0
 #JPU KPK menyatakan menerima putusan Majelis Hakim terhadap para terdakwa, kecuali untuk terdakwa Soni Yudiarto mengatakan masih pikir-pikir#

beritakorupsi.co - Kamis,4 April 2019, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Surabaya menyatakan, bahwa 10 terdakwa selaku anggota DPRD Kota Malang periode 2014 - 2019 terbukti bersalah menurut hukum melakukan tindak pidana Korupsi Suap dan Gratifikasi berupa uang “Pokir (pokok-pokok pikiran) dan uang “Sampah” saat pembahasan APBD (murni) Kota Malang Tahun Anggaran (TA) 2015 pada Nopember - Desember  2014, dan pembahasan Perubahan APBD TA 2015 pada Juni - Juli 2015, dari Wali Kota Malang Moch. Anton (sudah divonis)  melalui Ketua DPRD Kota Malang Moch. Arif Wicaksono (juga sudah divonis), yang totalnya sebesar Rp6.5 miliyar, dengan menjatuhkan hukuman pidana penjara antara 4 tahun hingga 4 tahun dan 6 bulan yang langsung diterima oleh para terdakwa.

Hukuman pidana penjara terhadap 10 terdakwa selaku anggota DPRD Kota Malang periode 2014 - 2019, dibacakan oleh Majelis Hakim dalam persidangan yang berlangsung diruang sidang Cakra Pengadilan Tipikor Surabaya Jalan Raya Juanda, Sedati, Sidoarjo Jawa Timur dengan agenda pembacaan surat putusan oleh Majelis Hakim yang diketuai Cokorda Gedearthana., SH., MH, dengan dibantu 2 (dua) Hakim Ad Hoc masing-masing sebagai anggota yaitu Samhadi., SH., MH dan Dr. Lufsiana, yang dihadiri oleh Tim JPU KPK Burhanudin, Arif Suhermanto dan Andi Kurniawan serta Penasehat Hukum (PH) para terdakwa.

Ke- 10 terdakwa ini dibagi dalam 2 berkas perkara, dan II session persidangan dengan masing-masing sebanyak 5 terdakwa, yaitu  1. Arief Hermanto (F-PDIP),; 2. Teguh Mulyono (F-PDIP),; 3. Mulyanto (F-PKB),; 4. Choeroel Anwar (F-GOLKAR),;  5. Suparno dari Fraksi GERINDRA (satu berkas perkara dan disidangkan dalam session pertama), dan 7. Terdakwa Erni Farida (F-PDIP),; 7. Sony Yudiarto (F-DEMOKRAT),; 8. Harun Prasojo (F-PAN),; 9. Teguh Puji Wahyono (F-GERINDRA) dan 10.  Choirul Amri dari Frkasi PKS (satu berkas perkara dan disidangkan dalam session ke- II).
Dalam putusan Majelis Hakim maupun tuntutan JPU KPK pada sidang sebelumnya menyatakan, bahwa ke-10 terdakwa dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana Korupsi menerima Gratifikasi pada saat pembahasan APBD (murni) TA 2015 pada tahun 2014 yang besarnya masing-masing Rp100 juta untuk anggota, dan Rp125 juta untuk unsur Ketua (Ketua, Wakil Ketua, Ketua Fraksi dan Ketua Komisi) sebagaimana diatur dan  diancam pidana dalam Pasal 12 huruf a Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), serta menerima uang Suap diberi istilah “Pokir (pokok-pokok pikiran” yang besarnya untuk masing-masing anggota Rp12.5 juta, dan unsur Ketua sebesar Rp15 juta, serta uang “Sampah” sebesar Rp5 juta untuk masing-masing anggota dan 10 juta rupiah untuk unsur Ketua, pada saat pembahasan Perubahan APBD Kota Malang TA 2015 pada Juni - Juli 2015, sebagaimana diatur dan  diancam pidana dalam Pasal 12 huruf B Undang-Undang Tipikor.

Total uang suap dan gratifikasi yang mengalir dari Pemerintah Kota Malang ke DPRD Kota Malang  agar pembahasan APBD dan APBD Perubahan TA 2015 berjalan mulus adalah sebesar Rp6.5 miliyar.

