0
#”Misteri” uang suap yang diterima Wali Kota Pasuruan Setiyono sejak 2016 - 2017 sebesar Rp2.5 miliyar dari saipa  ? Mengapa KPK tidak menyeret pihak-pihak yang memberikan uang suap itu?#



- Senin, 15 April 2019, Tim Jaksa Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia (JPU KPK RI) Kiki Ahmad Yani, Ferdian Adi Nugroho, Amir Nurdianto, I Wayan Riana, Taufiq Ibnugroho dan Bayu Satriyo, membacakan surat tuntutan pidana dihadapan Majelis Hakim Pengadilan Tipikir Surabaya terhadap terdakwa Korupsi Suap Setiyono selaku Wali Kota Pasuruan peroide 2016 - 2021, dengan pidana penjara selama 6 tahun dan denda sebesar Rp250 juta subsidair 6 bulan kurungan, dan pidana tambahan berupa membayar uang pengganti sebesar Rp2,267.243.360 (dua milyar dua ratus enam puluh tujuh juta dua ratus empat puluh tiga ribu tiga ratus enam puluh rupiah) dari total Rp2.967.243.360 (dua milyar dua ratus enam puluh tujuh juta dua ratus empat puluh tiga ribu tiga ratus enam puluh rupiah) serta pencabutan hak Politik selama 3 tahun.

Surat tuntutan pidana terhadap terdakwa Setiyono dibacakan oleh Tim JPU KPK diruang sidang Cakra Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Kelas IA Khusus Surabaya Jalan Raya Juanda No 82 - 84 Sedati, Sidoarjo Jawa Timur, dengan Ketua Majelis Hakim I Wayan Sosiawan dan dibantu 2 (dua) Hakim anggota (Ad Hock) Yakni Kusdarwanto, Bagus Handoko serta  Panitra Pengganti Slamet Suripta, yang dihadiri Penasehat Hukum terdakwa, Ali Ismail dkk.

Terdakwa Setiyono selaku Wali Kota Pasuruan peroide 2016 - 2021 diseret Jaksa KPK ke Pengadilan Tipikor Surabaya setelah tertangkap tangan oleh Tim KPK pada tanggal 3 Oktober 2018 karena merima sebesar Rp115 juta dari Muhammad Baqir selaku pemilik CV Mahadhir.

Saat itu (Tanggal 3 Oktober 2018) KPK tidak hanya menangkap Setiyono, juga Dwi Fitri Nurcahyo selaku Plh. Kepala Dinas PUPR Kota Pasuruan, Wahyu Tri Hardianto pegawai Honorer Kelururahan dan Muhammad Baqir selaku penyuap Wali Kota melalui Dwi Fitri Cahyono dan Wahyu Tri Hardiyanto. Namun Muhammad Baqir sudah diadili terlebih dahulu dan sudah divonis oleh Majelis Hakim dengan pidana penjata selama 2 tahun.

Terdakwa Setiyono adalah Kepala Daerah ke- 13 dari 14 dan 1 Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) yang diseret KPK ke Pengadilan Tipikor sejak tahun 2016 hingga 2018 untuk diadili dihadapan Majelis Hakim karena menerima uang suap fee proyek APBD Kota Pasuruan sejak 206, 2017 dan 2018 dari pengusaha Kontraktor di Kota Pasuruan. Terdakwa Setiyono sepertinya melengkapi Jawa Timur sebagai salah satu dari 34 Provinsi di Indonesia sebagai Provinsi terkorup. Disisi lain, Provinsi Jawa Timur juga banyak menerima penghargaan dari Pemerintah Pusat.

Dari 14 Kepala Daerah yang terseret kasus Korupsi Suap saat masih menjabat, 8 diantaranya tertangkap tangan KPK saat menerima dan memberi uang sauap, diantaranya 1. Mas’ud Yunus (Wali Kota Mojokerto menyuap Ketua DPRD dalam pembahasan APBD),; 2. Achmad Syafi’i (Bupati Pamekasan menyuap Kajari untuk menghentikan penangan kasus Korupsi),; 3. Taufiqurrahman (Bupati Nganjuk menerima uang dari jual beli jabatan),; 4. Eddy Rumpoko (Wali Kota Batu menerima 1 unit mobil mewah Alphart dan uang suap fee proyek), 5. Nyono Suharli Wihandoko (Bupati Jombang menerima uang dari jual beli jabatan dan dari dana Kapitasi kesehatan),; 6. Syahri Mulyo (Bupati Tulungagung menerima uang suap fee proyek),; 7. Samanhudi Anwar (Wali Kota Blitar menerima uang suap fee proyek) dan 8. Setiyono (Wali Kota Pasuruan menerima suap fee proyek) serta Rudi Indraprasetya selaku Kepala Kejaksaan Negeri Pamekasan.

Dari 8 Kepala Daerah dan 1 Kepala Kejaksaan Negeri yang sudah diadili, tinggal 2 yang belum divonis, yaitu Setiyono dan Rendra Kresna.

Sedangkan 5 Kepala Daerah yang diseret ke Pengadilan Tipikor Surabaya setelah KPK melakukan penyidikan terlebih dahulu. yaitu Bambang Irianto (Wali Kota Madiun menerima uang dari jual beli jabatan dan setoran dari seluruh SKPD),; Moch. Anton (Wali Kota Malang menyuap DPRD dalam pembahasan APBD),; Mustofa Kamal Pasha (Bupati Mojokerto menerima uang suap dari pemberian Ijin),; Rendra Kresna (Bupati Malang menerima uang suao fee proyek),; Subhan (Mantan Wakil Bupati Malang menyuap Bupati Mojokerto) dan kelimanya sudah divonis.

Anehnya, ibarat Peribahasa “ada Api ada Asap. Ada penerima Suap berarti ada pemberi Suap”. Sementara dari 14 Kepala Daerah yang diseret KPK ke Pengadian Tipikor Surabaya untuk diadili, masih meninggalkan “misteri”. Mengapa ? Karena pihak-pihak yang terlibat dalam kasus suap menyuap beberapa di antara Kepala Daerah itu hingga saat ini belum ada yang diseret sebagai tersangka yang turut serta yang diatir dalam Pasal 55 KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) seperti yang tercantum dalam surat dakwaan maupun surat tuntutan JPU KPK serta putusan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor.

Diantaranya adalah kasus suap Bupati Nganjuk Taufiqurrahman. Saat ini terpidana Taufiqurrahaman sebagai tersangka dalam kasus TPPU namun belum disidangkan, dan belum lagi pihak-pihak lain yang turut memberi uang suap.

Kemudian Kasus suap Bupati Tulungagung Syahri Mulyo, Bupati Jombang Nyono Suharli Wihandoko, Bupati Mojokerto Mustofa Kamal Pasha, Bupati Malang Rendra Kresna, Bupati Wali Kota Malang Moch. Anton, Wali Kota Blitar Samanhudi Anwar, begitu juga dengan Wali Kota Pasuruan Setiyono yang saat ini sudah dituntut pidana penjara selama 6 tahun.

