Rarat. Kepala Dinas Pendidikan Tulungagung, Suharsono (berdiri) seharusnya Suharno. |
“Tidak ada asap kalau tidak ada api”, Ketiga terdakwa ini tidak akan diadili andai saja tidak melakukan penarikan uang sumbangan dari orang tua calon siswa/i SMPN 2 Tulungagung Tahun Ajarana 2017/2018 yang tidak sesuai dengan auran perundang-undangan yang berlaku.
Sebab pengadaan meublair di sekolah milik pemerintah, bukan dibiayai oleh orang tua calon siswa/i, melainkan berasal dari APBD/APBN. Namun faktaya, bahwa untuk pengadaan meublakir di SMPN 2 ditanggung oleh orang tua calon siswa/i baru.
Dan penarikan uang sumbangan dari orang tua calon siswa/i SMPN 2 Tulungagung Tahun Ajarana 2017/2018 inipun tidak akan terjadi, seandainya penerimaan siswa/i baru di SMPN 2 Tulungagung tidak melebihi kuota, yang semula sebanyak 360 menjadi 406 orang.
Dalam persidangan sebelumnya saat Rudy Bastomi dan Supratiningsih diadili terungkap, bahwa kelebihan kuota adalah karena adanya titipan dari Kepala Dinas Pendidikan Tulungagung kurang lebih sebanyak 40 orang, dan dari pihak-pihak lainnya.
Anehnya, penerimaan siswa/i baru yang melebihi tanpa ada fasilitas, diantaranya ruang kelas, meja dan bangku, sehingga kelas yang akan dipakai adalah gudang dan ruangan lainnya yang tidak terpakai yang belum ada bangku dan meja.
Hal itu pun atas sepengetahuan Kepala Dinas Pendidikan Tulungagung Suharno. Menurut mantan terpidana 1 tahun dan 2 bulan penjara Rudy Bastomi mengatakan kepada Majelis Hakim (10 Juni 2019), bahwa anggaran untuk pengadaan meublair (meja dan bangku) bagi siswa/i baru SMPN 2 Tulungagung tidak ada, dan diserahkan kepada sekolah.
Sehingga pihak sekolah SMPN 2 Tulungagung bersama Komite Sekolah mengadakan rapat untuk membahas mengenai anggaran untuk pengadaan meublair, yang hasilnya dibuat kesepakatan untuk menarik sumbangan dari orang tua calon siswa/i baru.
foto dari kanan, Maryati, Suharno, Suratno dan Hadi |
“Pengadaan meublair dari anggaran DIPA,” kata Suahrno, Senin, 17 Juni 2019.
Hal itu dikatakan Suharno menjawab pertanyaan Majelis Hakim dalam persidangan yang berlangsung diruang sidang Candra Pengadilan Tipikor Surabaya Jalan Raya Juanda, Sedati, Sidoarjo Jawa Timur yang diketuai Majelis Hakim Rochmad dengan dibantu 2 Hakim anggota (Ad Hock) dengan agenda mendengarkan keterangan 4 orang sasksi yaitu Suharno, Hadi, Surtano dan Maryati dengan terdakwa Eko Purnomo yang didampingi Tim Penasehat Humnya, Dr. Eddy Suwito dkk
Suharno pun sepertinya “mencari selamat” dari tanggung jawab selaku Kepala Dinas Pendidikan dalam kasus ini. Sebab Suharno mengatakan, bahwa kelebihan kuota penerimaan siswa/i baru di SMPN 2 Tulungagung, baru diketahuinya setelah tahun ajaran berjalan.
“Saya tahu setelah berjalan,” kata Suharno melepas tanggung jawab selaku Kepala Dinas Pendidikan.
Pada hal, siswa/i baru yang diterima di SMPN 2 Tulungagung harus belajar lesehan (duduk dilantai) selama 3 bulan. Aneh memang. Selaku Kepala Dinas Pendidikan tidak mengetahui kalau puluhan siswa/i SMPN 2 Tulungagung belajar tanpa ada bangku dan meja alias lesehan selalam 3 bulan.
“Penerima siswa baru dan daftar ulang tidak dilakukan pungutan,” lanjut Suharno kemudian.
Pada hal, keterangan saksi Rudy Bastomi selaku mantan terpidana dalam kasus ini menjelaskan kepada Majelis Hakim (10 Juni 2019), bahwa Kepala Dinas Pendidikan Tulungagung mengatakan tidak ada anggaran untuk pengadaan meublair, sehingga diserahkan ke pihak sekolah dan Komite sekolah.
Tidak hanya itu, dalam persidangan sebelumnya (jilid I) terungkap, bahwa sebanyak 40 siswa/i SMPN 2 Tulungagung adalah titipan Kepala Dinas, Jaksa, Polisi, TNI dan pihak lainnya.
Yang lebih anehnya lagi adalah, Jaksa maupun Majelis Hakim sepertinya tidak menanyakan lebih jauh terhadap Suharno terkait kelebihan kuota yang sebahagian adalah titipan Kepala Dinas Pendidikan ini.
