0
#Dalam persidangan terungkap, sebelum terdakwa selaku PPK mengeluarkan SP (Surat Peringatan) kepada Direktur Utama PT. Wisesa Cipta Bersama (PT WCB), Candra Arianto, ternyata Sudah terlebih dahulu Consultan Pengawas mengeluarkan ST (Surat Teguran)#

beritakorupsi.co - Mungkin untuk yang pertamakalinya terjadi di Indonesia Khususnya di Jawa Timur, seorang pengusaha kontraktor melaporkan tindakan pememerasan yang dilakukan  seorang pejabat selaku PPK (Pejabat Pembuat Komitmen) terkait proyek pemerintah yang sedang dikerjakan si pengusaha itu sendiri.

Pada hal bukan rahasia umum lagi, adanya “kong kali kong” antara pejabat dengan kontraktor terkait pengadaan maupun pekerjaan proyek yang didanai oleh pemerintah, termasuk 14 Kepala Daerah (Bupati/Wali Kota) di Jawa Timur dan 2 Bupati dari NTT (Nusa Tenggara Timur) serta beberapa pengusaha kontraktor yang diseret JPU KPK ke Pengadilan Tipikor Surabaya untuk diadili setelah Tertangkap Tangan maupun dari penyidikan yang dilakukan oleh Tim Penyidik KPK karena kasus Korupsi Suap fee proyek.

Dari kasus Korupsi Suap fee proyek oleh beberapa Kepala Daerah bersama beberapa pengusaha kontraktor di Jawa Timur yang sudah dinyatakan terbukti bersalah melakukan Tindak Pidana Korupsi memberi dan menerima suap, salah satu diantaranya yang paling menarik adalah Bupati Tulungagung terdakwa Syahri Mulyo.

Bayangkan saja. Duit yang diterima Syahri Mulyo dari beberapa pengusaha Kontraktor termasuk dari puluhan Assosiasi Kontruski terkait fee proyek yang di danai dari APBD Kab. Tulungagung sejak 2016, 2017 dan 2018 adalah sebesar Rp140 miliyar. Walau KPK belum menyeret para pengusaha itu, yang mungkin masih menunggu waktu.

Lalu adakah rekayasa dalam kasus Korupsi pemerasan yang dilakukan oleh pejabat PDAM Surabaya yaitu terdakwa Retno Tri Utomo, selaku Plt (Pelaksana Tugas) Manajer Pemeliharaan Jaringan Pipa Distribusi yang juga sebagai Pimpinan Pproyek (Pimpro) sekaligus selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) untuk proyek pekerjaan Pembangunan Jaringan Pipa DN-300 dan DN-200 di Jalan Rungkut Madya - Jalan Kenjeran (MERR) sisi Timur milik PDAM Surya Sembada Kota Surabaya tahun 2017, karena meminta uang sebesar Rp1 miliyar kepada Candra Arianto selaku Dirut PT. Cipta Wisesa Bersama (PT CWB) yang mengerjakan proyek milik PDAM dengan ancaman akan menghabat pekerjaan yang dikerjakan oleh Candra Arianto, dan juga melakukan intimidasi dengan cara membuat berita di harian Jawa Pos pada tanggal 4 September  2018 dengan judul berita “Molor Terus, Kontraktor Kena SP II, PDAM Kecewa Proyek Tak Kunjung Selesai".

Anehnya, proyek pekerjaan itupun sudah selesai di akhir Tahun Anggaran 2017, yaitu 31 Desember 2017. Namun Candra Arianto selaku Dirut PT CWB masih melakukan transfer duit hingga 8 (delapan) kali terhadap terdakwa sejak tanggal 18 September 2017 hingga 29 Juni  2018 atau hampir setahun, Retno Tri Utomo baru dilaporkan oleh Candra Arianto ke Kejaksaan Agung RI dalam kasus Korupsi pemerasan.

