Kasi Intel (kiri) dan Kasi Pidsus Kejari Tanjung Perak |
Ke-5 anggota Dewan yang dihadirkan Tim JPU Kejari Tanjung Perak, Surabaya ini adalah Darmawan, Ratih Retnowati, Binti Rochma, Dini Rijanti dan Saiful Aidy. Sedangkan Sugito yang juga anggota DPRD Surabaya periode 2014 - 2019 tidak hadir.
Sidang yang berkangsung di ruang sidang Candra Pengadilan Tipikor Surabaya Jalan Raya Juanda, Sedati, Sidoarjo Jawa Timur (Senin, 6 Mei 2019) adalah mendengarkan keterangan ke- 5 anggota DPRD Surabaya ini dihadapan Majelis Hakim yang diketuai Hakim Rochmat dengan dibantu 2 (dua) Hakim anggota (Ad Hock) yaitu Dr. Andriano dan Emma Elyani, sementara terdakwa Agus Setiawan Jong didampingi Tim Penasehat Hukumnya Benhard Manurung, Utcok Jimmi Lamhot dan Bryan Emanurio yang berkantor di jalan Kartini Surabaya.
Apakah dari kehadiran anggota DPRD Surabaya ini sebagai saksi dalam kasus Korupsi dana Jasmas Pemkot Surabaya yang telah merugikan keuangan negara sebesar Rp4.9 miliyar berdasarkan hasil audit BPK RI No. 64/LHP/0I/09/2018 tanggal 19 September 2018 akan menjadi tersangka ???
Sebab dihadirkannya anggota Dewan yang terhormat ini dalam perkara kasus Korupsi Dana Jasmas yang merugikan keuangan negara sebesar Rp4.9 miliyar ini adalah, karena Dana Jasmas itu milik masing-masing ke- 5 anggota DPRD Surabaya ini yang akan disalurkan ke Konstituwen atau di Daerah Pemilihannya pada saat maju sebagai Caleg (Calon Legislatif pada tahun 2014 lalu).
Dalam surat dakwaan JPU dijelakan, bahwa anggota DPRD Surabaya H. Darmawan memiliki dana Jasmas sebesar Rp3 miliyar yang akan disalurkan di Dapil (Daerah Pemilihan) 4 yang meliputi Kecamatan Gayungan, Jambangan, Wonokromo, Sawahan, Sukomanunggal. Sedangkan Ratih Reinowati akan menyalurkan dana Jasmas miliknya sebesar Rp2 miliyar di Dapil 4, yaitu Kecamatan Gayungan, Jambangan, Wonokromo, Sawahan, dan Sukomanunggal.
Kemudian anggota DPRD Surabaya Binti Rochman akan menyalurkan dana Jasmas sebesar Rp2 miliyar di Dapil 3, yaitu Kecamatan Rungkut, Tenggilis, Mejoyo, Wonocolo, Gunung Anyar, Mulyorejo, Bulak dan Sukolilo.
Syaiful Aidi akan menyalurkan dana Jasmas sebesar Rp2 miliyar di Dapil 2, meliputi Kecamatan Tambaksari, Kenjeran, Semampir, dan Pabean Cantikan. Begitu juga dengan anggota Dewan Dini Rinjanti akan menyalurkan dana Jasmas sebesar Rp2 miliyar di Dapil 1, yaitu Kecamatan Genteng, Gubeng, Tegalsari, Slmokerto, Krembangan dan Kecamatan Bubutan. Serta anggota Dewan Sugito akan menyalurkan dana Jasmas sebesar Rp2 miliyar di Dapil 1 meliputi Kecamatan Simokerto, Krembangan, Genteng, Tegalsari dan Gubeng.
Penyaluran dana Jasmas itu, terlebih dahulu anggota DPRD memberikan informasi ke lembaga (RT/RW) di Daerah Pemilihannya masing-masing, kemudian setiap lembaga RT/RW membuat proposal dan menyerahkannya kembali ke setiap DPRD sesuai dengan Dapilnya, lalu DPRD menyerahkan ke Pemkot Surabaya untuk mendapat persetujuan dari Wali Kota Surabaya sesuai dengan Peraturan Wali Kota Surabaya No 25 Tahun 2016 Tentang Tata Cara Pemberian dan Penanggungjawaban Dana Hibah dan Bantuan Sosial Permohonan Hibah, Permendagri No. 32 Tahun 2011 tentang Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial yang bersumber dari APBD sebagaimana telah diubah dengan Pemendagri No. 14 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Permendagri No 32 Tahun 2011 tentang Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial yang bersumber dari APBD, serta Peraturan Menteri Dalam Negeri No 13 Tahun 2006 sebagaimana telah di ubah terakhir dengan Permendagri No 21 Tahun 2011 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah.
