JPU KPK : Hingga saat ini belum ada penyidikan baru, tetapi kita
akan menyampaikan fakta persidangan kepada
Pimpinan
beritakorupsi.co - Mantan Wakil Bupati Malang periode 2010 - 2014 Subhan, akhirnya dinyatakan terbukti bersalah melakukan Tindak Pidana Korupsi secara bersama-sama memberikan uang suap kepada Bupati Mojokerto Mustopa Kamal Pasha sebesar Rp550 juta, terkait pengurusan 11 ijin IPPR (Ijin Prinsip Pemanfataan Ruang) dan 11 ijin IMB (Izin Mendirikan Bangunan) pembangunan Tower Telekomunikasi milik PT Protelindo di Kabupaten Mojokerto tahun 2015, dan jatuhui hukuman (Vonis) pidana penjara selama 2 tahun dan 8 bulan oleh Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Surabaya, pada Kamis, 4 April 2019.
Mantan Wakil Bupati Malang yang juga Direktur CV. Central Manunggal ini, juga di hukum untuk membayar denda sebesar Rp150 juta subsidair 4 bulan kurungan. Majelis Hakim juga menjatuhkan hukuman pidana tambahan berupa pengembalian uang pengganti sebesar Rp1.375 miliyar dari total Rp1.4 miliyar yang diperoleh terdakwa Subhan, karena terdakwa baru mengembalikan kenegara senilai 25 juta rupiah melalui KPK, serta pencabutan hak politiknya selama 3 tahun setelah terdakwa selesai menjalani hukuman pidana penjara.
Hukuman pidana penjara terhadap terdakwa Subhan dibacakan oleh Majelis yang diketuai Cokorda Gedearthana., SH., MH, dengan dibantu 2 (dua) Hakim Ad Hoc masing-masing sebagai anggota yaitu Samhadi., SH., MH dan Dr. Lufsiana dalam persidangan yang berlangsung diruang sidang Cakra Pengadilan Tipikor Surabaya Jalan Raya Juanda, Sedati, Sidoarjo Jawa Timur dengan agenda pembacaan surat putusan yang dihadiri oleh Tim JPU KPK Abdul Basir, Nur Haris Arhadi dkk serta Penasehat Hukum (PH) terdakwa, Kamis, 4 April 2019.
Selain terdakwa Subhan, Majelis Hakim juga memvonis 2 terdakwa lain yaitu Onggo Wijaya (Direktur Operasi PT Protelindo),; Suhawi (Direktur CV Sumajaya Citra Abadi). Terdakwa Onggo Wijaya dan terdakwa Suhawi juga dinyatakan terbukti bersalah melakukan Tindak Pidana Korupsi secara besarsama-sama terkait pengurusan 11 ijin IPPR (Ijin Prinsip Pemanfataan Ruang) dan 11 ijin IMB (Izin Mendirikan Bangunan) pembangunan Tower Telekomunikasi milik PT Protelindo di Kabupaten Mojokerto tahun 2015.
Terdakwa I Onggo Wijaya, terdakwa II Suhawi dan terdakwa III Subhan dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah menurut hukum melakukan Tindak Pidana Korupsi secara besarsama-sama sebagaimana diatur dan diancam dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.
Keterlibatan terdakwa Subhan dalam kasus Suap Bupati Mojokerto Mustofa Kamal Pasha, adalah terkait pengurusan 11 ijin IPPR (Ijin Prinsip Pemanfataan Ruang) dan 11 ijin IMB (Izin Mendirikan Bangunan) pembangunan Tower Telekomunikasi milik PT Protelindo di Kabupaten Mojokerto tahun 2015.
Terdakwa Subhan, saat menduduki jabatan sebagai Wakil Bupti Malang mendampingi Rendra Kresna selaku Bupati Malang (Rendra Kresna terdakwa dugaan Korupsi suap proyek APBD) periode tahun 2010 hingga 2015, terlibat dalam kasus korupsi sebagai penyuap Bupati Mojokerto Mustofa Kamal Pasha pada tahun 2015 sebesar Rp3.030.612.255 (tiga milyar tiga puluh juta enam ratus dua belas ribu dua ratus lima puluh lima rupiah), untuk mendapatkan 11 ijin IPPR (Ijin Prinsip Pemanfataan Ruang) dan 11 ijin IMB (Izin Mendirikan Bangunan) pembangunan Tower Telekomunikasi milik PT Protelindo di Kabupaten Mojokerto tahun 2015 dari Bupati Mojokerto Mustopa Kamal Pasha.