Atas perbuatan terdakwa Arief Hermanto, Teguh Mulyono, Mulyanto, Choeroel Anwar,  Suparno, Erni Farida, Sony Yudiarto, Harun Prasojo, Teguh Puji Wahyono dan Choirul Amri (dan 19 anggota DPRD yang sudah civonis pada sidang sebelumnya), Majelis Hakim pun menjatuhkan hukuman berupa pidana penjara, denda dan pidana tambahan berupa, mengembalikan uang suap dan dan uang gratifikasi sebesar yang yang diterimanya masing-masing terdakwa serta pencabutan hak politik atau hak memilih maupun dipilih dalam jabatan publik yang diatur oleh peraturan yang berlaku.

Selain hukuman pidana pengembalian uang pengganti, para terdakwa juga dipidana berupa pencabutan hak politik, untuk menghindari masyarakat agar tidak dipimpin oleh orang yang pernah terjerat hukum dalam kasus Korupsi, dan juga masyarakat agar tidak salah memilih pemimpinnya.

Dengan dibacakannya surat putusan (Vonis) oleh Majelis Hakim terhadap 10 ini, berarti 41 dari 45 anggota DPRD Kota Malang periode 2014 - 2019 yang dilantik pada tahun 2014 lalu sudah diadili karena seluruh anggota DPRD Kota Malang periode 2014 - 2019 menerima uang suap dan gratifikasi dalam pembahasan APBD Kota Malang TA 2015.  
Dari 41 orang terdakwa anggota DPRD Kota Malang sebagai penerima suap dan gratifikasi ini, 28 sudah berstatus terpidana, karena para terdakwa menerima putusan dari Majelis Hakim, dan tak satupun yang mengatakan banding termasuk terpidana Yaqud Ananda Gudban yang juga mantan Calon Wali Kota Malang dalam Pilkada yang berlangsung tanggal 27 Juni 2018 lalu, sekalipun terpidana Yaqud Ananda Gudban bersumpah dihadapan Majelis Hakim dalam persidangan dengan meletakkan Al-Qur'an ke atas kepalanya dengan mengatakan “berani menerima Ajab” kalau dirinya menerima uang yang berkaitan dengan pembahasan APBD Kota Malang TA 2015.

Ke 28 terpidana itu adalah ; 1. Moch. Arif Wicaksono (Ketua DPRD dari Fraksi PDIP),; 2. Sulik  Lestyowati (Ketua Komisi A/Demokrat),; 3. Abd. Hakim (Ketua Komis B/PDIP),; 4. Bambang Sumarto (Ketua Komisi C/Golkar),; 5. Imam Fauzi (Ketua Komisi D/PKB),; 6. Syaiful Rusdi (Fraksi PAN),; 7.Tri Yudiani (Fraksi PDIP),; 8. Rahayu Sugiarti (Wakil Ketua/Partai Golkar),; 9. Ya’quban Ananda Gudban (Ketua Fraksi Hanura-PKS),; 10.  Hery Subiantono (Ketua Fraksi Demokrat),; 11. Heri Pudji Utami (Ketua Fraksi PPP-Nasdem),; 12. Abdul Rahman (Fraksi PKB),; 13. Sukarno (Ketua Fraksi Golkar),; 14. Sprapto (Ketua Fraksi PDIP),; 15. Sahrawi (Ketua Fraksi PKB),; 16. Mohan Katelu (Ketua Fraksi PAN),; 17. Slamet (Ketua Fraksi Gerindra),; 18 H.M. Zainuddin AS (Wakil Ketua/PKB) dan 19. Wiwik Hendri Astuti (Wakil Ketua/Partai Demokrat),; 20. Arief Hermanto (F-PDIP),; 21. Teguh Mulyono (F-PDIP),; 22. Mulyanto (F-PKB),; 23. Choeroel Anwar (F-GOLKAR),; 24. Suparno (GERINDRA),; 25. Terdakwa Erni Farida,; 26. Harun Prasojo,; 27. Teguh Puji Wahyono (F-GERINDRA) dan 28.  Choirul Amri F-PKS).

Dan satu terdakwa yaitu Sony Yudiarto (F-DEMOKRAT), putusan Majelis Hakim belum dinyatakan berkekuatan hukum tetap atau Inckrah karena JPU KPK masih pikir-pikir.

