0






beritakorupsi.co - Senin, 25 Pebruari 2019, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Suranaya, menjatuhkan hukuman pidana penjara selama 2 (dua) tahun terdahadap terdakwa kasus Korupsi Suap paket pekerjaan pembangunan PLUT (Pusat Layanan Usaha Terpadu) KUMKM (Koperasi Usaha Mikro Kecil dan Menengah)  atau PLUT- KUMKM Kota Pasuruan Jawa Timur Tahun Anggaran (TA) 2018 dengan anggaran senilai Rp2.5 milyar 

Terdakwa Muhammad Baqir diseret ke Pengadilan Tipikor oleh Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi untuk diadili sebabagai terdakwa penyuap Wali Kota Pasuruan setelah KPK terlebih dahulu melakukan tangkap tangan pada tanggal 3 Oktober 2018.

Pada tanggal 3 Oktober 2018, KPK tidak hanya menangkap Muhammad Baqir, tetapu KPK juga menangkan Wali Kota Pasuruan Setiyono, Kepala Dinas PUPR Dwi Fitri Nurcahyo dan seorang pegawai honorer Kelurahan yaitu Wahyu Tri Hardianto.

Dari proses persidangan di Pengadilan Tipikor Surabaya atas perbuatan terdakwa, PU KPK menjeratnya dengan Pasal 5 ayat (1) huruf b Undang-undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), dengan tuntutan pidana selama selama 2 (dua) tahun. Dan hukuman dari Majelis Hakim pun sama dengan tuntutan pidana dari PU KPK.

Dalam persidangan yang berlangsung di ruang Sidang Cakra Pengadilan Tipikor Surabaya adalah pembacaan surat putusan dari Majelis Hakim yang diketuai I Wayan Sosiawan dengan dibantu 2 (dua) Hakim anggota (Ad Hock) Yakni Kusdarwanto dan Bagus Handoko yang dihadiri Tim PU KPK Kiki Ahmad Yani, Taufiq Ibnugroho dan Bayu Satriyo serta Penasehat Hukum terdakwa.

Dalam pertimbangan Majelis Hakim menyatakan, bahwa perbuatan terdakwa diancam sebagaimana diatur dalam 5 ayat (1) huruf b Undang-Undang Republik lndonesia (UU RI) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pldana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UndangUndang Republik lndonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UndangUndang Republik lndonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP

Majelis Hakim menyatakan, bahwa pada hari Jum'at, tanggal 7 September 2018 atau setidak-tidaknya pada waktu-waktu tertentu pada tahun 2018, bertempat di BCA Kantor Cabang Pembantu (KCP) Singosari Malang, atau setidak-tidaknya di tempat-tempat yang masih termasuk dalam daerah hukum Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Surabaya yang berwenang memeriksa dan mengadili perkara ini, bahwa terdakwa Muhammad Baqir telah memberikan uang sebesar Rp115.000.000 (seratus lima belas juta rupiah), kepada Setiyono selaku Walikota Pasuruan bersama-sama dengan Dwi Fitri Nurcahyo dan Wahyu Tri Hardianto (masing-masing dilakukan penuntutan secara terpisah), dengan maksud supaya memenangkan CV Mahadir yang diajukan Terdakwa dalam lelang proyek Pengembangan Pusat Layanan Usaha Terpadu (PLUT) Koperasi Usaha Mikro Kecil dan Menengah (KUMKM) Kota Pasuruan Jawa Timur.

Pemberian itu bertentangan dengan kewajiban Setyono selaku Walikota Pasuruan bersama-sama dengan Dwi Fitri Nurcahyo dan Wahyu Tri Hardianto, selaku Penyelenggara Negara sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 5 angka 4 dan angka 6 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, serta bertentangan dengan ketentuan Pasal 6 huruf h Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah terakhir dirubah dengan perubahan keempat yaitu Perpres Nomor 4 Tahun 2015. perbuatan tersebut dilakukan Terdakwa dengan cara-cara sebagai berikut ;
Pada Tahun Anggaran (TA) 2018, Pemerintah Kota (Pemkot) Pasuruan telah menetapkan sejumlah paket pekerjaan. Untuk melaksanakan paket pekerjaan itu, pada awal tahun 2018,  bertempat di rumah dinas Setiyono selaku Walikota Pasuruan, meminta Mohammad Agus Fadjar selaku Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) bersama Dwi Fitri Nurcahyo selaku Staf Ahli Bidang Hukum, Politik dan Pemerintahan untuk mengatur pemenang lelang dari setiap paket pekerjaan (ploting paket pekerjaan).