Merasa sebagai Wakil Bupati Malang, Subhan membantu sekaligus “memakelari” Suhawi selaku Direktur CV Sumajaya Citra Abadi yang kesulitan untuk mengurus 11 IPPR dan 11 IMB pembangunan Tower Telekomunikasi milik PT Protelindo yang sudah berdiri dan beroperasi tanpa ijin terlebih dahulu, kemudian dibongkar oleh Pemkab Mojokerto.
Walau sebagai Wakil Bupati Malang, ternyata tak mudah bagi Subhan untuk menemui Bupti Mojokerto Mutofa Kamal Pasha saat itu.
Lalu Subhan menemui Bambang Wahyudi selaku Kepala Badan Perijinan Terpadu dan Penanaman Modal (BPTPM) Kabupaten Mojokerto dengan memeperkenalkan diri sebagai Wakil Bupti Malang, kemuidan menyampaikan maksud dan tujuannya, agar Bambang Wahyudi bersedia membantu Suhawi.
Bambang Wahyudi pun tak keberatan, asalkan Suhawi bersedia memenuhi permintaan Bupati Mojokerto Mutofa Kamal Pasha untuk memberikan fee sebesar Rp200 juta per tower atau sebesar Rp2.2 miliar.
Ibarat menyelam sambil minum air, ternyata Subhan tidak hanya sekedar membantu Suhawi, melainkan sekaligus mengambil keuntungan dengan menyampaikan ke Suhawi apa yang disampaikan Bambang Wahyudi, namun nilainya bukan Rp2.2 miliar, melaikan lebih. Kemudian Suhawi pun menyampaikan ke Onggo Wijaya selaku Direktur Operasi PT Protelindo dengan jumlah di atas yang disampaikan Subhan.
Permintaan Suhawi dan Subhan dipenuhi Onggo Wijaya dengan memberikan uang muka terlebih dahulu sebesar Rp550 juta. Duit itupun sampai ke Bupati Mojokerto melalui Nano Santoso Hudiarto alias Nono yang mantan Kepala Desa juga sebagai Tim Sukses Mustofa Kamal Pasha saat Pilbup, dan dari Nono ke ajudan Mustofa Kamal Pash yakni Lutfi Arif Mustaqin.
Karena membantu Suhawi, Subhan memperoleh fee sebesar Rp1.4 miliyar, dan Suhawai 250 juta rupiah. Sementara yang diperoleh Onggo Wijaya sebesar Rp3 miliyar sebagai hasil sewa pembangunan Tower milik PT Protelindo ke- 3 perusahaan Telepon Seluler.
Dan semua duit yang diperoleh Suhawi dan Onggo Wijaya akhirnya harus dirampas untuk negara. Sedangkan Subhan baru mengembalikan sebesar Rp25 juta, dan sisanya sejumlah Rp1.375 miliyar hingga saat ini belum dikembalikan.
Karena perbuatan Subhan selaku Wakil Bupati Malang yang juga sebagai Direktur CV. Central Manunggal, warga JI. Semeru No. 768 RT06 RWO4, Dilem, Kepanjen, Malang ini bersama Suhawi dan Onggo Wijaya dianggap melakukan Tindak Pidana Korupsi, Ketiganyapun akhirnya diseret oleh Jaksa KPK ke Pengadilan Tipikor Surabaya untuk diadili dihadapan Majelis Hakim.
Sedangkan Mustopa Kamal Pasha, sudah diadili terlebih dahulu dan sudah divonis pidana penjara selama 8 (delapan) tahun dari 12 tahun tuntutan PU KPK. Terdakwa juga di hukum untuk membayar denda sebesar Rp500 juta. Selain itu, hukuman pidana tambahan berupa mengembalikan uang suap yang dinikmati Mustofa Kamal Pasha sebesar Rp2.250.000.000 (dua miliyar dua ratus lima puluh juta rupiah) serta pencabutan hak politiknya selama 5 tahun.