Sementara 12 terdakwa, yaitu ; 1. Diana Yanti (PDIP),; 2. Sugiarto (PKS),; 3. Afdhal Fauzan (HANURA),; 4. Heri Susanto (PDIP),; 5. Syamsul Fajrih dari PPP,; 6. Ribut Harianto (Fraksi Golkar),; 7. Imam Ghozali (HANURA),; 8. Mohammad Fadli (NASDEM),; 9. Asia Iriani (PPP),; 10. Indra Tjahyono (DMOKRTA),; 11. Een. Ambarsari (GERINDRA) dan 12. Bambang Triyoso (PKS) tinggal menunggu putusan dari Majelis Hakim karena para terdakwa sudah dituntut pidana penjara oleh JPU KPK, pada sidang yang berlangsung, Selasa, 2 April 2019.

“Ada uang, Abang sayang. Tak ada Uang, Abang melayang”. Ungkapan inilah sepertinya yang dipegangteguh oleha para anggota Dewan yang terhormat ini dalam pembahasan APBD Kota Malang TA 2015 lalu.
(19 anggota DPRD Kota Malang yang sudah terpidana), yaitu ; 1. Moch. Arif Wicaksono (Ketua DPRD dari Fraksi PDIP),; 2. Sulik  Lestyowati (Ketua Komisi A/Demokrat),; 3. Abd. Hakim (Ketua Komis B/PDIP),; 4. Bambang Sumarto (Ketua Komisi C/Golkar),; 5. Imam Fauzi (Ketua Komisi D/PKB),; 6. Syaiful Rusdi (Fraksi PAN),; 7.Tri Yudiani (Fraksi PDIP),; 8. Rahayu Sugiarti (Wakil Ketua/Partai Golkar),; 9. Ya’quban Ananda Gudban (Ketua Fraksi Hanura-PKS),; 10.  Hery Subiantono (Ketua Fraksi Demokrat),; 11. Heri Pudji Utami (Ketua Fraksi PPP-Nasdem),; 12. Abdul Rahman (Fraksi PKB),; 13. Sukarno (Ketua Fraksi Golkar),; 14. Sprapto (Ketua Fraksi PDIP),; 15. Sahrawi (Ketua Fraksi PKB),; 16. Mohan Katelu (Ketua Fraksi PAN),; 17. Slamet (Ketua Fraksi Gerindra),; 18 H.M. Zainuddin AS (Wakil Ketua/PKB) dan 19. Wiwik Hendri Astuti (Wakil Ketua/Partai Demokrat)
Andai saja KPK tidak menelisik kasus ini sejak tahun 2017, maka 41 anggota DPRD Kota Malang ini akan mengakhiri jabatannya dengan mulus tahun 2019, dan bahkan ada diantaranya yang akan terpilih kembali karena sebagai Caleg periode 2019 - 2024, begitu juga Yaqud Ananda Gudban dan Moh. Anton dapat menyaksikan penmugutan suara saat pemilihan Wali Kota Malang untuk periode 2018 - 2023 yang berlangsung pada tanggal 27 Juni 2019.

Ternyata justru “nikmat membawa sengasara”. Inipula yang dialaimi oleh Kepala Dinas PUPR Kota Malang Jarot Eddy Sulistyono, Wali Kota Malang Moch. Anton selaku pemberi suap, dan 41 anggota DPRD Kota Malang periode 2014 - 2019 selaku penerima suap yang sama-sama meringkuk dipenjara yang lamanya masing-masing antara 4 hingga 5 tahun, serta pencabutan hak politiknya masing-masing selama 5 tahun setelah selesai menjalani hukuman pidana penjara.

Anehnya, kasus inipun mengundang pertanyaan dari masyarakat terutama dari para terdakwa/terpidana selaku anggota DPRD yang menerima suap kepada KPK. Karena mantan Sekda Kota Malang Cipto Wiyono yang saat ini menjabat sebagai Kepala Dinas Cipta Karya Pemprov Jatim, dan Teddy Soejadi Soemarma, selaku Kepala Bidang Dinas PUPR Kota Malang serta 45 kontraktor di lingkungan Dinas PUPR yang terlibat dalam pemberian uang ke DPRD Kota Malang melalui Teddy, yang hingga saat ini selamat dari tangan tangan penyidik anti rasuah.

