0
beritakorupsi.co - Kamis,4 April 2019, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Surabaya menjatuhkan hukuman pidana penjara antara 2 tahun hingga 2 tahun dan 3 bulan terhadap 2 terdakwa kasus Korupsi selaku pemberi suap terhadap Bupati Mojokerto Mustofa Kamal Pasha (juga terdakwa sudah divonis 8 tahun penjara), tekait pemberian 11 ijin IPPR (Ijin Prinsip Pemanfataan Ruang) dan 11 ijin IMB (Izin Mendirikan Bangunan) pembangunan Tower Telekomunikasi milik PT Protelindo di Kabupaten Mojokerto tahun 2015.

Kedua terdakwa itu adalah Ockyanto selaku  Permit & Regulatory Division Head PT Tower Bersama lnfrastructurure Tower Bersama Grup (PT TBG), warga JI. Akasia Blok EE Nomor 25, Plumpang, Tanjung Priok, Jakarta Utara dan Nabiel Titawano selaku Penyedia Jasa di PT Tower Bersama lnfrastructurure Tower Bersama Grup (PT TBG), warga JI. Pinang Merah Vlll/SI 23, Pondok Indah, Jakarta Selatan

Hukuman pidana penjara terhadap ke- 2 terdakwa dibacakan oleh Majelis yang diketuai Cokorda Gedearthana., SH., MH, dengan dibantu 2 (dua) Hakim Ad Hoc masing-masing sebagai anggota yaitu Samhadi., SH., MH dan Dr. Lufsiana dalam persidangan yang berlangsung diruang sidang Cakra Pengadilan Tipikor Surabaya Jalan Raya Juanda, Sedati, Sidoarjo Jawa Timur dengan agenda pembacaan surat putusan yang dihadiri oleh Tim JPU KPK Abdul Basir, Nur Haris Arhadi dkk serta Penasehat Hukum (PH) terdakwa.

Dalam kasus ini, selain kedua terdakwa (Ockyanto dan Nabiel Titawano), Majelis Hakim juga memvonis Tiga (3) terdakwa lain selaku pemberi suap kepada Bupati Mojokerto dalam perkarabterpisah, yaitu Onggo Wijaya (Direktur Operasi PT Protelindo),; Suhawi (Direktur CV Sumajaya Citra Abadi) dan Subhan selaku Wakil Bupati Malang yang juga sebagai Direktur CV. Central Manunggal.

Sedangkan Mustopa Kamal Pasha, sudah diadili terlebih dahulu dan sudah divonis pidana penjara selama 8 (delapan) tahun dari 12 tahun tuntutan PU KPK. Selain itu, di hukum juga untuk membayat denda sebesar Rp500 juta. Hukuman pidana tambahan berupa mengembalikan uang suap yang dinikmati Mustopa Kamal pasha sebesar Rp2.250.000.000 (dua miliyar dua ratus lima puluh juta rupiah) serta pencabutan hak politiknya selama 5 tahun.

Namun terdakwa Mustopa Kamal Pasha pun saat ini masih menunggu putusan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Tinggi - Jawa Timur di Jalan Sumatera Surabaya, apakah berkurang atau bermabah.
Terdakwa Nabiel Titawano
Dari kasus inipun masih menggelitik, sebab penyidik KPK memberikan kebebasan terhadap orang kepercayaan Mustopa Kamal Pasha, yakni Nano Santoso Hudiarto alias Nono dan Bambang Wahyudi hingga saat ini. Pada hal, mantan Kepala Desa yang juga tim sukses Mustofa Kamal Pasha dalam Pemilihan Bupati Mojokerto pada tahun 2010 itulah yang menerima duit. Selain itu, Nano Santoso Hudiarto alias Nono juga berperan memutasi para Kepala Sekolah SMP Negeri di Kabupaten Mojokerto. Sementara peran Bambang Wahyudi adalah menyampaikan ke terdakwa Subhan, bahwa untuk pemberian 11 ijin terkait IPPR dan 11 ijin IMB harus ada fee ke Bupati