Selain ke 3 orang ini (Onggo Wijaya, Suhawi dan Subhan), juga masih ada 2 terdakwa lainnya dengan perkara yang sama namun berkas terpisah yang terpisah yang sudah divonis terlebih dahulum, yaitu Ockyanto selaku Permit & Regulatory Division Head PT Tower Bersama lnfrastructurure Tower Bersama Grup (PT TBG), warga JI. Akasia Blok EE Nomor 25, Plumpang, Tanjung Priok, Jakarta Utara, dan Nabiel Titawano selaku Penyedia Jasa di PT Tower Bersama lnfrastructurure Tower Bersama Grup (PT TBG), warga JI. Pinang Merah Vlll/SI 23, Pondok Indah, Jakarta Selatan
Kasus inipun akan menyeret tersangka baru selain terdakwa Mustopa Kamal Pasha yang masih dalam proses penyidikan dalam kasus Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) yang diatur dalam Undang-undang No. 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pidana Pencucian Uang.
Inilah yang terungkap dalam persidangan saat Majelis Hakim membacakan surat putusannya terhadap terdaka Onggo Wijaya, Suhawi dan terdakwa Subhan yang menyatakan, barang bukti (BB) dikembalikan kepada Jaksa untuk perkara lain.
Sebab penyidik KPK hingga saat ini masih memberikan kebebasan terhadap orang kepercayaan Mustopa Kamal Pasha, yakni Nano Santoso Hudiarto alias Nono dan Bambang Wahyudi. Pada hal, mantan Kepala Desa yang juga tim sukses Mustofa Kamal Pasha dalam Pemilihan Bupati Mojokerto pada tahun 2010 itulah yang menerima duit. Selain itu, Nano Santoso Hudiarto alias Nono juga berperan memutasi para Kepala Sekolah SMP Negeri di Kabupaten Mojokerto. Sedangkan Bambang Wahyudi berperan menyapaikan besaran biaya pengurusan Ijin Tower termasuk fee untuk bauptai kepada Subhan
Sangat berbeda jauh sekali, saat penyidik KPK yang begitu bersemangat sekali saat menyeret 41 orang anggota DPRD Kota Malang termasuk Wali Kota Malang Moch. Anton dan Jarot Eddy Sulistyono selaku Kepala Dinas PUPR Kota Malang menjadi tersangka dalam kasus Korupsi suap seluruh anggota DPRD Kota Malang terkait pembahasan APBD Kota Malang TA 2015 lalu, menjelang Pilkada serentak pada tanggal 27 Juni 2018 lalu.
Tidak salah memang saat persidangan, Mustofa Kamal Pasha mengatakan tidak menerima uang dari para terdakwa, karena Mustofa Kamal Pasha menerima dari Nono dan Lutfi Arif Mustaqin selaku ajudannya, bukan dari Subhan, Suhawi maupun Onggo Wijaya.
Sementara pada sidang yang berlangsung di ruang sidang Cakra Pengadilan Tipikor Surabaya (Rabu, 20 Maret 2019), Majelis Hakim dalam amar putusannya menyatakan, bahwa terdakwa I Onggo Wiajaya, bersama dengan terdakwa II Achmad Suhawi dan terdakwa II Subhan, pada bulan Juni 2015 atau setidak-tidaknya pada suatu waktu dalam kurun waktu tahun 2015, bertempat di Perumahan Griya Permata Meri Mojokerto atau setidak-tidaknya di suatu tempat yang termasuk dalam daerah hukum Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Surabaya, yang berwenang untuk memeriksa, mengadili, dan memutus perkara ini, talah melakukan atau yang turut serta melakukan perbuatan memberi atau menjanjikan sesuatu yaitu berupa uang sebesar Rp3.030.612.255 (tiga milyar tiga puluh juta enam ratus dua belas ribu dua ratus lima puluh lima rupiah) Mustopa Kamal Pasha selaku Bupati Mojokerto periode tahun 2010 - 2015 (dan 2015 - 2020 untuk periode Ke II) dengan maksud, supaya Mustopa Kamal Pasha memberikan rekomendasi izin Prinsip Pemanfataan Ruang (IPPR) dan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) atas beroperasinya Tower Telekomunikasi PT Profesional Telekomunikasi indonesia (Protelindo).