 Menindaklanjuti permintaan Setiyono, sekitar bulan Maret 2018 bertempat di mmah Edy Trisulo Yudo yang merupakan adik kandung Setiyono, dilakukan pertemuan untuk merealisasikan penyusunan draft ploting paket pekerjaan oleh Muhammad Agus Fadjar, Dwi Fitri Nurcahyo bersama dengan Edy Trisulo Yudo.

Draft ploting paket pekerjaan itu, lanjuta Majelis Hakim, dibuat dalam bentuk tabel/kolom yang terdiri dari kolom,  Nomor, SKPD, Paket Pekerjaan, Pagu, HPS, PP, Apel dan Keterangan yang telah mencantumkan calon pemenang lelang (manten) untuk masing-masing paket pekerjaan.

Beberapa hari kemudian, draft ploting paket pekerjaan tersebut dipaparkan oleh Muhammad Agus Fadjar kepada Setiyono di ruang kerja rumah dinas Walikota, yang dihadiri pula oleh Dwi Fitri Nurcahyo dan Edy Trisulo Yudo. Setelah paparan tersebut, Setiyono banyak memberikan koreksi mengenai perusahaan mana yang akan menjadi pemenang lelang dari setiap paket pekerjaan dan jatah siapa paket pekerjaan itu, saat itu.

Saat itu juga, Setiyono menyampaikan mengenai commitment fee yang harus dipenuhi oleh pemenang proyek, yaitu bila pembangunan gedung fee-nya sebesar 5% (lima persen) sedangkan untuk plengsengan atau saluran air sebesar 7% (tujuh persen).

“Atas revisi Setiyono, selanjutnya Muhammad Agus Fadjar melakukan 2 (dua) kali perbaikan ploting paket pekerjaan sebelum akhirnya menjadi draft final dan disetujui Setiyono,” kata Majelis Hakim.

Majelis Hakim menjelaskan, draft final ploting paket pekerjaan selanjutnya dicetak (print) dan hasil cetakannya (print out) disampaikan Muhammad Agus Fadjar kepada Setiyono di Rumah Dinas Walikota.  Print out itu berisi ploting paket pekerjaan untuk ; Walikota 1 (Terdakwa),; Walikota 2 (Edy Trisulo Yudo selaku adik Kandung Terdakwa),; Wawali (Raharto Teno Prasetyo),; Wartawan,; Anggota DPRD,; Partai Politik,; Tim sukses sewaktu Terdakwa Setyono ikut Pilkada, yaitu Kaji Yunus,; Kaji,; Kodir dan Kaji Mali,; AKLI (Asosiasi Jasa Kelistrikan),; TANDON (rekanan yang merupakan pilihan Dwi Fitri Nurcahyo dan disetujui Terdakwa),; dan Pihak-pihak lain yang diplotting oleh Terdakwa

“Bahwa saat menyerahkan print out ploting paket pekerjaan, Setiyono meminta Muhammad Agus Fadjar untuk menginformasikan kepada setiap Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), tentang adanya ploting-an paket pekerjaan tersebut. Dan arahan itu dipenuhi oleh Muhammad Agus Fadjar, dengan cara menemui langsung Kepala SKPD-SKPD di lingkungan Pemkot Pasuruan,” kata Majelis Hakim

Majelis Hakim menyatakan, bahwa salah satu paket pekerjaan yang sudah di ploting, adalah Pekerjaan pembangunan PLUT KUMKM pada Dinas Koperasi dan UMKM Kota Pasuruan dengan pagu anggaran senilai Rp2.297.464.000 (dua milyar dua ratus sembilan puluh tujuh juta empat ratus enam puluh empat ribu rupiah), sesuai ploting yang dibuat Setiyono untuk pekerjaan pembangunan PLUT ini masuk paket pekerjaan kelompok “TANDON”, yang dikelola oleh Dwi Fitria Nurcahyo,  dan telah ditentukan calon pemenang lelangnya adalah M. Wongso Kusumo pemilik CV. Sinar Perdana sekaligus sebagai Ketua Gapensi Kota Pasuruan.