Sangat berbeda jauh sekali, saat penyidik KPK yang begitu bersemangat sekali saat menyeret 41 orang anggota DPRD Kota Malang termasuk Wali Kota Malang Moch. Anton menjadi tersangka dalam kasus Korupsi suap uang Pokir yang diterima anggota Dewan masing-masing sebesar Rp12.5 juta untuk anggota dan 15 juta ru[iah untuk pimpinan Dewan saat pembahasan Perubahan APBD Kota Malang TA 2015, menjelang Pilkada serentak pada tanggal 27 Juni 2018 lalu.

Tidak salah memang kalau pada saat persidangan, Mustofa Kamal Pasha mengatakan tidak menerima uang dari para terdakwa, karena Mustofa Kamal Pasha menerima dari Nono dan Lutfi Arif Mustaqin. Sedangkan kedua orang ini tidak di proses hukum sama dengan Mustofa Kamal Pasha.

Sementara Majelis Hakim mengatakan, bahwa Terdakwa I Ockyanto bersama dengan Terdakwa II Nabiel Titawano, pada bulan Juni 2015 atau setidak-tidaknya pada suatu waktu dalam tahun 2015, bertempat di Jalan sekitar Tempat Pemakaman Umum (TPU) Dlanggu, Mojokerto, dan di Jalan Maret A07 BSP Regency Mojokerto, atau setidak-tidaknya di suatu tempat yang termasuk dalam daerah hukum Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Surabaya, yang berwenang untuk memeriksa, mengadili, dan memutus perkara ini, telah melakukan atau turut serta melakukan beberapa perbuatan yang mempunyai hubungan sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai perbuatan berlanjut, memberi uang sebesar Rp2.600.000.000 (dua milyar enam ratus juta rupiah) kepada Mustopa Kamal Pasha selaku Bupati Mojokerto periode tahun 2010-2015, dengan maksud supaya Mustopa Kamal Pasha memberikan rekomendasi 11 Izin Prinsip Pemanfataan Ruang (lPPR) dan 11 izin Mendirikan Bangunan (IMB) atas beroperasinya Tower Telekomunikasi milik PT Tower Bersama Infrastructure/Tower Bersama Grup (TBG).

Menurut Majelis Hakim, bahwa perbuatan itu bertentangan dengan kewajiban Mustopa Kamal Pasha selaku Bupati Mojokerto, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 huruf e Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Majelis Hakim membeberkan perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa Terdakwa I Ockyanto dan Terdakwa II Nabiel Titawano dengan cara-cara sebagai berikut ;

Pada awal tahun 2015, Suharsono selaku Ka Sat Pol PP (Kepala Satuan Polisi Pamong Praja)  Kabupaten Mojokerto, melaporkan kepada Mustopa Kmal Pasha, bahwa di wilayah Kabupaten Mojokerto ditemukan, ada Tower Telekomunikasi yang telah berdiri dan beroperasi, tetapi belum memiliki IPPR dan IMB. Atas laporan tersebut, Mustopa Kamal Pasha memerintahkan untuk dilakukan pemetaan dan pendataan jumlah Tower Telekomunikasi di Kabupaten Mojokerto yang belum memiliki izin.

Setelah melakukan pemetaan dan pendataan, Suharsono melaporkan kepada Mustopa Kamal Pasha, bahwa ditemukan 11 (sebelas) Tower telekomunikasi atas nama perusahaan PT Profesional Telekomunikasi Indonesia (PT Protelindo) yang telah beroperasi, tetapi belum memiliki izin IPPR dan IMB. Atas laporan tersebut, Mustopa Kamal Pasha memerintahkan agar dilakukan penyegelan atas tower-tower yang dimaksud, sampai ada izin IPPR dan IMB. Kemudian dilaksanakanlah penyegelan dan penyitaan peralatan oleh Sat Pol PP Kabupaten Mojokerto.