Menurut Majelis Hakim, bahwa hal itu bertentangan dengan kewajiban Mustopa Kamal Pasha selaku Bupati Mojokerto, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 huruf e Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Terdakwa Mustopa Kamal Pasha (Bupati Non aktif Mojokerto) |
Pada awal tahun 2015, Suharsono selaku Ka Sat Pol PP (Kepala Satuan Polisi Pamong Praja) Kabupaten Mojokerto, melaporkan kepada Mustopa Kmal Pasha, bahwa di wilayah Kabupaten Mojokerto ditemukan, ada Tower Telekomunikasi yang telah berdiri dan beroperasi, tetapi belum memiliki IPPR dan IMB. Atas laporan tersebut, Mustopa Kamal Pasha memerintahkan untuk dilakukan pemetaan dan pendataan jumlah Tower Telekomunikasi di Kabupaten Mojokerto yang belum memiliki izin.
Setelah melakukan pemetaan dan pendataan, Suharsono melaporkan kepada Mustopa Kamal Pasha, bahwa ditemukan 11 (sebelas) Tower telekomunikasi atas nama perusahaan PT Profesional Telekomunikasi Indonesia (PT Protelindo) yang telah beroperasi, tetapi belum memiliki izin IPPR dan IMB. Atas laporan tersebut, Mustopa Kamal Pasha memerintahkan agar dilakukan penyegelan atas tower-tower yang dimaksud, sampai ada izin IPPR dan IMB. Kemudian dilaksanakanlah penyegelan dan penyitaan peralatan oleh Sat Pol PP Kabupaten Mojokerto.
“Setelah dilakukan penyegelan, Mustopa Kamal Pasha memerintahkan Bambang Wahyudi selaku Kepala Badan Perijinan Terpadu dan Penanaman Modal (BPTPM) Kabupaten Mojokerto, bahwa untuk perijinan dari tower dimaksud, harus ada fee untuk Mustopa Kamal Pash sebesar Rp200.000.000 (dua ratus juta rupiah) per towemya, dan fee tersebut agar diserahkan melalui Nano Santoso Hudiarto alias Nono selaku orang kepercayaannya (Mutopa Kamal Pasha),” ucap Majelis Hakim.
Atas penyegelan 11 tower telekomunikasi PT Protelindo tersebut, Suciratin dan Indra Mardani mendapat laporan dari tim di lapangan, bahwa ada tower milik PT Protelindo yang disegel oleh Sat Pol PP, dan tidak dapat beroperasi karena perijinannya belum lengkap. Kemudian Suciratin dan Indra Mardani melaporkanya kepada terdakwa I Ongko Wijaya. Dan terdakwa I Ongko Wijowo kemudian memerintahkan Suciratin dan Indra Mardani untuk menyelesaikan permasalahan ijin tower telekomunikasi tersebut supaya tower dapat beroperasi kembali.
“Menidaklanjuti perintah terdakwa I Ongko Wijaya, Suciratin dan Indra Mardani meminta bantuan terdakwa II Achmad Suhawi selaku Direktur CV Sumajaya Citra Abadi untuk mengurus permasalahan perijinan tower telekomunikasi milik PT Protelindo di Kabupaten Mojokerto, sampai dengan tower dapat kembali beroperasi, dan terdakwa II Achmad Suhawi menyanggupinya,” kata Majelis Hakim.
Majelis Hakim menjelaskan, bahwa pada awal bulan Juni 2015, terdakwa II Achmad Suhawi menemui Mustopa Kamal Pasha di Vila miliknya, untuk meminta bantuan terkait penyegelan tower telekomunikasi milik PT Protelindo, dan Mustopa Kamal Pasha menyampaikan, agar diurus melalui Badan Perijinan Terpadu dan Penanaman Modal (BPTPM) Kabupaten Mojokerto.
Setelah pertemuan itu, lanjut Majelis Hakim, terdakwa II Achmad Suhawi menemui Bambang Wahyudi di kantor BPTPM Kabupaten Mojokerto dan menanyakan tentang penyegelan tower telekomunikasi PT Protelido. Bambang Wahyudi pun menyampaikan, bahwa tower telekomunikasi disegel karena perijinannya belum lengkap. Untuk itu, agar dilengkapi dan dibayar dendanya, serta perijinan tidak bisa diproses sebelum ada disposisi dari Mustopa Kamal Pasha.
