0
Terdakwa searah jarum jam, Diana Yanti, Sugiarto, Afdhal Fauzan, Heri Susanto, Syamsul Fajrih, Ribut Harianto, Imam Ghozali, Mohammad Fadli, Asia Iriani, Indra Tjahyono, Een. Ambarsar dan Bambang Triyoso

beritakorupsi.co - Rabu, 2 April 2019, Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia (KPK RI), membacakan surat tuntutannya dengan pidana penjara antara 4 hingga 6 tahun terhadap 12 terdakwa selaku anggota DPRD Kota Malang periode 2014 - 2019 dalam kasus Korupsi Suap dan Gratifikasi saat pembahasan APBD (murni) Tahun Anggaran (TA) 2015 pada Nopember - Desember  2014, dan juga menerima uang suap dengan istilah “Pokir dan uang sampah” dari Wali Kota Malang Moch. Anton (sudah divonis)  melalui Ketua DPRD Kota Malang Moch. Arif Wicaksono (juga sudah divonis), saat pembahasan Perubahan APBD Kota Malang Tahun Anggaran (TA) 2015 pada Juni - Juli 2015, yang totalnya sebesar Rp6.5 miliyar.

Surat tuntutan itu dibacakan oleh Tim JPU KPK Burhanudin, Arif Suhermanto, Andi Kurniawan dkk diruang sidang Cakra Pengadilan Tipikor Surabaya dengan Ketua Majelis Hakim Dede Suryaman dan dibantu 2 (dua) Hakim Anggota (Ad Hock) serta Panitra Pengganti (PP),  sementara para terdakwa didampingi oleh masing-masing Penasehat Hukumnya.

Ke- 12 terdakwa anggota DPRD Kota Malang itu dibagi dalam 3 berkas penuntutan, yaitu Diana Yanti (PDIP), Sugiarto (PKS), Afdhal Fauzan (HANURA), Heri Susanto (PDIP), Syamsul Fajrih dari PPP (satu berkas), dan Ribut Harianto dari Fraksi Golkar (satu perkara). Kemudian yang satu berkas perkara lagi adalah Imam Ghozali (HANURA), Mohammad Fadli (NASDEM), Asia Iriani (PPP), Indra Tjahyono (DMOKRTA), Een. Ambarsari (GERINDRA) dan Bambang Triyoso (PKS).
JPU KPK
Dengan dibacakannya surat tuntutan terhadap 12 terdakwa ini, jumlah anggota DPRD Kota Malang periode 2014 - 2019 yang sudah diadili karena menerima uang suap dan gratifikasi sebanyak 41 dari 45 jumlah anggota DPRD Kota Malang yang dilantik pada tahun 2014 lalu. Dan dari jumlah 41 orang anggota DPRD Kota Malang ini, 19 diantaranya sudah Inckrah yaitu, 1. Moch. Arif Wicaksono (Ketua DPRD dari Fraksi PDIP),; 2. Sulik  Lestyowati (Ketua Komisi A/Demokrat),; 3. Abd. Hakim (Ketua Komis B/PDIP),; 4. Bambang Sumarto (Ketua Komisi C/Golkar),; 5. Imam Fauzi (Ketua Komisi D/PKB),; 6. Syaiful Rusdi (Fraksi PAN),; 7.Tri Yudiani (Fraksi PDIP),; 8. Rahayu Sugiarti (Wakil Ketua/Partai Golkar),; 9. Ya’quban Ananda Gudban (Ketua Fraksi Hanura-PKS),; 10.  Hery Subiantono (Ketua Fraksi Demokrat),; 11. Heri Pudji Utami (Ketua Fraksi PPP-Nasdem),; 12. Abdul Rahman (Fraksi PKB),; 13. Sukarno (Ketua Fraksi Golkar),; 14. Sprapto (Ketua Fraksi PDIP),; 15. Sahrawi (Ketua Fraksi PKB),; 16. Mohan Katelu (Ketua Fraksi PAN),; 17. Slamet (Ketua Fraksi Gerindra),; 18 H.M. Zainuddin AS (Wakil Ketua/PKB) dan 19. Wiwik Hendri Astuti (Wakil Ketua/Partai Demokrat).