Setelah dilakukan penyegelan, Mustopa Kamal Pasha memerintahkan Bambang Wahyudi selaku Kepala Badan Perijinan Terpadu dan Penanaman Modal (BPTPM) Kabupaten Mojokerto, bahwa untuk perijinan dari tower dimaksud, harus ada fee untuk Mustopa Kamal Pash sebesar Rp200.000.000 (dua ratus juta rupiah) per towemya, dan fee tersebut agar diserahkan melalui Nano Santoso Hudiarto alias Nono selaku orang kepercayaannya (Mutopa Kamal Pasha).

Beberapa hari kemudian, Terdakwa I Ockyanto mendapat laporan dari Yogi Pamungkas, bahwa ada beberapa tower telekomunikasi milik PT Tower Bersama lnfrastructurure Tower Bersama Grup (PT TBG) yang belum mempunyai IPPR dan IMB disegel oleh Sat Pol PP Kabupaten Mojokerto, sehingga tidak dapat beroperasi lagi.

Mendapat laporan tetsebut, terdakwa I Ockyanto meminta terdakwa II Nabiel Titawano   mengurus 11 IPPR dan 11 IMB atas tower yang disegel oleh Sat Politik PP tersebut, sampai tower telekomunikasi dapat beroperasi kembali, dimana Terdakwa II Nabiel Titawano menyanggupinya. 

“Untuk mengurus perijinan tower tersebut, Terdakwa II Nabiel Titawano menghubungi Agus Suharyanto agar dibantu mengurus perijinan tower telekomunikasi di Kabupaten Mojokerto. Kemudian Agus Suharyanto meminta Moh. Ali Kuncooro untuk membantunya,” ucap Majelis Hakim.

“Pada Bu;an April 2015, Agus Suharyanto dan Moh. Ali Kuncooro melakukan pertemuan dengan Bambang Wahyudi dan menyampaikan, untuk mendapatkan perijinan IPPR dan IMB harus disediakan fee sebesar Rp220.000.000 (dua ratus dua puluh juta rupiah) per-tower dengan rincian sebesar Rp200.000.000 (dua ratus juta rupiah) untuk Bupati Mustpa Kamal Pasha, dan sebesar Rp20.000.000 (dua puluh juta mpiah) untuk UKL dan UKP, sehingga untuk fee 11 tower yang harus disiapkan sebesar Rp2.420.000.000 (dua milyar empat ratus dua puluh juta rupiah). Atas permintaan tersebut Agus Suharyanto dan Moh. Ali Kuncoro menyetujuinya dan akan menyampaikan kepada Terdakwa II Nabiel Titawano selaku pihak yang mewakili PT TBG,” kata Majelis Hakim kemudian
Majelis Hakim mengatakan, setelah pertemuan tersebut, Agus Suharyanto menyampaikan hasil pertemuannya dengan Bambang Wahyudi kepada terdakwa Naibier, dimana Terdakwa II Nabiel Titawano  menyetujuinya. Atas informasi tersebut, Terdakwa II Nabiel Titawano menemui Terdakwa I  Ockyanto  menyampaikan, bahwa ia sanggup mengurus perijinan tower dengan biaya sebesar Rp2.600.000.000 (dua milyar enam ratus juta rupiah) dengan rincian pertowemya sebesar Rp260.000.000 (dua ratus enam puluh juta rupiah),  dimana uang tersebut digunakan untuk fee kepada Mustopa kamal Pasha.

Dan untuk operasional, Terdakwa II Nabiel Taitawano, atas penyampaian Terdakwa I Ockyanto menyepakatinya. Selanjutnya Terdakwa I Ockyanto mengajukan biaya pengurusan perijinan tower telekomunikasi di Kabupaten Mojokerto yang kemudian disetujui oleh Onggo Wijaya  selaku Chief Operation Officer Tower Bersama Group.

