#Terdakwa Mulyanto Dituntut lebih tinggi dari 9 rekannya, yakni dengan pidana penjara 6 tahun karena berusaha menekan Imam Fauzi (terpidana) pada saat saksi di persidangan hingga merasa ketakutan#
beritakorupsi.co - Rabu, 13 Maret 2019, Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia (KPK RI), menuntut dengan pidana penjara antara 4 hingga 6 tahun terhadap 10 terdakwa dari total 41 orang selaku anggota DPRD Kota Malang Periode 2014 - 2019, karena menerima gratifikasi/hadiah saat pembahasan APBD (murni) Tahun Anggaran (TA) 2015 pada Nopember - Desember 2014, dan juga menerima uang suap dengan istilah “Pokir” dari Wali Kota Malang Moch. Anton (sudah divonis) melalui Ketua DPRD Kota Malang (Moch. Arif Wicaksono (juga sudah divonis), saat pembahasan Perubahan APBD Kota Malang Tahun Anggaran (TA) 2015 pada Juni - Juli 2015, yang totalnya sebesar Rp6.5 miliyar.
Dalam kasus ini, KPK telah menyeret 2 (dua) orang tersangka/terdakwa selaku pemberi suap, yaitu Jarot Edy Sulistiyono selaku Kepala Dinas PUPR dan Moch. Anton selaku Wali Kota Kota Mala. Keduanya dijerat Pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi
Yang menjadi pertanyaan para terdakwa/terpidana dan masyarakat kepada KPK adalah, mantan Sekda Kota Malang yang saat ini menjabat sebagai Kepala Dinas Cipta Karya Pemprov Jatim, dan Teddy Soejadi Soemarma, selaku Kepala Bidang Dinas PUPR Kota Malang.
Karena kedua orang ini, “selamat dari tangan” KPK. Pada hal, kedua orang inilah (Cipto dan Teddy) yang tau persis dari mana lembaran-lembaran uang rupiah untuk “Pokir” itu terkumpul hingga Rp900 juta. Selain itu, Rp200 juta dari jumlah Rp900 juta itu diserahkan Teddy ke Cipto, dan Rp700 juta lagi diantarkan Teddy ke Moch. Arif Wicaksono yang dibagi dalam 2 bagian, masing-masing Rp600 juta dan Rp100 juta Khusus bagiannya Ketua DPRD.
Tujuan dari permintaan dan pemberian uang Pokir dengan alasan uang THR (tunjuangan hari raya) oleh Legislator kepada Eksekutif adalah, supaya pembahasan Perubahan APBD Kota Malang TA 2015 yang diajukan oleh Pemkot Malang menjelang Hari Raya Idul Fitri pada Juni - Juli 2015 dapat dipercepat dan disetujui oleh pihak legislator.
Permintaan itupun direspon oleh Wali Kota Malang Moch. Anton dengan memerintahkan Sekda Cipto Wiyono untuk melaksanakannya dengan harapan, pembahasan Perubahan APBD Kota Malang TA 2015 untuk anggaran sejumlah proyek multiyears (tahun jamak), di antaranya proyek drainase dan Islamic Center yang tengah dalam proses pembangunan dapat dipercepat dan disetujui.
Hasilnya memang sama-sama memuaskan, anggota DPRD dapat duit, dan Pemkot Malang pun puas karena disetuinya Perubahan APBD Kota Malang TA 2015 yang hanya berlangsung 2 minggu, seharusnya berlangsung 4 minggu lebih sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri.
Ternyata “Nikmat membawa sengsara”. Lembaga anti rausuah ini menelisik adanya yang tidak beres dalam pembahasan Perubahan APBD Kota Malang TA 2015. Dalam penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan oleh KPK sejak 2017, ternyata yang bermasalah tidak hanya dalam pembahasan Perubahan APBD melainkan pada saat pembahasan APBD murni yang berlangsung pada akhir tahun 2014.
Mimpi indah menjadi mimpi buruk bagi seluruh anggota legislator Kota Malang dan Wali Kota Malang. Sercara bertahap KPK memasukkan kepenjara, yang terlebih dahulu adalah Kepala Dinas PUPR Kota Malang Jarot Eddy Sulistiyono, kemudian menyusul Ketua DPRD Kota Malang Moch. Arif Wicaksono, lalu Moch. Anton yang saat itu mencalonkan sebagai Wali Kota Malang periode 2018 - 2023. Selanjutnya menyusul 18 anggota Dewan. Dan terakhir 22 anggota Dewan lainnya.
Dan penerima suap serta Gratifikasi/Hadiah dalam kasus ini adalah seluruh anggota DPRD Kota Malang periode 2014 - 2019. Dan KPK telah menyeret 41 dari 45 jumlah anggota DPRD Kota Malang periode 2014 - 2019 secara bertahap menjadi tersangka/terdakwa. Yang tersisa dan belum dijadikan sebagai tersangka ada 3 (tiga) orang, yaitu Ec.RB. Priyatmoko Oetomo (F-PDIP), Tutut Hariyani (F-PDIP) dan Subur Triono (F-PAN).
Dan dari 41 orang terdakwa itu, 19 orang diantaranya sudah berstatus terpidana, yaitu 1. Moch. Arif Wicaksono (Ketua DPRD dari Fraksi PDIP),; 2. Sulik Lestyowati (Ketua Komisi A/Demokrat),; 3. Abd. Hakim (Ketua Komis B/PDIP),; 4. Bambang Sumarto (Ketua Komisi C/Golkar),; 5. Imam Fauzi (Ketua Komisi D/PKB),; 6. Syaiful Rusdi (Fraksi PAN),; 7.Tri Yudiani (Fraksi PDIP),; 8. Rahayu Sugiarti (Wakil Ketua/Partai Golkar),; 9. Ya’quban Ananda Gudban (Ketua Fraksi Hanura-PKS),; 10. Hery Subiantono (Ketua Fraksi Demokrat),; 11. Heri Pudji Utami (Ketua Fraksi PPP-Nasdem),; 12. Abdul Rahman (Fraksi PKB),; 13. Sukarno (Ketua Fraksi Golkar),; 14. Sprapto (Ketua Fraksi PDIP),; 15. Sahrawi (Ketua Fraksi PKB),; 16. Mohan Katelu (Ketua Fraksi PAN),; 17. Slamet (Ketua Fraksi Gerindra),; 18 H.M. Zainuddin AS (Wakil Ketua/PKB) dan 19. Wiwik Hendri Astuti (Wakil Ketua/Partai Demokrat).
