0
Petugas KPK memasangkan "Emas Putih" kepergelangan tangan terdakwa Subhan (kanan) Foto :BK, 20/3/2019
#Selain Subhan (Mantan Wakil Bupati Malang), Dua pengusaha juga dituntut pidana penjara karena sama-sama menyuap Bupati Mojokerto Mustopa Kamal Pasha#

JPU KPK : Kasus TPPU Mustofa Kamal Pasha masih dan   
                   sudah penyidikan, dan untuk yang lain kita 
                   menunggu putusan Majelis Hakim dulu

beritakoruspi.co - “Lolos” dari penyidik Kejaksaan Tinggi - Jawa Timur (Kejati Jatim), namun “masuk ke tangan” penyedik Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia (KPK RI).

Inilah nasib sial yang di alami Subhan selaku Wakil Bupati Malang periode 2010 - 2015, dan terdakwa kasus Korupsi suap tangkap tangan KPK terhadap Bupati (non aktif) Tulungagung, Syahri Mulyo.

Mengapa ? Sebab nama Subhan dan Syahri Mulyo, adalah sama-sama  mantan anggota DPRD Jawa Timur periode 2004 - 2009, yang diduga terlibat dalam kasus Mega Korupsi Dana Hibah  P2SEM (Program Penanganan Sosial Ekonomi Masyarakat) yang bersumber dari APBD-Perubahan Provinsi Jawa Timur Tahun Anggaran 2008, yang merugikan keuangan negara sebesar Rp277.6 milliar.

Subhan dan Syahri Mulyo mungkin mengira, kalau dirinya menjadi warga RUTAN  (Rumah Tahanan Negara) alias PENJARA, jauh dari sanak saudara, dan tak dapat menikmati terbit dan terbenamnya mata hari serta indahnya cahaya bulan di malam hari, melainkan hanya menikmati pengapnya udara serta nyamuk-nyamuk “nakal” di balik jeruji besi (penjara).

Saat menduduki jabatan sebagai Wakil Bupati Malang periode tahun 2010 - 2015 mendampingi Rendra Kresna sebagai Bupati Malang (Rendra Kresna juga terjerat kasus dugaan Korupsi  menerima suap dari pengusaha di Kabupaten Malang tahun 2011, dan saat ini sedang diadili di Pengadilan Tipikor Surabaya.Red), Subhan terejerat kasus Korupsi tetapi bukan menerima duit “haram” atau hadiah/gratifikasi di Kabupaten Malang, melainkan karena menyuap Bupati di Daerah lain, yaitu Bupati Mojokerto Mustofa Kamal Pasha tahun 2015.

Keterlibatan Subhan dalam kasus Suap Bupati Mojokerto Mustofa Kamal Pasha tahun 2015, terkait pengurusan ijin

Subhan, saat menduduki jabatan sebagai Wakil Bupti Malang mendampingi Rendra Kresna (tersangka dugaan Korupsi suap) sebagai Bupati Malang periode tahun 2010 hingga 2015, ternyata Subhan “terlibat” dalam kasus korupsi sebagai penyuap Bupati Mojokerto Mustofa Kamal Pasha pada tahun 2015 sebesar Rp3.030.612.255 (tiga milyar tiga puluh juta enam ratus dua belas ribu dua ratus lima puluh lima rupiah), terkait pemberian 11 ijin IPPR (Ijin Prinsip Pemanfataan Ruang) dan 11 ijin IMB (Izin Mendirikan Bangunan) pembangunan Tower Telekomunikasi milik PT Protelindo di Kabupaten Mojokerto tahun 2015.

Merasa sebagai Wakil Bupati Malang, Subhan membantu sekaligus “memakelari” Suhawi selaku Direktur CV Sumajaya Citra Abadi yang kesulitan untuk mengurus 11 IPPR dan 11 IMB pembangunan Tower Telekomunikasi milik PT Protelindo yang sudah berdiri dan beroperasi tanpa ijin terlebih dahulu, kemudian dibongkar oleh Pemkab Mojokerto.