Kalau memang benar terdakwa melakukan pemerasan dan intimidasi terhadap Candra Arianto terkait proyek yang dikerjakannya, mengapa Candra Arianto baru melaporkan kasus ini ke Kejagung setelah mentransfer duit sebayak 8 kali terhadap terdakwa dalam kurun waktu setahun ?

Mengapa tidak melaporkannya pada saat pertama kali mentransfer duit ke terdakwa disaat masih dalam tahap pekerjaan proyek ?

Mengapa Candra Arianto harus melaporkannya ke Kejagung, bukan ke Kejati atau Ke Polda Jatim, atau ke Polrestabes Surabaya ? Apakah karena ada seseorang yang “memberi jalan” kepada Candra Arianto atau karena Candra Arianto tidak percaya kepada Aparat Penegak Hukum (APH) di Jawa Timur ?

Sementara dalam persidangan, JPU belum menunjukkan bagaimana cara terdakwa melakukan pemerasan, intimidasi kepada Candra. Apakah JPU dari Kejagug akan menghadirkan wartawan Jawa Pos yang memuat berita tentang proyek yang dikerjakan si Candra ?

Mengapa penyidik Kejaksaan Agung tidak melihat adanya unxur “memberi janji/hadiah” dari Candra kepada terdakwa, melihat cara si Candra mentransfer duit terhadap terdakwa ? Mengapa penyidik hanya melihat kesalahan si terdakwa yang “meminta/menerima” duit dari si Candra ?

Pada hal menurut terdakwa yang diceritakannya kepada media ini di gedung Pengadilan Tipikor Surabaya seusai menjalani persidangan, bahwa PT CWB pada tahun 2015, 2016, 2017 dan 2018 memenangkan beberapa proyek di lingkungan PDAM Surabaya. Dari proyek pekerjaan yang didapatkan PT CWB pada tahun 2017 dan 2018, ada salah satu pekerjaan yang hingga diputus kontrak karena bermasalah, ada pula yang diperintahkan si terdakwa kepada si Candra untuk dibongkar karena pekerjaan tersebut tidak sesuai dengan spesifikasi dengan menawarkan ketrdakwa sejulah uang namun terdakwa tidak menerima.

Yang menarik dari kasus ini ialah, setelah terdakwa Retno Tri Utomo diadili, dan JPU menghadirkan 3 orang saksi dari PT CWB yaitu Candra Arianto selaku Dirut PT CWB, Suwartini Bagian Keuangan PT Cipta Wisesa Utomo yang juga ibu kandung Candra Arianto serta Aida Fariskhi,  Staf keuangan PT CWB yang juga adik kandung Candra Arianto.

Dalam peridangan saat itu, Ketiga saksi ini menjelaskan kepada Majelis Hakim, bahwa pemberian uang pertama kali dari permintaan terdakwa sejumlah Rp1 miliyar adalah sebelum terdakwa selaku PPK mengeluarkan SP (Surat Peringatan) I (Pertama) terhadap PT CWB terkait belum dikerjakannya proyek pekerjaan Pembangunan Jaringan Pipa DN-300 dan DN-200 di Jalan Rungkut Madya - Jalan Kenjeran (MERR) sisi Timur milik PDAM Surya Sembada Kota Surabaya tahun 2017 yang menealan anggaran sebesar Rp27.162.729.050.

Namun jawaban ketiga saksi inipun tak tegas alias plin plan yang mengatakan, bahwa pemberian uang terhadap terdakwa sebelum dikeluarkan SP, namun beberapa detik kemudian dijawab “lupa”. Namun pengusaha muda ini tak membawa satupun dokumen terkait proyek dikerjakannya termasuk SP yang dimaksud.

Tidak hanya itu. Si Candra bersama sang ibunda dan adiknya sepertinya sengaja memenuhi panggilan JPU hadir sebagai saksi ke persidangan untuk kasus yang dilaporkannya tanpa membawa dokumen yang berkaitan dengan pekerjaan yang dikejakannya termasuk dokumen Surat Perintah (SP).

