0
JPU Arif Suhermanto : Pengajuan JC oleh terdakwa akan kami pertimbangkan dalam tuntutan


beritakorupsi.co - Pada hal, Kejujuran seorang terdakwa dalam kasus Tindak Pidana Khususnya Tindak Pidana Korupsi, menjadi salah satu pertimbangan bagi Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam membuat surat tuntutannya, maupun dalam pertimbangannya bagi Majelis Hakim dalam surat putusannya.

Namun hal itu sepertinya tidak terdapat pada diri terdakwa Ir. Cipto Wiyono, M.Si., salah satu “otak” kasus Korupsi Suap terhadap seluruh anggota DPRD Kota Malang periode 2014 - 2019 yang berjumlah 45 orang melalui Ketua DPRD Moch. Arief wicaksono (sudah terpidana) yang totalnya sejumlah Rp6.5 miliyar untuk menyetujui pembahasan Perubahan APBD TA 2015 pada Juni - Juli 2015, maupun APBD murni TA 2015 yang pembahasannya pada Oktober - Nopember 2014 serta Pembahasan Persetujuan Pelaksanaan proses Investsi pembangunan dan pengelolaan barang milik daerah Pemerintah Kota Malang berupa tanah yang difungsikan sebagai Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Supit Urang.

Wajah lugu dan polos sepintas terlihat diraut wajah mantan Sekda (Sekretaris Daerah) Kota Malang, Ir. Cipto Wiyono, M.Si. Namun sayangnya kejujuran ternyata tak ada sekalipun harapannya untuk bebas dari jeratan hukum alias dipenjara untuk beberapa tahun.

Sebab terdakwa Cipto Wiwono tak mengakui kepada Majelis Hakim turut menikmati duit Pokir (pokok-pokok Pikiran) sebesar Rp200 juta dalam pembahasan Perubahan APBD TA 2015 pada Juni - Juli 2015, dan hanya mengakui menerima uang “haram” sebesar Rp350 juta dalam pembahasan APBD murni.

“Saya tidak menerima,” kata terdakwa dengan wajah yang sulit ditebak antara polos (jujur) dengan berbohong.

Karena tidak mengakui, Tim JPU Arif Suhermanto dkk dari KPK pun akhirnya membuka transkrip melalui alat proyektor. Dan setelah itu barulah terdakwa tak dapat mengelak lagi alias mengakui.

“Baik, bagaimana dengan ini?,” kata JPU KPK Arif Suhermanto sambil menunjukkan bukti melalui proyektor yang disiapkan JPU KPK dalam setiap kali persiadangan.

“O iya,” jawab terdakwa Cipto Wiyono dengan wajah putih polos atau pucat agak beda tipis.

Itulah yang terjadi dalam sidang perkara Korupsi Suap DPRD Kota Malang Jilid VII dengan agenda mendengarkan keterangan (pemeriksaan) terdakwa Cipto Wiyono dengan Ketua Majelis  Hakim yang memimpin persidangan Cokorda Gedearthana dengan dibantu 2 (dua) Hakim anggota (Ad Hock), sementara terdakwa didampingi Tim Penasehat Hukumnya, yang berlangsung di ruang sidang Cakra Pengadilan Tipikor Surabaya Jalan Raya Juanda, Sedati, Sidoarjo Jawa Timur, pada Selasa, 9 Juli 2019.

Dalam persidangan yang berlangsung (Selasa, 9 Juli 2019) JPU KPK maupun Majelis Hakim mencerca banyak pertanyaan terhadap terdakwa yang sudah bertahun-tahun menduduki jabatan di Birokrasi, baik di Kabupaten Trenggalek, Bojonegor, Kota Malang dan terakhir sebagai Kepala Dinas PU Ciptakarya Provinsi Jawa Timur sejak Desember 2016 dan akhirnya mengajukan pensiun dini pada tahun 2017 setelah KPK menyidik dan menyeret 41 anggota DPRD, Kepala Dinas PU dan Wali Kota Malang.

Pada hal dalam surat dakwaan JPU KPK sangat jelas menyebutkan, bahwa uang yang dikumpulkan Terdakwa Ir. Cipto Wiyono, M.Si dari seluruh SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) atau yang sekarang disebut Organisasi Perangkat Daerah (Organisasi Perangkat Daerah) Kota Malang, terdakwa menikmati sebesar Rp550.000.000 (lima ratus lima puluh juta rupiah) dan yang sudah dikembalikan kepada Negara melalui KPK pada tanggal 14 Mei 2019 dan tanggal 15 Mei 2019 sebesar Rp350.000.000 (tiga ratus Iima puluh juta rupiah).

Pengembalian uang sebesar Rp350.000.000 yang ditanyakan JPU KPK diakui oleh terdakwa, karena ada rasa takut setelah KPK menetapkan Wali Kota Moch. Anton menjadi tersangka.

“Ya saya takut karena Wali Kota sudah tersangka,” kata terdakwa Cipto

Dari dakwaan JPU KPK ini, berarti masih ada kewajiban terdakwa untuk mengembalikan uang yang dinikamtinya sebesar Rp200 juta ke kas negara.