Ke- 19 terpidana ini, dijerat dengan Pasal 12 huruf a dan Pasal 12 huruf B Undang-undang Tindak Pidana Korupsi Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP juncto pasal 65 ayat (1) KUHP
Dalam kasus ini, KPK telah menyeret 2 (dua) orang tersangka/terdakwa selaku pemberi suap, yaitu Jarot Edy Sulistiyono selaku Kepala Dinas PUPR dan Moch. Anton selaku Wali Kota Kota Mala. Keduanya dijerat Pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi
Yang menjadi pertanyaan para terdakwa/terpidana dan masyarakat kepada KPK adalah, mantan Sekda Kota Malang yang saat ini menjabat sebagai Kepala Dinas Cipta Karya Pemprov Jatim, dan Teddy Soejadi Soemarma, selaku Kepala Bidang Dinas PUPR Kota Malang.
Karena kedua orang ini, “selamat dari tangan” KPK. Pada hal, kedua orang inilah (Cipto dan Teddy) yang tau persis dari mana lembaran-lembaran uang rupiah untuk “Pokir” itu terkumpul hingga Rp900 juta. Selain itu, Rp200 juta dari jumlah Rp900 juta itu diserahkan Teddy ke Cipto, dan Rp700 juta lagi diantarkan Teddy ke Moch. Arif Wicaksono yang dibagi dalam 2 bagian, masing-masing Rp600 juta dan Rp100 juta Khusus bagiannya Ketua DPRD.
Tujuan dari permintaan dan pemberian uang Pokir dengan alasan uang THR (tunjuangan hari raya) oleh Legislator kepada Eksekutif adalah, supaya pembahasan Perubahan APBD Kota Malang TA 2015 yang diajukan oleh Pemkot Malang menjelang Hari Raya Idul Fitri pada Juni - Juli 2015 dapat dipercepat dan disetujui oleh pihak legislator.
Permintaan itupun direspon oleh Wali Kota Malang Moch. Anton dengan memerintahkan Sekda Cipto Wiyono untuk melaksanakannya dengan harapan, pembahasan Perubahan APBD Kota Malang TA 2015 untuk anggaran sejumlah proyek multiyears (tahun jamak), di antaranya proyek drainase dan Islamic Center yang tengah dalam proses pembangunan dapat dipercepat dan disetujui.
Hasilnya memang sama-sama memuaskan, anggota DPRD dapat duit, dan Pemkot Malang pun puas karena disetuinya Perubahan APBD Kota Malang TA 2015 yang hanya berlangsung 2 minggu, seharusnya berlangsung 4 minggu lebih sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri.
Ternyata “Nikmat membawa sengsara”. Lembaga anti rausuah ini menelisik adanya yang tidak beres dalam pembahasan Perubahan APBD Kota Malang TA 2015. Dalam penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan oleh KPK sejak 2017, ternyata yang bermasalah tidak hanya dalam pembahasan Perubahan APBD melainkan pada saat pembahasan APBD murni yang berlangsung pada akhir tahun 2014.
Mimpi indah menjadi mimpi buruk bagi seluruh anggota legislator Kota Malang dan Wali Kota Malang. Sercara bertahap KPK memasukkan kepenjara, yang terlebih dahulu adalah Kepala Dinas PUPR Kota Malang Jarot Eddy Sulistiyono, kemudian menyusul Ketua DPRD Kota Malang Moch. Arif Wicaksono, lalu Moch. Anton yang saat itu mencalonkan sebagai Wali Kota Malang periode 2018 - 2023. Selanjutnya menyusul 18 anggota Dewan. Dan terakhir 22 anggota Dewan lainnya.
Dan penerima suap serta Gratifikasi/Hadiah dalam kasus ini adalah seluruh anggota DPRD Kota Malang periode 2014 - 2019. Dan KPK telah menyeret 41 dari 45 jumlah anggota DPRD Kota Malang periode 2014 - 2019 secara bertahap menjadi tersangka/terdakwa. Yang tersisa dan belum dijadikan sebagai tersangka ada 3 (tiga) orang, yaitu Ec.RB. Priyatmoko Oetomo (F-PDIP), Tutut Hariyani (F-PDIP) dan Subur Triono (F-PAN).
Dan dari 41 orang terdakwa itu, 19 orang diantaranya sudah berstatus terpidana, yaitu 1. Moch. Arif Wicaksono (Ketua DPRD dari Fraksi PDIP),; 2. Sulik Lestyowati (Ketua Komisi A/Demokrat),; 3. Abd. Hakim (Ketua Komis B/PDIP),; 4. Bambang Sumarto (Ketua Komisi C/Golkar),; 5. Imam Fauzi (Ketua Komisi D/PKB),; 6. Syaiful Rusdi (Fraksi PAN),; 7.Tri Yudiani (Fraksi PDIP),; 8. Rahayu Sugiarti (Wakil Ketua/Partai Golkar),; 9. Ya’quban Ananda Gudban (Ketua Fraksi Hanura-PKS),; 10. Hery Subiantono (Ketua Fraksi Demokrat),; 11. Heri Pudji Utami (Ketua Fraksi PPP-Nasdem),; 12. Abdul Rahman (Fraksi PKB),; 13. Sukarno (Ketua Fraksi Golkar),; 14. Sprapto (Ketua Fraksi PDIP),; 15. Sahrawi (Ketua Fraksi PKB),; 16. Mohan Katelu (Ketua Fraksi PAN),; 17. Slamet (Ketua Fraksi Gerindra),; 18 H.M. Zainuddin AS (Wakil Ketua/PKB) dan 19. Wiwik Hendri Astuti (Wakil Ketua/Partai Demokrat).
Ke- 19 terpidana ini, dijerat dengan Pasal 12 huruf a dan Pasal 12 huruf B Undang-undang Tindak Pidana Korupsi Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP juncto pasal 65 ayat (1) KUHP
Sedangkan yang 22 orang anggota Dewan lainnya juga sudah diadili saat sebagai terdakwa penerima Suap dan Gratifikasi, dan dijerat dengan Pasal yang sama, yaitu Pasal 12 huruf a dan Pasal 12 huruf B Undang-undang Tindak Pidana Korupsi Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP juncto pasal 65 ayat (1) KUHP.
Dari 22 terdakwa, dibagi 2 perkara masing-masing 10 dan 12 terdakwa. Kemudian dari 10 terdakwa dibagi 2 perkara dengan masing-masing 5 terdakwa yang saat ini dituntut pidana penjara, yaitu Arief Hermanto (PDIP),; Teguh Mulyono (PDIP),; Mulyanto (PKB),; Choeroel Anwar (GOLKAR) dan Suparno (GERINDRA). Serta 5 terdakwa lainnya antara lain Erni Farida (PDIP),; Sony Yudiarto (DEMOKRAT),; Harun Prasojo (PAN),; Teguh Puji Wahyono (GERINDRA) dan Choirul Amri (PKS).
Sedangkan 12 terdakwa dibagi 3 perkara masing-masing 6, 5 dan 1 terdakwa yang masih menunggu giliran tuntutan pidana penjara dari Jaksa KPK.