Anehnya lagi adalah kasus Korupsi Suap tangkap tangan KPK terhadap Syahri Mulyo selaku Bupati Tulungagung. Sebab JPU KPK menyebutkan dalam surat dakwaan maupun surat tuntutan nama-nama pejabat yang turut menerima uang suap dan dapat dilakukan penuntutan, diantaranya Yamani (Pejabat DPPKAD) dan Sukarji (Kabdi Dinas PU) dihadapan Majelis Hakim, diantaranya Ketua DPRD Supriyono Rp750 juta,;  Wakil Bupati (Plt) Maryoto Birowo Rp4.675 miliyar,; Sekda Indra Fauzi Rp700 juta,; Kepala BPAKD Hendry Setiyawan Rp2.985 milliar,; Budi Juniarto (Pejabat Pemprov Jatim) Rp8.025 milliar,; Budi Juniarto selaku Kepala Bidang Fisik Prasarana Bappeda Provinsi Jawa Timur sejumlah Rp8.025 milliar,; Budi Setiyawan selaku Kepala Keuangan Provinsi Jawa Tlmur sebesar Rp3.750.000 milliar,; Tony Indrayanto selaku Kepala Bidang Fisik Prasarana Provinsi Jawa Timur Rp6.750 milliar,; Chusainuddin Anggota DPRD Provinsi Jawa Timur Rp1 milliar dan  Ahmad Riski Sadiq anggota DPR RI  sebesar Rp2.931 milliar, Aparat Penegak Hukum yang menerima uang sebesar Rp20 juta setiap bulannya serta Wartawan dan LSM.

Dan juga dalam surat putusan Majelis Hakim disebutkan, bahwa uang sebesar 46 miliyar rupiah ada di pihak lain seperti yang disebutkan dalam surat dakwaan maupun surat tuntutan JPU KPK. namun hingga saat ini, KPK tak menyeret nama-nama tersebut.

Yang lebih anehnya lagi adalah kasus Korupsi Suap tangkap tangan KPK terhadap Wali Kota Pasurusan Setiyono. Mengapa ? Sebab dalam surat dakwaan dan surat tuntutan JPU KPK menyebutkan, bahwa total uang suap fee proyek APBD Pekmot Pasuruan yang diterima langsung oleh Setiyono maupun melalui Dwi Fitri Cahyono dan Wahyu Tri Hardiayanto serta Hendri selaku keponakan Setiyono dari para rekanan/Kontraktor yang juga sebagai Tim Sukses  Setiyono sejak 2016, 2017 dan 2018 sebesar Rp2.967.243.360 (dua milyar dua ratus enam puluh tujuh juta dua ratus empat puluh tiga ribu tiga ratus enam puluh rupiah)

Sementara yang diseret KPK ke Pengadilian Tipikor untuk diadili selaku penyuap Wali Kota Pasuruan Setiyono adalah Muhammad Baqir yang memberikan fee proyek tahun 2018 sebesar Rp115 juta. Lalu sisanya sebesar Rp2.852.243.360 (dua miliyar delapan ratus lima puluh dua juta dua ratus empat puluh tiga ribu tiga ratus enam puluh rupiah) dari siapa ?.

Disis lain, JPU KPK menyebutkan dalam surat dakwaan maupun tuntutan serta fakta persidangan menyebutkan, bahwa ada pihak lain yang terlibat dalam pemberian uang suap sebagai fee proyek terhadap terdakwa Setiyono, diantaranya Wongso Kusumo selaku Direktur CV. Sinar Perdana yang juga Ketua Gapensi, “Trio Kwek-Kwek” yaitu Achmad Fadoli, Andi Wiyono, Prawito. Selain itu, Andi Wiyono, Siti Chalimah, Bambang Parikesit, Murti Cahyani, Andi Wiyono, Sugeng Cahya Patria, Suko Setiyono, Achmad Fadoli, Abd. Rasyid, Achmad Fauzi, Aunur Rofiq, Sugiono Kartiadi Sudjoyo, Prawito, Arif Rozak, Fenty Bangkit Ardyansyah, Sugeng Cahya Patria, Muhammad Yahya, Roby Abdulrohim, Yus Saptono, M. Muzit, Supono dan rekanan lainnya yang tergabung dalam Lintas Asosiasi Kota Pasuruan (Gabungan beberapa Asosiasi Konstruksi), di mana Wongso Kusumo adalah sebagai Ketua dan Bendahara Muhammad Yahya serta Sekretarisnya Sugeng Cahya Patria.

Pemberian uang oleh para pengusaha kontraktor dan Asosiasi di Kota Pasuruan ini terhadap terdakwa, karena mendapat proyek pekerjaan yang bersumber dari APBD Kota Pasuruan pada Tahun Anggaran 2016 dan 2017 yang anggarannya sebesar 30 persen. Dan proyek pekerjaan itu tidaklah didapatkannya gratis begitu saja, melainkan ada fee yang besarnya 5% dari anggaran proyek pekerjaan saluran, dan 7% dari anggaran proyek pekerjaan jalan dan gedung setelah dikurangi pajak.

Uang itu ada yang disetorkan langsung ke terdakwa Setiyono, ada yang melalui Wongso Kusumo dan ada pula yang melalui Dwi Fitri Nurcahyo dan Wahyu Tri Hardianto juga lewat keponakan Wali Kota Setiyono yaitu Hendri Prabowo pegawai Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) Kota Pasuruan. Dan si Hendri inilah yang dipercaya Setiyono untuk mengelola atau  menerima maupun menyalurkan uang “haram” itu kepihak yang membutuhkan.

Lalu apakah pihak-pihak yang terlibat dalam pemberian uang suap terhadap terdakwa Setiyono tidak dianggap bersalah atau turut serta dalam Pasal 55 KUHP (Kitab Undang-undang Hukum Pidana) ?. 

Yang mengherankan adalah, pada saat KPK menangani kasus suap DPRD Kota Malang dalam pembahasan APBD Tahun Anggaran 2015 lalu, KPK terkesan begitu bersemangat, dalam waktu 1 bulan telah menyeret 41 dari 45 jumlah anggota DPRD Kota Malang periode 2014 - 2019, Wali Kota Malang Moch. Anton, Kepala Dinas PUPR Kota Malang Jarot Edy Sulistyono menjadi tersangka/terdakwa atau sudag ada yang menjadi terpidana. Dan saat ini KPK telah menetapkan lagi menjadi tersangka mantan Sekda Kota Malang yang kemudian menjabat sebagai Kepala Dinas Cipta Karya Pemprov Jatim sejak Desember 2016.

Sementara dalam persidangan yang berlangsung, Senin, 15 April 2019, adalah agenda pembacaan surat tuntutan oleh JPU KPK terhadap terdakwa Setiyono (perkara penuntutan tersendiri) dan terdakwa I Dwi Fitri Nurcahyo serta terdakwa II Wahyu Tri Hardianto (satu perkara penuntutan).

Dalam surat tuntutan JPU KPK, terdakwa Setiyono maupun terdakwa I Dwi Fitri Nurcahyo dan terdakwa II Wahyu Tri Hardianto di tuduh melukan Tindak Pidana Korupsi menerima uang suap secara bersama-sama dan berlanjut, yang diancam pidana dalam Pasal 12 huruf B junckto Pasal 18 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana teteh dtambah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi junckto Pasal 55 ayat (1) Ke-1 dan Pasal 65 ayat (1) KUHPidana.