Sedangkan 10 terdakwa menunggu Vonis (Sidang Putusan akan berlangsung pada tanggal 4 April 2019), diantaranya 1. Arief Hermanto (PDIP),; 2. Teguh Mulyono (PDIP),; 3. Mulyanto (PKB),; 4. Choeroel Anwar (GOLKAR),;  5. Suparno (GERINDRA),; 6. Erni Farida (PDIP),; 7. Sony Yudiarto (DEMOKRAT),; 8. Harun Prasojo (PAN),; 9. Teguh Puji Wahyono (GERINDRA) dan 10.  Choirul Amri (PKS).

Dengan dibacakannya surat tuntutan terhadap 12 terdakwa ini (Diana Yanti, Sugiarto, Afdhal Fauzan, Heri Susanto, Syamsul Fajrih, Ribut Harianto, Imam Ghozali, Mohammad Fadli, Asia Iriani, Indra Tjahyono, Een. Ambarsar dan Bambang Triyoso), berarti 41 dari 45 jumlah anggota DPRD Kota Malang periode 2014 - 2019 sudah diadili karena kasus yang sama, yaitu menerima uang suap dan gratifikasi saat pembahasan APBD dan APBD Perubahan Kota Malang Tahun Anggaran 2015, dan tak satupun yang mengakhiri jabatannya karena langsung di PAW (Pergantian Antara Waktu).
Tuntutan pidana terhadap 41 terdakwa/terpidana anggota DPRD Kota Malang periode 2014 - 2019 oleh Jaksa KPK adalah sama, yaitu melakukan Tindak Pidana Korupsi menerima Suap pada saat pembahasan APBD (murni) TA 2015 pada tahun 2014 yang besarnya masing-masing Rp100 juta untuk anggota, dan Rp125 juta untuk unsur Ketua (Ketua, Wakil Ketua, Ketua Fraksi dan Ketua Komisi) yang diancam pidana dalam Pasal 12 huruf a Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), serta menerima gratifikasi berupa uang “Pokir” masing-masing anggota sebesar Rp12.5 juta, dan unsur Ketua sebesar Rp15 juta, serta uang “Sampah” sebesar Rp5 juta untuk masing-masing anggota dan 10 juta rupiah untuk unsur Ketua, pada saat pembahasan Perubahan APBD Kota Malang TA 2015 pada Juni - Juli 2015, dan dijerat dengan Pasal 12 huruf B UU Tipikor.

Total uang suap yang mengalir dari Pemerintah Kota Malang ke DPRD Kota Malang  untuk pembahasan APBD dan APBD-Perubahan TA 2015 sebesar Rp6.5 miliyar, supaya seluruh anggota DPRD menyetujui pembahasan APBD dan APBD-P yang diajukan oleh Pemerintah Kota Malang.

“Ada uang, Abang sayang. Tak ada Uang, Abang melayang”. Ungkapan inilah sepertinya yang terjadi dalam pembahasan APBD oleh DPRD Kota Malang. Begitu ada uang, pembahasan APBD pun lancar sesuai dengan keinganan Pemerintah Kota Malang.

Andai saja KPK tidak menelisik kasus ini, 41 anggota DPRD Kota Malang akan mengakhiri jabatannya dengan mulus, dan bahkan ada diantaranya yang akan terpilih kembali karena sebagai Caleg periode 2019 - 2024, begitu juga Yaqud Ananda Gudban dan Moh. Anton akan menyaksikan penmugutan suara saat pemlihan Wali Kota Malang untuk periode 2018 - 2023.