Sementara dalam persidangan yang berlangsung (Rabu, 13 Maret 2019) adalah agenda pembacaan surat tuntutan oleh Tim JPU KPK Burhanudin, Arif Suhermanto, Andi Kurniawan dan Dameria Silaban terhadap 10 terdakwa (Arief Hermanto, Teguh Mulyono, Mulyanto, Choeroel Anwar, Suparno, Farida, Sony Yudiarto, Harun Prasojo, Teguh Puji Wahyono dan Choirul Amri) diruang sidang Candra Pengadilan Tipikor Surabaya Jalan Raya Juanda Sidoarjo, Jawa Timur dengan Ketua Majelis Hakim Cokorda Gedearthana., SH., MH dengan dibantu 2 (dua) Hakim Anggota (Ad Hoc) Samhadi., SH., MH dan Dr. Lufsiana, sementara para terdakwa didampingi Penasehat Hukum (PH)-nya masing-masing.
JPU KPK Burhanudin menjelaskan, bahwa Terdakwa Arief Hermanto, Teguh Mulyono, Mulyanto, Choeroel Anwar, Suparno Hadiwibowo dan terdakwa Erni Farida, Sony Yudiarto, Harun Prasojo, Teguh Puji Wahyono serta terdakwa Choirul Amri dianggap bersalah melakukan Tindak Pidana secara bersama - sama sebagaimana diatur dan diancam dalam Pasal 12 huruf a dan Pasal 12 huruf B Undang-Undang RI Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31 tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi jonckto pasal 55 ayat (1) ke- 1 KUHPidana.
Para terdakwa ini didakwa telah menerima suap dan gratifikasi pada saat Pemkot Malang (Eksekutif) mengajukan pembahasan Perubahan APBD Kota Malang TA 2015 kepada Legislatif (DPRD Kota Malang) pada Juni 2015 lalu dan pada saat pembahasan APBD murni.
Saat itu pihak DPRD Kota Malang melalui Ketua DPRD Kota Malang Moch. Arif Wicaksono, meminta uang pokir dan uang Sampah kepada Wali Kota Malang, Moch. Anton, agar pembahasan Perubahan APBD berjalan lancar dan tidak ada hambatan dari seluruh anggota DPRD Kota Malang.
Dari 10 terdakwa ini, Mulyanto dituntut pidana penjara lebih tinggi dari 9 rakannya, yaitu dengan pidana penjara selama 6 tahun, denda Rp 200 juta subsider 2 bulan kurungan dan mengembalikan uang suap dan gratifikasi yang diterima terdakwa Mulyanto.
Alasan JPU KPK dalam surat tuntutannya, karena terdakwa Mulyanto menekan Imam Fazi pada saat sebagai saksi, hingga Imam Fazi merasa ketakutan seusai memberi kesaksian dihadapan Majelis Hakim, dan kemudian menyurtai KPK agar dihadirkan kembali sebagai saksi.
Sedangkan terdakwa Arief Hermanto dituntut pidana penjara selama 4 tahun 3 bulan. Kemudian terdakwa Teguh Mulyono, dituntut pidana penjara 4 tahun 6 bulan. Untuk terdakwa Choeroel Anwar, dituntut pidana penjara selama 4 tahun 3 bulan. Selanjutnya terdakwa Suparno Hadi Wibowo dituntut pidana penjara 4 tahun 6 bulan.
Kemudian terdakwa Erni Farida, dituntut pidana penjara 4 tahun 3 bulan. Untuk terdakwa Soni Yudiarto, dituntut pidana penjara selama 5 tahun. Selanjutnya terdakwa Harun Prasojo, dituntut pidana penjara 4 tahun 3 bulan.
Dari 22 terdakwa, dibagi 2 perkara masing-masing 10 dan 12 terdakwa. Kemudian dari 10 terdakwa dibagi 2 perkara dengan masing-masing 5 terdakwa yang saat ini dituntut pidana penjara, yaitu Arief Hermanto (PDIP),; Teguh Mulyono (PDIP),; Mulyanto (PKB),; Choeroel Anwar (GOLKAR) dan Suparno (GERINDRA). Serta 5 terdakwa lainnya antara lain Erni Farida (PDIP),; Sony Yudiarto (DEMOKRAT),; Harun Prasojo (PAN),; Teguh Puji Wahyono (GERINDRA) dan Choirul Amri (PKS).
Sedangkan 12 terdakwa dibagi 3 perkara masing-masing 6, 5 dan 1 terdakwa yang masih menunggu giliran tuntutan pidana penjara dari Jaksa KPK.
Sementara dalam persidangan yang berlangsung (Rabu, 13 Maret 2019) adalah agenda pembacaan surat tuntutan oleh Tim JPU KPK Burhanudin, Arif Suhermanto, Andi Kurniawan dan Dameria Silaban terhadap 10 terdakwa (Arief Hermanto, Teguh Mulyono, Mulyanto, Choeroel Anwar, Suparno, Farida, Sony Yudiarto, Harun Prasojo, Teguh Puji Wahyono dan Choirul Amri) diruang sidang Candra Pengadilan Tipikor Surabaya Jalan Raya Juanda Sidoarjo, Jawa Timur dengan Ketua Majelis Hakim Cokorda Gedearthana., SH., MH dengan dibantu 2 (dua) Hakim Anggota (Ad Hoc) Samhadi., SH., MH dan Dr. Lufsiana, sementara para terdakwa didampingi Penasehat Hukum (PH)-nya masing-masing.
JPU KPK Burhanudin menjelaskan, bahwa Terdakwa Arief Hermanto, Teguh Mulyono, Mulyanto, Choeroel Anwar, Suparno Hadiwibowo dan terdakwa Erni Farida, Sony Yudiarto, Harun Prasojo, Teguh Puji Wahyono serta terdakwa Choirul Amri dianggap bersalah melakukan Tindak Pidana secara bersama - sama sebagaimana diatur dan diancam dalam Pasal 12 huruf a dan Pasal 12 huruf B Undang-Undang RI Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31 tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi jonckto pasal 55 ayat (1) ke- 1 KUHPidana.
Para terdakwa ini didakwa telah menerima suap dan gratifikasi pada saat Pemkot Malang (Eksekutif) mengajukan pembahasan Perubahan APBD Kota Malang TA 2015 kepada Legislatif (DPRD Kota Malang) pada Juni 2015 lalu dan pada saat pembahasan APBD murni.
Saat itu pihak DPRD Kota Malang melalui Ketua DPRD Kota Malang Moch. Arif Wicaksono, meminta uang pokir dan uang Sampah kepada Wali Kota Malang, Moch. Anton, agar pembahasan Perubahan APBD berjalan lancar dan tidak ada hambatan dari seluruh anggota DPRD Kota Malang.
Dari 10 terdakwa ini, Mulyanto dituntut pidana penjara lebih tinggi dari 9 rakannya, yaitu dengan pidana penjara selama 6 tahun, denda Rp 200 juta subsider 2 bulan kurungan dan mengembalikan uang suap dan gratifikasi yang diterima terdakwa Mulyanto.