Selain itu, JPU juga menjelaskan dalam surat dakwaannya, bahwa terdakwa terdakwa Agus Setiawan Jong selaku Direktur PT. Sang Surya Dwi Sejati, baik sendiri-sendiri dan/atau bersama-sama dengan Sugito, H. Darmawan, Binti Rochmah, Dini Rinjanti, Ratih Retnowati, Saeful Aidi (anggota DPRD Surabaya.red), telah melakukan atau yang turut serta melakukan secara melawan hukum, mengkordinir Pelaksanaan Dana Hibah Jaringan Aspirasi Masyarakat (Jasmas) Pemerintah Kota Surabaya yang bersumber dari APBD Kota Surabaya Tahun 2016.
Sementara fakta persidangan yang terungkap dari keterangan saksi Santi Diana Rahmawati (karyawan lepas PT Sang Surya Dwi Sejati) dan Dea Winnie (Staf PT Sang Surya Dwi Sejati milik terdakwa Agus Setiawan Jong) menjelaskan, bahwa apa yang dilakukan oleh Santi untuk mencari lembaga RT/RW adalah atas perintah terdakwa. Dan kemudian Proposal itu diserahkan kepada Dea untuk direvisi terkait bulan dan tanggal. Setelah direvisi, kemudian poropsal itu diserahkan Dea ke anggota DRPD Surabaya melalui Agus, Staf di DPRD.
Apa yang dijelaskan Dea, juga diakui oleh Agus pada sidang berikutnya. Menurut Agus, proposal itu diserahkan ke Sekretaris Dewan atas perintah anggota DPRD. Dan kemudian menurut Sekwan, dilanjutkan ke Pemkot Surabaya.
Dari pengukan pejabat Pemkot pada sidang sebelumnya juga mengakui, setelah proposal itu masuk ke Pemkot lalu dilakukan Verifikasi oleh Verifikator. Namun para pejabat Pemkot Surabaya yang dihadirkan sebagai saksi juga tak mengetahui, apakah proposal dibuat oleh RT/RW, tak diketahuinya. Menurut saksi, hanya melakukan Verifikasi dan pengawasa.
Anehnya, andai saja ada pengawasan maupun pendampingan terhadap penggunaan dana Jasmas oleh para penerima dana yaitu RT/RW, bisa jadi perkara ini tak akan masuk ke Pengadilan Tipior Surabaya. Seingga Ketua Majelis Hakim mengatakan saat itu, bahwa pemberi dana Jasmas itu harusnya bertanggung Jawa.
Semenatar dalam sidang yang berlangsung (Senin, 6 Mei 2019) ke- 5 anggota DPRD Surabaya ini mengakui, bahwa proposal yang diterimanya bukan dari lembaga RT/RW melainkan dari pihak ketiga yaitu terdakwa melalui tim marketing terdakwa yaitu Santi Diana Rahmawati
dan Dea Winnie.
Yang lebih anehnya lagi, bahwa penerimaan proposal oleh anggota DPRD Surabaya ini bukan langsung dari lembaga RT/RW, melainkan dari pihak ketiga yang tidak ada korelasinya. Tidak hanya itu. para anggota Dewan ini juga tidak mengetahui maupun tidak menerima laporan terkait cair tidaknya dana Jasmas oleh Pemkot Surabaya ke setiap Dapil masing-masing anggota Dewan berdasarkan proposal yang ada.
Sehingga faktanya yang terungkap dalam persidangan, bahwa ada lembaga Rt/RW yang bukan dari Konstituwen anggota DPRD ini juga menerima dana.
“Proposal itu saya terima dari Dea dan Santi. Dea itu orangnya Pak Agus (Agus Setiawan Jong),” kata Darmawan kepada Majelis Hakim yang di “Ia” kan saksi lainnya.
Dari penjelasan Darmawan ini, kemudian JPU kembali menanyakan siapa Agus Setiawan Jong dan apa kerjanya. “Apakah terdakwa ini Ketua TR/RW ?,” tanya JPU, yang dijawab saksi Darwan “Bukan”.
Darmawan menjelaskan, awalnya terdakwa Agus Setiawan Jong datang ke kantor DPRD Surabaya menemui saksi, yang saat itu terdakwa, menurut Darmawan, menawarkan Sound Systim. Dan kemudian Darmanwan menyarkan untuk langsnung ke RT/RW.
Darmawan mengakui, beberapa hari kemudian, Dea Winnie datang menemuinya dengan membawa beberapa proposal dan menyerahkannya ke Darmawan. Ada juga proposal yang diserhakan Dea Winnie ke Darmawan melalui Stafnya, yaitu Agus.
“Ada yang melalui Staf yang ada di Dewan, namanya Agus,” jawab Darmawan.
Pengakuan Darmawan yang menerima Proposal dari terdakwa melalui Dea Winnie juga diakui oleh saksi lainnya. Namun proposal itu tidak seluruhnya diperiksa, apakah proposal itu seluruhnya dari Dapil masing-masing anggota Dewan itu atau tidak, juga tidak diketahui.