Ternyata “nikmat membawa sengasara”. Inipula yang dialaimi oleh Kepala Dinas PUPR Kota Malang Jarot Eddy Sulistyono, Wali Kota Malang Moch. Anton dan 41 anggota DPRD Kota Malang periode 2014 - 2019 sama-sama meringkuk dipenjara yang lamanya masing-masing antara 4 hingga 5 tahun, serta pencabutan hak politiknya masing-masing selama 5 tahun setelah selesai menjalani hukuman pidana penjara.
Anehnya, kasus inipun mengundang pertanyaan dari masyarakat terutama dari para terdakwa/terpidana selaku anggota DPRD yang menerima suap kepada KPK. Karena mantan Sekda Kota Malang Cipto Wiyono yang saat ini menjabat sebagai Kepala Dinas Cipta Karya Pemprov Jatim, dan Teddy Soejadi Soemarma, selaku Kepala Bidang Dinas PUPR Kota Malang serta 45 kontraktor di lingkungan Dinas PUPR yang terlibat dalam pemberian uang ke DPRD Kota Malang melalui Teddy, yang hingga saat ini selamat dari tangan tangan penyidik anti rasuah.

Tak salah memang, bila tuduhan miring dilontarkan oleh masyarakat kepada KPK, yang dengan semangatnya pada saat menjelang Pilkada serentak pada tanggal 27 Juni 2018, KPK langsung menetapkan 22 anggota DPRD, dan Satu diantaranya adalah Calon Wali Kota termasuk Wali Kota Malang sebagai petahan menjadi tersangka, sementara Cipto Wiyono, Teddy dan puluhan kontraktor hingga saat ini “aman-aman saja”.

Yang lebih anehnya lagi adalah, dari 13 Kepala Daerah (Bupati/Wali Kota) di Jawa Timur yang diseret KPK ke Pengadilan Tipikor Surabaya untuk diadili karena Korupsi, beberapa diaranya masih juga belum tuntas, termasuk kasus suap seluruh anggota DPRD Kota Malang. Mengap ?

Sementara dalam persidangan yang berlangsung (Selasa, 2 Aprli 2019), 12 terdakwa dituntut pidana penjara antara 4 hingga 6 tahun, dan tuntutan pidana tambahan berupa pengembalian seluruh duit “haram” yang dinikmati para terdakwa, serta pencabutan hak politiknya selama 5 tahun setelah selesai menjalani hukuman pidana penjara.

Dalam surat tuntutan JPU KPK, ke- 12 terdakwa ini dijerat Pasal 12 huruf a (atau pasal 11) UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana dan Pasal 65 ayat (1) KUHPidana

Dari 12 terdakwa ini, Sugiarto dan Een. Ambarsari dituntut pidana penjara lebih tinggi dari  rekannya, yaitu dengan pidana penjara masing-masing selama 6 tahun, denda masing-masing sebesar Rp 200 juta subsider 2 bulan kurungan dan tuntutan pidana tambahan berupa mengembalikan uang suap dan gratifikasi yang diterima terdakwa Sugiarto dan Een. Ambarsari, masing-masing sebesar Rp117.5 juta, atau harta bendanya akan disita oleh Jaksa untuk dilelang sebagai uang pengganti apabila terdakwa Sugiarto tidak membayar, atau dipenjara selama 3 bulan bila harta benda terdakwa tidak mencukupi, serta pencabutan hak politiknya selama 5 tahun setelah selesai menjalani hukuman. Alasan JPU KPK dalam surat tuntutannya, karena terdakwa Sugiarto tidak mengakui dan belum mengembalikan sama sekali.

Tuntutan tertinggi kedua untuk terdakwa Syamsul Fajrih dan Bambang Triyoso dengan pidana penjara masing-masing selama 5 tahun, denda masing-masing sebesar Rp 200 juta subsider 2 bulan kurungan. Dan membayar uang pengganti serta pencabutan hak politik terdakwa  Syamsul Fajrih yang sama dengan terdakwa Sugiarto dan Een. Ambarsari. Sedangkan untuk terdakwa Bambang Triyoso, membayar uang pengganti sebesar Rp55.5 juta, karena yang 62 juta rupiah dari total yang diterima terdakwa sejumlah Rp117.5 juta sudah dikembalikan ke negara melalui KPK. Atau harta benda terdakwa akan disita oleh Jaksa untuk dilelang sebagai uang pengganti apabila terdakwa tidak membayar, atau dipenjara selama 2 bulan bila harta benda terdakwa tidak mencukupi

Kemudian Tuntutan tertinggi ketiga untuk terdakwa Heri Susanto, Imam Ghozali, Mohammad Fadli, Asia Iriani, dan terdakwa Ribut Harianto dengan pidana penjara masing-masing selama 4 tahun dan 6 bulan, denda masing-masing sebesar Rp 200 juta subsider 2 bulan kurungan.