Majelis Hakim mengungkapkan, atas permohonan tersebut, kemudian Terdakwa I Ockyanto menerima uang secara bertahap dari PT Tower Bersama Grup, yang ditransfer dari Rekening Bank Nomor 0015032000 atas nama PT. Solu Sindo Kreasi Pratama ke Rekening Bank BCA Nomor 0354400835 atas nama Ocyanto secara bertahap, yaitu ; 1. Pada tanggal 1 April 2015 sebesar Rp1.250.000.000 (satu milyar dua ratus Iima putuh juta rupiah),;  2. Tanggal 1 Juli 2015 sebesar Rp1.330.000.000,00 (satu milyar tiga ratus tiga puluh ima rupiah),; 3. Tanggal 2 Juli 2015 sebesar Rp1.175.000.000.00 (satu milyar serratus tujuh puluh lima juta rupiah), dan 4.Tanggal 29 Agustus 2016 sebesar Rp260.000.000 (dua ratus enam puluh juta rupiah).

Majelis Hakim mengatakan, pada bulan Juni 2015, Terdakwa I KOckyanto menyerahkan uang sebesar Rp2.6 miliyar terhadap Terdakwa II Nabile Tatowano untuk pengurusan perijinan tower telekomunikasi terdakwa II Nabiel Titawano melalui setoran tunai ke Rekening Bank BCA cabang Pondok Indah nomor dengan nomor reekaning 04980347678 atas nama II Nabiel Titawano dalam tiga tahap yakni :

1. Tanggal 10 Juni 2015 sebesar Rp780.000.000.00 (tujuh ratus delapan puluh juta rupiah);
2. Tanggal 17 Juni 2015 sebesar Rp780.000.000.00 (tujuh ratus delapan puluh juta mpiah):
3. Tanggal 30 Juni 2015 sebesar Rp1.040.000.000.00 (satu milyar empat puluh juta mpiah):

Dari total uang fee sebesar Rp2.600.000.000.00 (dua milyar enam ratus juta rupiah)
yang diterima Terdakwa II Nabiel Titawano dari Terdakwa I Ockyanto tersebut, kemudian oleh Terdakwa II Nabiel Titawano dan beberapa diserahkan kepada Agus Suharyanto sebesar Rp2.410.000.000,00 (dua milyar empat ratus sepuluh juta rupiah) secara bertahap dengan rincian sebagai berikut :

 1. Sekitar awal bulan Juni 2015 di Samarinda. diserahkan secara tunai sebesar Rp220.000.000 (dua ratus dua puluh juta rupiah),; 2. Tanggal 11 Juni 2015 ditransfer ke rekening atas nama Moch. Kuncoro dengan nomor Rekening 6105090777 sebesar Rp350.000.000 (tiga ratus lima puluh juta rupiah),; 3. Tangga! 11 Jun12015 ditransfer ke rekening atas nama Dian Setyawan dengan nomor rekening 0331614687 sebesar Rp300.000.000 (tiga ratusjuta mpiah),; 4. Tanggal 17 Juni 2015 ditransfer ke rekening atas nama Moch. Kuncoro dengan nomor 6105090777 sebesar Rp220.000.000 (dua ratus dua puluh juta rupiah).

Kemudian tanggal 17 Juni 2015 ditransfer ke rekening atas nama Dian Setyawan dengan nomor 0331614687 sebesar Rp220.000.000 (dua ratus dua puluh juta rupiah),; 6. Tanggal 17 Juni 2015 ditransfer rekening atas nama Indhung Betaria dengan nomor 8290529507 sebesar Rp220.000.000 (dua ratus dua puluhjuta rupiah),; 7. Tanggal 30 Juni 2015 ditransfer ke rekening atas nama Moh. Kuncoro dengan nomor 6105090777 sebesar Rp220.000.000 (dua ratus dua puluh juta mpiah),; 8. Tangga130 Juni 2015 ditransfer ke rekening atas nama Dian Setyawan dengan nomor 0331614687 sebesar Rp220.000.000 (dua mtmah).