Majelis Hakim menjelaskan, bahwa lelang pekerjaan pembangunan PLUT-KUMKM dilakukan oleh Kelompok Kerja (Pokja) II Bagian Layanaan Pengadaan (BLP). Pada tanggal 8 Agustus 2018, Agus Widodo selaku Ketua Pokja II, mengumumkan Paket Belanja Modal Gedung Dan Bangunan Pengembangan PLUT-KUMKM di SPSE (Sistem Pengadaan Secara Elektronik) Kota Pasuruan.

Pada 21 (Dua puluh satu) perusahaan yang mendaftar, namun hanya satu perusahaan yang memasukkan penawaran yakni CV. Sinar Perdana milik M. Wongso Kusumo dengan nilai penawaran Rp2.213.496.000 (dua milyar dua ratus tiga belas juta empat ratus sembilan puluh enam ribu rupiah), namun setelah dilakukan evaluasi penawaran berupa evaluasi teknis,  temyata yakni CV. Sinar Perdana tidak memenuhi persyaratan teknis personil inti, sehingga menyebabkan lelang tersebut gagal.

Pada tanggal 20 Agustus 2018, Njoman Swasti selaku Kepala BLP, dan Siti Amini selaku Kepala Dinas Koperasi dan UMKM menghadap Walikota Setiyono untuk melaporkan gagalnya lelang pekerjaan pembangunan PLUT-KUMKM. Saat itu Setiyono  menanyakan,  kemungkinan dilakukan lelang ulang serta meminta Njoman Swasti dan Siti Amini untuk berkoordinasi dengan Dwi Fitria Nurcahyo terkait teknis lelang ulang pekerjaan pembangunan PLUT-KUMKM.

Kemudian siang harinya dilakukan pertemuan kembali di ruang Walikota, antara Setiyono  bersama Njoman Swasti, Siti Amini dan Dwi Fitria Nurcahyo. Saat itu Setiyono  bertanya kepada Dwi Fitria Nurcahyo, apakah pekerjaan pembangunan PLUT-KUMKM dapat dilaksanakan dalam sisa waktu 90 (sembilan puluh) hari kalender, dan dijawab oleh Dwi Fitria Nurcahyo bisa. Sehingg Walikota Setiyono meminta agar paket pekerjaan PLUT-KUMKM dilakukan lelang ulang dan meminta Dwi Fitria Nurcahyo mencari back up perusahaan, sehingga lelang bisa diikuti minimal oleh 2 (perusahaan).
Kemudian Dwi Fitria Nurcahyo menghubungi SUPAAT (Almarhum) untuk mencari perusahaan back up peserta lelang proyek pembangunan PLUT-KUMKM. Saat itu SUPAAT merekomendasikan perusahaan Terdakwa. Lalu keesokan harinya, Dwi Fitria Nurcahyo mengajak Wahyu Tri Hardianto dan Roby Abdulochman yang keduanya merupakan orang kepercayaan Dwi Fitria Nurcahyo untuk menemui Supaat dirumahnya.

Saat itu SUPAAT menghubungi Terdakwa melalui telepon yang intinya, menyampaikan adanya pekerjaan pembangunan PLUT-KUMKM, dan SUPAAT juga menjelaskan kondisi lelang pertama yang gagal karena perusahaan milik M. Wongso Kusumo tidak lengkap dokumen penawarannya. Pada saat itu SUPAAT bertanya, berapa yang harus disisihkan. Dan Dwi Fitria Nurcahyo menjelaskan, bahwa untuk “Kanjengnya” atau Walikota SETIYONO disisihkan 5% (lima persen), serta Dwi Fitria Nurcahyo juga berpesan supaya Terdakwa dan SUPAAT tidak melupakan Wahyu Tri Hardianto dan Roby Abdulochman yang membantu proses pembuatan penawaran.

Pada tanggal 21 Agustus 2018, sesuai dengan petunjuk Walikota Setiyono, selanjutnya Siti Amini membuat surat pengantar untuk dilakukan lelang ulang terhadap pekerjaan pembangunan PLUT-KUMKM. Dan di hari yang sama, Pokja II BLP Kota Pasuruan mengumumkan lelang ulang tersebut.