Walau sebagai Wakil Bupati Malang, ternyata tak mudah bagi Subhan untuk menemui Bupti Mojokerto Mutofa Kamal Pasha saat itu.

Lalu Subhan menemui Bambang Wahyudi selaku Kepala Badan Perijinan Terpadu dan Penanaman Modal (BPTPM) Kabupaten Mojokerto dengan memeperkenalkan diri sebagai Wakil Bupti Malang, kemuidan menyampaikan maksud dan tujuannya, agar Bambang Wahyudi bersedia membantu Suhawi.

Bambang Wahyudi pun tak keberatan, asalkan Suhawi bersedia memenuhi permintaan Bupati Mojokerto Mutofa Kamal Pasha untuk memberikan fee sebesar Rp200 juta per tower atau sebesar Rp2.2 miliar.

Ibarat menyelam sambil minum air, karena Subhan tidak hanya sekedar membantu Suhawi melainkan mengambil keuntungan dengan menyampaikan ke Suhawi apa yang disampaikan Bambang Wahyudi, namun nilainya bukan Rp2.2 miliar, melaikan lebih. Kemudian Suhawi pun menyampaikan ke Onggo Wijaya selaku Direktur Operasi PT Protelindo dengan jumlah di atas yang disampaikan Subhan.

Permintaan Suhawi dan Subhan dipenuhi Onggo Wijaya dengan memberikan uang muka terlebih dahulu sebesar Rp550 juta. Duit itupun sampai ke Bupati Mojokerto melalui Nano Santoso Hudiarto alias Nono yang mantan Kepala Desa juga sebagai Tim Sukses Mustofa Kamal Pasha saat Pilbup, dan dari Nono ke ajudan Mustofa Kamal Pash yakni Lutfi Arif Mustaqin.

Karena membantu Suhawi, Subhan memperoleh fee sebesar Rp1.4 miliyar, dan Suhawai 250 juta rupiah. Sementara yang diperoleh PT Protelindo dari sewa 11 tower ke- 3 perusahaan Telepon Seluler adalah sebesar Rp3 miliyar. Dan semua duit yang diperoleh Subhan, Suhawi dan PT Protelindo pun akhirnya harus dirampas untuk negara.

Karena perbuatan Subhan selaku Wakil Bupati Malang yang juga sebagai Direktur CV. Central Manunggal, warga JI. Semeru No. 768 RT06 RWO4, Dilem, Kepanjen, Malang ini bersama Suhawi dan Onggo Wijaya dianggap melanggar hukum yang berlaku, KPK pun akhirnya menyeret Ketinganya ke hadapan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Surabaya untuk diadili selaku penyuap Bupati Mojkerto Mustofa Kamal Pasha

Sedangkan Mustopa Kamal Pasha, sudah diadili terlebih dahulu dan sudah divonis pidana penjara selama 8 (delapan) tahun dari 12 tahun tuntutan PU KPK. Selain itu, di hukum juga untuk membayar denda sebesar Rp500 juta. Selain itu, hukuman pidana tambahan berupa mengembalikan uang suap yang dinikmati Mustofa Kamal Pasha sebesar Rp2.250.000.000 (dua miliyar dua ratus lima puluh juta rupiah) serta pencabutan hak politiknya selama 5 tahun.

Setelah proses persidangan sejak 30 Januari 2019, akhirnya Subhan dan Suhawi dituntut pidana penjara masing-masing selama 3 (tiag) tahun dan 6 (enam) bulan, denda masing-masing sebesar Rp200 juta subsider 6 bulan kurungan.