Dan tuntutan pidana tambahan terhadap terdakwa Heri Susanto berupa mengembalikan uang penggati yang sisanya sebesar Rp106 juta, karena yang 11 juta rupiah dari total yang diterima terdakwa Diana Yanti sejumlah Rp117.5 juta sudah dikembalikan ke negara melalui KPK. Atau harta benda terdakwa akan disita oleh Jaksa untuk dilelang sebagai uang pengganti apabila terdakwa tidak membayar, atau dipenjara selama 3 bulan bila harta benda terdakwa tidak mencukupi

Terdakwa Imam Ghozali dituntut untuk mengembalikan uang pengganti sebesar Rp55.5 juta, karena yang 65 juta rupiah dari total yang diterima terdakwa sejumlah Rp117.5 juta sudah dikembalikan ke negara melalui KPK. Atau harta bendanya akan disita oleh Jaksa untuk dilelang sebagai uang pengganti apabila terdakwa tidak membayar, atau dipenjara selama 3 bulan bila harta benda terdakwa tidak mencukupi.
Terpidana Moch. Arif Wicaksono saat sebagai saksi untuk 18 terdakwa/terpidana pada sidang beberapa bulan lallu, yaitu.  1. Sulik  Lestyowati (Ketua Komisi A/Demokrat),; 2. Abd. Hakim (Ketua Komis B/PDIP),;3. Bambang Sumarto (Ketua Komisi C/Golkar),; 4. Imam Fauzi (Ketua Komisi D/PKB),;5. Syaiful Rusdi (Fraksi PAN),; 6.Tri Yudiani (Fraksi PDIP),; 7. Rahayu Sugiarti (Wakil Ketua/Partai Golkar),; 8. Ya’quban Ananda Gudban (Ketua Fraksi Hanura-PKS),; 9.  Hery Subiantono (Ketua Fraksi Demokrat),; 10. Heri Pudji Utami (Ketua Fraksi PPP-Nasdem),; 11. Abdul Rahman (Fraksi PKB),; 12. Sukarno (Ketua Fraksi Golkar),; 13. Sprapto (Ketua Fraksi PDIP),; 14. Sahrawi (Ketua Fraksi PKB),; 15. Mohan Katelu (Ketua Fraksi PAN),; 16. Slamet (Ketua Fraksi Gerindra),; 17 H.M. Zainuddin AS (Wakil Ketua/PKB) dan 18. Wiwik Hendri Astuti (Wakil Ketua/Partai Demokrat).

Untuk terdakwa Mohammad Fadli, dituntut untuk mengembalikan uang pengganti sebesar Rp67.5 juta, karena yang 50 juta rupiah dari total yang diterima terdakwa sejumlah Rp117.5 juta sudah dikembalikan ke negara melalui KPK. Atau harta bendanya akan disita oleh Jaksa untuk dilelang sebagai uang pengganti apabila terdakwa tidak membayar, atau dipenjara selama 3 bulan bila harta benda terdakwa tidak mencukupi.

Terdakwa Asia Iriani juga dituntut untuk mengembalikan uang pengganti sebesar Rp105 juta, karena terdakwa baru mengembalikan sebesar Rp12.5 juta rupiah ke negara melalui KPK, dari total uang suap dan gratifikasi yang diterima terdakwa sejumlah Rp117.5 juta. Atau harta bendanya akan disita oleh Jaksa untuk dilelang sebagai uang pengganti apabila terdakwa tidak membayar, atau dipenjara selama 3 bulan bila harta benda terdakwa tidak mencukupi.