Pada tanggal 22 Agustus 2018, Terdakwa berkomunikasi dengan Dwi Fitria Nurcahyo, dan membicarakan masalah dokumen lelang. Saat itu juga Dwi Fitria Nurcahyo menyampaikan perihal commitment fee sebesar 5% (lima persen) untuk “juragan" atau Walikota Setiyono, dan disanggupi oleh Terdakwa. Kemudian Terdakwa dan ayahnya yakni Hud Muhdlor berkoordinasi dengan Dwi Fitria Nurcahyo terkait teknis lelang ulang pekerjaan pembangunan PLUT-KUMKM.

Kemudian siang harinya dilakukan pertemuan kembali di ruang walikota antara Setiyono bersama Njoman Swasti, Siti Amini dan Dwi Fitria Nurcahyo. Dalam pertemuan itu  Setiyono  bertanya kepada Dwi Fitria Nurcahyo, apakah pekerjaan pembangunan PLUT-KUMKM dapat dilaksanakan dalam sisa waktu 90 (sembilan puluh) hari kalender, dan dijawab Dwi Fitria Nurcahyo bisa. Kemudian Walikota Setiyono meminta agar paket pekerjaan PLUT-KUMKM dilakukan lelang ulang, dan meminta Dwi Fitria Nurcahyo mencari back up perusahaan sehingga lelang bisa diikuti minimal oleh 2 (perusahaan).

Kemudian Dwi Fitria Nurcahyo menghubungi SUPAAT (Almarhum) untuk mencari perusahaan back up peserta lelang proyek pembangunan PLUT-KUMKM, saat itu Supaat merekomendasikan perusahaan Terdakwa, lalu keesokan harinya Dwi Fitria Nurcahyo mengajak Wahyu Tri Hardianto dan Roby Abudlrochman yang keduanya merupakan orang kepercayaan Dwi Fitria Nurcahyo untuk menemui Supaat dirumahnya, ketika itu Supaat menghubungi Terdakwa melalui telepon yang intinya menyampaikan adanya pekerjaan pembangunan PLUT-KUMKM dan Supaat juga menjelaskan kondisi lelang pertama yang gagal karena perusahaan milik M. Wongso Kusumo tidak lengkap dokumen penawarannya, pada saat itu Supaat bertanya berapa yang harus disisihkan dan Dwi Fitria Nurcahyo menjelaskan bahwa untuk “Kanjengnya” atau Walikota Nurcahyo disisihkan 5% (lima persen) serta Dwi Fitria Nurcahyo  juga berpesan supaya Terdakwa dan SUPAAT tidak melupakan Wahyu Tri Hardiyanto dan Roby Abdulrochman yang membantu proses pembuatan penawaran.

“Pada tanggal 21 Agustus 2018, sesuai dengan petunjuk Walikota Setiyono, selanjutnya Siti Amini membuat surat pengantar untuk dilakukan lelang ulang terhadap pekerjaan pembangunan PLUT-KUMKM dan di hari yang sama Pokja II BLP Kota Pasuruan mengumumkan lelang ulang tersebut,” ujar Majelis Hakim.

Pada tanggal 22 Agustus 2018, Terdakwa berkomunikasi dengan Dwi Fitria Nurcahyo dan membicarakan masalah dokumen lelang, saat itu juga Dwi Fitria Nurcahyo menyampaikan perihal commitment fee sebesar 5% (lima persen) untuk “juragan" atau Walikota Setiyono dan disanggupi oleh Terdakwa. Kemudian Terdakwa dan ayahnya yakni Hud Muhdlor menemui Dwi Fitria Nurcahyo di rumahnya untuk membahas teknis lelang ulang pekerjaan pembangunan PLUT-KUMKM, saat itu Terdakwa juga sudah mengetahui telah menjadi "manten” (kandidat pemenang lelang).

Selanjutnya, kepastian Terdakwa menjadi manten (pemenang) pekerjaan pembangunan PLUT-KUMKM disampaikan oleh Dwi Fitria Nurcahyo kepada Wahyu Tri Hardiyanto. Hari itu juga Wahyu Tri Hardiyanto menelpon Terdakwa, dan meminta Terdakwa untuk mengirimkan uang sebesar Rp20.000.000 (dua puluh juta rupiah) untuk Pokja II BLP yang melaksanakan lelang pekerjaan Pembangunan PLUT-KUMKM.