Setelah kasus ini, Suharno pun mengajukan anggaran ke Pemkab Tulungagung dalam APBD-Perubahan untuk pengadaan meublair di SMPN 2 Tulungagung.
Apakah Suharno ikut bertanggung jawab dalam kasus ini atau memang Suharno benar-benar tidak mengetahui terkait kelebihan kuota dan pengadaan meublair dari hasil uang penarikan?
Lalu mengapa Suharno mengajukan anggaran untuk pengadaan meublair di SMPN 2 Tulungagung, kalau memang anggaran ABPD Tulungagung tidak tersedia ?
“Suadar mengajukan anggaran setelah kasus ini?,” kata anggota Majelis Hakim Mahin, namun Suharno tak bisa menjawab.
Kasus Korupsi pungutan liar ini bermula pada saat dimulainya Tahun Ajaran Baru 2017/2018. Saat itu, kuota siswa/i SMPN 2 Tulungagung yang diperbolehkan adalah sebanyak 360 orang anak didik. Namun kenyataannya, yang diterima adalah sebanyak 406 siswa, di mana calon siswa sebanyak 40 orang adalah rekomondasi dari Kepala Dinas Pendidikan Kabupatena Tulungagung, dari Kejaksaan, Kepolisian dan TNI serta pejabat lainnya.
Karena ada kelebihan kuota, dan untuk memenuhi kebutuhan sekolah berupa Meja dan Bangku, maka orang tua calon siswa/i pun ditarik dana, di mana orang tua calon siswa/i ada yang memberikan sebesar Rp1 juta, ada juga yang 4 juta rupiah.
Terdakwa Eko Purnomo |
Dari fakta persidangan, uang itu terkumpul dari beberapa orang tua calon siswa/i SMPN 2 Tulungagung yang mendaftar dan sedang mengikuti tes jalur kompotensi yang diadakan oleh panitia PPDB. Dan uang itu akan dipergunakan untuk membeli meja dan bangku di 4 kelas tambahan baru. Pemungutan uang dari orang tua calon siswa/i ini tak ada aturan yang memperbolehkannya.
Dalam Jilid I, 2 (dua) terdakwa yang saat ini sudah berstatus mantan terpidana itu, yakni Rudy Bastomi selaku Waka (Wakil Kepala) Kesiswaan sekaligus Ketua Panitia PPDB (Penerimaan Peserta Didik Baru) tahun ajaran 2017/2018, dan Supratiningsih selaku Kepala Sarana dan Prasarana (Sarpras) merangkap sebagai panitia PPDB yang juga istri Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Tulungagung.
Oleh JPU Kejari Tulungagung maupun Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Surabaya menyatakan, bahwa Rudy Bastomi dan Supratiningsih pun dinyatakan terbukti melakukan Tindak Pidana Korupsi dan dijerat dalam Pasal 11 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke- 1 KUHPidana.
Namun oleh JPU, Rudy Bastomi dituntut pidana penjara selama 1 tahun dan 8 bulan dan denda sebesar Rp 5 juta. Dan dalam putusan Majelis Hakim, Rudy Bastomi divonis pidana penjara selama 1 tahun dan 2 bulan, denda sebesar Rp 50 juta subsidair 2 bulan kurungan.
Dan yang menggelitik adalah putusan Majelis Hakim terhadap istri Kepala Dinas Disperindag Kabupatena Tulungagung. Sebab Supratiningsih divonis pidana penjara selama 10 bulan dan denda sebesar 5 juta rupiah.
Pada hal dalam Pasal 11 UU Tipikor, hukuman pidana paling singkat 1 tahun. sehingga banyak pihak menduga, putusan ringan itu agar Supratiningsih tetap dapat mengajar setelah selesai menjalani hukuman pidana dalam kasus Korupsi.
Namun kenyataannya, Supratiningsih pun dipecat oleh Kepala Daerah Kabupaten Tulungagung, dan saat ini surat pemecatan itu di gugat di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Surabaya. Berhasilkah mantan terpidana Korupsi itu untuk kembali mengajar di SMPN Tulungagung ????.
Sementara dalam sidang perkara kasus Korupsi Pungli Jilid II ini, terdakwa Eko Purnomo selaku kepala SMPN 2 Tulungagung diancama pidana sebagaimana dalam Pasal 12 huruf e atau Pasal 11UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke- 1 KUHPidana
Surat dakwaan itu dibacakan Tim JPU Sutan yang juga Kepala Seksi Pidana Khusus (Kasi Pidsus) Kejari Tulungagung di muka persidangan dihadapan Majelis Hakim, Senin, 29 April 2019.
Akibat dari perbuatannya, terdakwa Eko Purnomo diabcam pidana dalam Pasal 12 huruf e atau Pasal 11 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke- 1 KUHPidana. (Rd1/*)
Kepala dinas pendidikan kabupaten Tulungagung namanya suharno, bukan Suharsono
BalasHapus