Tak salah memang, bila tuduhan miring dilontarkan oleh masyarakat kepada KPK, yang dengan semangatnya pada saat menjelang Pilkada serentak pada tanggal 27 Juni 2018, KPK langsung menetapkan 22 anggota DPRD, dan Satu diantaranya adalah Calon Wali Kota termasuk Wali Kota Malang sebagai petahan menjadi tersangka, sementara Cipto Wiyono, Teddy dan puluhan kontraktor hingga saat ini “aman-aman saja”.

Yang lebih anehnya lagi adalah, dari 15 Kepala Daerah (Bupati/Wali Kota) di Jawa Timur yang diseret KPK ke Pengadilan Tipikor Surabaya untuk diadili karena Korupsi sejak 2016, di mana 11 diantaranya adalah tertangkap tangan KPK sejak 2017 hingga Oktober 2018, beberapa diaranya masih belum tuntas, termasuk kasus suap seluruh anggota DPRD Kota Malang. Mengap ? Yang jelas hanya lembaga anti rasuah itulah yang dapat menjelaskannya.

Sementara dalam persidangan yang berlangsung (Kamis, 4 Aprli 2019), 11 terdakwa dijatuhui hukuman pidana penjara antara 4 hingga 4 tahun dan 6 bulan. Selain pidana penjara, Majelis Hakim juga menjatuhkan hukuman pidana tambahan berupa pengembalian seluruh duit “haram” yang dinikmati para terdakwa, serta pencabutan hak politiknya selama 3 tahun setelah para terdakwa selesai menjalani hukuman pidana penjara.

Dalam sidang session I,  Majelis Hakim menjatuhkan hukuman pidana penjara paling lama terhadap terdakwa Mulyanto yaitu selama 4 tahun dan 6 bulan. Kemudian terdakwa Teguh Mulyono, dengan pidana penjara selama 4 tahun dan 2 bulan, serta terdakwa Arif Hermanto, Choirul Anwar dan terdakwa Suparno, masing-masing selama 4 tahun dan 1 bulan.
Dalam pertimbangannya, Majelis Hakim menguraikan Pasal yang disangkakan atas perbuatan para terdakwa dalam surat dakwaan maupun surat tuntutan JPU KKPK, yaitu Pasal 12 huruh a Undang-Undang Tidank Pidana Korupsi (Tipikor) terkait penerimaan duit sebesar Rp125 juta untuk unsur Ketua, dan Rp100 juta untuk masing-masing anggota atau totalnya sebesar Rp5.5 miliyar untuk dibagi-bagi oleh seluruh anggota Dewan, yang diterima pada sekitar Nopember 2014  - Pebruari 2015 pada saat pembahasan APBD (murni) Kota Malang TA 2015.

Kemudian Majelis Hakim menguraikan juga Pasal 12 huruf B, terkait penerimaan uang Pokir (pokok pokok pikiran) sebesar Rp15 juta untuk Ketua (Ketua DPRD, Wakil Ketua, Ketua Fraksi dan Ketu Komisi), dan Rp12.5 juta untuk masing-masing anggota atau sejumlah Rp700 juta yang dibagi-bagi oleh anggota DPRD Kota malang, yang dihitung 10 persen dari total anggaran Pokir sebesar Rp9 miliyar. Selain uang “Pokir” juga  uang “Sampah” sebesar Rp10 juta untuk unsur Ketua, dan sebesar Rp5 juta untuk masing-masing anggota atau total uang ‘sampah” yang dibagi-bagibagikan oleh anggota Dewan sebesar Rp300 juta, yang diterima  pada Juni - Juli 2015, saat pembahasan Perubahan APBD Kota Malang TA 2015.

Majelis Hakim mengatakan, bahwa pada tanggal 25 Juni 2015, bertempat di ruang rapat paripurna DPRD Kota Malang, dilakukan Rapat Paripurna I dengan agenda penyampaian sambutan Walikota Malang dalam menghantar Konsep Kesepakatan Bersama antara Pemerintah Kota Malang dengan DPRD Kota Malang tentang Kebijakan Umum Anggaran (KUA) dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (PPAS) Perubahan APBD TA 2015.