Alasan JPU KPK dalam surat tuntutannya, karena terdakwa Mulyanto menekan Imam Fazi pada saat sebagai saksi, hingga Imam Fazi merasa ketakutan seusai memberi kesaksian dihadapan Majelis Hakim, dan kemudian menyurtai KPK agar dihadirkan kembali sebagai saksi.
Sedangkan terdakwa Arief Hermanto dituntut pidana penjara selama 4 tahun 3 bulan. Kemudian terdakwa Teguh Mulyono, dituntut pidana penjara 4 tahun 6 bulan. Untuk terdakwa Choeroel Anwar, dituntut pidana penjara selama 4 tahun 3 bulan. Selanjutnya terdakwa Suparno Hadi Wibowo dituntut pidana penjara 4 tahun 6 bulan.
Kemudian terdakwa Erni Farida, dituntut pidana penjara 4 tahun 3 bulan. Untuk terdakwa Soni Yudiarto, dituntut pidana penjara selama 5 tahun. Selanjutnya terdakwa Harun Prasojo, dituntut pidana penjara 4 tahun 3 bulan.
Untuk terdakwa Teguh Puji Wahyono, dituntut pidana penjara 4 tahun 3 bulan. Terakhir terdakwa Choirul Amri, dituntut pidana penjara 5 tahun.
Selain tuntutan hukuman pidana penjara dan denda serta mengembalikan uang suap, juga masing-masing terdakwa dituntut pidana tambahan berupa pencabutan hak memilih dan dipilih dalam jabatan publik yang diatur oleh Peraturan Pemerintah, yang masing-masing selama 5 tahun setelah selesai menjalani hukuman pokok.
Jaksa KPK menguraikan Pasal yang disangkakan atas para perbuatan para terdakwa dalam surat tuntutannya, yaitu Pasal 12 huruh a terkait penerima uang Pokir (pokok pokok pikiran) sebesar Rp15 juta untuk Ketua (Ketua DPRD, Wakil Ketua, Ketua Fraksi dan Ketu Komisi) dan Rp12.5 juta untuk masing-masing anggota atau sejumlah Rp700 juta, yang dihitung 10 persen dari total Rp9 miliyar anggaran Pokir, dan uang “Sampah” sebesar Rp10 juta untuk masing-masing Ketua dan untuk setiap anggota Rp5 juta atau totalnya sebesar Rp300 juta, yang diterima pada Juni - Juli 2015, saat pembahasan Perubahan APBD Kota Malang TA 2015.
Pasal 12 huruf B, terkait penerimaan duit sebesar Rp125 juta untuk masing-masing Ketua, dan Rp100 juta bagi setiap anggota atau totalnya sebesar Rp5.5 miliyar yang diterima pada sekitar Nopember - Desember 2014 pada saat pembahasan APBD (murni) Kota Malang TA 2015.
JPU KPK Burhanudin mengatakan, bahwa pada tanggal 25 Juni 2015, bertempat di ruang rapat paripurna DPRD Kota Malang, dilakukan Rapat Paripurna I dengan agenda penyampaian sambutan Walikota Malang dalam menghantar Konsep Kesepakatan Bersama antara Pemerintah Kota Malang dengan DPRD Kota Malang tentang Kebijakan Umum Anggaran (KUA) dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (PPAS) Perubahan APBD TA 2015.
Saa itu, ada permintaan uang Pokir oleh pihak legislator yang diwakili Ketua DPRD Moc. Arif Wicaksono ke Wali Kota Moch. Anton. Dan permintaan itu pun direspon oleh sang Wali Kota dengan memerintahkan Cipto Wiyono selaku Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Malang, dari Sekda ke Kepala Dinas PUPPR dan kemudian ke Teddy Sujadi Soemama selaku Kepala Bidang PUPPB Kota Malang untuk melaksanakan permintaan sang Dewan yang terhormat.
JPU KPK menjelaskan awal permintaan uang Pokir oleh legislator ke eksekutif dalam surat tuntutannya, bahwa berawal pada tanggal 6 Juli 2015, sebelum dimulainya rapat paripurna dengan agenda penyampaian pendapat Badan Anggaran (Banggar) DPRD Kota Malang dan pendapat Fraksi-fraksi terhadap Konsep Kesepakatan Bersama antara Pemerintah Kota Malang dan DPRD Kota Malang tentang KUA dan PPAS Perubahan APBD TA 2015, Ketua DPRD Kota Malang Moch. Arief Wicaksono, melakukan pertemuan dengan Walikota Malang Moch. Anton, Wakil Walikota Malang Sutiadji, dan Sekretaris Daerah Kota Malang Cipto Wiyono bertempat di ruangan Ketua DPRD Kota Malang.
Selain tuntutan hukuman pidana penjara dan denda serta mengembalikan uang suap, juga masing-masing terdakwa dituntut pidana tambahan berupa pencabutan hak memilih dan dipilih dalam jabatan publik yang diatur oleh Peraturan Pemerintah, yang masing-masing selama 5 tahun setelah selesai menjalani hukuman pokok.
Jaksa KPK menguraikan Pasal yang disangkakan atas para perbuatan para terdakwa dalam surat tuntutannya, yaitu Pasal 12 huruh a terkait penerima uang Pokir (pokok pokok pikiran) sebesar Rp15 juta untuk Ketua (Ketua DPRD, Wakil Ketua, Ketua Fraksi dan Ketu Komisi) dan Rp12.5 juta untuk masing-masing anggota atau sejumlah Rp700 juta, yang dihitung 10 persen dari total Rp9 miliyar anggaran Pokir, dan uang “Sampah” sebesar Rp10 juta untuk masing-masing Ketua dan untuk setiap anggota Rp5 juta atau totalnya sebesar Rp300 juta, yang diterima pada Juni - Juli 2015, saat pembahasan Perubahan APBD Kota Malang TA 2015.
Pasal 12 huruf B, terkait penerimaan duit sebesar Rp125 juta untuk masing-masing Ketua, dan Rp100 juta bagi setiap anggota atau totalnya sebesar Rp5.5 miliyar yang diterima pada sekitar Nopember - Desember 2014 pada saat pembahasan APBD (murni) Kota Malang TA 2015.
JPU KPK Burhanudin mengatakan, bahwa pada tanggal 25 Juni 2015, bertempat di ruang rapat paripurna DPRD Kota Malang, dilakukan Rapat Paripurna I dengan agenda penyampaian sambutan Walikota Malang dalam menghantar Konsep Kesepakatan Bersama antara Pemerintah Kota Malang dengan DPRD Kota Malang tentang Kebijakan Umum Anggaran (KUA) dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (PPAS) Perubahan APBD TA 2015.