Sehingga jawabannyapun dipersidangan lebih banyak menjawab lupa saat JPU maupun Majelis Hakim termasuk Penasehat terdakwa mengajukan pertanyaan, lebih sering menjawab “lupa”. Namun bila berkaitan dengan uang yang ditransfernya terhadap terdakwa melalui beberapa nomor rekening, ketiga saksi yang terdiri dari anak dan ibu ini begitu lancar menceritakan.

Sementara menurut terdakwa yang mengatakan kepada beritakorupsi.co pada Selasa, 11 Juni 2019, bahwa pemberian uang oleh Dirut PT CWB, Candra Arianto terhadap terdakwa setelah terdakwa mengeluarkan SP I. Dan itupun tidak ada pemaksaan melainkan suka sama suka.

“Harusnya PT Wisesa Cipta Bersama sudah diputus kontrak. Dua bulan tidak dikerjakan, dikerjakan setelah ada SP 1 pada September 2017, dan SP2 bulan Oktober. Pekerjaan memang tepat waktu pada Desember 2017, tapi kita banyak membantu makanya bisa tepat waktu,” kata terdakwa Retno Tri Utomo sambil menunjukkan dokumen

“Apakah memang benar anda meminta uang itu, dan untuk apa?,” tanya beritakorupsi.co kemudian. Dan diakui oleh terdakwa untuk biaya operasional dan pengamanan. Namun tak dijelaskan lebih lanjut pengamanan untuk siapa.

“Ya, tapi tidak memaksa, dai yang memnemui saya, ada fotonya. Untuk biaya operasional dan pengamana aja,” jawab terdakwa dengan senyum tipis.

Terkait foto-foto yang dimaksud terdakwa, wartawan media inipun menanyakan lebih lanjut, bagaimana cara terdakwa mengambil foto pertemuan itu. Namun menurut terdakwa, bahwa itu sudah disiapkan terdakwa karena terdakwa merasa curiga.

“Saya sudah siapkan, karena saya curiga,” kata terdakwa,(Selasa, 11 Juni 2019).

Apa yang disampaikan oleh terdakwa kepada media ini tak jauh beda dengan keterangan Anton Cristiyan, Staf Teknis CV Azzahra selaku Konsultan Pengawas yang mengatakan kepada Majelis Hakim, sebelum SP I dikeluarkan oleh terdakwa selaku PKK, surat teguran sudah terlebih dahulu dikelurkan CV Azzahra selaku Konsultan Pengawas.

Selasa, 9 Juli 2019, Anton Cristiyan, Staf Teknis CV Azzahra selaku Konsultan Pengawas, dihadirkan JPU T.W. Ebrianti Raisi dan Dano dari Kejagung RI kehdapan Majelis Hakim yang diketaui H. Hisbullah Idris, SH., M.HH dengan dibantu 2 (dua) Hakim anggota (Ad Hock) yakni Dr. Andriano dan Agus Handoko, serta dihadiri Penahehat Hukum terdakwa Retno Tri Utomo, yakni Yun Suryotomo dan Richart Ricardo Sico.

Kepada Majelis Hakim Anton menjelaskan, bahwa Surta Teguran itu diberikan kepada PT CWB karena proyek pekerjaan belum dilaksanakan selama 2 bulan setelah penandatanganan kontrak antara pihak PDAM dengan PT CWB.

Menurut Anton, bahwa surat Ijin Prinsip yang dikeluarkan oleh Balai Besar sudah dikantongi PT CWB pada Sepetember 2017, namun pekerjaan belum juga di mulai. Dan itulah alasan Konsultan Pengawas meneluarkan ST (Surat Teguran) yang ditembuskan ke terdakwa selaku PPK.

“Ijin Prinsip harus ada Pak, itu dikeluarkan oleh Balai Besar. September 2017, Ijin Prinsip sudah kelaur tapi pekerjaan belum di mulai, jadi kita keluarkan Surat Teguran,” jawab saksi Anton menjawab pertanyaan Majelis Hakim

Anton menjelaskan, bahwa SP I yang dikeluarkan terdakwa, bisa jadi mengacu dari ST yang dikeluarkan oleh Konsultan Pengawas. Apa yang sebenarnya dibalik kasus ini ? Murnikah pemerasan atau karena “sesuatu”

“SP itu kewenangan PKK, dan bisa jadi setelah Surat Teguran itu keluar dan ditujukan ke PPK,” jawan saksi kemudian.