Selain itu, Subhan juga dituntut untuk mengembalikan uang yang diperolehnya sebesar Rp1.375 miliyar karena yang 25 juta rupiah sudah dikembalikan ke rekening KPK, atau dipenjara selama 2 (dau) tahun kalau tidak dibayar, dan atau kalau harta benda Subhan tidak mencukupi saat dirampas oleh Jaksa untuk lelang sebagai uang pengganti. Sehingga total hukuman penjara untuk Subhan adalah 5 (lima) tahun dan 6 (enam) bulan. Selain itu juga, masih ada hukuman tambahan berupa pencabutan hak politik selama 5 tahun setelah selesai menjalani hukuman pokok.

Sedangkan Suhawi juga dituntut untuk mengembalikan duit yang diperolehnya dari Onngo Wijaya sebesar Rp250 atau dipenjara selama 1 (satu) tahun kalau tidak dibayar, dan atau kalau harta benda Suhawi tidak mencukupi saat dirampas oleh Jaksa untuk lelang sebagai uang pengganti. Sehingga total hukuman penjara untuk Subhan adalah 4 (empat) tahun dan 6 (enam)  bulan.

Dan untuk Onggo Wijaya, dituntut pidana penjara lebih ringan 6 (enam) bulan dari Subhan dan Suhawi tanpa membayar uang pengganti, tetapi duit sebagai keuntungan yang diperolehnya dari 3 (tiga) perusahaan Telepon Seluler sebesar Rp3 miliar itu dirampas untuk negara. Sebab menurut Jaksa KPK, duit itu tidak sah karena saat memperolehnya PT Protelindo belum memiliki Ijin.

Selain ke 3 orang ini (Onggo Wijaya, Suhawi dan Subhan), juga masih ada 2 terdakwa lainnya dengan perkara yang terpisah, yaitu Ockyanto selaku  Permit & Regulatory Division Head PT Tower Bersama lnfrastructurure Tower Bersama Grup (PT TBG), warga JI. Akasia Blok EE Nomor 25, Plumpang, Tanjung Priok, Jakarta Utara, dan Nabiel Titawano selaku Penyedia Jasa di PT Tower Bersama lnfrastructurure Tower Bersama Grup (PT TBG), warga JI. Pinang Merah Vlll/SI 23, Pondok Indah, Jakarta Selatan

Belum lagi tersangka baru dalam Undang-undang No. 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) yang menyeret terdakwa Mutofa kamal Pasha, yang saat ini dalam tahap penyidikan penyidik KPK.

Inilah yang terungkap dalam fakta persidangan maupun dalam surat dakwaan serta surat tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK yang berlangsung di Pengadilan Tipikor Surabaya, pada Rabu, 20 Maret 2019.

Dari kasus inipun masih menggelitik, sebab penyidik KPK memberikan kebebasan terhadap orang kepercayaan Mustopa Kamal Pasha, yakni Nano Santoso Hudiarto alias Nono dan Bambang Wahyudi hingga saat ini. Pada hal, mantan Kepala Desa yang juga tim sukses Mustofa Kamal Pasha dalam Pemilihan Bupati Mojokerto pada tahun 2010 itulah yang menerima duit. Selain itu, Nano Santoso Hudiarto alias Nono juga berperan memutasi para Kepala Sekolah SMP Negeri di Kabupaten Mojokerto.

Sangat berbeda jauh sekali, saat penyidik KPK yang begitu bersemangat sekali saat menyeret 41 orang anggota DPRD Kota Malang termasuk Wali Kota Malang Moch. Anton menjadi tersangka dalam kasus Korupsi suap uang Pokir yang diterima anggota Dewan masing-masing sebesar Rp12.5 juta untuk anggota dan 15 juta ru[iah untuk pimpinan Dewan saat pembahasan Perubahan APBD Kota Malang TA 2015, menjelang Pilkada serentak pada tanggal 27 Juni 2018 lalu.

Tidak salah memang kalau pada saat persidangan, Mustofa Kamal Pasha mengatakan tidak menerima uang dari para terdakwa, karena Mustofa Kamal Pasha menerima dari Nono dan Lutfi Arif Mustaqin. Sedangkan kedua orang ini tidak di proses hukum sama dengan Mustofa Kamal Pasha.