Saa itu, ada permintaan uang Pokir oleh pihak legislator yang diwakili Ketua DPRD Moc. Arif Wicaksono ke Wali Kota Moch. Anton. Dan permintaan itu pun direspon oleh sang Wali Kota dengan memerintahkan Cipto Wiyono selaku Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Malang, dari Sekda ke Kepala Dinas PUPPR dan kemudian ke Teddy Sujadi Soemama selaku Kepala Bidang PUPPB Kota Malang untuk melaksanakan permintaan sang Dewan yang terhormat.
JPU KPK menjelaskan awal permintaan uang Pokir oleh legislator ke eksekutif dalam surat tuntutannya, bahwa berawal pada tanggal 6 Juli 2015, sebelum dimulainya rapat paripurna dengan agenda penyampaian pendapat Badan Anggaran (Banggar) DPRD Kota Malang dan pendapat Fraksi-fraksi terhadap Konsep Kesepakatan Bersama antara Pemerintah Kota Malang dan DPRD Kota Malang tentang KUA dan PPAS Perubahan APBD TA 2015, Ketua DPRD Kota Malang Moch. Arief Wicaksono, melakukan pertemuan dengan Walikota Malang Moch. Anton, Wakil Walikota Malang Sutiadji, dan Sekretaris Daerah Kota Malang Cipto Wiyono bertempat di ruangan Ketua DPRD Kota Malang.
Pada pertemuan tersebut, Moch. Arief Wicaksono meminta kepada Walikota Malang Moch. Anton untuk memberikan uang imbalan fee pembahasan Rancangan Perubahan APBD TA 2015 dengan istilah 'uang pokir' kepada anggota DPRD Kota Malang, agar pembahasan berjalan lancar dan tidak ada halangan dari Anggota DPRD Kota Malang sehingga dapat disetujui.
“Atas permintaan tersebut, Moch Anton menyanggupi dengan memerintahkan Cipto Wiyono untuk menyiapkan 'uang pokir' dimaksud. Setelah pertemuan di ruangan Ketua DPRD tersebut, Moch. Arief Wicaksono membicarakan kembali dengan Moch. Anton secara berdua saja, agar Moch. Anton memenuhi permintaan uang oleh anggota DPRD tersebut, dan Moch Anton menyanggupinya,” kata JPU KPK
JPU KPK menyebutkan, hal itu disampaikan Moch. Arif Wicaksono kepada seluruh anggota DPRD Kota Malang. Selanjutnya Cipto Wiyono meminta Jarot Edy sulistyono untuk memerintahkan Teddy Sujada sumama selaku Kepala Bidang PUPPB Kota Malang untuk menemui dirinya. Setelah Teddy Sujada sumama menghadap, Cipto Wiyono meminta Teddy Sujada sumama agar mengumpulkan uang dari para rekanan atau kontraktor pada Dinas PUPPB Kota Malang sebesar 9p900 juta, yang mana uang sebesar Rp700 juta diserahkan kepada Moch. Arif Wicaksono, dan uang Rp200 juta diserahkan kepada Cipto Wiyono.
Atas permintaan tersebut, Teddy Sujada sumama melaporkannya kepada Jarot Edy Sulistyono, dan diperintahkan untuk melaksanakannya. Setelah uang terkumpul sebesar Rp900 juta, pada tanggal 13 Juli 2015 pagi hari, Teddy Sujada sumama menyerahkan uang pokir kepada Jarot Edy sulistyono di kantor Dinas PUPPB Kota Malang Jalan Bingkil No 1 Kota Malang. Selanjutnya, Jarot Edy Sulistyono melaporkan kepada Cipto Wiyono.
“Pada tanggal 14 Juli 2015 sekitar pukul 13.00 WIB, Moch. Arif Wicaksono menghubungi Cipto Wiyono, meminta realisasi uang pokir untuk anggota DPRD Kota Malang, yang kemudian Cipto Wiyono menyampaikan bahwa uang akan segera diserahkan oleh Jarot Edy sulistyono. Sekitar pukul 14.00 WIB, atas perintah Cipto Wiyono, Jarot Edy Sulistyono menghubungi Moch. Arif Wicaksono, menanyakan ke mana penyerahan uang pokir sebesar Rp700 juta,” ucap JPU KPK
“Kemudian Moch. Arif Wicaksono meminta agar uang Pokir diserahkan di rumah dinasnya Jalan Panji Suroso No 7 Kota Malang dengan terlebih dahulu dipisahkan jatah untuk dirinya sebesar Rp100 juta, dan untuk seluruh anggota DPRD Kota Malang sebesar Rp600 juta dibungkus tersendiri. Kemudian, pada pukul 14.24 WIB, Moch. Arif Wicaksono menyampaikan kepada Bambang Sumarto, bahwa uang pokir dari Moch. Anton akan segera diterima,” ungkap JPU KPK kemudian.
Sekitar pukul 15.00 WIB, Jarot Edy Sulistiyono meminta Teddy Sujadi Soemama untuk menyerahkan uang sebesar Rp700 juta kepada Moch. Arief Wicaksono, dan uang sebesar Rp200 juta kepada Cipto Wiyono. Kemudian Tedy Sujadi Soemama menyerahkan uang sebesar Rp700 juta yang terbungkus dalam kardus kepada Moch. Arief Wicaksono dirumah dinasnya, dan Rp200 juta kepada Cipto Wiyono di rumah dinasnya, namun Cipto Wiyono tidak ada sehingga Teddy Sujadi Soemama menyerahkan uang tersebut melalui staff Cipto Wiyono yang berada dirumah dinas.
JPU KPK menyatakan, bahwa setelah para terdakwa dan anggota DPRD Kota Malang lainnya menerima uang tersebut, proses pembahasan Perubahan APBD Kota Malang TA 2015 berjalan lancar tanpa ada hambatan dari para anggota DPRD Kota Malang. Sehingga pada tanggal 22 Juli 2015, dapat dilaksanakan kegiatan penyampaian Pendapat Akhir Fraksi DPRD Kota Malang terhadap Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) Pembahan APBD TA 2015 yang pada pokoknya, menyetujui Rancangan Perubahan APBD TA 2015 menjadi APBD-P TA 2015 Kota Malang sebagaimana dituangkan dalam Keputusan DPRD Kota Malang Nomor: 188.4/48/35.73.201/2015 tanggal 22 Juli 2015 tentang Persetujuan Penetapan Recangan Peraturan Daerah Kota Malam Tentang Perubahan Anggaran Pendapatan dan Beianja Dumh Tahm Anggaran 2015 yang ditandatangani oleh Moch. Arief Wicaksono selaku Ketua DPRD Kota Malang.