Ada yang menarik dari keterangan saksi Anton yang mengatakan kalau terdakwa dikenal sangat tegas dalam menangani proyek pekerjaan dibidangnya. Hal itu dikatakan saksi kepada Majelis Hakim saat Majelis Hakim maupun JPU menanyakan saksi, mengapa si Canrda takut menemui teerdakwa saat ada penggilan yang masih berhubungan dengan proyek pekerjaan itu.

"Mungkin Pak Candra takut. Setau saya kalau Pak Retno orangnya sangat tegas," jawab saksi

Terkait pemerasan dan intimidasi yang dilakukan oleh terdakwa kepada Dirut PT WCB dengan cara membuat berita di harian Jawa Pos pada tanggal 4 September 2018 berjudul “Molor Terus, Kontraktor Kena SP II PDAM Kecewa Proyek Tak Kunjung Selesai" menjadi pertanyaan bila dikaitkan dengan keterangan saksi Anton.

Artinya, terdakwa mengeluarkan SP setelah Konsultan Pengawas mengeluarkan ST yang ditembusakan kepada terdakwa karena PT WCB belum juga mengerjakan proyek tersebut.

Selain itu disebutkan pula dalam surat dakwaan JPU mengatakan, karena Candra Arianto tidak juga memberikan sejumlah uang yang diminta oleh terdakwa, kemudian dengan kewenangannya selaku PPK Pembangunan Janringan Pipa Primer dan Sekunder milik PDAM Surya Sembada Kota Surabaya, terdakwa mengeluarkan Surat Peringatan I kepada PT Cipta Wisesa Utomo Nomor : 65.1/PJPPS/IX/2017 tanggal 18 September 2017 dan Surat Peringatan II Nomor : 88/PJPPSIX/2017 tanggal 26 Oktober 2017

Pertanyaannya, salahkah terdakwa mengeluarkan SP sementara Konsultan sudah mengeluarkan ST terlebih dahulu ? Terdakwa memang dianggap salah menurut peraturan perundang-undangan yang melarang menerima hadiah/janji (uang) apalagi melakukan pemerasan terhadap pengusaha kontraktor yang sedang mengerjakan proyek pemerintah ?

Seuasai persidangan, Anton mengatakan kepada media ini, bahwa tedakwa layak mengeluarkan SP terhadap PT CWB yang dianggapnya molor dalam melaksanakan pekerjaan. Dan itu pula alasan pihaknya Anton selaku Konsultan pengawas mengeluarkan Surat Teguran.

"Kalau saya blang layak ya layak. Surat Teguran itu karena pekerjaan belum dilaksankan. Jadi Surat teguran dulu baru SP. Kalau SP lebih dulu dari surat teguran, itu salah," ujar Anton.

Anton juga mengakui, kalau ada proyek pekerjaan dilingkungan PDAM Surabaya yang dikerjakan PT CWB yang bermasalah, namun menurut Anton, kalau itu sudah lama.

"Seingat saya sih ada tapi sudah lama. Setau saya kalau Pak Retno ini sangat tegas gk bisa diajak kompromi. Oragnya keras dan tegas kalau menegnai pekerjaan ," ucap Anton.

Seperti yang diberitakan sebelumnya dalam surat dakwaan JPU, bahwa kasus ini bermula pada tahun 2017, dari adanya lelang pekerjaan Proyek Pembangunan Jaringan Pipa DN-300 dan DN-200 di Jalan Rungkut Madya - Jalan Kenjeran (MERR) sisi Timur milik PDAM Surya Sembada Kota Surabaya dengan nilai anggaran sebesar Rp27.162.729.050 (dua puluh tujuh miliyar seratus enam puluh dua juta tujuh ratus dua puluh sembilan ribu lima puluh rupiah).