Pada tanggal 24 Agustus 2018, Terdakwa melalui M-banking men-transfer uang sebesar Rp20.000.000 (dua puluh juta rupiah) ke rekening BCA Nomor 08910229704 a.n Wahyu Tri Hardiyanto. kemudian uang itu diserahkan oleh Wahyu Tri Hardiyanto kepada Dwi Fitri Nurcahyo untuk diberikan kepada Wakhudi Hidayat selaku Kepala Sub Bagian (Kasubag) Pengendalian BLP. Oleh Wahyudi Hidayat disarankan kepada Edy Trisulo Yudo yang merupakan adik Walikota Setiyono untuk membantu Dwi Fitri Nurcahyo.

Selanjutnya Dwi Fitri Nurcahyomenyampaikan kepada Wakhudi Hidayat, bahwa manten pekerjaan pembangunan PLUT-KUMKM berubah, yang awalnya CV. Sinar Perdana milik M. Wongso Kusumo menjadi perusahaan yang diajukan Terdakwa yaitu CV. Mahadir. Untuk itu Wakhudi Hidayat bersama Dwi Fitri Nurcahyo dan Wahyu Tri Hardiyanto membantu melengkapi kekurangan syarat-syarat lelang CV. Mahadir yang diajukan Terdakwa.

“Kemudian Wakhudi Hidayat juga membagi uang yang diterima dari Terdakwa dengan anggota Pokja II yang melaksanakan lelang pekerjaan pembangunan PLUT-KUMKM,” ucap Majelis Hakim

Pada Tanggal 27 agustus 2018, dibuka pendaftaran lelang ulang pekerjaan pembangunan PLUT-KUMKM dengan peserta sebanyak 28 (dua puluh delapan) perusahaan termasuk CV. Mahadir  yang diajukan Terdakwa, dan yang memasukkan penawaran hanya 2 (dua) perusahaan yaitu CV. Sinar Perdana dengan nilai penawaran Rp2.213.496.000 (dua milyar dua ratus tiga belas juta empat ratus sembilan puluh enam ribu rupiah), dan CV. Mahadir dengan nilai penawaran Rp2.210.429.000 (dua milyar dua ratus sepuluh juta empat ratus dua puluh sembilan ribu rupiah), namun saat dilakukan evaluasi teknis hanya CV. Mahadir yang lulus persyaratan teknis. Sehingga pada tanggal 4 September 2018, CV. Mahadir diumumkan sebagai pemenang lelang pekerjaan pembangunan PLUT-KUMKM.

Pada tanggal 5 September 2018, karena CV. Mahadir telah ditetapkan sebagai pemenang lelang, terdakwa dihubungi oleh Supaat untuk menanyakan commitmen fee, dan Terdakwa menyampaikan feenya sebesar 5% (lima persen) dan akan dikirimkan pada hari jumat tanggal 7 September 2018 sesuai janjinya.

Pada tanggal 7 September 2018, Terdakwa melakukan setor tunai sebesar Rp115.000.000 (seratus lima belas juta rupiah) dari BCA Kantor Cabang Pembantu (KCP) Singosari Malang ke rekening Bank BCA milik Supaat dengan Nomor 0891003489. Terdakwa mengetahui bahwa uang fee itu untuk Walikota Setiyono.

Bahwa setelah Terdakwa mengirimkan uang fee ke rekening Supaat, selanjutnya Supaat memberitahukan ke Wahyu Tri Hardiyanto, yang kemudian disampaikan pula kepada Dwi Fitri Nurcahyo, mengetahui uang fee telah dikirimkan, lalu Dwi Fitri Nurcahyo mengajak Wahyu Tri Hardiyanto dan Roby Abdulrochman untuk mengambil uang fee tersebut ke rumah Supaat. Akan tetapi uang fee tersebut tidak jadi diambil hari itu karena Supaat sedang sakit keras.
“Bahwa sejak tanggal 10 September 2018, Dwi Fitri Nurcahyo menjadi Pelaksana Harian (Plh) Kepala Dinas PUPR Kota Pasuruan, karena Mohammad Agus Fadjar selaku Kepala Dinas PUPR deflnitif dalam keadaan sakit dan harus dirawat di rumah sakit,” pungkas Majelis Hakim

Pada tanggal 17 September 2018, dilaksanakan penandatanganan Surat Perjanjian antara Susilo Rifai selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Dinas Koperasi dan UMKM Kota Pasuruan dengan Hud Muhdlor selaku Direktur CV Mahadir untuk pekerjaan Pengembangan PLUT-KUMKM, dengan No Kontrak 600/1320/423.111/2018 dengan nilai kontrak sebesar Rp2.195.813.000 (dua milyar seratus sembilan puluh lima juta delapan ratus tiga belas ribu rupiah).