Dan untuk terdakwa Ribut Harianto, dituntut untuk mengembalikan uang pengganti sebesar Rp65.5 juta, karena terdakwa baru mengembalikan sebesar Rp52 juta rupiah ke negara melalui KPK, dari total uang suap dan gratifikasi yang diterima terdakwa sejumlah Rp117.5 juta. Atau harta bendanya akan disita oleh Jaksa untuk dilelang sebagai uang pengganti apabila terdakwa tidak membayar, atau dipenjara selama 3 bulan bila harta benda terdakwa tidak mencukupi.

Tuntutan pidana selanjuya untuk terdakwa Diana Yanti, Indra Cahyono dan terdakwa Akhmad Fauzan dengan pidana penjara masing-masing selama 4 tahun dan 3 bulan, membayar denda yang sama dengan terdakwa lainnya. Tuntutan tambahan untuk mengembalikan uang suap yang dinikmati oleh terdakwa Diana Yanti sebesar Rp25 juta. Karena terdakwa baru mengembalikan sebesar Rp42.5 juta ke negara melalui KPK dari total uang suap yang diterima oleh terdakwa sebesar Rp67.5 juta. Atau harta bendanya akan disita oleh Jaksa untuk dilelang sebagai uang pengganti apabila terdakwa Sugiarto tidak membayar, atau dipenjara selama 1 bulan bila harta benda terdakwa tidak mencukupi.

Dari 12 terdakwa, hanya terdakwa Indra Cahyono dan terdakwa Akhmad Fauzan yang sudah mengembalikan seluruhnya uang suap yang diterimanya sebesar Rp117.5 juta ke negara melalui KPK. Namun tuntutan pencabutan hak politik terdawa Indra Cahyono dan terdakwa Akhmad Fauzan sama dengan terdakwa lainnya, yakni selama 5 tahun setelah selesai menjalani hukuman.

Jaksa KPK menguraikan Pasal yang disangkakan atas perbuatan para terdakwa dalam surat tuntutannya, yaitu Pasal 12 huruh a terkait penerima uang Pokir (pokok pokok pikiran) sebesar Rp15 juta untuk Ketua (Ketua DPRD, Wakil Ketua, Ketua Fraksi dan Ketu Komisi), dan Rp12.5 juta untuk masing-masing anggota atau sejumlah Rp700 juta yang dibagi-bagi oleh anggota DPRD Kota malang, yang dihitung 10 persen dari total anggaran Pokir sebesar Rp9 miliyar. Selain uang “Pokir” juga  uang “Sampah” sebesar Rp10 juta untuk unsur Ketua, dan sebesar Rp5 juta untuk masing-masing anggota atau total uang ‘sampah” yang dibagi-bagibagikan oleh anggota Dewan sebesar Rp300 juta, yang diterima  pada Juni - Juli 2015, saat pembahasan Perubahan APBD Kota Malang TA 2015.
10 Terdakwa ainnya yaitu1. Arief Hermanto (PDIP),; 2. Teguh Mulyono (PDIP),; 3. Mulyanto (PKB),; 4. Choeroel Anwar (GOLKAR),;  5. Suparno (GERINDRA),; 6. Erni Farida (PDIP),; 7. Sony Yudiarto (DEMOKRAT),; 8. Harun Prasojo (PAN),; 9. Teguh Puji Wahyono (GERINDRA) dan 10.  Choirul Amri (PKS).

JPU KPK juga menjelaskan Pasal 12 huruf B, terkait penerimaan duit sebesar Rp125 juta untuk unsur Ketua, dan Rp100 juta untuk masing-masing anggota atau totalnya sebesar Rp5.5 miliyar untuk dibagi-bagi oleh seluruh anggota Dewan, yang diterima pada sekitar Nopember 2014  Pebruari 2015 pada saat pembahasan APBD (murni) Kota Malang TA 2015.