Saa itu, ada permintaan uang Pokir oleh pihak legislator yang diwakili oleh Ketua DPRD Moch. Arif Wicaksono ke Wali Kota Malang Moch. Anton. Dan permintaan itu pun direspon oleh sang Wali Kota dengan memerintahkan Cipto Wiyono selaku Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Malang, dari Sekda ke Kepala Dinas PUPPR dan kemudian ke Teddy Sujadi Soemama selaku Kepala Bidang PUPPB Kota Malang untuk melaksanakan permintaan sang Dewan yang terhormat.

Majelis Hakim menjelaskan dalam surat putusannya, bahwa awal permintaan uang Pokir oleh legislator ke eksekutif, berawal pada tanggal 6 Juli 2015, sebelum dimulainya rapat paripurna dengan agenda penyampaian pendapat Badan Anggaran (Banggar) DPRD Kota Malang, dan pendapat Fraksi-fraksi terhadap Konsep Kesepakatan Bersama antara Pemerintah Kota Malang dengan DPRD Kota Malang tentang KUA dan PPAS Perubahan APBD TA 2015.

Pada saat itu Ketua DPRD Kota Malang Moch. Arief Wicaksono, melakukan pertemuan dengan Walikota Malang Moch. Anton, Wakil Walikota Malang Sutiadji, dan Sekretaris Daerah Kota Malang Cipto Wiyono yang bertempat di ruangan Ketua DPRD Kota Malang.

Pada pertemuan tersebut, Moch. Arief Wicaksono meminta kepada Walikota Malang Moch. Anton untuk memberikan uang imbalan fee pembahasan Rancangan Perubahan APBD TA 2015 dengan istilah 'uang pokir' kepada anggota DPRD Kota Malang, agar pembahasan berjalan lancar dan tidak ada halangan dari Anggota DPRD Kota Malang sehingga dapat disetujui.

“Atas permintaan tersebut, Moch Anton menyanggupi dengan memerintahkan Cipto Wiyono untuk menyiapkan 'uang pokir' dimaksud. Setelah pertemuan di ruangan Ketua DPRD tersebut, Moch. Arief Wicaksono membicarakan kembali dengan Moch. Anton secara berdua saja, agar Moch. Anton memenuhi permintaan uang oleh anggota DPRD tersebut, dan Moch Anton menyanggupinya,” kata Majelis Hakim

Majelis Hakim menjelaskan, hal itu disampaikan Moch. Arif Wicaksono kepada seluruh anggota DPRD Kota Malang. Selanjutnya Cipto Wiyono meminta Jarot Edy sulistyono untuk memerintahkan Teddy Soejadi Soemama selaku Kepala Bidang PUPPB Kota Malang untuk menemui dirinya. Setelah Teddy Soejadi Soemama menghadap, Cipto Wiyono meminta Teddy Soejadi Soemama agar mengumpulkan uang dari para rekanan atau kontraktor pada Dinas PUPPB  Kota Malang sebesar 9p900 juta, yang mana uang sebesar Rp700 juta diserahkan kepada Moch. Arif Wicaksono, dan uang Rp200 juta diserahkan kepada Cipto Wiyono.

Atas permintaan tersebut, Teddy Soejadi Soemama melaporkannya kepada Jarot Edy Sulistyono,  dan diperintahkan untuk melaksanakannya. Setelah uang terkumpul sebesar Rp900 juta, pada tanggal 13 Juli 2015 pagi hari, Teddy Soejadi Soemama menyerahkan uang pokir kepada Jarot Edy sulistyono di kantor Dinas PUPPB Kota Malang Jalan Bingkil No 1 Kota Malang. Selanjutnya, Jarot Edy Sulistyono melaporkan kepada Cipto Wiyono.

“Pada tanggal 14 Juli 2015 sekitar pukul 13.00 WIB, Moch. Arif Wicaksono menghubungi Cipto Wiyono, meminta realisasi uang pokir untuk anggota DPRD Kota Malang, yang kemudian Cipto Wiyono menyampaikan bahwa uang akan segera diserahkan oleh Jarot Edy sulistyono. Sekitar pukul 14.00 WIB, atas perintah Cipto Wiyono, Jarot Edy Sulistyono menghubungi Moch. Arif Wicaksono, menanyakan ke mana penyerahan uang pokir sebesar Rp700 juta,” ucap Majelis Hakim

“Kemudian Moch.  Arif Wicaksono meminta agar uang Pokir diserahkan di rumah dinasnya Jalan Panji Suroso No 7 Kota Malang dengan terlebih dahulu dipisahkan jatah untuk dirinya sebesar Rp100 juta, dan untuk seluruh anggota DPRD Kota Malang sebesar Rp600 juta dibungkus tersendiri. Kemudian,  pada pukul 14.24 WIB, Moch. Arif Wicaksono menyampaikan kepada Bambang Sumarto,  bahwa uang pokir dari Moch. Anton akan segera diterima,” ungkap Majelis Hakim kemudian.