Selanjutnya pada tanggal 30 Juni 2015 ditransfer rekening atas nama Indhung Betaria dengan nomor 8290529507 sebesar Rp220.000.000 (dua ratus dua puluh juta rupiah) dan tanggal 30 Juni 2015 ditransfer ke rekening atas nama Vici Dwi Indarta sebesar Rp220.000.000 (dua ratus dua puluh juta rupiah). Sedangkan sisanya sebesar Rp190.000.000  (seratus sembilan puluh juta rupiah) dinikmati oleh terdakwa II Nabiel Titawano.

Selanjutnya Nano Santoso Hudiarto alias Nono atas perintah Mutopa Kamal Pasha menyerahkan uang fee tersebut kepada Lutfi Arif Mustaqin, selaku ajudan Mutopa Kamal Pasha secara bertahap yakni ; 1. Sebesar Rp600.000.000 (enam ratus juta rupiah) diserahkan di parkiran Indomaret daerah Sanggrahan Kutorejo,; 2. Sebesar Rp600.000.000 (enam ratus juta rupiah) diserahkan di sekitar masjid di daerah Meri. Mojokerto,; 3. Sebesar Rp1.000.000.000 (satu milyar rupiah) diserahkan di sekitar Masjid Pacing Mojokerto.

“Atas penyerahan uang tersebut, Nano Santoso Hudiarto alias Nono melaporkan kepada Mustopa Kamal Pasha. Setelah menerima uang fee tersebut. sesuai perintah Mustofa Kamal pasha, Lutfi Arif Mustaqin menyimpannya di rumah dinas Bupati dan setelah itu melaporkannya Mustopa Kamal Pasha. Dan kemudian Mustopa Kamal Pasha meeluarkan Izin IPPR yang ditandatanganinya bersama izin IMB atas tower telekomunikasi PT Tower bersama Infrastucture/Tower Bersama Grup (T BG),” ujar Majelis Hakim.
Terdakwa Ockyanto dan Terdakwa Subhan (kanan) saat meninggalkan Pengadilan Tipikor seusai Persidangan (4/4/2019)
Majelis Hakim mengatakan, bahwa perbuatan terdakwa I Ockyanto dan terdakwa II Nabiel Titawano memberikan uang kepada Mustopa Kamal Pasha sebesar Rp2.600.000.000 (dua milyar enam ratus juta rupiah) bertentangan dengan kewajiban Mustopa Kamal Pasha selaku Bupati Mojokerto, sebagaimana dimaksud dalam dalam Pasal 67 huruf e Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

Majelis Hakim melanjutkan, bahwa perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana menurut Pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-Undang Republik lndonesia (UU RI) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke- 1 KUHP jo Pasal 64 KHUP.

“Mengadili ; Menyatakan bahwa terdakwa terdakwa I Ockyanto dan terdakwa II Nabiel Titawano terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah menurut hukum melakukan tindak pidana Korupsi sebagaimana dalam dalam Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang RI No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI  Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP ;

Menghukum terdakwa I Ockyanto dengan hukuman pidana penjara selama 2 tahun dan 6 bulan, denda sebesar Rp100 juta subsidair 3 bulan kurungan ; Menghukum terdakwa terdakwa II Nabiel Titawano dengan hukuman pidana penjara selama 2 tahun, denda sebesar Rp100 juta subsidair 3 bulan kurungan. Menyatakan, uang sebesar rp100 juta dari terdakwa dirampas untuk negara.”  ucap Ketua Majelis Hakim Cokorda Gedearthana di akhir surat putusannya.

Atas putusan Majelis Hakim, terdakwa I Ockyanto dan terdakwa II Nabiel Titawano maupun JPU KPK menyatakan menerima.

“Saya tidak banding, saya menerima,” ucap I Ockyanto begitu juga dengan terdakwa II Nabiel Titawano termasuk JPU KPK. (Rd1)

Posting Komentar

Tulias alamat email :

 
Top