JPU KPK Burhanudin menjelaskan, bahwa pada tanggal 25 Juni 2015, bertempat di ruang rapat paripurna DPRD Kota Malang, dilakukan Rapat Paripurna I dengan agenda penyampaian sambutan Walikota Malang dalam menghantar Konsep Kesepakatan Bersama antara Pemerintah Kota Malang dengan DPRD Kota Malang tentang Kebijakan Umum Anggaran (KUA) dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (PPAS) Perubahan APBD TA 2015.

Saa itu, ada permintaan uang Pokir oleh pihak legislator yang diwakili oleh Ketua DPRD Moch. Arif Wicaksono ke Wali Kota Malang Moch. Anton. Dan permintaan itu pun direspon oleh sang Wali Kota dengan memerintahkan Cipto Wiyono selaku Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Malang, dari Sekda ke Kepala Dinas PUPPR dan kemudian ke Teddy Sujadi Soemama selaku Kepala Bidang PUPPB Kota Malang untuk melaksanakan permintaan sang Dewan yang terhormat.

JPU KPK menjelaskan dalam surat tuntutannya, bahwa awal permintaan uang Pokir oleh legislator ke eksekutif, berawal pada tanggal 6 Juli 2015, sebelum dimulainya rapat paripurna dengan agenda penyampaian pendapat Badan Anggaran (Banggar) DPRD Kota Malang, dan pendapat Fraksi-fraksi terhadap Konsep Kesepakatan Bersama antara Pemerintah Kota Malang dengan DPRD Kota Malang tentang KUA dan PPAS Perubahan APBD TA 2015.

Pada saat itu Ketua DPRD Kota Malang Moch. Arief Wicaksono, melakukan pertemuan dengan Walikota Malang Moch. Anton, Wakil Walikota Malang Sutiadji, dan Sekretaris Daerah Kota Malang Cipto Wiyono yang bertempat di ruangan Ketua DPRD Kota Malang.

Pada pertemuan tersebut, Moch. Arief Wicaksono meminta kepada Walikota Malang Moch. Anton untuk memberikan uang imbalan fee pembahasan Rancangan Perubahan APBD TA 2015 dengan istilah 'uang pokir' kepada anggota DPRD Kota Malang, agar pembahasan berjalan lancar dan tidak ada halangan dari Anggota DPRD Kota Malang sehingga dapat disetujui.

“Atas permintaan tersebut, Moch Anton menyanggupi dengan memerintahkan Cipto Wiyono untuk menyiapkan 'uang pokir' dimaksud. Setelah pertemuan di ruangan Ketua DPRD tersebut, Moch. Arief Wicaksono membicarakan kembali dengan Moch. Anton secara berdua saja, agar Moch. Anton memenuhi permintaan uang oleh anggota DPRD tersebut, dan Moch Anton menyanggupinya,” kata JPU KPK

JPU KPK menyebutkan, hal itu disampaikan Moch. Arif Wicaksono kepada seluruh anggota DPRD Kota Malang. Selanjutnya Cipto Wiyono meminta Jarot Edy sulistyono untuk memerintahkan Teddy Soejadi Soemama selaku Kepala Bidang PUPPB Kota Malang untuk menemui dirinya. Setelah Teddy Soejadi Soemama menghadap, Cipto Wiyono meminta Teddy Soejadi Soemama agar mengumpulkan uang dari para rekanan atau kontraktor pada Dinas PUPPB  Kota Malang sebesar 9p900 juta, yang mana uang sebesar Rp700 juta diserahkan kepada Moch. Arif Wicaksono, dan uang Rp200 juta diserahkan kepada Cipto Wiyono.