Dari hasil lelang tersebut, PT. Wisesa Cipta Bersama (PT WCB) dietapkan sebagai Pemenang lelang berdasarkan Surat PDAM Surya Sembada Kota Surabaya Nomor : 047lSPPBJNIl/PDAM72017 tanggal 26 Juli 2017 Perihal Penunjukan PT WCB sebagai Penyedia Barang/Jasa dan Kontrak Pengadaan Jasa Nomor : BAP/320/PDAM/2017 tanggal 09 Agustus 2017 antara PDAM dengan PT. CWB

Kemudian pada tanggal 29 Juli 2017, terdakwa selaku Plt. Manajer Pemeliharaan Jaringan Pipa Distribusi PDAM Surya Sembada Kota Surabaya sekaligus selaku Pemimpin Proyek Pekerjaan pembangunan Jaringan Pipa Primer dan Sekunder di PDAM Surya Sembada Kata Surabaya mengundang Candra Arianto selaku Direktur Utama (Dirut) PT. Cipta Wisesa Bersama untuk bertemu di Gerai J.CO Delta Plaza Jl. Pemuda Surabaya dengan maksud, bahwa terdakwa akan menawarkan marial yang diperlukan dalam proyek yang akan dikerjakan oleh Candra Arianto dengan harga murah.

Dalam pertemuan antara terdakwa dengan Candra Arianto, tetnyata tidak membahas masalah material, melainkan terdakwa justru meminta uang sebanyak Rp1.000.000.000 (satu milyar rupiah), dan jika tidak memberikan uang, terdakwa  mengancam akan menghambat pekerjaan yang akan dilaksanakan oleh Candra Arianto.

Setelah pertemuan tersebut, pada tanggal 9 Agustus 2017, dilakukan penandatangan kontrak antara PDAM Surya Sembada Kota Surabaya yang diwakili oleh terdakwa Retno Tri Utomo selaku Pemimpin Proyek atau Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dengan Candra Arianto selaku Direktur Utama PT Cipta Wisesa Utomo dengan Kontrak Nomor BA.P/320/PDAM/2017 tanggal 09 Agustus 2017 di Kantor PDAM Surya Sembada Kota Surabaya yang beralamat di Jalan Mayjen Prof. DR. Moestopo Nomor 2 Kota Surabaya.

Setelah penandatangan Kontrak tersebut, pada tanggal 11 Agustus 2017, terdakwa kembali mengundang Candra Arianto untuk menemui terdakwa di Kantor PDAM Surya Sembada Kota Surabaya di Jalan Mayjen Prof. DR. Moestopo Nomor 2 Kota Surabaya.

“Dalam pertemuan tersebut, terdakwa kembali meminta uang sebanyak Rp1.000.000.000 (satu milyar rupiah) kepada Candra Arianto dengan alasan untuk pengamanan di Kepolisian dan Kejaksaan,” ujar JPU

Setelah sekian waktu Candra Arianto belum juga memenuhi permintaan terdakwa, sehingga terdakwa kembali memanggil Candra Arianto untuk menemuinya di Kantor PDAM Surabaya.  Dalam pertemuan tersebut, terdakwa meminta Candra Arianto untuk menandatangani kwitansi bermaterai dengan maksud seoIah-olah Candra Arianto  memiliki hutang kepada terdakwa sebesar Rp1.000.000.000 (satu milyar rupiah), dan harus dibayar pada saat uang proyek cair.

Namun Candra Arianto menolak permimaan terdakwa, sehingga terdakwa marah dan merobek kwintasi bermaterai tersebut lalu melemparkannya ke arah Candra Arianto serta menyampaikan ancaman, jika tahun depan PT Cipta Wisesa Utomo tidak boleh Iagi ikut lelang pekerjaan di PDAM, dan PT Cipta Wisesa Utomo akan di black list.