Majelis Hakim melanjutkan, Sekitar pukul 15.00 WIB, Jarot Edy Sulistiyono meminta Teddy Soejadi Soemama untuk menyerahkan uang sebesar Rp700 juta kepada Moch. Arief Wicaksono, dan uang sebesar Rp200  juta kepada Cipto Wiyono. Kemudian Tedy Sujadi Soemama menyerahkan uang sebesar Rp700  juta yang terbungkus dalam kardus kepada Moch. Arief Wicaksono dirumah dinasnya, dan Rp200 juta kepada Cipto Wiyono di rumah dinasnya, namun Cipto Wiyono tidak ada sehingga Teddy Sujadi Soemama menyerahkan uang tersebut melalui staff Cipto Wiyono yang berada dirumah dinas.

Majelis Hakim menyatakan, bahwa setelah para terdakwa dan anggota DPRD Kota Malang lainnya menerima uang tersebut, proses pembahasan Perubahan APBD Kota Malang TA 2015 berjalan lancar tanpa ada hambatan dari para anggota DPRD Kota Malang. Sehingga pada tanggal 22 Juli 2015, dapat dilaksanakan kegiatan penyampaian Pendapat Akhir Fraksi DPRD Kota Malang terhadap Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) Pembahan APBD TA 2015 yang pada pokoknya, menyetujui Rancangan Perubahan APBD TA 2015 menjadi APBD-P TA 2015 Kota Malang sebagaimana dituangkan dalam Keputusan DPRD Kota Malang Nomor:  188.4/48/35.73.201/2015 tanggal 22 Juli 2015 tentang Persetujuan Penetapan Recangan Peraturan Daerah Kota Malam Tentang Perubahan Anggaran Pendapatan dan Beianja Dumh Tahm Anggaran 2015 yang ditandatangani oleh Moch. Arief Wicaksono selaku Ketua DPRD Kota Malang.

Bahwa para terdakwa mengetahui atau patut diduga, bahwa uang tersebut diberikan agar memberikan pemetujuan terhadap usulan Perubahan APBD Pemerintah Kota Malang TA 2015,  yang bertentangan dengan kewajiban para terdakwa sebagaimana diatur dalam Pasal 5 angka 4 dan 6 UU RI Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KKN) juncto Pasal 400 ayat (3) UU RI Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD juncto UU RI Nomor 42 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD.

“Perbuatan para terdakwa merupakan tindak pidana, sebagaimana diatur dan diancam pidana menurut Pasal 12 huruf a (atau pasal 11) UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP,” ujar Majelis Hakim.

Selain menerima uang suap,  para terdakwa juga didakwa menerima Gratifikasi


Majelis Hakim juga menjerat para terdakwa selaku anggota DPRD Kota Malang ini telah menerima uang “sampah” pada saat pembahasan persetujuan pelaksanaan proses Investasi pembangunan dan pengelolaan barang milik daerah Pemerintah Kota Malang berupa tanah yang difungsikan sebagai Tempat Pembuangan Akhir  (TPA) Supit Urang sebesar Rp300 juta, dan penerimaan uang pada tahun 2014 dalam pembahasan APBD Kota Malang TA 2015 sebesar Rp5.5 milliar, yang juga dibagikan keseluruh anggota Dewan.

Majelis hakim dalam surat putusannya mengungkapkan, bahwa dalam rentang waktu antara bulan September 2014 sampai dengan bulan Juli 2015,  bertempat di Kantor DPRD Kota Malang di Jalan Tugu No. 1A Kota Malang, para tendakwa telah menenma uang sebesar Rp5.500.000.000 (Lima milyar Lima ratus juta rupiah) pada saat  pembahasan APBD Kota Malang Tahun Anggaan 2015. Dan uang itupun dibagikan oleh Ketua DPRD Kota Malang Moch. Arief Wicaksono kepada 45 anggota DPRD Kota Malang.