Pada tanggal 24 September 2018, Supaat meninggal dunia, dan ATM beserta buku tabungan yang berisi uang fee dari Terdakwa dipegang oleh istri Supaat yakni Novita Asiastuti, lalu pada tanggal 3 Oktober 2018, Wahyu Tri Hardiyanto bersama dengan Roby Abdulrochman menemui Novita Asiastuti. Kemudian Novita Asiastuti memberikan kartu ATM rekening BCA atas nama Supaat yang didalamnya tersisa uang sebesar Rp106.000.000 (seratus enam juta rupiah) karena ada yang terpakai untuk biaya pengobatan Supaat selama sakit.

Kemudian Wahyu Tri Hardiyanto melaporkannya kepada Dwi Fitri Nurcahyo, lalu Dwi Fitri Nurcahyo memerintahkan agar uang tersebut ditarik tunai dan dipindahbukukan ke rekening Wahyu Tri Hardiyanto untuk kemudian diberikan kepada Walikota Setiyono  melalui Hendriyanto Heru Prabowo alias Hendrik selaku keponakan Walikota Setiyono.

Bahwa atas perintah Dwi Fitri Nurcahyo, selanjutnya Wahyu Tri Hardiyanto membawa ATM tersebut untuk ditarik tunai, dan sebagian di pindahbukukan ke rekening Wahyu Tri Hardiyanto.

“Pada saat akan diserahkan kepada Setiyono melalui Hendriyanto Heru Prabowo alias Hendrik, Wahyu Tri Hardiyanto ditangkap oleh petugas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK),” ujar Majelis Hakim

Sehingga menurut Majelis Hakim, bahwa perbuatan Terdakwa Muhammad Baqir memberikan sesuatu berupa uang sebesar Rp115.000.000 (seratus lima belas juta rupiah) kepada Setiyono selaku Walikota Pasuruan, bertentangan dengan kewajiban Setiyono selaku Penyelenggara Negara sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 5 angka 4 dan angka 6 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme yaitu ; “Setiap Penyelenggara Negara memiliki kewajiban untuk tidak melakukan perbuatan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme serta melaksanakan tugas dengan penuh rasa tanggung jawab dan tidak melakukan perbuatan tercela, tanpa pamrih baik untuk kepentingan pribadi, keluarga, kroni, maupun kelompok, dan tidak mengharapkan imbalan dalam bentuk apapun yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundanga undangan yang berlaku".

Majelis Hakim mengatakan, bahwa perbuatan Terdakwa juga bertentangan dengan ketentuan Pasal 6 huruf h Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah terakhir dirubah dengan perubahan keempat yaitu Perpres Nomor 4 Tahun 2015 yaitu “para pihak yang terkait dalam pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa harus mematuhi etika untuk tidak menerima, tidak menawarkan atau tidak menjanjikan untuk memberi atau menerima hadiah, imbalan, komisi, rabat dan berupa apa saja dari atau kepada siapapun yang diketahui atau patut diduga berkaitan dengan Pengadaan Barang/Jasa”.

Dari urain faka hukum yang terungkap dalam persidangan, kata Majelis Hakim melanjutkan,  bahwa perubuatan terdakwa Muhammad Baqir merupakan tindak pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 5 ayat (1) humf  b Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Kompsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Sehingga terdakwa haruslah di hukum dengan hukuman yang setimpal dengan perbuatan terdakwa. Majelis Hakim sependapat dengan Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi, dan tidak sependapat dengan Pembelaan dari terdakwa.

“Mengadili ; Menyatakan terdakwa Muhammad Baqir terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum melakukan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana dalam dakwaa pertama melanggar Pasal 5 ayat (1) humf  b Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Kompsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi ; Menghukum terdakwa Muhammad Baqir dengan hukuman pidana penjara selama 2 (dua) tahun, denda sebesar Rp50 juta  subsidiair 2 (dua) bulan kurungan,” ucap Ketua Majelis Hakum I Wayan Sosiawan.

Atas putusan Majelis Hamim, terdakwa maupun PU KKP menyiakan pikir. “Kami pikir Yang Mulia,” jawab PU KPK. (Rd1)

Posting Komentar

Tulias alamat email :

 
Top