Sementara pada sidang yang berlangsung di ruang sidang Cakra Pengadilan Tipikor Surabaya (Rabu, 20 Maret  2019) yang diketuai Majelis Hakim Cokorda Gedearthana dengan dibantu 2 (dua) Hakim anggota (Ad Hock), adalah pembacaan surat tuntutan dari Tim Penuntut Umum (PU) Eva Yustisiana, Abdul Basir, Joko Hermawan, N.N. Gina Saraswati, Mufti Nur Irawan dan Nur Haris Arhadi dari Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia (KPK RI), sementara para terdakwa didampingi Penasehat Hukumnya, Dr. Susilo dari Jakarta.

Dalam surat tuntan Penuntut Umum (PU) KPK dijelaskan, bahwa terdakwa I Onggo Wiajaya, bersama dengan terdakwa II Achmad Suhawi  dan terdakwa II Subhan, pada bulan Juni 2015 atau setidak-tidaknya pada suatu waktu dalam kurun waktu tahun 2015, bertempat di Perumahan Griya Permata Meri Mojokerto atau setidak-tidaknya di suatu tempat yang termasuk dalam daerah hukum Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Surabaya, yang berwenang untuk memeriksa, mengadili, dan memutus perkara ini, talah melakukan atau yang turut serta melakukan perbuatan memberi atau menjanjikan sesuatu yaitu berupa uang sebesar Rp3.030.612.255 (tiga milyar tiga puluh juta enam ratus dua belas ribu dua ratus lima puluh lima rupiah) Mustopa Kamal Pasha selaku Bupati Mojokerto periode tahun 2010 - 2015 (dan 2015 - 2020 untuk periode Ke II) dengan maksud,  supaya Mustopa Kamal Pasha memberikan rekomendasi izin Prinsip Pemanfataan Ruang (IPPR) dan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) atas beroperasinya Tower Telekomunikasi PT Profesional Telekomunikasi indonesia (Protelindo).

Menurut PU KPK, bahwa hal itu bertentangan dengan kewajiban Mustopa Kamal Pasha selaku Bupati Mojokerto,  sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 huruf e Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

PU KPK mengatakan, perbuatan itu dilakukan oleh terdakwa I Onggo Wiajaya, terdakwa II Achmad Suhawi  dan terdakwa III Subhan dengan cara-cara sebagai berikut ;

Pada awal tahun 2015, Suharsono selaku Ka Sat Pol PP (Kepala Satuan Polisi Pamong Praja)  Kabupaten Mojokerto, melaporkan kepada Mustopa Kmal Pasha, bahwa di wilayah Kabupaten Mojokerto ditemukan, ada Tower Telekomunikasi yang telah berdiri dan beroperasi, tetapi belum memiliki IPPR dan IMB. Atas laporan tersebut, Mustopa Kamal Pasha memerintahkan untuk dilakukan pemetaan dan pendataan jumlah Tower Telekomunikasi di Kabupaten Mojokerto yang belum memiliki izin.

Setelah melakukan pemetaan dan pendataan, Suharsono melaporkan kepada Mustopa Kamal Pasha, bahwa ditemukan 11 (sebelas) Tower telekomunikasi atas nama perusahaan PT Profesional Telekomunikasi Indonesia (PT Protelindo) yang telah beroperasi, tetapi belum memiliki izin IPPR dan IMB. Atas laporan tersebut, Mustopa Kamal Pasha memerintahkan agar dilakukan penyegelan atas tower-tower yang dimaksud, sampai ada izin IPPR dan IMB. Kemudian dilaksanakanlah penyegelan dan penyitaan peralatan oleh Sat Pol PP Kabupaten Mojokerto.