“Bahwa para terdakwa sejak menerima uang tersebut di atas, tidak melaporkan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sampai dengan batas waktu 30 (Tiga puluh) hari kerja,  sebagaimana yang dipersyaratkan dalam UU RI Nomor 31Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.  padahal penerimaan itu tidak ada alasan yang sah menurut hukum,” ucap Majelis Hakim.

Majelis Hakim mengatakan, bahwa perbuatan para terdakwa, menerima gratifikasi dalam bentuk uang tersebut, haruslah dianggap suap karena berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan kewajiban, atau tugas para terdakwa selaku Penyelenggara Negara, yaitu sebagai anggota DPRD Kota Malang. Hal mana bertentangan dengan kewajiban para terdakwa selaku anggota DPRD Kota Malang periode tahun 2014 2019 sebagaimana ketentuan :

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN), pasal 5 angka 4 yang menyatakan : “Setiap penyelenggara negara berkewajiban untuk tidak melakukan perbuatan korupsi, kolusi dan nepotisme”. Pasal 5 angka 6 lebih lanjut menyatakan : “Setiap penyelenggara negara berkewajiban untuk melaksanakan tugas dengan penuh tanggung jawab dan tidak melakukan perbuatan tercela, tanpa pamrih baik untuk kepentingan pribadi, keluarga, kroni, maupun kelompok, dan tidak mengharapkan imbalan dalam bentuk apa pun yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.”

Pasal 400 ayat (3) UU RI Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD, juncto UU RI Nomor 42 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD yang menyatakan : “Anggota DPRD Kabupaten/Kota dilarang melakukan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN”.

Menurut Majelis Hakim, bahwa perbuatan para terdakwa merupakan Tindak Pidana, sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 12 B UU RI 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI  Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP juncto pasal 65 ayat (1) KUHP.

“Menadili ; Menyatakan bahwa terdakwa Arief Hermanto, Teguh Mulyono, Mulyanto, Choeroel Anwar dan terdakwa Suparno (dan terdakwa Erni Farida, Sony Yudiarto, Harun Prasojo, Teguh Puji Wahyono dan terdakwa Choirul Amri) terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah menurut hukum melakukan tindak pidana Korupsi sebagaimana dalam dalam Pasal 12 huruf a dan Pasal 12 B UU RI 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI  Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP juncto pasal 65 ayat (1) KUHP,” ucap Ketua Majelis Hakim Cokorda Gedearthana.

“Meghukum terdakwa Mulyanto dengan pidana penjara selama 4 tahun dan 6 bulan, denda sebesar Rp100 juta subsidair 1 bulan kurungan. Hukuman tambahan, terdakwa Mulyanto diwajibkan untuk mengembalikan uang yang diterima terdakwa sebesar Rp70 juta dari total Rp117.5 juta yang diterima terdakwa, karena yang 47.5 juta rupiah sudah dikembalikan ke negara melalui KPK. Atau harta benda terdakwa akan disita oleh Jaksa untuk dilelang sebagai uang pengganti apabila terdakwa tidak membayar, atau dipenjara selama 1 bulan bila harta benda terdakwa tidak mencukupi ;

Kemudian terdakwa Teguh Mulyono, dengan pidana penjara selama 4 tahun dan 2 bulan, denda sebesar Rp100 juta subsidair 1 bulan kurungan. Hukuman tambahan, untuk mengembalikan uang yang diterima terdakwa sebesar Rp88.5 juta dari total Rp117.5 juta yang diterima terdakwa, karena yang 29 juta rupiah sudah dikembalikan ke negara melalui KPK. Atau harta benda terdakwa akan disita oleh Jaksa untuk dilelang sebagai uang pengganti apabila terdakwa tidak membayar, atau dipenjara selama 1 bulan bila harta benda terdakwa tidak mencukupi ;

Berikutnya, Majelis Hakim menjatuhkan hukuman pidana penjara terhadap terdakwa Arif Hermanto, Choirul Anwar dan terdakwa Suparno, masing-masing selama 4 tahun dan 1 bulan terhadap terdakwa dan denda masing-masing terdakwa sebesar Rp100 juta subsidair 1 bulan kurungan ;