Dalam surat tuntutan JPU KPK menyebutkan, bahwa terdakwa Setiyono selaku Walikota Pasuruan Periode Tahun 2016 s/d 2021, baik sendiri maupun bersama-sama dengan Dwi Fitri Nurcahyo (Kepala Dinas PUPR Kota Pasuruan) dan Wahyu Tri Hardianto selaku pegawai honorer Kelurahan (masing-masing perkaranya dilakukan penuntutan secara terpisah), pada sekitar tahun 2016, 2017 dan Agustus  serta Oktober 2018 atau setidak-tidaknya sekitar tahun 2018, bertempat di Rumah Dinas Walikota Pasuruan Jl. Panglima Sudirman Kota Pasuruan Jawa Timur atau setidak-tidaknya di tempat yang masih termasuk dalam daerah hukum Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Surabaya yang berwenang memeriksa dan mengadilinya, telah melakukan beberapa perbuatan menerima beberapakali pemberian uang yang totalnya sejumlah Rp2.967.243.360 (dua milyar sembilan ratus enam puluh tujuh juta dua ratus empat puluh tiga ribu tiga ratus enam puluh rupiah) dari beberapa rekanan yang memenangkan lelang paket pekerjaan di lingkungan Kota Pasuruan pada Tahun Anggaran (TA) 2016,  2017 dan 2018 termasuk yang diterima terdakwa dari Muhammad baqir (sudah divonis 2 tahun penjara) selaku pemenang lelang paket Pekerjaan PLUT-KUMKM TA 2018

JPU KPK menjalaskan, bahwa awalnya sekitar bulan Maret atau April 2016, setelah terdakwa Setiyono dilantik menjadi Walikota Pasuruan, terdakwa Setiyono memanggil Dwi Fitri Nurcahyo selaku Kepala Dinas (Kadis) Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Kota Pasuman serta Tim Sukses terdakwa saat mencalonkan diri sebagai Walikota Pasuruan yakni Prawito, Andi Wiyono dan Achmad Fadoli ke Rumah Dinas Walikota. Pertemuan dilakukan dengan maksud Terdakwa meminta Dwi Fitri Nurcahyo, Prawito, Andi Wiyono dan Achmad Fadoli untuk membuat plotingan paket pekerjaan dan menentukan pemenang tetang paket pekerjaan dilingkungan Kota Pasuruan pada TA 2016.

Atas pemintaan terdakwa tersebut. selanjutnya Dwi Fitri Nurcahyo, Prawito, Andi Wiyono dan Achmad Fadoli membuat plottingan paket pekerjaan TA 2016 dengan mengakomodir Tim Sukses Terdakwa, Asosiasi Pengusaha Jasa Konstruksi, LSM, Wartawan dan pihak-pihak lainnya.

Setelah plottingan selesai dibuat, kemudian diserahkan kepada Terdakwa, dimana terdakwa kemudian memberi masukan beberapa nama rekanan yang dikenal terdakwa. Setelah final lalu Terdakwa meminta Dwi Fitri Nurcahyo agar menyerahkan plottingan itu ke seluruh Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD di Dinas Kota Pasuruan, dan ke Asosiasi Pengusaha Jasa Konstruksi.

“Pada kesempatan itu, terdakwa berkata kepada Dwi Fitri Nurcahyo bahwa “Wali Kota (terdakwa) banyak kebutuhan uang, dan meminta Dwi Fitri Nurcahyo dapat memahaminya". selanjutnya terdakwa menyerahkan sepenuhnya kepada Dwi Fitri Nurcahyo mengenai cara memenangkan perusahaan yang telah di plotting, kemudian terdakwa menyampaikan kepada Dwi Fitri Nurcahyo, Prawito, Andi Wiyono dan Achmad Fadoli, bahwa terdakwa meminta commitment fee iumbalan sejumlah 5% (lima persen) untuk pekerjaan bangunan gedung/jalan diatas tanah, dan 7.5% (tujuh setengah persen) untuk pekerjaan plengsengan atau saluran air.” kata PU KPK menirukannya

JPU KPK mengungkapkan, pada sekitar bulan April 2016, terdakwa meminta Dwi Fitri Nurcahyo untuk mengumpulkan seluruh Asosiasi Pengusaha Jasa Konstruksi yang ada di Kota Pasuruan guna melakukan pertemuan di Gedung Gradika Komplek Rumah Dinas Walikota Pasuruan. Dalam pertemuan tersebut, terdakwa memberikan arahan terkait masalah pengadaan barang dan jasa yang akan dilaksanakan di Kota Pasuruan.

Selepas pertemuan tersebut, Dwi Fitri Nurcahyo, Tim Sukses Terdakwa, Ketua serta Sekretaris Asosiasi Pengusaha Jasa Konstruksi melakukan pertemuan terbatas di rumah Dinas Walikota Pasuruan. Pada pertemuan tersebut, Dwi Fitri Nurcahyo membagikan daftar plottingan pekerjaan kepada para Ketua Asosiasi, dan menyampaikan bahwa setiap pemenang lelang harus memberikan commitment fee imbalan bagi terdakwa sejumlah 5% (lima persen) untuk pekerjaan bangunan gedung/jalan diatas tanah, dan 7,5% (tujuh setengah persen) untuk plengsengan atau saluran air.

Setelah Ketua dan Sekretaris Asosiasi Pengusaha Jasa Konstruksi memperoleh daftar plottingan paket pekerjaan di lingkungan Kota Pasuruan TA 2016, selanjutnya paket pekerjaan itu dibagikan kepada anggota masing-masing asosiasi, dengan menyampaikan bahwa dari setiap paket pekerjaan terdapat commitment fee/imbalan yang harus diberikan pemenang lelang kepada terdakwa sebagaimana yang disampaikan Dwi Fitri Nurcahyo sebelumnya.

“Bahwa terdakwa Setiyono secara langsung, ada juga memberikan paket pekerjaan tersendiri kepada Prawito, Andi Wiyono dan Achmad Fadoli selaku tim sukses terdakwa pada saat mencalonkan diri menjadi Walikota Pasuruan,” ujar JPU KPK

JPU KPK mengatakan, sebelum lelang pekerjaan TA 2016 dilaksanakan, terdakwa memanggil Dwi Fitri Nurcahyo dan Agus Setiyono (Koordinator Konsultan Perencana dan Pengawasan Kota Pasuruan) ke rumah dinas Walikota Pasuruan. Saat bertemu, terdakwa meminta Agus Setiyono untuk membantu proses penyusunan perencanaan di Kota Pasuruan.

“Selanjutnya Agus Setiyono dan Dwi Fitri Nurcahyo yang mengatur semua proses perencanaan proyek di Pemerintahan Kota Pasuruan, dan kepada siapa paket pekerjaan konsultan tersebut diberikan. Untuk paket pekerjaan konsultan, disepakati commitment fee/mbalan untuk terdakwa sejumlah 10% (sepuluh persen) dari nilai kontrak setelah dipotong pajak, kemudian terdakwa meminta Dwi Fitri Nurcahyo untuk menerima uang commitment fee yang dipungut dari pemenang paket pekerjaan konsultan, dan selanjutnya diberikan kepada terdakwa,” ungkap JPU KPK

JPU KPK menjelaskan, bahwa terdakwa beberapa kali melakukan pertemuan dengan lintas Asosiasi Jasa Konstruksi di Rumah Dinas Walikota dalam rangka membahas upaya pengamanan lelang, agar nanti “manten" alias rekanan/perusahaan yang sudah di plott menjadi pemenang lelang tersebut, bisa memenangkan paket pekerjaan yang telah ditentukan terdakwa.