“Atas permintaan tersebut, Moch Anton menyanggupi dengan memerintahkan Cipto Wiyono untuk menyiapkan 'uang pokir' dimaksud. Setelah pertemuan di ruangan Ketua DPRD tersebut, Moch. Arief Wicaksono membicarakan kembali dengan Moch. Anton secara berdua saja, agar Moch. Anton memenuhi permintaan uang oleh anggota DPRD tersebut, dan Moch Anton menyanggupinya,” kata JPU KPK
JPU KPK menyebutkan, hal itu disampaikan Moch. Arif Wicaksono kepada seluruh anggota DPRD Kota Malang. Selanjutnya Cipto Wiyono meminta Jarot Edy sulistyono untuk memerintahkan Teddy Sujada sumama selaku Kepala Bidang PUPPB Kota Malang untuk menemui dirinya. Setelah Teddy Sujada sumama menghadap, Cipto Wiyono meminta Teddy Sujada sumama agar mengumpulkan uang dari para rekanan atau kontraktor pada Dinas PUPPB Kota Malang sebesar 9p900 juta, yang mana uang sebesar Rp700 juta diserahkan kepada Moch. Arif Wicaksono, dan uang Rp200 juta diserahkan kepada Cipto Wiyono.
Atas permintaan tersebut, Teddy Sujada sumama melaporkannya kepada Jarot Edy Sulistyono, dan diperintahkan untuk melaksanakannya. Setelah uang terkumpul sebesar Rp900 juta, pada tanggal 13 Juli 2015 pagi hari, Teddy Sujada sumama menyerahkan uang pokir kepada Jarot Edy sulistyono di kantor Dinas PUPPB Kota Malang Jalan Bingkil No 1 Kota Malang. Selanjutnya, Jarot Edy Sulistyono melaporkan kepada Cipto Wiyono.
“Pada tanggal 14 Juli 2015 sekitar pukul 13.00 WIB, Moch. Arif Wicaksono menghubungi Cipto Wiyono, meminta realisasi uang pokir untuk anggota DPRD Kota Malang, yang kemudian Cipto Wiyono menyampaikan bahwa uang akan segera diserahkan oleh Jarot Edy sulistyono. Sekitar pukul 14.00 WIB, atas perintah Cipto Wiyono, Jarot Edy Sulistyono menghubungi Moch. Arif Wicaksono, menanyakan ke mana penyerahan uang pokir sebesar Rp700 juta,” ucap JPU KPK
“Kemudian Moch. Arif Wicaksono meminta agar uang Pokir diserahkan di rumah dinasnya Jalan Panji Suroso No 7 Kota Malang dengan terlebih dahulu dipisahkan jatah untuk dirinya sebesar Rp100 juta, dan untuk seluruh anggota DPRD Kota Malang sebesar Rp600 juta dibungkus tersendiri. Kemudian, pada pukul 14.24 WIB, Moch. Arif Wicaksono menyampaikan kepada Bambang Sumarto, bahwa uang pokir dari Moch. Anton akan segera diterima,” ungkap JPU KPK kemudian.
Sekitar pukul 15.00 WIB, Jarot Edy Sulistiyono meminta Teddy Sujadi Soemama untuk menyerahkan uang sebesar Rp700 juta kepada Moch. Arief Wicaksono, dan uang sebesar Rp200 juta kepada Cipto Wiyono. Kemudian Tedy Sujadi Soemama menyerahkan uang sebesar Rp700 juta yang terbungkus dalam kardus kepada Moch. Arief Wicaksono dirumah dinasnya, dan Rp200 juta kepada Cipto Wiyono di rumah dinasnya, namun Cipto Wiyono tidak ada sehingga Teddy Sujadi Soemama menyerahkan uang tersebut melalui staff Cipto Wiyono yang berada dirumah dinas.
JPU KPK menyatakan, bahwa setelah para terdakwa dan anggota DPRD Kota Malang lainnya menerima uang tersebut, proses pembahasan Perubahan APBD Kota Malang TA 2015 berjalan lancar tanpa ada hambatan dari para anggota DPRD Kota Malang. Sehingga pada tanggal 22 Juli 2015, dapat dilaksanakan kegiatan penyampaian Pendapat Akhir Fraksi DPRD Kota Malang terhadap Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) Pembahan APBD TA 2015 yang pada pokoknya, menyetujui Rancangan Perubahan APBD TA 2015 menjadi APBD-P TA 2015 Kota Malang sebagaimana dituangkan dalam Keputusan DPRD Kota Malang Nomor: 188.4/48/35.73.201/2015 tanggal 22 Juli 2015 tentang Persetujuan Penetapan Recangan Peraturan Daerah Kota Malam Tentang Perubahan Anggaran Pendapatan dan Beianja Dumh Tahm Anggaran 2015 yang ditandatangani oleh Moch. Arief Wicaksono selaku Ketua DPRD Kota Malang.
Bahwa para terdakwa mengetahui atau patut diduga, bahwa uang tersebut diberikan agar memberikan pemetujuan terhadap usulan Perubahan APBD Pemerintah Kota Malang TA 2015, yang bertentangan dengan kewajiban para terdakwa sebagaimana diatur dalam Pasal 5 angka 4 dan 6 UU RI Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KKN) juncto Pasal 400 ayat (3) UU RI Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD juncto UU RI Nomor 42 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD.
“Perbuatan para terdakwa merupakan tindak pidana, sebagaimana diatur dan diancam pidana menurut Pasal 12 huruf a (atau pasal 11) UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP,” ucap JPU KPK.
Selain menerima uang suap, para terdakwa juga didakwa menerima Gratifikasi
JPU KPK juga menjerat para terdakwa selaku anggota DPRD Kota Malang ini telah menerima gratifikasi berupa uang “sampah” pada saat pembahasan persetujuan pelaksanaan proses Investasi pembangunan dan pengelolaan barang milik daerah Pemerintah Kota Malang berupa tanah yang difungsikan sebagai Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Supit Urang sebesar Rp300 juta, dan penerimaan uang pada tahun 2014 dalam pembahasan APBD Kota Malang TA 2015 sebesar Rp5.5 milliar, yang juga dibagikan keseluruh anggota Dewan.
JPU KPK dalam surat dakwaannya mengungkapkan, bahwa dalam rentang waktu antara bulan September 2014 sampai dengan bulan Juli 2015, bertempat di Kantor DPRD Kota Malang di Jalan Tugu No. 1A Kota Malang, para tendakwa telah menenma uang sebesar Rp5.500.000.000 (Lima milyar Lima ratus juta rupiah) pada saat pembahasan APBD Kota Malang Tahun Anggaan 2015.
Dan uang itupun dibagikan oleh Ketua DPRD Kota Malang Moch. Arief Wicaksono kepada 45 anggota DPRD Kota Malang.
Bahwa para terdakwa sejak menerima uang tersebut di atas, tidak melaporkan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sampai dengan batas waktu 30 (Tiga puluh) hari kerja, sebagaimana yang dipersyaratkan dalam UU RI Nomor 31Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. padahal penerimaan itu tidak ada alasan yang sah menurut hukum.