Dan hukuman tambahan terhadap terdakwa Arif Hermanto berupa mengembalikan uang pengganti sebesar Rp117.5 juta, dan terdakwa Suparno sebesar Rp55 juta, dari total Rp117.5 juta yang diterima kedua terdakwa Suparno, karena yang 62.5 juta rupiah sudah dikembalikan ke negara melalui KPK. Atau harta benda terdakwa Arif Hermanto dan terdakwa Suparno akan disita oleh Jaksa untuk dilelang sebagai uang pengganti apabila terdakwa tidak membayar, atau dipenjara selama 1 bulan bila harta benda terdakwa tidak mencukupi ;

Untuk terdakwa Choirul Anwar tidak dijatuhi hukuman tambahan karena terdakwa sudah mengembalikan uang seluruhnya sebesar Rp117.5 juta ke negara melalui KPK. Ke- 5 terdakwa ini juga di hukum berupa pencabutan hak untuk memilih dan dipilih dalam jabatan publik yang diatur dalam peraturan yang berlaku masing-masing selam 3 tahun setelah para terdakwa selesai menjalani hukuman pidana penjara.

Kemudian Majelis Hakim menjatuhkan hukuman pidana penjara paling lama terhadap terdakwa Sony Yudiarto yaitu selama 4 tahun dan 2 bulan, denda sebesar Rp100 juta subsidair 1 bulan kurungan. Sedangkan terdakwa Erni Farida, Harun Prasojo, Teguh Puji Wahyono dan Choirul Amri, Majelis Hakim menjatuhkan hukuman pidana penjara masing-masing selama 4 tahun dan 1 bulan, denda masing-masing sebesar Rp100 juta subsidair 1 bulan kurungan ;

Dari ke-5 terdakwa ini, Majelis Hakim hanya menjatuhkan hukuman tambahan terhadap terdakwa Sony Yudiarto berupa mengembalikan uang pengganti sebesar Rp112.5 juta dari total Rp117.5 juta yang diterima kedua terdakwa Suparno, karena terdakwa baru mengembalikan uang sebesar Rp5 juta. Atau harta benda terdakwa Arif Hermanto dan terdakwa Suparno akan disita oleh Jaksa untuk dilelang sebagai uang pengganti apabila terdakwa tidak membayar, atau dipenjara selama 1 bulan bila harta benda terdakwa tidak mencukupi ;

Hukuman tambahan terhadap terdakwa Erni Farida, Sony Yudiarto, Harun Prasojo, Teguh Puji Wahyono dan Choirul Amri  berupa pencabutan hak untuk memilih dan dipilih dalam jabatan publik yang diatur dalam peraturan yang berlaku masing-masing selam 3 tahun setelah para terdakwa selesai menjalani hukuman pidana penjara,” ucap Ketua Majelis Hakim di akhir surat putusannya.

Atas putusan Majelis Hakim, terdakwa Arief Hermanto, Teguh Mulyono, Mulyanto, Choeroel Anwar dan terdakwa Suparno maupun JPU KPK mengatakan menerima.

“Saya menerimanya,” kata terdakwa Mulyanto yang diikuti 4 rekannya, begitu juga dengan JPU KPK.

Dan juga terdakwa Erni Farida, Sony Yudiarto, Harun Prasojo, Teguh Puji Wahyono dan terdakwa Choirul Amri mengatakan menerima putusan Majelis Hakim. Namun JPU KPK mengatakan pikir-pikir atas Vonis terhadap terdakwa Sony Yudiarto.

“Terima kasih Yang Mulia. Terhadap putusan untuk terdakwa Sony Yudiarto, kami masih pikir-pikir, karena kami masih perlu mengecek terkait uang sebesar lima juta (Rp5 juta) pengembalian dari terdakwa,” kata JPU KPK Burhanudin.

Seusai persidangan, terkait putusan Majelis Hakim terhadap terdakwa Soni Yudiaro, JPU KPK Aris Suhermanto kepada wartawan media ini mengatakan, masih pikir-pikir karean masih harus mengecek terkait uang sebesar Rp5 juta yang diekembalikan oleh terdakwa ke KPK.

“Satu terdakwa, yaitu Soni, kita masih pikir-pikir karena kita masih harus mengecek pengembalian uang sebesar Rp5 juta oleh terdakwa,” ujar JPU KPK Arif Suhermanto. (Rd1)

Posting Komentar

Tulias alamat email :

 
Top