Karena Candra Arianto tidak juga memberikan sejumlah uang yang diminta oleh terdakwa, kemudian dengan kewenangannya selaku PPK Pembangunan Janringan Pipa Primer dan Sekunder milik PDAM Surya Sembada Kota Surabaya, terdakwa mengeluarkan Surat Peringatan I kepada PT Cipta Wisesa Utomo Nomor : 65.1/PJPPS/IX/2017 tanggal 18 September 2017 dan Surat Peringatan II Nomor : 88/PJPPSIX/2017 tanggal 26 Oktober 2017.

Selain memberikan Surat Peringatan, terdakwa juga mengintimidasi pekerjaan yang   dilakukan oleh PT. Saburnaya yang merupakan grup perusahaan PT Cipta Wisesa Utomo dengan melakukan tindakan menerbitkan Surat Peringatan I Nomor : 89/PJPPSNIII/2018 tanggal 13 Agustus 2018, dan Surat Peringatan II Nomor : 94/PJPPS/lX/2018 tanggal 03 September 2018 serta  membuat berita dalam Harian Jawa Pos tanggal 4 September 2018 berjudul “Molor Terus, Kontraktor Kena SP II PDAM Kecewa Proyek Tak Kunjung Selesai"

Dari keterangan saksi Anton dikaitkan dengan surat dakwaan JPU yang mengatakan bahwa  terdakwa melakukan intimidasi dengan cara membuat berita dalam Harian Jawa Pos tanggal 4 September 2018 berjudul “Molor Terus, Kontraktor Kena SP II PDAM Kecewa Proyek Tak Kunjung Selesai", menjadi pertanyaan.

Sebeb Anton menjelaskan Kepada Majelis Hakim, bahwa ST yang dikeluarkan oleh Konsultan yang ditujukan kepada PT CWB, karena pekerjaan tak kunjung selesai.

Atas ancaman-ancaman dan juga tindakan-tindakan yang dilakukan oleh terdakwa dengan cara mengeluarkan Surat Peringatan tersebut baik kepada PT Cipta Wisesa Utomo maupun kepada PT Saburnaya, Candra Arianto merasa tidak nyaman dan mengalami tekanan secara psikologis, sehingga kemudian Candra Arianto  menyampaikan hal yang dialaminya kepada Suwartini selaku Kepala Bagian Keuangan PT Cipta Wisesa Utomo yang juga merupakan Ibu kandung Candra Arianto, dan meminta untuk mengeluarkan kas perusahaan guna diberikan kepada terdakwa.

Kemuidan secara berturut-turut, Suwartini melalui staf bagian keuangan PT Cipta Wisesa Utomo melakukan penyetoran sebanyak 8 (delapan) kali ke rekening Bank Mandiri yang telah ditentukan oleh terdakwa dengan perincian sebagai berikut :

No.  Tanggal        -        No. rek          -           Atas nama  -               Penyetor/PT.CWB   -     Setoran (Rp)
1. 18 Sep 2017   -   142 0015833220  -   Chandra Agus Adie   -    Aida Fariskhi                 100 juta
2.  7 Des 2017    -   1420015833220   -   Chandra Agus Adie   -    Aida Friskhi                   150 juta
3. 29 Des 2017   -   9000040230782   -   Winda Oktaniasari    -     Anef Ar Rachman          150 juta
4. 9 Jan 2018      -   9000040230782   -   Winda Oktaniasari    -     Arief Ar Rachman          150 juta
5. 21 Mar 2018   -  1420015833220   -   Chandra Agus Adie    -    Aida Fariki                    100 juta
6. 21 Mar 2018   -  1420015833220   -   Chandra Agus Adie     -   Dodi Kirawan                 50 juta
7. 21 Mar 2018  -   1420015833220  -    Chandra Agus Adie     -   Dodi Kirawan                 50 juta
8. 29 Jun 2018    -  1420015833220   -   Chandra Agus Adie    -   Irkham Efendi                100 juta
                                                                                                                  Total sebesar Rp900.000.000.