Bahwa perbuatan para terdakwa, menerima gratifikasi dalam bentuk uang tersebut, haruslah dianggap suap karena berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan kewajiban, atau tugas para terdakwa selaku Penyelenggara Negara, yaitu sebagai anggota DPRD Kota Malang. Hal mana bertentangan dengan kewajiban para terdakwa selaku anggota DPRD Kota Malang periode tahun 2014 2019 sebagaimana ketentuan :
“Perbuatan para terdakwa merupakan tindak pidana, sebagaimana diatur dan diancam pidana menurut Pasal 12 huruf a (atau pasal 11) UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP,” ucap JPU KPK.
Selain menerima uang suap, para terdakwa juga didakwa menerima Gratifikasi
JPU KPK juga menjerat para terdakwa selaku anggota DPRD Kota Malang ini telah menerima gratifikasi berupa uang “sampah” pada saat pembahasan persetujuan pelaksanaan proses Investasi pembangunan dan pengelolaan barang milik daerah Pemerintah Kota Malang berupa tanah yang difungsikan sebagai Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Supit Urang sebesar Rp300 juta, dan penerimaan uang pada tahun 2014 dalam pembahasan APBD Kota Malang TA 2015 sebesar Rp5.5 milliar, yang juga dibagikan keseluruh anggota Dewan.
JPU KPK dalam surat dakwaannya mengungkapkan, bahwa dalam rentang waktu antara bulan September 2014 sampai dengan bulan Juli 2015, bertempat di Kantor DPRD Kota Malang di Jalan Tugu No. 1A Kota Malang, para tendakwa telah menenma uang sebesar Rp5.500.000.000 (Lima milyar Lima ratus juta rupiah) pada saat pembahasan APBD Kota Malang Tahun Anggaan 2015.
Dan uang itupun dibagikan oleh Ketua DPRD Kota Malang Moch. Arief Wicaksono kepada 45 anggota DPRD Kota Malang.
Bahwa para terdakwa sejak menerima uang tersebut di atas, tidak melaporkan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sampai dengan batas waktu 30 (Tiga puluh) hari kerja, sebagaimana yang dipersyaratkan dalam UU RI Nomor 31Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. padahal penerimaan itu tidak ada alasan yang sah menurut hukum.
Bahwa perbuatan para terdakwa, menerima gratifikasi dalam bentuk uang tersebut, haruslah dianggap suap karena berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan kewajiban, atau tugas para terdakwa selaku Penyelenggara Negara, yaitu sebagai anggota DPRD Kota Malang. Hal mana bertentangan dengan kewajiban para terdakwa selaku anggota DPRD Kota Malang periode tahun 2014 2019 sebagaimana ketentuan :
Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih
dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN), pasal 5 angka 4 yang
menyatakan : “Setiap penyelenggara negara berkewajiban untuk tidak
melakukan perbuatan korupsi, kolusi dan nepotisme”. Pasal 5 angka 6
lebih lanjut menyatakan : “Setiap penyelenggara negara berkewajiban
untuk melaksanakan tugas dengan penuh tanggung jawab dan tidak melakukan
perbuatan tercela, tanpa pamrih baik untuk kepentingan pribadi,
keluarga, kroni, maupun kelompok, dan tidak mengharapkan imbalan dalam
bentuk apa pun yang bertentangan dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.”
Pasal 400 ayat (3) UU RI Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD, juncto UU RI Nomor 42 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD yang menyatakan : “Anggota DPRD Kabupaten/Kota dilarang melakukan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN”.
“Perbuatan para terdakwa merupakan Tindak Pidana, sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 12 B UU RI 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP juncto pasal 65 ayat (1) KUHP,” ucap JPU KPK
JPU KPK juga mengatakan, selain para terdakwa dituntut pidana, juga dituntut pidana tambahan berupa pencabutan hak memilih dan dipilih dalam jabatan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah setelah para terdakwa selesai menjalani hukuman. Hal itu untuk menghidari masyarakat dari pemimpin yang terjerat Tindak Pidana Korupsi
“Menuntut : Agar Majelis Hakim Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Surabaya menyatakan bahwa terdakwa Arief Hermanto, Teguh Mulyono, Mulyanto, Choeroel Anwar, Suparno Hadiwibowo dan terdakwa Erni Farida, Sony Yudiarto, Harun Prasojo, Teguh Puji Wahyono serta terdakwa Choirul Amri terbukti bersalah menurut hukum melakukan Tindak Pidana secara bersama - sama sebagaimana diatur dan diancam dalam Pasal 12 huruf a dan Pasal 12 huruf B Undang-Undang RI Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31 tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi jonckto pasal 55 ayat (1) ke- 1 KUHPidana ;
Menghukum terdakwa Mulyanto dengan pidana penjara selama 6 tahun, denda Rp 200 juta subsider 2 bulan kurungan dan mengembalikan uang pengganti yang besarnya SMA dengan yang diterima oleh terdakwa dan sudah dikembalikan sebesar Rp Rp47 juta, sehingga terdakwa harus mengembalikan sebesar Rp70 juta ;
Untuk terdakwa Arief Hermanto, dengan pidana penjara selama 4 tahun 3 bulan, denda 200 juta subsider 2 bulan kurungan dan dituntut untuk mengembalikan uang sebesar Rp117 juta (sudah dkembalikan). Terdakwa Teguh Mulyono, dituntut pidana penjara 4 tahun 6 bulan, denda Rp200 juta subsider 2 bulan kurungan, juga wajib mengembalikan uang sebesar Rp94.5 juta karena sudah dikembalikan baru sebesar Rp23 juta ;
Dan untuk terdakwa Choeroel Anwar, menuntut pidana penjara selama 4 tahun 3 bulan, denda sebesar Rp200 juta subsider 2 bulan kurungan. Dan mengembalikan uang sebesar Rp117 juta (sudah dikembalikan). Selanjutnya terdakwa Suparno Hadi Wibowo dituntut pidana penjara 4 tahun 6 bulan, denda Rp200 juta subsider 2 bulan kurungan, dan mengembalikan uang sebesar Rp55 juta, dan sudah dikembalikan sebesar Rp62.5 juta ;
Kemudian terdakwa Erni Farida, dituntut pidana penjara 4 tahun 3 bulan, denda Rp200 juta subsider 2 bulan kurungan, dan mengembalikan uang sebesar Rp117 juta (sudah dikembalikan). Untuk terdakwa Soni Yudiarto, dituntut pidana penjara selama 5 tahun, denda Rp200 juta subsider 2 bulan kurungan, dan mengembalikan uang sebesar Rp117 juta ;
Selanjutnya terdakwa Harun Prasojo, dituntut pidana penjara 4 tahun 3 bulan, denda Rp200 juta, subsider 2 bulan kurungan dan mengembalikan uang sebesar Rp117 juta (sudah mengembalikan) ;
Untuk terdakwa Teguh Puji Wahyono, dituntut pidana penjara 4 tahun 3 bulan, denda Rp200 juta subsider 2 bulan kurungan dan mengembalikan uang sebesar Rp117 juta (sudah dikembalikan). Kemuidan terdakwa Choirul Amri, dituntut pidana penjara 5 tahun dan denda Rp 200 juta subsider 2 bulan kurungan dan mengembalikan uang sebesar Rp117 juta (sudah dikembalikan),” ucap JPU KPK Arif Suhermanto mengakhiri surat tuntutannya.