“Setelah dilakukan penyegelan, Mustopa Kamal Pasha memerintahkan Bambang Wahyudi selaku Kepala Badan Perijinan Terpadu dan Penanaman Modal (BPTPM) Kabupaten Mojokerto, bahwa untuk perijinan dari tower dimaksud, harus ada fee untuk Mustopa Kamal Pash sebesar Rp200.000.000 (dua ratus juta rupiah) per towemya, dan fee tersebut agar diserahkan melalui Nano Santoso Hudiarto alias Nono selaku orang kepercayaannya (Mutopa Kamal Pasha),” ucap PU KPK.

Atas penyegelan 11 tower telekomunikasi PT Protelindo tersebut, Suciratin dan Indra Mardani  mendapat laporan dari tim di lapangan, bahwa ada tower milik PT Protelindo yang disegel oleh Sat Pol PP, dan tidak dapat beroperasi karena perijinannya belum lengkap. Kemudian Suciratin dan Indra Mardani  melaporkanya kepada terdakwa I Ongko Wijaya. Dan terdakwa I Ongko Wijowo kemudian memerintahkan Suciratin dan Indra Mardani  untuk menyelesaikan permasalahan ijin tower telekomunikasi tersebut supaya tower dapat beroperasi kembali.

“Menidaklanjuti perintah terdakwa I Ongko Wijaya, Suciratin dan Indra Mardani  meminta bantuan terdakwa II Achmad Suhawi selaku Direktur CV Sumajaya Citra Abadi untuk mengurus permasalahan perijinan tower telekomunikasi milik PT Protelindo di Kabupaten Mojokerto,  sampai dengan tower dapat kembali beroperasi, dan terdakwa II Achmad Suhawi menyanggupinya,” kata JPU KPK.

JPU KPK menjelaskan, bahwa pada awal bulan Juni 2015, terdakwa II Achmad Suhawi menemui Mustopa Kamal Pasha di Vila miliknya, untuk meminta bantuan terkait penyegelan tower telekomunikasi milik PT Protelindo, dan Mustopa Kamal Pasha menyampaikan, agar diurus melalui Badan Perijinan Terpadu dan Penanaman Modal (BPTPM) Kabupaten Mojokerto.

Setelah pertemuan itu, lanjut JPU KPK, terdakwa II Achmad Suhawi menemui Bambang Wahyudi di kantor BPTPM Kabupaten Mojokerto dan menanyakan tentang penyegelan tower telekomunikasi PT Protelido. Bambang Wahyudi pun menyampaikan, bahwa tower telekomunikasi disegel karena perijinannya belum lengkap. Untuk itu, agar dilengkapi dan dibayar dendanya, serta perijinan tidak bisa diproses sebelum ada disposisi dari Mustopa Kamal Pasha.
“Karena merasa kesulitan, Terdakwa II Achmad Suhawi kemudian meminta bantuan pengurusan ijin tower Protelindo di Kabupaten Mojokerto tersebut kepada terdakwa III Subhan, yang menjabat selaku Wakil Bupati Malang Periode 2010 - 2015 dan menyanggupinya,” ujar JPU KPK

Kemudian terdakwa III Subhan menemui Bambang Wahyudi, meminta agar dibantu proses pengurusan ijin tower PT Protelindo dimaksud. Bambang Wahyudi pun menyampaikan, untuk pengurusan ijin tersebut harus disediakan fee untuk Mustopa Kamal Pasha sebesar Rp200.000.000 (dua ratus juta rupiah) per-towernya. Sehingga untuk 11 tower, fee yang harus disediakan sebesar Rp2.200.000.00 (dua milyar dua ratus juta rupiah).

“Terdakwa III Subhan lalu menyampaikan kepada terdakwa II Achmad Suhawi, bahwa untuk pengurusan tower telekomunikasi tersebut diperlukan biaya termasuk fee untuk Mustopa Kamal Pasha seluruhnya sebesar Rp2.460.000.000 (dua milyar empat ratus enam puluh juta rupiah). Atas informasi itu, Terdakwa II Achmad Suhawi kemudian menyampaikan kepada Terdakwa I Onggo Wijaya melalui Suciratin dan Indra Mardani, bahwa biaya pengurusan ijin termasuk fee untuk Mustopa Kamal Pasha yang dibutuhkan sebesar Rp3.030.612.255 (tiga milyar tiga puluh juta enam ratus dua belas ribu dua ratus lima puluh tujuh rupiah), dan terdakwa I Onggo Wijaya pun menyetujuinya,” kata JPU KPK kemudian.