Pada tanggal 19 Juni 2017, terdakwa Retni Tri Utomo mendapatkan rekening atas nama Chandra Agus Adie, dan kemudian terdakwa mengajak Chandra Agus Adie sebagai rekanan Mekanikal Elektrikal di PADAM yang sudah dikenal oleh terdakwa sebelumnya untuk membuka rekening di Bank mandiri Cabang PDAM Surabaya demgan Nomor rekening  1420015833220 3135 dengan setoran awal sebesar Rp500 ribu. Dan buku tabungan serta kartu ATMnya diminta oleh terdakwa untuk selanjutnya menerima transferan uang dari Candra Arianto

Kemudian terdakwa mendapatkan rekening Bank Mandiri atas nama Winda Oktaniasari yang sudah dikenal oleh terdakwa, karena anak terdakwa diasuh Ibu kandung Winda Oktaniasari. Dan pada bulan Desember 2017, terdakwa mandatangi rumah Winda Oktaniasari di Ketintang 2 Nomor 48 RT 003 RW 001 Kelurahan Wonokromo Surabaya dan meminjam buku tabungan Bank Mandiri dengan Nomor rekening 9000040230782 besertaa ATMnya yang tidak dipergunakan lagi oleh Winda Oktaniasari untuk selanjutnya dipergunakan terdakwa menerima transferan uang dari Candra Arianto.

Tindakan terdakwa melakukan intimidasi terhadap Candra Arianto dalam beberapa kali pertemuan, melalui komunikasi telepon dan Whatsapp serta menerbitkan Surat Peringatan I dan II kepada PT Cipta Wisesa Utomo dan PT Saburnaya, tidak berdasarkan syarat pemberian Surat Peringatan I dan II sebagaimana Peratumn Meneri Pekerjaan Umum Nomor : 06/PRT/M/2008  tanggaI 27 Juni 2008 diatur pada humf E : Pengawasan tehadap pelaksanaan Fisik Kontruksi di dalam angka 2 haruf I dan berdasarkan fakta di lapangan, jarak waktu dan hasil progress realisasi masih diatas dari jadwal rencana, sehingga masih wajar dan pekerjaan dari yang dulaksanakan sudah sesuai dengan kontrak dan sampai sekarang sudah bisa digunakan oleh PDAM Kota Surabaya sesuai keterangan Anton Cristiyan sebagai Staf Teknis CV Azzahra selaku Konsultan Pengawas.

Bahwa pekerjaan Pembangunan Jaringan Pipe DN300 dan DN200 di Jalan Rungkut Madya -  Jalan Kenjeran (MERR sisi Timur) tahun 2017 yang dikerjakan oleh PT Cipta Wisesa Utomo,  sehingga belum layak diberikan SP I dan SP II. Hal mana semata-mata hanya merupakan cara  terdakwa untuk menekan Candra Arianto agar merasa takut dan terpaksa bersedia memberikan sejumlah uang sesuai yang diminta  oleh terdakwa.

Menurit JPU, bahwa perbuatan terdakwa Retno Tri Utomo bertentangan dengan kewajibannya selaku PPK sebagaimana diatur dalam Etika Pengadaan yang berlaku di PDAM Surabaya sebagaimana diatur dalam Peraturan Perusahaan PDAM Surya Sembada Kota Surabaya Nomor 02 Tahun 2017 Tentang Pedoman Pengadaan Barang/Jasa PDAM Surya Sembada Kota Surabaya tanggal 10 Februari 2017 pada Pasal 6 huruf 'h' yang menyebutkan, “Tidak menerima, tidak menawarkan atau tidak menjanjikan untuk memberikan atau menerima hadiah, imbalan, komisi, rabat dan berupa apa saja dari atau kepada siapapun yang diketahui atau patut diduga berkaitan dengan pengadaan Barang/Jasa.

Menurut JPU, perbuatan terdakwa Retno Tri Utomo sebagaimana diancam pidana yang diatur dalam Pasal 12 huruf “e" (Pasal 23) Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 421 KUHPidana. (IRd1/*)

Posting Komentar

Tulias alamat email :

 
Top