“Karena merasa kesulitan, Terdakwa II Achmad Suhawi kemudian meminta bantuan pengurusan ijin tower Protelindo di Kabupaten Mojokerto tersebut kepada terdakwa III Subhan, yang menjabat selaku Wakil Bupati Malang Periode 2010 - 2015 dan menyanggupinya,” ujar Majelis Hakim
Kemudian terdakwa III Subhan menemui Bambang Wahyudi, meminta agar dibantu proses pengurusan ijin tower PT Protelindo dimaksud. Bambang Wahyudi pun menyampaikan, untuk pengurusan ijin tersebut harus disediakan fee untuk Mustopa Kamal Pasha sebesar Rp200.000.000 (dua ratus juta rupiah) per-towernya. Sehingga untuk 11 tower, fee yang harus disediakan sebesar Rp2.200.000.00 (dua milyar dua ratus juta rupiah).
“Terdakwa III Subhan lalu menyampaikan kepada terdakwa II Achmad Suhawi, bahwa untuk pengurusan tower telekomunikasi tersebut diperlukan biaya termasuk fee untuk Mustopa Kamal Pasha seluruhnya sebesar Rp2.460.000.000 (dua milyar empat ratus enam puluh juta rupiah). Atas informasi itu, Terdakwa II Achmad Suhawi kemudian menyampaikan kepada Terdakwa I Onggo Wijaya melalui Suciratin dan Indra Mardani, bahwa biaya pengurusan ijin termasuk fee untuk Mustopa Kamal Pasha yang dibutuhkan sebesar Rp3.030.612.255 (tiga milyar tiga puluh juta enam ratus dua belas ribu dua ratus lima puluh tujuh rupiah), dan terdakwa I Onggo Wijaya pun menyetujuinya,” kata Majelis Hakim kemudian.
Majelis Hakim mengatakan, bahwa sebagai realisasi pengurusan perijinan tower telekomunikasi PT Protelindo termasuk fee untuk Mustopa Kamal Pasha, terdakwa I Onggo Wijaya menyetujui permintaan pencairan dana dari terdakwa II Achmad Suhawi.
Majelis Hakim pun membeberkan pencarian duit “panas” ijin tower dari terdakwa I Onggo Wijaya terhadap Bupati Mojokerto Mustopa Kamal Pasha melalui terdakwa II Achmad Suhawi, yaitu sekitar bulan Mei sampai dengan Oktober 2015, terdakwa I Onggo Wijaya memberikan uang kepada terdakwa II Achmad Suhawi seluruhnya sebesar Rp3.030.612.255 (tiga milyar tiga puluh juta enam ratus dua belas n'bu dua ratus lima puluh lima rupiah) secara bertahap melalui transfer ke rekening CV. Sumajaya Citra Abadi dengan rincian sebagai berikut ;
1. Pada tanggal 8 Mei 2015 sebesar Rp1.515.306.133 (satu milyar lima ratus lima belas juta tiga ratus enam ribu seratus tiga puluh tiga rupiah);
2. Tanggal 25 Juni 2015 sebesar Rp757.653.061 (tujuh ratus lima puluh tujuh juta enam ratus lima puluh tiga ribu enam puluh satu rupiah);
3. Tanggal 15 Oktober 2015 sebesar Rp482.142.857 (empat ratus delapan puluh dua juta seratus empat puluh dua ribu delapan ratus lima puluh tujuh rupiah);
4. Tanggal 22 Oktober 2015 sebesar Rp275.510.204 (dua ratus tujuh puluh lima juta lima ratus sepuluh ribu dua ratus empat rupiah).
Majelis Hakim kembali mengungkapkan, dari total uang yang diterima terdakwa II Achmad Suhawi dari terdakwa I Onggo Wijaya sebesar Rp3.030.612.255 (tiga milyar trga puluh juta enam ratus dua belas ribu dua ratus lima puluh lima rupiah) itu, sebesar Rp2.460.000.000 (dua milyar empat ratus enam puluh juta rupiah) diberikan kepada terdakwa III Subhan secara bertahap melalui cek maupun transfer dengan rincian sebagai berikut ;
1. Pada tanggal 16 Juni 2015 sebesar Rp500.000.000 (lima ratus juta rupiah) di Hotel Utami Surabaya,; 2. Tanggal 17 Juni 2015 sebesar Rp500.000.000 (lima ratus juta rupiah) di Hotel Mercure Surabaya,; 3. Tanggal 23 Juni 2015 sebesar Rp150.000.000 (seratus lima puluh juta rupiah) di Bank BRI Cabang Jembatan Merah Surabaya,; 4. Tanggal 25 Juni 2015 secara tunai sebesar Rp850.000.000 (delapan ratus lima puluh juta rupiah) di Bank BRI Mojokerto Cabang Mojopahit dan ke 5. Tanggal 17 September 2015 melalui cek sebesar Rp460.000.000 (empat ratus enam puluh juta rupiah) di Gedung Bidakara, sedangkan sisanya sebesar Rp250.000.011 (Dua ratus lima puluh juta sebelas rupiah) dinikmati oleh terdakwa II Achmad Suhawi, dan Rp1.400.000.000 (Satu miliyar empat ratus juta rupiah) dinikmati terdakwa III Subhan.