JPU KPK mengatakan, bahwa sebagai realisasi pengurusan perijinan tower telekomunikasi PT Protelindo termasuk fee untuk Mustopa Kamal Pasha, terdakwa I Onggo Wijaya menyetujui permintaan pencairan dana dari terdakwa II Achmad Suhawi.

JPU KPK pun membeberkan pencarian duit “panas” ijin tower dari terdakwa I Onggo Wijaya terhadap Bupati Mojokerto Mustopa Kamal Pasha melalui terdakwa II Achmad Suhawi, yaitu sekitar bulan Mei sampai dengan Oktober 2015, terdakwa I Onggo Wijaya memberikan uang kepada terdakwa II Achmad Suhawi seluruhnya sebesar Rp3.030.612.255 (tiga milyar tiga puluh juta enam ratus dua belas n'bu dua ratus lima puluh lima rupiah) secara bertahap melalui transfer ke rekening CV. Sumajaya Citra Abadi dengan rincian sebagai berikut ;

1. Pada tanggal 8 Mei 2015 sebesar Rp1.515.306.133 (satu milyar lima ratus lima belas juta tiga ratus enam ribu seratus tiga puluh tiga rupiah);

2. Tanggal 25 Juni 2015 sebesar Rp757.653.061 (tujuh ratus lima puluh tujuh juta enam ratus lima puluh tiga ribu enam puluh satu rupiah);

3. Tanggal 15 Oktober 2015 sebesar Rp482.142.857 (empat ratus delapan puluh dua juta seratus empat puluh dua ribu delapan ratus lima puluh tujuh rupiah);

4. Tanggal 22 Oktober 2015 sebesar Rp275.510.204 (dua ratus tujuh puluh lima juta lima ratus sepuluh ribu dua ratus empat rupiah).

JPU KPK kembali mengungkapkan, dari total uang yang diterima terdakwa II Achmad Suhawi dari terdakwa I Onggo Wijaya sebesar Rp3.030.612.255 (tiga milyar trga puluh juta enam ratus dua belas ribu dua ratus lima puluh lima rupiah) itu, sebesar Rp2.460.000.000 (dua milyar empat ratus enam puluh juta rupiah) diberikan kepada terdakwa III Subhan secara bertahap melalui cek maupun  transfer dengan rincian sebagai berikut ;

1. Pada tanggal 16 Juni 2015 sebesar Rp500.000.000 (lima ratus juta rupiah) di Hotel Utami Surabaya,; 2. Tanggal 17 Juni 2015 sebesar Rp500.000.000 (lima ratus juta rupiah) di Hotel Mercure Surabaya,; 3. Tanggal 23 Juni 2015 sebesar Rp150.000.000 (seratus lima puluh juta rupiah) di Bank BRI Cabang Jembatan Merah Surabaya,; 4. Tanggal 25 Juni 2015 secara tunai sebesar Rp850.000.000 (delapan ratus lima puluh juta rupiah) di Bank BRI Mojokerto Cabang Mojopahit dan ke 5. Tanggal 17 September 2015 melalui cek sebesar Rp460.000.000 (empat ratus enam puluh juta rupiah) di Gedung Bidakara, sedangkan sisanya sebesar Rp250.000.011 (Dua ratus lima puluh juta sebelas rupiah) dinikmati oleh terdakwa II Achmad Suhawi, dan Rp1.400.000.000 (Satu miliyar empat ratus juta rupiah) dinikmati terdakwa III Subhan.