“Dalam beberapa pertemuan tersebut, terdakwa menyampaikan, bahwa Unit Layanan Pengadaan (ULP) Kota Pasuruan bertugas membuka akses bagi “manten” untuk menyusun kelengkapan persyaratan administrasi. Selanjutnya Dwi Fitri Nurcahyo menemui kepala ULP yakni Dedik Usdikari dengan maksud meminta ULP untuk membantu para rekanan atau penyedia jasa yang telah ditunjuk oleh Terdakwa,” ungkap PU KPK lagi

JPU KPK membeberkan, sebelum dilaksanakan lelang/tender, ada beberapa rekanan yang datang secara langsung menemui Dedik Usdikari, dimana rekanan tersebut sudah menyebut nama paket pekerjaan yang menjadi miliknya atau akan dikerjakan olehnya sesuai plottingan dari terdakwa. Setelah itu, pada saat pembukaan lelang/tender, Dedik Usdikari menyampaikan kepada anggota Kelompok Kerja (Pokja) ULP Kota Pasuruan, bahwa ada rekanan penyedia jasa yang merupakan titipan, dan agar dibantu dalam proses pemenangan lelang.

“Bahkan Dwi Fitri Nurcahyo juga melakukan pengecekan secara langsung ke ruang kerja Pokja untuk melihat hasil evaluasi lelang atau tender paket kegiatan, jika ada rekanan yang sudah jadi “manten” tidak lulus, maka Dwi Fitri Nurcahyo meminta pokja memberikan toleransi,” pungkas JPU KPK

JPU KPK menjelaskan, bahwa setelah para rekanan memenangkan paket pekerjaan, sebagian rekanan pemenang lelang TA 2016 memberikan commitment fee berupa uang secara langsung kepada terdakwa di rumah dinas Walikota, dan sebagian menyerahkannya melalui Dwi Fitri Nurcahyo.

JPU KPK mengungkapkan, adapun commitment fee yang diterima terdakwa adalah sebagai berikut : a. Rp250.000.000 (dua ratus lima puluh juta rupiah) diterima Terdakwa melalui Dwi Fitri Nurcahyo dan Agus Setiyono untuk paket pekerjaan konsultan,; b. Rp434.000.000 (empat ratus tiga puluh empat juta rupiah) yang diterima terdakwa melalui Dwi Fitri Nurcahyo untuk 11 (sebelas) paket pekerjaan yang dikerjakan Andi Wiyono, Wongso Kusumo, Siti Chalimah, Bambang Parikesit, Murti Cahyani dan rakanan lainnya,; c. Rp267.441.735 (dua ratus enam puluh tujuh juta empat ratus empat puluh satu ribu tujuh ratus tiga puluh lima rupiah) yang diterima terdakwa dari Andi Wiyono untuk 11 (sebelas) paket Pekerjaan yang dikerjakan Andi Wiyono, Sugeng Cahya Patria, Suko Setyo dan rekanan lainnya.

d. Rp229.000.000 (dua ratus dua puluh sembilan juta rupiah) yang diterima Terdakwa dari Achmad Fadoli untuk 9 (sembilan) paket pekerjaan yang dikerjakan Achmad Fadoli, Abd. Rasyid, Achmad Fauzi, Aunur Rofiq dan Sugiono Kartiadi Sudjoyo,; e. Rp169.000.000,(seratus enam puluh sembilan juta rupiah) yang diterima terdakwa dari Prawito untuk 9 (sembilan) paket pekerjaan yang dikerjakan Prawito, Arif Rozak, Fenty Bangkit Ardyansyah, Sugeng Cahya Patria dan rekanan lainnya, dan f. Rp125.000.000 (seratus dua puluh Iima juta rupiah) yang diterima Terdakwa dari Muhammad Yahya untuk 1 (satu) paket pekerjaan.

“Bahwa uang yang diterima secara langsung oleh terdakwa maupun yang diterima melalui Dwi Fitri Nurcahyo dari rekanan pemenang lelang paket pekerjaan konsultan dan konstruksi di lingkungan Kota Pasuruan TA 2016 seluruhnya berjumlah Rp1.474.441.735 (satu milyar empat ratus tujuh puluh empat juta empat ratus empat puluh satu ribu tujuh ratus tiga puluh lima rupiah),” ungkap JPU KPK

Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi juga memberkan duit commitmen fee/imbalan proyek yang diterima terdakwa dari para pemenang lelang paket pekerjaan TA 2017 sebesar Rp Rp878.801.625, dan pada sekitar awal bulan Januari 2017, terdakwa memutuskan untuk mengganti Kepala Dinas PUPR Kota Pasuruan dari Dwi Fitri Nurcahyo kepada Muhammad Agus Fadjar.

Setelah mengganti Kepala Dinas PUPR, terdakwa mendapat saran dari Achmad Fadoli, Prawito dan Andi Wiyono untuk pengadaan paket pekerjaan di lingkungan Kota Pasuruan TA 2017,  sebaiknya melibatkan seluruh Asosiasi Pengusaha Jasa Konstruksi di Kota Pasuruan. Atas saran tersebut, terdakwa melakukan pertemuan dengan Achmad Fadoli, Prawito, Andi Wiyono dan Wongso Kusumo di Rumah Dinas Walikota Pasuruan, saat itu terdakwa meminta mereka berempat untuk membuat plottingan paket pekerjaan yang akan diadakan di tahun anggaran 2017, kemudian terdakwa menugaskan Wongso Kusumo untuk membagikan paket pekerjaan kepada seluruh Asosiasi dengan berkordinasi bersama Mohammad Agus Fadjar selaku Kepala Dinas PUPR Kota Pasuruan yang baru.

“Pada sekitar bulan April 2017, terdakwa meminta Mohammad Agus Fadjar untuk menyerahkan rekapan paket pekerjaan kegiatan Kota Pasuman TA 2017, baik paket pekerjaan yang akan dilakukan Penunjukan Langsung (PL) maupun Lelang Umum (LU), terdakwa bermaksud untuk mem-plotting seluruh paket pekerjaan tersebut,” kata JPU KPK

PU KPK menjelaskan, berdasarkan rekapan paket pekerjaan Kota Pasuruan TA 2017 tersebut, kemudian terdakwa kembali melakukan pertemuan di Rumah Dinas Walikota Pasuruan dengan Achmad Fadoli, Prawito, Andi Wiyono dan Wongso Kusumo untuk mendiskusikan plottingan paket pekerjaan Kota Pasuruan TA 2017 tersebut.

“Sekitar Mei 2017, plotting-an paket peketjaan Kota Pasuruan TA 2017 yang sudah mencantumkan nama rekanan/penyedia jasa calon pemenang lelang (manten) diberikan terdakwa kepada Mohammad Agus Fadjar untuk dilaksanakan dengan berkoordinasi bersama Wongso Kusumo terkait pembagian ke semua Asosiasi Pengusaha Jasa Konstruksi yang ada di Kota Pasuruan,” ujar JPU KPK

JPU KPK juga membeberkan plottingan paket pekerjaan TA 2017 yang dibuat terdakwa tersebut meliputi :

1. Paket Pekerjaan jatah terdakwa yang akan dibagikan terdakwa kepada rekanan yang dikenalnya,; 2. Paket Pekerjaan jatah Wakil Walikota yang memilih sendiri calon pemenangnya,; 3. Paket Pekerjaan jatah Tim Sukses terdakwa seperti Achmad Fadoli, Prawito, Andi Wiyono,; 4. Paket Pekerjaan untuk jatah lain-lain adalah pembagian proyek untuk tokoh Partai Politik dan Rim sukses dari Partai Pengusung,; 5. Paket Pekerjaan jatah untuk anggota DPRD, dimana calon pemenangnya dipilih oleh anggota DPRD sendiri,; 6. Paket Pekerjaan jatah untuk 'LSM dan Wartawan, dimana LSM dan wartawan memilih sendiri calon pemenangnya,; 7. Paket Pekerjaan jatah untuk AKLI (Asosiasi Ketenaga Listrikan) memilih sendiri calon pemenangnya,; 8. Paket Pekerjaan jatah untuk Dinas, dimana pemenangnya dipilih sendiri oleh Dinas-dinas,; 9. Paket Pekedaan jatah untuk Partai Politik, dimana calon pemenangnya dipilih oleh partai politik koalisi sandiri, dan 10. Pebagian ke pihak-pihak lainnya.