Atas tuntutan JPU KPK, Ketua Majelis Hakim Cokorda, memberikan kesempatan kepada para terdakwa melalui Penasehat Hukumnya masing-masing untuk menyampaikan Pledoi atau Pembelaannya pada sidang berikutnya.
“Untuk pembelaan, saudara diberi kesempatan satu Minggu,” ucap Ketua Majelis Hakim lalu menutup untuk menunda perisidangan dan akan dilangsungkan kemudian pada pekan depan.
Seusai persidangan, beberapa terdakwa maupun penasehat hukum para terdakwa, kepada media ini menyampaikan tentang status Cipto dan Teddy.
“Bagaimana dengan Cipto, masih aman-aman saja,” ucap beberapa terdakwa.
Sementara JPU KPK tidak menjelaskan tentang kasus yang menjerat seluruh anggota DPRD Kota Malang, saat ditanya media ini, apakah kasus ini sudah berakhir satau ada kelanjutannya sesuai surat dakwaan, tuntan maupun fakta yang terungkap dalam persidangan sejak terpidana Jarot diadili. (Rd1)
Pasal 400 ayat (3) UU RI Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD, juncto UU RI Nomor 42 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD yang menyatakan : “Anggota DPRD Kabupaten/Kota dilarang melakukan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN”.
“Perbuatan para terdakwa merupakan Tindak Pidana, sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 12 B UU RI 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP juncto pasal 65 ayat (1) KUHP,” ucap JPU KPK
JPU KPK juga mengatakan, selain para terdakwa dituntut pidana, juga dituntut pidana tambahan berupa pencabutan hak memilih dan dipilih dalam jabatan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah setelah para terdakwa selesai menjalani hukuman. Hal itu untuk menghidari masyarakat dari pemimpin yang terjerat Tindak Pidana Korupsi
“Menuntut : Agar Majelis Hakim Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Surabaya menyatakan bahwa terdakwa Arief Hermanto, Teguh Mulyono, Mulyanto, Choeroel Anwar, Suparno Hadiwibowo dan terdakwa Erni Farida, Sony Yudiarto, Harun Prasojo, Teguh Puji Wahyono serta terdakwa Choirul Amri terbukti bersalah menurut hukum melakukan Tindak Pidana secara bersama - sama sebagaimana diatur dan diancam dalam Pasal 12 huruf a dan Pasal 12 huruf B Undang-Undang RI Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31 tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi jonckto pasal 55 ayat (1) ke- 1 KUHPidana ;
Menghukum terdakwa Mulyanto dengan pidana penjara selama 6 tahun, denda Rp 200 juta subsider 2 bulan kurungan dan mengembalikan uang pengganti yang besarnya SMA dengan yang diterima oleh terdakwa dan sudah dikembalikan sebesar Rp Rp47 juta, sehingga terdakwa harus mengembalikan sebesar Rp70 juta ;
Untuk terdakwa Arief Hermanto, dengan pidana penjara selama 4 tahun 3 bulan, denda 200 juta subsider 2 bulan kurungan dan dituntut untuk mengembalikan uang sebesar Rp117 juta (sudah dkembalikan). Terdakwa Teguh Mulyono, dituntut pidana penjara 4 tahun 6 bulan, denda Rp200 juta subsider 2 bulan kurungan, juga wajib mengembalikan uang sebesar Rp94.5 juta karena sudah dikembalikan baru sebesar Rp23 juta ;
Dan untuk terdakwa Choeroel Anwar, menuntut pidana penjara selama 4 tahun 3 bulan, denda sebesar Rp200 juta subsider 2 bulan kurungan. Dan mengembalikan uang sebesar Rp117 juta (sudah dikembalikan). Selanjutnya terdakwa Suparno Hadi Wibowo dituntut pidana penjara 4 tahun 6 bulan, denda Rp200 juta subsider 2 bulan kurungan, dan mengembalikan uang sebesar Rp55 juta, dan sudah dikembalikan sebesar Rp62.5 juta ;
Kemudian terdakwa Erni Farida, dituntut pidana penjara 4 tahun 3 bulan, denda Rp200 juta subsider 2 bulan kurungan, dan mengembalikan uang sebesar Rp117 juta (sudah dikembalikan). Untuk terdakwa Soni Yudiarto, dituntut pidana penjara selama 5 tahun, denda Rp200 juta subsider 2 bulan kurungan, dan mengembalikan uang sebesar Rp117 juta ;
Selanjutnya terdakwa Harun Prasojo, dituntut pidana penjara 4 tahun 3 bulan, denda Rp200 juta, subsider 2 bulan kurungan dan mengembalikan uang sebesar Rp117 juta (sudah mengembalikan) ;
Untuk terdakwa Teguh Puji Wahyono, dituntut pidana penjara 4 tahun 3 bulan, denda Rp200 juta subsider 2 bulan kurungan dan mengembalikan uang sebesar Rp117 juta (sudah dikembalikan). Kemuidan terdakwa Choirul Amri, dituntut pidana penjara 5 tahun dan denda Rp 200 juta subsider 2 bulan kurungan dan mengembalikan uang sebesar Rp117 juta (sudah dikembalikan),” ucap JPU KPK Arif Suhermanto mengakhiri surat tuntutannya.
Atas tuntutan JPU KPK, Ketua Majelis Hakim Cokorda, memberikan kesempatan kepada para terdakwa melalui Penasehat Hukumnya masing-masing untuk menyampaikan Pledoi atau Pembelaannya pada sidang berikutnya.
“Untuk pembelaan, saudara diberi kesempatan satu Minggu,” ucap Ketua Majelis Hakim lalu menutup untuk menunda perisidangan dan akan dilangsungkan kemudian pada pekan depan.
Seusai persidangan, beberapa terdakwa maupun penasehat hukum para terdakwa, kepada media ini menyampaikan tentang status Cipto dan Teddy.
“Bagaimana dengan Cipto, masih aman-aman saja,” ucap beberapa terdakwa.
Sementara JPU KPK tidak menjelaskan tentang kasus yang menjerat seluruh anggota DPRD Kota Malang, saat ditanya media ini, apakah kasus ini sudah berakhir satau ada kelanjutannya sesuai surat dakwaan, tuntan maupun fakta yang terungkap dalam persidangan sejak terpidana Jarot diadili. (Rd1)
Posting Komentar
Tulias alamat email :