Atas permintaan tersebut, Teddy Soejadi Soemama melaporkannya kepada Jarot Edy Sulistyono,  dan diperintahkan untuk melaksanakannya. Setelah uang terkumpul sebesar Rp900 juta, pada tanggal 13 Juli 2015 pagi hari, Teddy Soejadi Soemama menyerahkan uang pokir kepada Jarot Edy sulistyono di kantor Dinas PUPPB Kota Malang Jalan Bingkil No 1 Kota Malang. Selanjutnya, Jarot Edy Sulistyono melaporkan kepada Cipto Wiyono.
“Pada tanggal 14 Juli 2015 sekitar pukul 13.00 WIB, Moch. Arif Wicaksono menghubungi Cipto Wiyono, meminta realisasi uang pokir untuk anggota DPRD Kota Malang, yang kemudian Cipto Wiyono menyampaikan bahwa uang akan segera diserahkan oleh Jarot Edy sulistyono. Sekitar pukul 14.00 WIB, atas perintah Cipto Wiyono, Jarot Edy Sulistyono menghubungi Moch. Arif Wicaksono, menanyakan ke mana penyerahan uang pokir sebesar Rp700 juta,” ucap JPU KPK

“Kemudian Moch.  Arif Wicaksono meminta agar uang Pokir diserahkan di rumah dinasnya Jalan Panji Suroso No 7 Kota Malang dengan terlebih dahulu dipisahkan jatah untuk dirinya sebesar Rp100 juta, dan untuk seluruh anggota DPRD Kota Malang sebesar Rp600 juta dibungkus tersendiri. Kemudian,  pada pukul 14.24 WIB, Moch. Arif Wicaksono menyampaikan kepada Bambang Sumarto,  bahwa uang pokir dari Moch. Anton akan segera diterima,” ungkap JPU KPK kemudian.

Sekitar pukul 15.00 WIB, Jarot Edy Sulistiyono meminta Teddy Soejadi Soemama untuk menyerahkan uang sebesar Rp700 juta kepada Moch. Arief Wicaksono, dan uang sebesar Rp200  juta kepada Cipto Wiyono. Kemudian Tedy Sujadi Soemama menyerahkan uang sebesar Rp700  juta yang terbungkus dalam kardus kepada Moch. Arief Wicaksono dirumah dinasnya, dan Rp200 juta kepada Cipto Wiyono di rumah dinasnya, namun Cipto Wiyono tidak ada sehingga Teddy Sujadi Soemama menyerahkan uang tersebut melalui staff Cipto Wiyono yang berada dirumah dinas.

JPU KPK menyatakan, bahwa setelah para terdakwa dan anggota DPRD Kota Malang lainnya menerima uang tersebut, proses pembahasan Perubahan APBD Kota Malang TA 2015 berjalan lancar tanpa ada hambatan dari para anggota DPRD Kota Malang. Sehingga pada tanggal 22 Juli 2015, dapat dilaksanakan kegiatan penyampaian Pendapat Akhir Fraksi DPRD Kota Malang terhadap Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) Pembahan APBD TA 2015 yang pada pokoknya, menyetujui Rancangan Perubahan APBD TA 2015 menjadi APBD-P TA 2015 Kota Malang sebagaimana dituangkan dalam Keputusan DPRD Kota Malang Nomor:  188.4/48/35.73.201/2015 tanggal 22 Juli 2015 tentang Persetujuan Penetapan Recangan Peraturan Daerah Kota Malam Tentang Perubahan Anggaran Pendapatan dan Beianja Dumh Tahm Anggaran 2015 yang ditandatangani oleh Moch. Arief Wicaksono selaku Ketua DPRD Kota Malang.

Bahwa para terdakwa mengetahui atau patut diduga, bahwa uang tersebut diberikan agar memberikan pemetujuan terhadap usulan Perubahan APBD Pemerintah Kota Malang TA 2015,  yang bertentangan dengan kewajiban para terdakwa sebagaimana diatur dalam Pasal 5 angka 4 dan 6 UU RI Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KKN) juncto Pasal 400 ayat (3) UU RI Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD juncto UU RI Nomor 42 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD.