Sementara Saiful Aidy menjelaskan, bahwa awalnya dirinya tidak mengenal Dea atau terdakwa. Yang dikenal saksi Saiful Aidy adalah Gun. Menurut anggota Dewan yang terhormat ini, Gun yang dikenalnya itu menawarkan jasa untuk membantu membuat proposal dan kemudian memperkenalkan terdakwa.
“Yang saya kenal adalah Gun. Gun ini memperkenalkan Pak Agus (Agus Setiawan Jong),” kata Saiful Aidy.
Saiful Aidy menjelaskan, bahwa ada beberapa lembaga RT/RW yang Dia tidak kenal tapi dana Jasmas cair, dan yang dikenalnya justru tidak cair namun masih di Dapilnya. Menurut Saiful, dirinya pernah mengajukan ke Bapeko Surabaya agar pencairan dana Jasmas itu dihentikan. Namun menurut Bapeko, lanjut Saifu Aidy, yang bisa mengajukan adalah lembaga yang membuat proposal.
Yang konyolnya adalah, anggota DPRD ini menjawab “tidak ada”, atas pertanyaan JPU terkait ada tidaknya Korelasi para saksi menerima proposal dari terdakwa maupun dari orang-orangnya terdakwa seperti Dea Winnie dan Santi Diana Rahmawati.
“Tidak ada. Proposal dari RT/RW ke Dewan,” jawab Darmawan.
Saat JPU maupun Majelis Hakim menanyakan terkait ada tidaknya para anggota Dewan yang terhormat ini menerima sesuatu dari terdakwa, para anggota Legislator ini menjawab kompak “tidak ada”. Pada hal saksi sebelumnya mengatakan, bahwa anggota Dewan menerima bingkisan namun tak dijelaskan memang, anggota Dewan siapa.
“Apakah saksi pernah memberikan sesuatu terhadap terdakwa, atau membayar utang kepada terdakwa?,” tanya JPU yang juga Kasi Pidsus Kejari Tanjung Perak. “Tidak ada,” jawab para saksi kompak.
Kelima anggota DPRD ini memang tidak mengakui, namun dalam surat dakwaan JPU dijelaskan, bahwa anggota Dewan ini menerima fee masing-masing sebesar 17% dari dana Jasmas yang dimilikinya.
Dari jawaban para anggota DPRD Surabaya ini yang mengatakan tidak menerima sesuatu dari terdakwa, mengingatkan jawaban yang sama dari 40 anggota DPRD Kota Malang dalam kasus Korupsi Suap pembahasan Perubahan APBD Kota Malang TA 2015. Bahkan salah seorang anggota DPRD Kota Malang yang saat ini sudah berstatus terpidana yaitu Yaqud Ananda Gudban meletakkan Al’guran di atas kepalanya dan mengatakan “Berani menerima Azab kalau dirinya tidak menerima”. Namun konyolnya, putusan Majelis Hakim yang memvonis dirinya dengan piadana penjara selama 4 tahun dan 8 bulan diterimanya.
Apakah hal ini akan terjadi bagi anggota DPRD Surabaya ini, mengingat dalam surat dakwaan JPU dijelaskan, bahwa terdakwa terdakwa Agus Setiawan Jong selaku Direktur PT. Sang Surya Dwi Sejati, baik sendiri-sendiri dan/atau bersama-sama dengan Sugito, H. Darmawan, Binti Rochmah, Dini Rinjanti, Ratih Retnowati, Saeful Aidi (anggota DPRD Surabaya.red), telah melakukan atau yang turut serta melakukan secara melawan hukum, mengkordinir Pelaksanaan Dana Hibah Jaringan Aspirasi Masyarakat (Jasmas) Pemerintah Kota Surabaya yang bersumber dari APBD Kota Surabaya Tahun 2016.
Anehnya, menurut Dimas selaku Kasi Pidsus Surabaya tak “berani” menjamin ada tidaknya kelanjutan dari kasus Tindak Pidana Korupsi yang dibawanya ke Pengadilan Tipikor Surabaya untuk diadili karena telah merugikan keuangan negara sebesar Rp4.991.271.830,61 (Empat milyar Sembilan ratus Sembilan puluh satu juta dua ratus tujuh puluh satu ribu delapan ratus tiga puluh rupiah koma enam puluh satu sen) berdasarkan hasil audit BPK RI No. 64/LHP/0I/09/2018 tanggal 19 September 2018.
“Saya tidak bisa menjamin ada tidaknya kelanjutan dari kasus ini, kita lihat dulu nanti,” kata Dimas menjawab pertanyaan wartawan media ini seusai persidangan. (Rd1/*)
Posting Komentar
Tulias alamat email :