Kab. Jombang menyatakan, RSIA Mitra Bunda belum layak diberikan rekomendasi, namun Inna Silestyowati tidak bersedia menandatangani surat pengembalian berkas dimaksud, dan tetap akan memberikan rekomendasi penerbitan ijin operasioanal RSIA Mitra Bunda. Selanjutnya pada tanggal 29 Januari 2018, Inna Silestyowati menandatangani surat rekomendasi izin operasional RSIA Mitra Bunda untuk selanjutnya diproses dalam bentuk surat keputusan yang ditandatangani oleh terdakwa selaku Bupati Jombang.

Pada akhir bulan Januari 2018 bertempat di Rumah Tamu Swagata Pendopo Kabupaten Jombang, terdakwa bertemu dengan Inna Silestyowati dan meminta uang, yang dijawab oleh Inna Silestyowati bahwa uang yang akan diminta oleh terdakwa akan diambilkan dari dana pengurusan izin operasional Rumah Sakit dimana terdakwa menyetujuinya. Inna Silestyowati I sempat menanyakan jumlah uang yang diminta oleh terdakwa dan dipahami oleh Inna Silestyowati, bahwa jumlah yang diminta adalah sesuai dengan yang telah disampaikan oleh Abdul Qudus sebelumnya yaitu sebesar Rp75 juta

Pada tanggal 1 Februari 2018 sekira pukul 13.00 WIB, dr. Subur Suprojo menemui Inna Silestyowati di ruang kerjanya. Dalam pertemuan tersebut, Inna Silestyowati menyampaikan hasil visitasi, bahwa RSIA Mitra Bunda belum layak untuk diberikan rekomendasi surat ijin operasional, namun Inna Silestyowati menjanjikan akan tetap mengeluarkan rekomendasi dengan syarat ada kontribusi sebesar Rp75 juta yang harus diserahkan oleh dr. Subur Suprojo dan dr. Subur Suprojo menyetuhuinya dan  menjanjikan akan dibayar pada hari Senin tanggal 5 Pebruari  2018.

Masih pada tanggal yang Sama, sekira pukul 18.30 WIB, Inna Silestyowati bersama anaknya Mohammad Afandi Badar dengan menggunakan mobil Pajero Sport warna putih dengan Nomor Polisi L1926 MH menuju pendopo Kabupaten Jombang untuk menyerahkan uang sebesar Rp75 juta kepada terdakwa. Selanjutnya bertempat di Rumah Tamu Swagata Pendopo Bupari, terdakwa melalui ajudannya Misbahul Munir menerima uang sebesar Rp75 juta, dan penerimaan uang dari Kepala BKD sebesar Rp65 juta.

Bahwa uang sebesar Rp75 juta tersebut, selanjutnya digunakan oleh terdakwa untuk kepentingan kampanye pencalonannya sebagai Kepala Daerah (Bupati Jombang), dengan perincian sebagai berikut: a. Penggantian uang Juwaratu yang digunakan untuk pembayaran tagihan harian Radar Jombang (Group Jawa Pos) sebesar Rp10 juta; b. Pembayaran uang snack sebanyak 300 biji roti kepada Doughout and Bakery A three sebesar Rp2.400.000; c. Pembayaran prasmanan VIP sebanyak 360 porsi kepada Cake & Catering Syukur Abadi sebesar Rp12.6 juta; d. Pembayaran panggung, dekorasi Sound System kepada UD Ilham Jaya Production sebesar Rp25 juta; e. Sisanya sebesar Rp25 juta masih dalam penguasaan terdakwa.

“Mengadili ; Menyatakan terdakwa Nyono Suharli Wihandoko terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana dalam pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 65 KUHP, serta pencabuta hak memilih dan dipilih selama 5 Tahun,” ucap Ketu Majelis Hakim, pada Kamis, 4 September 2018

Usai persidangan, JPU KPK Wawan megatakan, bahwa pasal yang dekenakan oleh Majelis Hakim adalah pasal 11. Menut Wawan, bahwa pasal yang dikenakan oleh JPU KPK terhadap terdakwa adalah pasal 12 huruf a.

Wawan menjalaskan, uang yang diterima oleh terdakwa terkait dengan pengangkatan Inna dari Kepala Puskesmas menjadi Kepala Dinas Kesehatan, izin Operasinal RSIA milik dr. Subur Suprojo

“Apa yang dibacakan Majelis Hakim tadi sama dengan dakwaan kita, tapi pasal yang dikenakan adalah pasal 11, menerima. Uang yang diteriam terdakwa dari Inna, agar terdakwa mengangkat Inna menjadi pungsional atau Kepala Dinana, kemudian dari Izin operasional RSIA milik dr.Subur Suprojo. Jadi bukan pemberian begitu saja. Apa yang kita sampaikan dalam tuntutan adalah berdasarkan fakta yang terungkap dalam persidangan. Jadi kita akana leporkan dulu ke pimpinan,” ucap PU KPK Wawan saat itu (Kamis, 4 September 2018)./ (Rd1)

Posting Komentar

Tulias alamat email :

 
Top