Cipto Wiyono selaku Sekda (Sekretaris Daerah) Kota Malang sebagai terdakwa Jilid VII,  adalah sebagai pengembangan dari persidangan kasus perkara Korupsi Suap sebesar Rp6.5 Miliyar kepada seluruh anggota DPRD Kota Malang periode 2014 - 2019 yang berjumlah 45 orang,  terkait pembahasan Perubahan APBD Kota Malang TA 2015 pada Juni - Juli tahun 2015, Pembahasan APBD murni Kota Malang TA 2015 pada Nopeber 2014, dan Pembahasan Persetujuan Pelaksanaan proses Investsi pembangunan dan pengelolaan barang milik daerah Pemerintah Kota Malang berupa tanah yang difungsikan sebagai Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Supit Urang pada Juli 2015.

Pemberian duit miliyaran oleh Eksekutif terhadap legislator di Kota Malang tahun 2014 dan 2015, agar pembahasan Perubahan APBD maupun APBD murni Kota Malang TA 2015 serta Pembahasan Persetujuan Pelaksanaan proses Investsi pembangunan dan pengelolaan barang milik daerah Pemerintah Kota Malang (Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Supit Urang) berjalan mulus tanpa ada hambatan apapun dari seluruh anggota Dewan yang terhormat di Kota malang, dan memang hasilnya berjalan mulus.

Duit  suap ke seluruh anggota DPRD Kota Malang periode 2014 - 2019 ternyata berasal dari puluhan kontraktor di lingkungan Dinas PU, dan dari seluruh Kepala Dinas Kota Malang yang totalnya sebesar Rp6.5 miliyar.

Akibatnya, “nikmat membawa sengsara”. Selama 3 tahun sejak 2017 hingga 2019, KPK telah menyeret sebanyak 44 orang ke Pengadilan Tipikor Surabaya untuk diadili, dan 43 terdakwa sudah di hukum (vonis) penjara antara 4 hingga 5 tahun dan saat ini berstatus terpidana diantaranya, 41 dari 45 anggota DPRD Kota Malang periode 2014 - 2015 selaku penerima suap, dan dua terpidana sebagai pemberi suap yaitu Kepala Dinas serta Wali Kota Malang, belum termasuk 1 terpidana suap Ketua DPRD Kota Malang Moch. Arif Wicaksono dalam penganggaran Jembatan Kedungkadanga Tahun 2015.

Sementara terdakwa Cipto Wiyono selaku pemberi suap sekaligus menikmatinya, saat ini menunggu tuntutan pidana penjara dari JPU KPK.

Yang menjadi pertanyaan adalah, apakah KPK akan mengabulkan permohonan terdakwa sebagai JC (Jastisce Callubalator) untuk mendapatkan hukuman ringan, sementara terdakwa adalah salah satu “otak” dari kasus ini hingga menyeret seluruh anggota DPRD bersama Wali Kota Malang masuk penjara ?

Terdakwa Cipto Wiyono selain penyuap juga menerima suap. Sebab peran terdakwa Cipo Wiyono dalam kasus ini adalah, memerintahkan Teddy Soejadi Soemama untuk mengumpulkan duit sebesar Rp900 juta dari puluhan kontraktor di lingkungan Dinas PU. Dan Rp200 juta dari Rp900 juta itu dinikmati oleh terdakwa. Belum lagi duit yang dinikmati terdakwa sebesar Rp350 juta dalam pembahasan APBD murni.

Layakkah KPK mengabulkan permohonan terdakwa menjadi JC dalam kasus Korupsi suap DPRD Kota Malang ini ?

Menanggapi hal ini, JPU KPK Arif Suhermanto kepada media ini mengatakan, akan mempertimbangkan dalam surat tuntutan, apakah disetujui atau nggak.

“Nanti dalam tuntutan akan kita jawab, apakah disetujui atau nggak,” kata JPU KPK Arif.

JPU KPK Arif Suhermanto mengakui, kalau keterangan terdakwa semuanya jujur dan tidak saling berkaitan dengan keterangan saksi-saksi sebelumnya.

“Ia, keterangannya berbeda dengan keterangan saksi lanya. Terdakwa tidak mengakui uang yang 200 juta, katanya diserahkan kepada Ketua DPRD, tapi Ketua DPRD mengatakan tidak menerima. Semua akan menjadi pertimgan nanti,” ujar JPU KPK Arif.

Lalu apakah kasus ini berhenti di sini ? Bagaimana dengan Tedy Sujadi Soemama selaku pejabat Dinas PU Kota Malang yang juga berperan langsung mengumpulkan duit dari puluhan kontraktor di lingkunagan Dinas PU ?

Bagaimana pula dengan 3 anggota DPRD Kota Malang periode 2014 - 2019 yang hingga saat ini masih bebas menikmati sejuknya udara Kota Malang? Lalu bagaimana pula dengan Daniel yang memberikan uang sebesar Rp300 juta kepada DPRD terkait pengelolaan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Supit Urang ?

Apakah seluruh Kepala Dinas di Pemkot akan bebas dari jeratan hukum, sementara duit sebesar Rp3.8 miliyar berasal dari seluruh Kepala Dinas untuk diberikan ke DPRD dalam pembahasan APBD murnitahun TA 2015 ?

Bagaimanapula orang-orang yang terlibat dalam kasus suap Ketua DPRD Kota Malang Moch. Arif Wicaksono terkait penganggaran Jembatan Kedungkandang di antara Eryk Armadon Talla ?. Jawabannya hanya ada di tangan Pimpinan KPK sebelemun purna tugas maupun di tangan penyidik KPK. (Rd1/*)

Posting Komentar

Tulias alamat email :

 
Top