Bahwa terdakwa meminta Mohammad Agus Fadjar untuk menyerahkan paket pekerjaan yang akan dilelang dengan metode Penunjukan Langsung (PL) kepada masing-masing Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) di setiap SKPD/Dinas Kota Pasuruan untuk ditindaklanjuti sesuai dengan perintah terdakwa, dan memerintahkan PPK untuk berhubungan langsung dengan rekanan/penyedia barang dan jasa yang sudah ditunjuk oleh terdakwa untuk melaksanakan paket kegiatan pengadaan langsung tersebut.

“Kemudian terdakwa menyampaikan kepada Mohammad Agus Fadjar, bahwa untuk paket pekerjaan yang bukan penunjukan langsung untuk teknis pelaksanaannya diserahkan seluruhnya kepada Asosiasi,” kata JPU KPK

JPU KPK mengatakan, mengikuti arahan terdakwa, sebelum dilaksanakan lelang paket pekerjaan Kota Pasuman TA 2017, Wongso Kusumo bersama bersama dengan Sugeng Cahya Fitria dan Muhammad Yahya menemui Mohammad Agus Fadjar di kantor dinas PUPR Kota Pasuruan, dan menyampaikan bahwa Wongso Kusumo bersama rekan dari Asosiasi Pengusaha Jasa Konstruksi telah membentuk Lintas Asosiasi Kota Pasuruan (Gabungan beberapa asosiasi konstruksi Kota Pasuruan), dan Wongso Kusumo ditunjuk menjadi ketuanya.

Pembentukan lintas asosiasi ini bertujuan untuk mengakomodir seluruh anggota Asosiasi yang ada di kota Pasuruan agar mendapatkan pekerjaan, saat itu juga Wongso Kusumo menyampaikan bahwa paket pekerjaan yang nantinya akan diberikan kepada Asosiasi akan diatur secara merata ke seluruh anggota Lintas Asosiasi.

“Setelah mendengar penjelasan Wongso Kusumo, kemudian Mohammad Agus Fadjar menyerahkan kurang lebih 3 (tiga) lembar kertas yang berisi print out kolom paket pekerjaan, di saat bersamaan Mohammad Agus Fadjar menjelaskan bahwa paket pekerjaan yang diserahkan itu untuk asosiasi dan mempersilahkan Wongso Kusumo untuk  mengaturnya,” ungkap JPU KPK

"Kemudian masih sekitar bulan Mei 2017, lanjut PU KPK, terdakwa mengadakan rapat dengan seluruh Kepala SKPD/Dinas di Kota Pasuruan yang bertempat di Ruang Untung Suropati Kantor Walikota Pasuruan. Pada kesempatan itu dibahas mengenai kegiatan paket pekerjaan pada TA 2017 yang akan dilaksanakan di lingkungan Kota Pasuruan, dan terdakwa meminta bila ada orang-orang yang mengaku rekanan dan Wali Kota, agar dikonfirmasikan tertebih dahulu kepada terdakwa,” ungkap JPU KPK kemudian

JPU KPK menjelaskan, bahwa terdakwa mendapatkan laporan dari Mohammad Agus Fadjar dan Wongso Kusumo, bahwa paket pekerjaan yang sudah di plotting terdakwa sudah dibagikan kepada masing-masing asosiasi.

Bahwa rekanan yang memenangkan lelang paket pekerjaan dilingkungan Kota Pasuruan TA 2017, selanjutnya memberikan commitment fee berupa uang kepada terdakwa baik secara langsung maupun yang dikumpulkan oleh Wongso Kusumo terlebih dahulu, lalu diberikan kepada Terdakwa. Setiap Wongso Kusumo memberikan commitment fee kepada terdakwa, selalu disampaikan oleh Wongso Kusumo, bahwa “ini titipan dari teman-teman asosiasi”.

Bahwa commitment fee yang telah diterima secara langsung oleh terdakwa maupun yang dikumpulkan oleh Wongso Kusumo, lalu diberikan kepada terdakwa dari pemenang lelang pengadaan paket pekerjaan Kota Pasuruan TA 2017 adalah sebagai berikut ;

1. Rp511.000.000 (lima ratus sebelas juta rupiah) yang diterima beberapa kali oleh terdakwa dari Wongso Kusumo untuk 18 (delapan belas) paket pekerjaan yang dikerjakan oleh Wongso Kusumo, Hariadi Wicaksono, Nurcholis, Muslimin, Doddy Barnowo, Arif Rozak, Muhammat Kahar Muzakir, Muchammad Ali Rifki Amirudin, Hadi Santoso, Bambang Parkesit, Muhammad Arifianto, Suko Setyo Budi dan Ninil Kusumiyati dan rekanan lainnya.

2. Rp122.801.625 (seratus dua puluh dua juta delapan ratus satu ribu enam ratus dua puluh lima rupiah) yang diterima beberapa kali oleh terdakwa dan Andi Wiyono untuk 3 (tiga) paket pekerjaan,; 3. Rp85.000.000 (delapan puluh lima juta rupiah) yang diterima terdakwa dari Prawito untuk 3 (tiga) paket pekerjaan,; 4. Rp80.000.000 (delapan puluh juta rupiah) yang diterima terdakwa dari Achmad Fadoli untuk 1 (satu) paket pekerjaan,; 5. Rp80.000.000 (delapan puluh juta rupiah) yang diterima terdakwa dan  Agus Setiyono untuk 14 (empat belas) paket pekerjaan perencanaan dan pengawasan.

“Bahwa uang yang diterima terdakwa dari rekanan pemenang lelang paket pekerjaan di lingkungan Kota Pasuman TA 2017 seluruhnya sejumlah Rp878.801.625 (delapan ratus tujuh puluh delapan juta delapan ratus satu ribu enam ratus dua puluh Iima rupiah),” ungkap PU KPK

Selain Plotting paket pekerjaan 2017, JPU KPK juga membeberkan kembalin penerimaan uang dari plottingan paket pekerjaan TA 2018.

JPU KPK mengatakan, bahwa pada awal tahun 2018 bertempat di rumah dinas Walikota, terdakwa kembali meminta Dwi Fitri Nurcahyo bersama Muhammad Agus Fadjar selaku Kadis PUPR Kota Pasuruan untuk mengatur dan menentukan pemenang lelang dari setiap paket pekerjaan (plotting paket pekerjaan) TA 2018.

Menindaklanjuti permintaan terdakwa, sekitar bulan Maret 2018 bertempat di rumah Edy Trisulo Yudo yang merupakan adik kandung terdakwa dilakukan pertemuan oleh Muhammad Agus Fadjar, Dwi Fitri Nurcahyo bersama dengan Edy Trisulo Yudo untuk menyusun draft plotting paket pekerjaan dalam bentuk tabeI/kolom yang terdiri dari kolom Nomor, SKPD, Paket Pekerjaan, Pagu, HPS, PP, Apel dan Keterangan yang telah mencantumkan calon pemenang lelang (manten) untuk masing-masing paket pekerjaan.