“Pada tanggal 20 Mei 2015, terdakwa III Subhan, sebelum menerima uang dari terdakwa II Achmad Suhawai, terlebih dahulu menemui Bambang Wahyudi untuk menyampaikan, bahwa PT. Protelindo sanggup memberikan uang untuk biaya pengurusan ijin termasuk fee untuk Mustopa Kamal Pasha seluruhnya sebesar Rp2.200.000.000 (dua milyar dua ratus juta rupiah),  atau sebesar Rp200.000.000 per-towemya. Dan Ia (terdakwa III Subhan) akan memberikan uang muka terlebih dahulu sebesar Rp550.000.000 (lima ratus lima puluh juta rupiah) untuk diberikan kepada Mustopa Kamal Pasha. Dan setelah pertemuan itu, Bambang Wahyudi meminta Khoirul Munif untuk segera memfinalisasi berkas permohonan pengurusan 11 izin tower telekomunikasi milik PT Protelindo” ungkap JPU KPK lebih lanjut.
JPU KPK Mengatakan, bahwa pada tanggal 24 Juni 2015, Bambang Wahyudi menemui Mustofa Kamal Pasha di ruang kerjanya untuk mengajukan permohonan rekomendasi perijinan 11 menara tower telekomunikasi yang diajukan oleh PT. Protelindo guna mendapatkan disposisi. Sebelum memberikan disposisi, Mustopa Kamal Pasha menanyakan fee, yang pernah disampaikan sebelumnya kepada Bambang Wahyudi, dan mendapat jawaban, bahwa uang fee telah disanggupi pihak PT Protelindo, tetapi belum dibelikan. Untuk itu Mustopa Kamal Pasha  meminta agar fee secepatnya diminta, dan Mustopa Kamal Pasha pun memberikan paraf dan disposisi untuk di tindak lanjuti.

Pada tanggal 25 Juni 2015. terdakwa III Subhan dan Terdakwa II Achmad Suhawi melakukan pertemuan dengan Bambang Wahyudi di perumahan Griya Permata Meri Mojokerto, untuk  menyerahkan uang muka fee kepada Mustopa Kamal Pasha sebesar Rp550.000.000 (lima ratus lima puluh juta rupiah) untuk diserahkan kepada Mustopa Kamal Pasha melalui Nano Santoso Hudiarto alias Nono.

Kemudian Bambang Wahyudi menghubungi Nano Santoso Hudiarto alias Nono untuk meminta datang ke perumahan Griya Permata Meri, Mojokerto, mengambil uang tersebut. Sesampainya Nano Santoso Hudiarto alias Nono di perumahan Griya Permata Meri, Mojokerto, terdakwa III Subhan kemudian menyerahkan uang sebesar Rp550.000.000 (lima ratus lima puluh juta rupiah) kepada Nano Santoso Hudiarto alias Nono.

Setelah menerima uang, Nano Santoso Hudiarto alias Nono meminta Lutfi Arif Mustaqin (ajudan Bupati) untuk menemuinya di daerah Mojosari Mojokerto, dan setelah Lutfi Arif Mustaqin datang, Nano Santoso Hudiarto alias Nono menyerahkan uang sebesar Rp550.000.000  (lima ratus lima puluh juta rupiah) itu kepada Lutfi Arif Mustaqin, dan kemudian uang tersebut disimpan oleh Lutfi Arif Mustaqin di meja kerja ruang dinas Mustopa Kamal Pasha, dan melaporkanya kepada Mustopa Kamal Pasha.

“Setelah uang diterima oleh Mustopa Kamal Pasha, 11 Izin Prinsip Pemanfataan Ruang (IPPR) dan 11 Izin Mendirikan Bangunan (IMB) pembangunan tower telekomunikasi milik PT Protelindo pun diterbitkan,” ungkap JPU KPK

JPU KPK mengatakan, bahwa perbuatan terdakwa I Onggo Wijaya bersama dengan terdakwa II Achmad Suhawi dan terdakwa III Subhan memberikan uang kepada Mutopa Kamal Pasha  sebesar Rp3.030.612.255 (tiga milyar tiga puluh juta enam ratus dua belas ribu dua ratus lima puluh lima rupiah), bertentangan dengan kewajiban Mustopa Kamal Pash selaku Bupati Mojokerto sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 huruf e Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