“Perbuatan para terdakwa merupakan tindak pidana, sebagaimana diatur dan diancam pidana menurut Pasal 12 huruf a (atau pasal 11) UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP,” ucap JPU KPK.
Selain menerima uang suap,  para terdakwa juga didakwa menerima Gratifikasi

JPU KPK juga menjerat para terdakwa selaku anggota DPRD Kota Malang ini telah menerima gratifikasi berupa uang “sampah” pada saat pembahasan persetujuan pelaksanaan proses Investasi pembangunan dan pengelolaan barang milik daerah Pemerintah Kota Malang berupa tanah yang difungsikan sebagai Tempat Pembuangan Akhir  (TPA) Supit Urang sebesar Rp300 juta, dan penerimaan uang pada tahun 2014 dalam pembahasan APBD Kota Malang TA 2015 sebesar Rp5.5 milliar, yang juga dibagikan keseluruh anggota Dewan.

JPU KPK dalam surat tuntutannya mengungkapkan, bahwa dalam rentang waktu antara bulan September 2014 sampai dengan bulan Juli 2015,  bertempat di Kantor DPRD Kota Malang di Jalan Tugu No. 1A Kota Malang, para tendakwa telah menenma uang sebesar Rp5.500.000.000 (Lima milyar Lima ratus juta rupiah) pada saat  pembahasan APBD Kota Malang Tahun Anggaan 2015.

Dan uang itupun dibagikan oleh Ketua DPRD Kota Malang Moch. Arief Wicaksono kepada 45 anggota DPRD Kota Malang.

“Bahwa para terdakwa sejak menerima uang tersebut di atas, tidak melaporkan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sampai dengan batas waktu 30 (Tiga puluh) hari kerja,  sebagaimana yang dipersyaratkan dalam UU RI Nomor 31Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.  padahal penerimaan itu tidak ada alasan yang sah menurut hukum,” ucap JPU KPK.

JPU KPK mengatakan, bahwa perbuatan para terdakwa, menerima gratifikasi dalam bentuk uang tersebut, haruslah dianggap suap karena berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan kewajiban, atau tugas para terdakwa selaku Penyelenggara Negara, yaitu sebagai anggota DPRD Kota Malang. Hal mana bertentangan dengan kewajiban para terdakwa selaku anggota DPRD Kota Malang periode tahun 2014 2019 sebagaimana ketentuan :

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN), pasal 5 angka 4 yang menyatakan : “Setiap penyelenggara negara berkewajiban untuk tidak melakukan perbuatan korupsi, kolusi dan nepotisme”. Pasal 5 angka 6 lebih lanjut menyatakan : “Setiap penyelenggara negara berkewajiban untuk melaksanakan tugas dengan penuh tanggung jawab dan tidak melakukan perbuatan tercela, tanpa pamrih baik untuk kepentingan pribadi, keluarga, kroni, maupun kelompok, dan tidak mengharapkan imbalan dalam bentuk apa pun yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.”

Pasal 400 ayat (3) UU RI Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD, juncto UU RI Nomor 42 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD yang menyatakan : “Anggota DPRD Kabupaten/Kota dilarang melakukan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN”.

“Perbuatan para terdakwa merupakan Tindak Pidana, sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 12 B UU RI 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI  Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP juncto pasal 65 ayat (1) KUHP,” ucap JPU KPK

JPU KPK juga mengatakan, selain para terdakwa dituntut pidana, juga dituntut pidana tambahan berupa pengembalian uang yang besarnya sejumlah yang diterima oleh para terdakwa serta pencabutan hak memilih dan dipilih dalam jabatan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah setelah para terdakwa selesai menjalani hukuman. Hal itu untuk menghidari masyarakat dari pemimpin yang terjerat Tindak Pidana Korupsi.

Atas tuntutan JPU KPK, Ketua Majelis Hakim Dede Suryaman, memberikan kesempatan kepada para terdakwa melalui Penasehat Hukumnya masing-masing untuk menyampaikan Pledoi atau Pembelaannya pada sidang berikutnya.

“Untuk pembelaan, saudara diberi kesempatan satu Minggu,” ucap Ketua Majelis Hakim lalu menutup untuk menunda perisidangan dan akan dilangsungkan seminggu kemudian. (Rd1)

Posting Komentar

Tulias alamat email :

 
Top