Beberapa hari kemudian, draft plotfing paket pekerjaan tersebut dipaparkan oleh Muhammad Agus Fadjar kepada Terdakwa di ruang kerja rumah dinas Walikota yang dihadiri pula oleh Dwi Fitri Nurcahyo dan Edy Trisulo Yudo, dimana terdakwa banyak memberikan koreksi mengenai perusahaan mana yang akan menjadi pemenang lelang dari setiap paket pekerjaan dan jatah siapa paket pekerjaan tersebut. Pada kesempatan itu Terdakwa juga menyampaikan mengenai commitment fee yang harus dipenuhi oleh pemenang proyek yaitu untuk pembangunan gedung fee-nya sejumlah 5% (lima persen) sedangkan untuk plengsengan atau saluran air sejumlah 7% (tujuh persen). Atas revisi Terdakwa selanjutnya Muhammad Agus Fadjar melakukan 2 (dua) kali perbaikan plotting paket pekerjaan sebelum akhirnya menjadi draft final dan disetujui Terdakwa.

“Draft final plotting paket pekerjaan, lanjut PU KPK, selanjutnya dicetak (print) dan hasil cetakannya (print out) disampaikan Muhammad Agus Fadjar kepada terdakwa di Rumah Dinas Walikota, print out itu berisi plotting paket pekerjaan untuk: Walikota 1 (Terdakwa),; Walikota 2 (Edy Trisulo Yudo selaku adik Kandung Terdakwa),; Wawali (Raharto Teno Prasetyo),; Wartawan,; Anggota DPRD,; Partai Politik,; Tim sukses sewaktu Terdakwa Setyono ikut Pilkada, yaitu Kaji Yunus,; Kaji,; Kodir dan Kaji Mali,; AKLI (Asosiasi Jasa Kelistrikan),; TANDON (rekanan yang merupakan pilihan Dwi Fitri Nurcahyo dan disetujui Terdakwa),; dan Pihak-pihak lain yang diplotting oleh Terdakwa,” ungkap JPU KPK

JPU KPK menjelaskan, bahwa saat menyerahkan print out plotting paket pekerjaan, Terdakwa meminta Muhammad Agus Fadjar untuk menginformasikan kepada setiap Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) tentang adanya plotting-an paket pekerjaan tersebut. dan arahan itu dipenuhi oleh Muhammad Agus Fadjar dengan cara menemui langsung para Kepala SKPD di lingkungan Pemkot Pasuruan.

Bahwa salah satu paket pekerjaan yang sudah di plotting adalah Pekerjaan pembangunan PLUT- KUMKM pada Dinas Koperasi dan UMKM Kota Pasuruan dengan pagu anggaran senilai Rp2.297.464.000.00 (dua milyar dua ratus sembilan puluh tujuh juta empat ratus enam puluh empatribu rupiah). sesuai plotting yang dibuat Terdakwa untuk pekerjaan pembangunan PLUT-KUMKM ini masuk paket pekerjaan kelompok “TANDON” yang dikelola oleh Dwi Fitri Nurcahyo dan telah ditentukan calon pemenang lelangnya adalah Wongso Kusumo pemilik CV. Sinar Perdana sekaligus sebagai Ketua Gapensi Kota Pasuruan.

Bahwa lelang pekerjaan pembangunan PLUT-KUMKM dilakukan oleh Kelompok Kerja (Pokja) II Bagian Layanaan Pengadaan (BLP).

Pada tanggal 8 Agustus 2018, Agus Widodo selaku Ketua Pokja II mengumumkan Paket Belanja Modal Gedung Dan Bangunan Pengembangan PLUT-KUMKM di SPSE (Sistem Pengadaan Secara Elektronik) Kota Pasuruan, ada 21 (Dua puluh satu) perusahaan yang mendaftar namun hanya satu pemsahaan yang memasukkan penawaran yakni CV. Sinar Perdana milik M. Wongso Kusumo dengan nilai penawaran Rp2.213.496.000.00 (dua milyar dua ratus tiga belasjuta empat ratus sembilan puluh enam ribu rupiah), akan tetapi setelah dilakukan evaluasi penawaran berupa evaluasi teknis, ternyata CV. Sinar Perdana tidak memenuhi persyaratan teknis personil inti sehingga menyebabkan lelang tersebut gagal.

Pada tanggal 20 Agustus 2018, Njoman Swasti selaku Kepala BLP, dan Siti Amini selaku Kepala Dinas Koperasi dan UMKM menghadap terdakwa untuk melaporkan gagalnya lelang pekerjaan pembangunan PLUT-KUMKM. Saat itu terdakwa menanyakan kemungkinan dilakukan lelang ulang serta meminta Njoman Swasti dan Siti Amini untuk berkoordinasi dengan Dwi Fitri Nurcahyo terkait teknis lelang ulang pekerjaan pembangunan PLUT-KUMKM, kemudian siang harinya dilakukan pertemuan kembali di ruang Wali Kota antara terdakwa bersama Njoman Swasti, Siti Amini dan Dwi Fitri Nurcahyo.

“Pada kesempatan itu terdakwa bertanya kepada Dwi Fitri Nurcahyo, apakah pekerjaan pembangunan PLUT-KUMKM dapat dilaksanakan dalam sisa waktu 90 (sembilan puluh) hari kalender, dan dijawab Dwi Fitri Nurcahyo bisa. Kemudian Terdakwa meminta agar paket pekerjaan PLUT-KUMKM dilakukan lelang ulang dan meminta Dwi Fitri Nurcahyo mencari back up perusahaan sehingga lelang bisa diikuti minimal oleh 2 perusahaan,” kata JPU KPK menirukan. 

Kemudian Dwi Fitri Nurcahyo menghubungi Supaat (almarhum) untuk mencari perusahaan back up peserta lelang proyek pembangunan PLUT-KUMKM. saat itu Supaat merekomendasikan CV Mahadir yang dikelola Muhammad Baqir.

“Keesokan harinya, Dwi Fitri Nurcahyo mengajak Wahyu Tri Hardianto dan Roby Abdulrochman yang keduanya mempakan orang kepercayaan Dwi Fitri Nurcahyo untuk menemui Supaat dirumahnya, ketika itu Supaat menghubungi Muhammad Baqir melalui telepon yang intinya,  menyampaikan adanya pekerjaan pembangunan PLUT-KUMKM, dan Supaat juga menjelaskan kondisi lelang pertama yang gagal karena perusahaan milik Wongso Kusumo tidak lengkap dokumen penawarannya. Pada saat itu Supaat bertanya, berapa yang harus disisihkan. Dwi Fitri Nurcahyo menjelaskan, bahwa untuk 'Kanjengnya' atau terdakwa disisihkan 5% (lima persen),” ungkap JPU KPK

Pada tanggal 21 Agustus 2018, sesuai dengan petunjuk Terdakwa selanjutnya Siti Amini membuat surat pengantar untuk dilakukan lelang ulang terhadap pekerjaan pembangunan PLUT-KUMKM, dan di hari yang sama Pokja II BLP Kota Pasuruan mengumumkan lelang ulang tersebut.

