0
ICW : Era Kepemimpinan Hatta Ali terhitung 20 Hakim terjerat Korupsi 

Jakarta, beritakorupsi.co - Dunia peradilan kembali dirundung awan gelap. Satu orang Hakim serta pihak swasta dan juga seorang pengacara ditetapkan sebagai  tersangka  oleh  KPK  karena diduga terlibat praktik korupsi di lingkungan Pengadilan Negeri Balikpapan (4 Mei 2019).

Pihak-pihak  yang terjaring operasi tangkap tangan itu diduga terkait  dengan  upaya memenangkan sebuah perkara yang sedang disidangkan  pada  pengadilan  tersebut.  Tentu  ini  semaki  menguatkan kesimpulan bahwa ada persoalan serius dalam konteks  pengawasan  di  lingkungan Mahkamah Agung. Hal ini disampaikan oleh ICW (Indonesia Corruption Watch) dalam Press rilisnya, Sabtu, 4 Mei 2019.

Lebih lanjut dijelaskan, peristiwa tertangkapnya Hakim karena rasuah bukan kali pertama  terjadi. ICW mencatat pada era kepemimpinan HattaAli, Ketua Mahkamah Agung, setidaknya sudah ada 20 orang Hakim yang terlibat praktik korupsi. Padahal di lain hal regulasi yang mengatur pengawasan pada lingkungan MA telah tertuang secara jelas dalam Peraturan Mahkamah Agung No 8 Tahun2018.

Untuk itu maka sebenarnya dapat dikatakan bahwa implentasi dari regulasi tersebut telah gagal dijalankan di lingkup pengadilan. Kejadian ini harusnya menjadi bahan refleksi yang serius bagi dua institusi pengawas hakim, yakni Badan Pengawas MA dan Komisi Yudisial. Tertangakpnya Hakim karena tersangkut kasus korupsi mengkonfirmasi sistem pengawasan yang belum berjalan secara optimal. Kedepan dua lembaga tersebut penting untuk merumuskan ulang grand design pengawasan, bahkan jika diperlukan dapat melibatkan KPK sebagai pihak eksternal.

Sebelumnya ICW sempat memetakan pola korupsi yang terjadidi sektor pengadilan, Setidaknya ada 3 (tiga) tahapan. Pertama, saat mendaftarkan perkara. Yang dilakukan dalam tahapan ini adalah dalam bentuk permintaan uang jasa. Ini dimaksudkan agar salah satu pihak mendapatkan nomor perkara lebih awal lalu oknum di pengadilan mengiming-imingi dapat mengatur perkara tersebut.

Kedua, tahap sebelum persidangan. Korupsi pada tahap ini adalah untuk menentukan Majelis Hakim yang dikenal dapat mengatur putusan. Ketiga, saat persidangan. Modus ini yang paling sering dilakukan, caranya dengan menyuap para Hakim agar putusannya menguntungkan salah satu pihak. Gambaran pola tersebut patut untuk dijadikan perhatian bersama agar kedepan tidak ada lagi pihak yang menambah catatan kelam dunia pengadilan Indonesia.

Seorang Hakim yang terlibat kasus korupsi sebenarnya tidakhanya bersinggungan pada regulasi hukum saja, akan tetapi juga melanggar kode etik. Jelas disebutkan pada Pasal 12 huruf c UU tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, bahwa seorang Hakim yang  menerima  hadiah atau  janji  untuk  mempengaruhi sebuah  putusan  diancam  dengan  pidana  maksimal  20 tahun dandenda paling banyak Rp 1 milyar. Selain itu Keputusan Bersama Ketua  MA  dan  Ketua KY  tentang  Kode  Etik  dan  Pedoman Perilaku Hakim  telah  menegaskan  bahwa  Hakim tidak bolehmeminta atau menerima pemberian atau fasilitas dari advokat atatu pun pihak yang sedang diadili.

Terakhir yang patut menjadi sorotan juga adalah terkait dengan tingkat  kepercayaan  publik  pada lembaga  pengadilan. Sudahbarang  tentu dengan  penindakan  yang  dilakukan  KPK  terhadap oknum  Hakim  di  Pengadilan  Negeri  Balikpapan,  akan  semakin meruntuhkan  citra  pengadilan  di  mata  masyarakat.  Sebelumnya hal ini terbukti  dengan  rilis  survei  yang  dikeluarkann oleh Lembaga Survei Indonesia (LSI)  pada tahun 2018  lalu  yang  menempatkan  sektor pengadilan pada tiga urutan terbawahdalam lembaga rawan terjadi korupsi.

Atas kejadian ini maka Indonesia Corruption Watch (ICW) menuntut:
1. Hatta Ali mengundurkan diri sebagai Ketua MahkamahAgung karena dinilai telah gagal untuk menciptakanlingkungan pengadilan yang bersih dan bebas dari praktikkorupsi;
2. Badan Pengawas Mahkamah Agung melibatkan KomisiYudisial serta Komisi Pemberantasan Korupsi untukpembenahan lingkungan pengadilan agar terbebas daripraktik korupsi;
Jakarta, 4 Mei 2019. (*)


Sumber : Kurnia Ramadhana  dan Wana Alamsyah dari  Indonesia Corruption Watch (ICW)

Posting Komentar

Tulias alamat email :

 
Top