0

bertakorupsi.co - Senin, 22 April 2019, Tim JPU dari Kejari Sidoarjo dan Kejati Jatim menghadirkan 3 (tiga) orang saksi dalam persidangan kasus perkara Korupsi pencairan dana PT Jamkrida milik BUMD Pemerintah Jawa Timur pada tahun 2015 hingga 2017 sebesar Rp6.5 miliyar dengan terdakwa Achmad Nur Chasan mantan Direktur Utama PT Jamkrida Jatim, dan terdakwa Bugi Sukswantoro (berkas terpisah) mantan Direktur Keuangan PT Jamkrida Jatim, dengan Ketua Majelis Hakim Rochmat.

Ke- 3 saksi dimaksud adalah pegawai PT Jamkrida Jatim sendiri, yaitu  Muntaha selaku Kabag (Kepala Bagian Keuangan), Eka Setyo Wicaksono selaku staf bagian Penjaminan dan Pemasaran serta Neni Anggraeni bagian Kasir.

Dari keterangan para saksi Muntha terungkap, bahwa ada pengajuan pencairan dana sebanyak 47 kas bos untuk klaim nasabah yang tidak sesuai dengan prosedur. Menurutnya, hal itu diketahui setelah kasus ini mencaut dan ditangani oleh penyidik Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa - Timur (Jatim).

“Sebanayak 47 kali klaim yang tidak sesuai dengan prosedur. Pencairan itu dikeluarkan oleh Direktur Keuangan atas perintah terdakwa,” kata Muntha menjelaskan.

Sementara saksi Neni mengatakan, bahwa proses pencairan dana ada yang tidak sesuai prosedur. Menutut Neni atas pertanyaan Majelis Hakim, bahwa kas bos yang diajukan oleh terdakwa untuk digunakan senidiri.

“Saya tau ada kas bos, tapi saya tidak tidak tahu berapa kali. Ya digunakan sendiri,” ucap Neni.

Yang aneh adalah keterangan saksi Eka Setyo Wicaksono selaku staf bagian Penjaminan dan Pemasaran yang mengatakan kepada Majelis Hakim, tidak mengetahuinya. Namun saat Ketua Majelis Hakim menanyakan terkait modal awal PT Jamkrida, Eka mengatakan berasal dari Pemerintah Jawa Timur sebesar Rp600 miliyar atau 95 persen.

“Modalnya dari Pemrov Jatim enam ratus miliyar, 95 persen milik pemprov,” jawab Eka.

Kasus ini berawal pada tahun 2015 sampai 2017, saat itu Dirut PT Jamkrida Jatim, Achmad Nur Chasan diduga membuat memo berupa kas bon klaim pencairan dana dari kas sementara perusahaan yang disetujui oleh Direktur Keuangan.

Dari hasil penyidikan Kejaksaan Tinggi Jawa Timur diketahui, bahwa Sebanyak 47 klaim kas bos pencairan dana yang totalnya sebesar Rp6.5 miliyar diduga tidak sesuai dengan prosedur, diantaranya pada tahun 2015 sebanyak lima kali kas bos senilai Rp395 juta. Pada tahun 2016 sebanyak 20 kas bos dengan jumlah Rp1,9 miliyar. Kemudain pada tahun 2017 sekitar 21 kali pengeluaran dari kas dengan total senilai Rp3,6 miliar. Kemudian kas bos sejumlah dua kali senilai Rp212 juta. Sehingga total pengeluaran mencapai Rp 6,7 miliar.

Atas perbuatannya, terdakwapun terancam pidana penjara paling lama 20 tahun sesuai dengan dakwaan Jaksa, yang menjerat kedua terdakwa dengan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) KUHPidana. (Rd1/*)

Posting Komentar

Tulias alamat email :

 
Top