Pada tanggal 22 Agustus 2018, Muhammad Baqir menghubungi Dwi Fitri Nurcahyo untuk mengkonfirmasi paket pekerjaan PLUT-KUMKM TA 2018 yang intinya, ketika itu Dwi Fitri Nurcahyo menyampaikan bahwa benar ada paket pekerjaan PLUT-KUMKM senilai kurang lebih Rp2,3 milyar serta ada Commitment Fee sejumlah 5% (lima persen) untuk juragan-nya yakni Terdakwa.

Saat itu juga Dwi Fitri Nurcahyo menegaskan, bahwa perusahaan yang dibawa Muhammad Baqir (CV Mahadir) menjadi manten (calon pemenang) paket pekerjaan tersebut dan hal itu disanggupi oleh Muhammad Baqir. Kemudian Muhammad Baqir dan ayahnya yakni Hud Muhdlor menemui Dwi Fitri Nurcahyo di rumahnya untuk membahas teknis lelang ulang pekerjaan pembangunan PLUT-KUMKM, saat itu Muhammad Baqir juga sudah mengetahui telah menjadi "manten" (kandidat pemenang lelang).

“Selanjutnya, kepastian Muhammad Baqir menjadi manten pekerjaan pembangunan PLUT-KUMKM disampaikan juga oleh Dwi Fitri Nurcahyo kepada Wahyu Tri Hardianto, hari itu juga Wahyu Tri Hardianto menelpon Muhammad Baqir dan meminta Muhammad Baqir untuk mengirimkan uang sejumlah Rp20.000.000 (dua puluh juta rupiah) untuk Pokja II BLP yang melaksanakan lelang pekerjaan Pembangunan PLUT-KUMKM,” beber JPU KPK

Pada tanggal 24 Agustus 2018 Muhammad Baqir melalui m-banking men-transfer uang sejumlah Rp20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah) ke rekening BCA nomor 08910229704 a.n Wahyu Tri Hardianto, kemudian uang itu diserahkan kepada Dwi Fitri Nurcahyo untuk diberikan kepada Wakhfudi Hidayat selaku Kepala Sub Bagian (Kasubag) Pengendalian BLP. Wakhfudi Hidayat disarankan oleh Edy Trisulo Yudo yang merupakan adik kandung terdakwa untuk membantu Dwi Fitri Nurcahyo.

Dwi Fitri Nurcahyo menyampaikan kepada Wakhfudi Hidayat, bahwa manten pekerjaan pembangunan PLUT-KUMKM berubah yang awalnya CV. Sinar Perdana milik M. Wongso Kusumo menjadi CV. Mahadir perusahaan milik Muhammad Baqir. Untuk itu, Wakhfudi Hidayat bersama Dwi Fitri Nurcahyo dan Wahyu Tri Hardianto membantu melengkapi kekurangan syarat-syarat lelang CV. Mahadhir yang diajukan Muhammad Baqir, kemudian Wakhfudi Hidayat juga membagi uang yang ditenma dari Muhammad Baqir dengan anggota Pokja II yang melaksanakan lelang pekerjaan pembangunan PLUT-KUMKM.

Pada Tanggal 27 agustus 2018, dibuka pendaftaran lelang ulang pekerjaan pembangunan PLUT-KUMKM, perusahaan yang mendaftar sebanyak 28 (dua puluh delapan) perusahaan termasuk CV. Mahadhir yang diajukan Muhammad Baqir, dan yang memasukkan penawaran hanya 2 (dua) perusahaan yaitu CV. Sinar Perdana dengan nilai penawaran Rp2.213.496.000 (dua milyar dua ratus tiga belas juta empat ratus sembilan puluh enam ribu rupiah), dan CV. Mahadhir  dengan nilai penawaran Rp2.210.429.000 (dua milyar dua ratus sepuluh juta empat ratus dua puluh sembilan ribu rupiah), namun saat dilakukan evaluasi teknis hanya CV. Mahadhir yang lulus persyaratan teknis, setelah dilakukan negosiasi dan klarifikasi selanjutnya disepakati nilai penawaran menjadi Rp2.195.813.000 (dua milyar seratus sembilan puluh lima juta delapan ratus tiga belas ribu rupiah).

“Sehingga pada tanggal 4 September 2018, CV. Mahadhir diumumkan sebagai pemenang lelang pekerjaan pembangunan PLUT-KUMKM. Pada tanggal 5 September 2018, karena CV. Mahadhir telah ditetapkan sebagai pemenang lelang, Muhammad Baqir dihubungi oleh Supaat  menanyakan commitment fee, dan Muhammad Baqir menyampaikan fee 5% (lima persen) akan dikirimkan pada hari Jumat tanggal 7 September 2018,” pungkas PU KPK

Selanjutnya pada tanggal 7 September 2018, Muhammad Baqir melakukan setor tunai di BCA Kantor Cabang Pembantu (KCP) Singosari Malang ke rekening Bank BCA milik Supaat dengan Nomor Rekening 0891003489 sejumlah Rp115.000.000 (seratus lima belas juta rupiah), Muhammad Baqir mengetahui bahwa uang fee itu untuk terdakwa.

“Bahwa setelah Muhammad Baqir mengirimkan uang fee ke rekening Supaat, selanjutnya Supaat  memberitahukan ke Wahyu Tri Hardianto yang kemudian disampaikan pula kepada Dwi Fitri Nurcahyo. Mengetahui uang fee telah dikirimkan, lalu Dwi Fitri Nurcahyo mengajak Wahyu Tri Hardianto dan Roby Abdulrochman untuk mengambil uang fee tersebut ke rumah Supaat, akan tetapi uang fee tersebut tidak jadi diambil hari itu karena Supaat sedang sakit keras,” ungkap JPU KPK

“Bahwa sejak tanggal 10 September 2018, Dwi Fitri Nurcahyo menjadi Pelaksana Harian (Plh) Kepala Dinas PUPR Kota Pasuruan, karena Mohammad Agus Fadjar selaku Kepala Dinas PUPR defimitif dalam keadaan sakit dan harus dirawat di rumah sakit,” ungkap JPU KPK kemudian

JPU KPK menyatakan, pada tanggal 17 September 2018, dilaksanakan penandatanganan Surat Perjanjian antara Susilo Rifai selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Dinas Koperasi dan UMKM Kota Pasuruan dengan Hud Muhdlor selaku Direktur CV Mahadhir untuk pekerjaan Pengembangan PLUT-KUMKM dengan No Kontrak 600/1320/423.111/2018 dengan nilai kontrak Rp2.195.813.000 (dua milyar seratus sembilan puluh lima juta delapan ratus tiga belas ribu rupiah).

Pada tanggal 24 September 2018, Supaat meninggal dunia dan ATM beserta buku tabungan yang berisi uang fee dari Muhammad Baqir dipegang oleh Novita Sugiastuti selaku istri Supaat, lalu pada tanggal 3 Oktober 2018, Wahyu Tri Hardianto bersama dengan Roby Abdulrochman menemui Novita Sugiastuti, kemudian Novita Sugiastuti memberikan kartu ATM rekening BCA atas nama Supaat yang didalamnya tersisa uang sejumlah Rp106.000.000 (seratus enam juta rupiah), karena ada yang terpakai untuk biaya pengobatan Supaat selama sakit.

Kemudian Wahyu Tri Hardianto melaporkannya kepada Dwi Fitri Nurcahyo, lalu Dwi Fitri Nurcahyo memerintahkan agar uang tersebut ditarik tunai dan dipindahbukukan ke rekening Wahyu Tri Hardianto untuk kemudian diberikan kepada Terdakwa melalui Hendriyanto Heru Prabowo alias Hendrik keponakan terdakwa.