“Pada tanggal 20 Mei 2015, terdakwa III Subhan, sebelum menerima uang dari terdakwa II Achmad Suhawai, terlebih dahulu menemui Bambang Wahyudi untuk menyampaikan, bahwa PT. Protelindo sanggup memberikan uang untuk biaya pengurusan ijin termasuk fee untuk Mustopa Kamal Pasha seluruhnya sebesar Rp2.200.000.000 (dua milyar dua ratus juta rupiah), atau sebesar Rp200.000.000 per-towemya. Dan Ia (terdakwa III Subhan) akan memberikan uang muka terlebih dahulu sebesar Rp550.000.000 (lima ratus lima puluh juta rupiah) untuk diberikan kepada Mustopa Kamal Pasha. Dan setelah pertemuan itu, Bambang Wahyudi meminta Khoirul Munif untuk segera memfinalisasi berkas permohonan pengurusan 11 izin tower telekomunikasi milik PT Protelindo” ungkap Majelis Hakim lebih lanjut.
Majelis Hakim Mengatakan, bahwa pada tanggal 24 Juni 2015, Bambang Wahyudi menemui Mustofa Kamal Pasha di ruang kerjanya untuk mengajukan permohonan rekomendasi perijinan 11 menara tower telekomunikasi yang diajukan oleh PT. Protelindo guna mendapatkan disposisi. Sebelum memberikan disposisi, Mustopa Kamal Pasha menanyakan fee, yang pernah disampaikan sebelumnya kepada Bambang Wahyudi, dan mendapat jawaban, bahwa uang fee telah disanggupi pihak PT Protelindo, tetapi belum dibelikan. Untuk itu Mustopa Kamal Pasha meminta agar fee secepatnya diminta, dan Mustopa Kamal Pasha pun memberikan paraf dan disposisi untuk di tindak lanjuti.
Pada tanggal 25 Juni 2015. terdakwa III Subhan dan Terdakwa II Achmad Suhawi melakukan pertemuan dengan Bambang Wahyudi di perumahan Griya Permata Meri Mojokerto, untuk menyerahkan uang muka fee kepada Mustopa Kamal Pasha sebesar Rp550.000.000 (lima ratus lima puluh juta rupiah) untuk diserahkan kepada Mustopa Kamal Pasha melalui Nano Santoso Hudiarto alias Nono.
Kemudian Bambang Wahyudi menghubungi Nano Santoso Hudiarto alias Nono untuk meminta datang ke perumahan Griya Permata Meri, Mojokerto, mengambil uang tersebut. Sesampainya Nano Santoso Hudiarto alias Nono di perumahan Griya Permata Meri, Mojokerto, terdakwa III Subhan kemudian menyerahkan uang sebesar Rp550.000.000 (lima ratus lima puluh juta rupiah) kepada Nano Santoso Hudiarto alias Nono.
Setelah menerima uang, Nano Santoso Hudiarto alias Nono meminta Lutfi Arif Mustaqin (ajudan Bupati) untuk menemuinya di daerah Mojosari Mojokerto, dan setelah Lutfi Arif Mustaqin datang, Nano Santoso Hudiarto alias Nono menyerahkan uang sebesar Rp550.000.000 (lima ratus lima puluh juta rupiah) itu kepada Lutfi Arif Mustaqin, dan kemudian uang tersebut disimpan oleh Lutfi Arif Mustaqin di meja kerja ruang dinas Mustopa Kamal Pasha, dan melaporkanya kepada Mustopa Kamal Pasha.