PU KPK juga mengatakan, bahwa perbuatan terdakwa I Onggo Wijaya, terdakwa II Achmad Suhawi dan terdakwa III Subhan sebagaimana diatur dan diancam pidana menurut Pasal 5 ayat (1) huruf a  Undang-Undang Republik lndonesia (UU RI) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke- 1 KUHP,” ucap JPU KPK di akhir surat surat tuntutannya.

Selain itu, terkait Barang Bukti (BB) berupa uang sebesar Rp25 juta dari terdakwa III Subhan, dan uang sebesar Rp3 miliyar yang diperoleh oleh PT Protelindo dan sudah disetorkan ke rekening KPK, Jaksa KPK menyatakan, dirampas untuk negara.

Dan sebahagian lagi Barang Bukti tetap dalam berkas perkara untuk dipergunakan dalam perkara lain, yaitu terkait Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) yang menyeret terdakwa Mutofa Kamal Pasha

“Menuntut dengan pidana penjara terhadap terdakwa I Onggo Wijaya selama 3 tahun, denda sebesar Rp150 juta subsidair 6 (enam) bulan kurungan, dan untuk terdakwa II Achmad Suhawi selama 3 (tiga) tahun dan 6 (enam) bulan denda sebesar Ro200 juta subsidair 6 (enam) bulan kurungan, serta terdakwa III Subhan selama 3 (tiga) tahun dan 6 (enam) bulan denda sebesar Ro200 juta subsidair 6 (enam) bulan kurungan ;

Tuntutan pidana lainnya berupa pengembalian uang yang diperoleh terdakwa III Subhan sebesar Rp1.375.000.000 dalam waktu 1 (satu) bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap. Dan bilamana terdakwa tidak membayar, maka harta bendanya akan dirampas oleh Jaksa untuk dilelang sebagai uang pengganti. Bilamana harta benda terdakwa tidak mencukupi, maka diganti penjara selama 2 (dua) tahun. Selain itu, pencabutan hak memilih dan dipilih dalam jabatan publik yang diatur oleh Peraturan Pemerintah selama 5 (lima) tahun sejak terdakwa selesai menjalani pidana penjara ;

Dan untuk terdakwa II Ahmad Suhawi, untuk mengembalikan uang yang diperoleh terdakwa II Ahmad Suhawi sebesar Rp250.000.011 (Dua ratus lima puluh juta sebelas rupiah) dalam waktu 1 (satu) bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap. Dan bilamana terdakwa tidak membayar, maka harta bendanya akan dirampas oleh Jaksa untuk dilelang sebagai uang pengganti. Bilamana harta benda terdakwa tidak mencukupi, maka diganti penjara selama 1 (satu) tahun,” ucap PU KPK di akhir surat tuntutannya.

Atas surat tuntutan PU KPK, Ketua Majelis Hakim memberikan kesempatan kepada masing-masing terdakwa maupun melalui Penasehat Hukumnya untuk menyampaikan Pledoi atau pembelaan.

Seusai persidangan, kepada wartawan media ini, Jaksa KPK Nur Haris Arhadi mengatakan terkait tersangka baru dalam kasus suap Bupati Mojokerto, dan tersangka dalam UU TPPU, masih menunggu putusan Majelis Hakim, sedangkan untuk TPPU yang menyeret Mustofa kamal Pasha masih dalam penyidikan.

“Memang uang yang diterima Mustofa Kamal Pasha adalah melalui Nono dan Mustaqim. Tapi kita masih menunggu putusan dari Majelis Hakim dulu. Kalau TPPU, belum P21 (sempurna) masih penyidikan,” ujar PU KPK Nur Haris Arhadi. (Rd1)

Posting Komentar

Tulias alamat email :

 
Top