Bahwa selain uang dari Muhammad Baqir selaku pemenang lelang paket Pekerjaan PLUT-KUMKM TA 2018, sekitar tahun 2018 di rumah dinas Walikota Pasuruan, terdakwa juga beberapa kali menerima commitment fee berupa uang dari rekanan pemenang lelang paket pekerjaan TA 2018 yang rinciannya adalah sebagai berikut ;

1. Rp100.000.000 (seratusjuta rupiah) yang diterima Terdakwa dari Andi Wiyono untuk 1 (satu) paket pekerjaan,; 2. Rp77.000.000 (tujuh puluh tujuh juta rupiah) yang diterima terdakwa dari Prawitno untuk 2 (dua) paket pekerjaan,; 3. Rp15.000.000 (lima belasjuta rupiah) yang diterima terdakwa dari Wongso Kusumo untuk 1 (satu) paket Pekerjaan yang dikerjakan Sri Wahono,;

4. Rp316.000.000 (tiga ratus enam belas juta rupiah) yang diterima terdakwa melalui Hendriyanto Heru Prabowo alias Hendrik yang sebelumnya uang tersebut diterima dan dikumpulkan Dwi Fitri Nurcahyo bersama Wahyu Tri Hardianto dari 8 (delapan) pemenang lelang paket Pekerjaan yaitu Wongso Kusumo, Bambang Parkesit, Sugeng Cahya Patria, Ninil Kusmiyati, Mohammad Mujib dan Muhammad Arifianto.

Bahwa uang yang diterima secara langsung oleh Terdakwa maupun yang diterima melalui Dwi Fitri Nurcahyo bersama Wahyu Tri Hardianto dari rekanan pemenang lelang paket pekerjaan di lingkungan Kota Pasuruan TA 2018 seluruhnya berjumlah Rp614.000.000 (enam ratus empat belas juta rupiah). Sehingga jumlah uang yang diterima terdakwa Setiyono sejak tahun 2016, 2017 dan 2018 sebesar Rp2.967.243.360.

JPU KPK mengatakan, atas perbuatan terdakwa haruslah di hukum sesuai dengan perbuatannya. Selain itu, terdakwa juga dituntut untuk mengembalikan uang yang sama jumlahnya dengan yang diterima oleh terdakwa bersadasrkan Pasal 18 Undang-undang Tindak Pidana Korupsi yaitu sebesar Rp2.967.243.360 dikurangkan dengan uang yang disita dari terdakwa pada saat tangkap tangan maupun yang disita dari Hendri Prabowo serta uang yang dikembalikan oleh terdakwa Setiyono dan Dwi Fitri Cahyono melalui KPK.

Sehingga jumlah uang yang wajib dikembalikan oleh terdakwa Setiyono adalah sebesar Rp2.267.243.360. Selain mengembalikan uang, terdakwa Setiyono juga dituntut untuk pencabutan hak memilih dan memilih dalam jabatan publik yang diatur dalam peraturan pmerintah sesuai dengan Pasal 18 Undang-undang Tindak Pidana Korupsi.

JPU KPK menjelaskan, berdasarkan fakta-fakta hukum tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa Terdakwa Setiyono dan terdakwa I Dwi Fitri Nurcahyono serta terdakwa II Wahyu Tri Herdiyanto terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 12 huruf a  Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagalmana telah dlubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tlndak Pidana Korupsl juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 65 ayat (1) KUHPidana sebagaimana dalam dakwaan Pertama.

“Meminta kepada Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengdilan Negeri Surabaya yang mengadili perkara ini untuk ; Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa Setiyono berupa pidana penjara selama 6 (enam) tahun dikurangi selama Terdakwa berada dalam tahanan dan pidana denda sebesar Rp250 juta  subsidiair 6 (enam) bulan kurungan. dengan perintah Terdakwa tetap ditahan ;

Menjatuhkan pidana tambahan terhadap Terdakwa Setiyono untuk membayar uang pengganti sebesar Rp2.267.243.360 selambat-lambat 1 (satu) bulan setelah putusan pengadilan memperoleh hukum tetap. Jika dalam jangka waktu tersebut Terdakwa tidak membayar uang pengganti maka harta bendanya di sita oleh Jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut. Dalam hal terpidana tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti maka dipidana penjara selama 1 (satu)  tahun ;

Selain itu, hukuman tambahan kepada Terdakwa Setiyono berupa pencabutan hak untuk dipilih dan memilih dalam jabatan publik selama 3 (tiga) tahun setelah Terdakwa Terdakwa Setiyono  selesai menjalani pidana pokoknya,” ucap JPU KPK

Setelah membacakan surat tuntutan terhadap terdakwa Setiyono, JPU KPK membacacakan surat tuntutan pidana terhadap terdakwa I Dwi Fitri Nurcahyono yaitu berupa pidana penjara selama 5 tahun, dan terhadap terdakwa II Wahyu Tri Herdiyanto dengan pidana penjara selama 4 tahun dan denda masing-masing sebesar Rp200 juta subsidair 6 bulan kurangan.

Atas tuntutan JPU KPK, Ketua Majelis Hakim I Wayan Sosisawan memberikan kesempatan kepada terdakwa maupun melalui Penasehat Hukumnya untuk menyampaikan Pledoi atau pembelaannya pada sidang pekan depan.

“Saudara terdakwa punya hak untuk untuk menyampaikan pembelaan,” kata Ketua Majelis Hakim lalu menutup sidang untuk ditunda dua pekan mendatang setelah mengabulkan permohonan Penasehat Hukum.

Seusai persidangan, saat wartawan media ini meminta tanggapan dari JPU KPK terkait pihak-pihak yang terlibat dalam pemberian uang suap terhadap terdakwa Setiyono, JPU KPK Ferdian Adi Nugroho mengatakan, bahwa sampai saat ini KPK belum ada penyidikan baru, dan perkara terdakwa Setiyono sudah selesai.

“Sampai saat ini belum ada penyidikan baru. Dan kami hanya membuktikan perkara terdakwa sampai di sini,” jawab JPU KPK Ferdian Adi Nugroho

Saat ditanya lebih lanjut, apakah para rekanan yang memberikan uang terhadap terdakwa Setiyono seperti si Wongso Kusumo, Achmad Fadoli, Andi Wiyono, Prawito dan yang lainnya tidak dianggap bersalah ?

Menanggapi hal itu, JPU KPK Ferdian Adi Nugroho mengatakan belum selesai sampai di sini. Pun demikian, Ia mengatakan akan membuat laporan hasil persidangan ke pimpinan KPK.

“Belum selesai sampai di sini, dan kami akan membuat laporan persidangan ke pimpinan,” ujarnya.

Terpisah. Ali Ismail selaku Penasehat Hukum terdakwa Setiyono mengatakan, bahwa tidak ada satu saksipun yang mengatakan kalau terdakwa meminta uang dan menentukan fee proyek. Tetapi Ali mengakui, bahwa terdakwa menerima uang. Namun saat ditanya kemudian, apakah hal itu salah atau nggak. Namun Penasehat Hukum terdakwa ini tak menjelaskannya.

“Fakta persidangan, tidak ada satu saksipun yang mengatakan kalau terdakwa meminta uang dan menentukan fee proyek. Tapi yang menentukan adalah mereka (Wongso Kusumo dkk). Terdakwa menerima uang,” ujar Ali. (Rd1)

Posting Komentar

Tulias alamat email :

 
Top