“Setelah uang diterima oleh Mustopa Kamal Pasha, 11 Izin Prinsip Pemanfataan Ruang (IPPR) dan 11 Izin Mendirikan Bangunan (IMB) pembangunan tower telekomunikasi milik PT Protelindo pun diterbitkan,” ungkap Majelis Hakim
Majelis Hakim mengatakan, bahwa perbuatan terdakwa I Onggo Wijaya bersama dengan terdakwa II Achmad Suhawi dan terdakwa III Subhan memberikan uang kepada Mutopa Kamal Pasha sebesar Rp3.030.612.255 (tiga milyar tiga puluh juta enam ratus dua belas ribu dua ratus lima puluh lima rupiah), bertentangan dengan kewajiban Mustopa Kamal Pash selaku Bupati Mojokerto sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 huruf e Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Majelis Hakim juga mengatakan, bahwa perbuatan terdakwa I Onggo Wijaya, terdakwa II Achmad Suhawi dan terdakwa III Subhan sebagaimana diatur dan diancam pidana menurut Pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-Undang Republik lndonesia (UU RI) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke- 1 KUHP.
Selain itu, terkait Barang Bukti (BB) berupa uang sebesar Rp25 juta dari terdakwa III Subhan, dan uang sebesar Rp3 miliyar yang diperoleh oleh PT Protelindo dan sudah disetorkan ke rekening KPK, Majelis Hakim menyatakan, dirampas untuk negara. dan sebahagian lagi Barang Bukti tetap dalam berkas perkara untuk dipergunakan dalam perkara lain.
“Mengadili ; Menyatakan bahwa terdakwa terdakwa I Onggo Wijaya, terdakwa II Achmad Suhawi dan terdakwa III Subhan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah menurut hukum melakukan tindak pidana Korupsi sebagaimana dalam dalam Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang RI No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP ;
Menghukum terdakwa I Onggo Wijaya dengan hukuman pidana penjara selama 2 tahun, denda sebesar Rp100 juta subsidair 3 bulan kurungan ;
Terdakwa II Achmad Suhawi dengan hukuman pidana penjara selama 2 tahun dan 6 bulan denda sebesar Rp100 juta subsidair 3 bulan kurungan. Barang bukti berupa uang sebesar Rp100 juta yang dikembalikan oleh terdakwa dirampasa untuk negara ;
Untuk terdakwa III Subhan, dengan pidana penjara selama 2 tahun dan 8 bulan, denda sebesar Rp100 juta subsidair 3 bulan kurungan. Hukuman pidana tambahan terdakwa III Subhan berupa mengembalikan uang pengganti sebesar Rp1.375 miliar. Atau harta benda terdakwa Subhan akan disita oleh Jaksa untuk dilelang sebagai uang pengganti apabila terdakwa tidak membayar, atau dipenjara selama 1 bulan bila harta benda terdakwa tidak mencukupi ;
Menghukum terdakwa pula berupa pencabutan hak memilih dan dipilih dalam jabatan publik yang diatur dalam peraturan yang berlaku selama 3 tahun setelh terdakwa selesai menjalani hukuman pidana penjara,” ucap Ketua Majelis Hakim Cokorda Gedearthana di akhir surat putusannya.
Atas putusan Majelis Hakim, terdakwa I Onggo Wijaya dan terdakwa III Subhan mengatakan menerima. Sementara terdakwa II Nabiel Titawano mengatakan pikir-pikir begitu juga JPU KPK.
“Terima kasih Yang Mulia. Dalam putusan ini, kami pikir-pikir,” ucap JPU KPK Nur Haris Arhadi.
Usai persidangan, terkait putusan Majelis Hakim yang mengatakan barang bukti dikembalikan kepada Jaksan untuk perkara lain, JPU KPK Nur Haris Arhadi kepada wartawan media ini mengatakan, hingga saat ini belum ada penyidikan baru. Pun demikian, JPU KPK Nur Haris Arhadi menjelaksan akan menyampaikan kepada Pimpinan KPK semua fakta persidangan.
“Yang jelas, hingga saat ini belum ada penyidikan baru. Tapi kita akan menyapaikan fakta yang terunhkap dalam persidangan kepada Pimpinan,” ujar JPU KPK Nur Haris Arhadi.
Saat ditanya lebih lanjut, apakah kasus ini akan berhenti di sini atau masih ada pengembangan ?. Menanggapi hal itu, JPU KPK Nur Haris Arhadi menjelaskan, ada.
“Tidak berhenti di sini, ada,” pungkasnya. (Rd1)
Posting Komentar
Tulias alamat email :