Terdakwa Drs. Syamsul Hadi, Ak.,CA : Hasil audit BPK RI Tahun 2015 - 2017 adalah WTP (Wajar Tanpa Pengecualian). PBKP melakukan audit untuk tahun aggaran 2016 ada penyimpangan tapi putusan Hakim PTUN tidak ada kerugian negara. Kemudian penyidik meminta BPK RI untuk mengaudit tahun anggaran 2017 katanya ada penyimpangan. Dua kali di audit lembaga yang sama hasilnya beda. Aneh kan !
beritakorupsi.co - Kamis, 7 Agustus 2019, adalah sidang pertama kalinya Tim JPU (Jaksa Penuntut Umum) dari Kejari Bojonegoro menghadirkan saksi di muka persidangan dihadapan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Surabaya untuk terdakwa Drs. Syamsul Hadi, Ak.,CA dalam kasus perkara Tindak Pidana Korupsi dugaan penyimpangan anggaran belanja biaya khusus pemeriksaan / pengawasan Rencana Kerja Anggaran (RKA) Inspektorat Kabupaten Bojonegoro tahun anggaran 2015, 2016 dan tahun 2017 yang merugikan keuangan negara sebesar Rp1.714.067.500 (satu milyar tujuh ratus empat belas juta enam puluh tujuh ribu lima ratus rupiah) atau memperkaya orang lain sebesar Rp1.185.977.500 (Satu miliar seratus delapan puluh lima juta sembilan ratus tujuh puluh tujuh ribu lima ratus rupiah) atau setidak-tidaknya sebesar Rp528.090.000 (Lima ratus dua puluh delapan juta sembilan puluh ribu rupiah) berdasarkan hasil penghitungan BPK RI (Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia) dengan Nomor : 101 / LHP / XXI / 12 / 2018 tanggal 28 Desember 2018.
Dalam persidangan yang berlangsung di ruang sidang Cakra Pengadilan Tipikor Surabaya Jalan Raya Juanda Sidaorjo (Kamis, 7 Agustus 29019) dalah agenda mendengarkan saksi yang dihadirkan JPU Prya Agung Jatmiko dkk dari Kejari (Kejaksaan Negeri) Bojonegoro untuk terdakwa Drs. Syamsul Hadi, Ak.,CA yang didampingi Tim Penasehat Hukumnya Bayu Wibisono dkk dengan Ketua Majelis Hakim Dede Suryaman, SH., MH dengan dibantu 2 (dua) Hakim anggota (Ad Hock) yaitu Dr. Lufsiana dan Agus
Ada 3 (tiga) saksi yang dihadirkan JPU, diantranaya adalah Nurhalim, mantan Sekretaris Inspektorat sekaligus selaku KPA (Kuasa Pengguna Angagaran) dan Horis Setiawan (Kasubag sekaligus PPTK/Pejabat Pelaksana Teknik Kegiatan) serta Widya (Kasubag Keuangan). Namun yang di dengar keterangannya dipersidangan kali ini hanya Nurhalim. Sedangkan 2 saksi lainnya dilanjutkan pada sidang yang akan datang.
Dari keterangan saksi Nurhalim inilah terungkap, bahwa penyusunan RKA Inspektorat Kabupatena Bojonegoro TA 2015 ternyata sudah selesai dibuat oleh Kepala Inspketorat sebelumnya bersama saksi selaku Sekretaris yang juga KPA pada Agustus 2015 sebelum terdakwa menjabat sebagai Kepala Inspektorat pada Oktober 2015. Hal inipun diakui oleh saksi atas penejalan terdakwa.
“Tahun 2015 sudah selesai dibuat sebelum saya masuk, yang membuat adalah Kepala Inspekorat sebelumnya bersama KPA. Saya dilantik pada Oktober 2015, dan penyusunan sudah selesai dibuat pada Agustus 2015. Saya hanya membuat SK-nya,” kata terdakwa menjelaskan kepada Majelis Hakim yang di “Ia” kan oleh saksi.
Ketua Majelis Hakim pun menanyakan hal itu beberapa kali kepada saksi, karena jawaban saksi terkesan hendak mengalihkan, namun kemudian diakui juga.
“Ia Pak, saya siap disalahkan kalau salah,” kata saksi sambil menundukkan kepala. Saksi saat ditnya Ketua Majelis Hakim terkait penyusunan RKA, saksi berkali-kali mengatakan, akan disampaikan oleh PPTK.
Anehnya, dalam dakwaan JPU mengatakan, bahwa terdakwa telah melakukan penyimpangan mengenai penyusunan anggaran belanja biaya khusus pemeriksaan / pengawasan pada RKA (Rencana Kerja Anggaran ) Inspektorat Kabupaten Bojonegoro tahun anggaran 2015, 2016 dan 2017 yang tidak di dukung dengan analisis satuan biaya dan tidak mengacu pada standar biaya umum dan Pembayaran belanja biaya khusus pemeriksaan / pengawasan yang seluruhnya dilaksanakan (dibayarkan oleh Inspektur selaku KPA) meskipun waktunya bersamaan dengan tugas pengawasan / pemeriksaan dan perjalanan dinas.
Selain itu, dari keterangan saksi ini juga semakin terang bagaimana rangkaian penyusunan RKA, ternyata tidak hanya dibuat oleh terdakwa sendiri, namun melibatkan berbagai pihak dan melalui tahapan, yaitu diawali dengan Musrenbang (Muatan Musyawarah Perencanaan Pembangunan), dimana masing–masing SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) atau Organisasi Perangkat Daerah (Organisasi Perangkat Daerah) mengalokasikan anggaran untuk disesuaikan dengan kemampuan daerah.
Selanjutnya alokasi tersebut dibuatkan RKA awal untuk dibahas dengan TAPD (Tim Anggaran Pemerintah Daerah). Kemudian Hasil pembahasan RKA awal dikompilasi oleh Bapedda untuk penyusunan KUA dan PPAS.
Setelah KUA dan PPAS dibahas dan disetujui bersama antara Pemkab dengan DPRD, kemudian SKPD menyusun RKA dengan berpedoman kepada Surat Edaran Pedoman Penyusunan RKA, setelah SKPD menyusun RKA kemudian dilakukan pembahasan kembali dengan TAPD, pembahasan dilakukan bersama–sama dengan masing–masing kepala SKPD. Selain pembahasan oleh TAPD, Inspektorat juga melakukan reviu (RKA -SKPD)
SKPD dalam menyusun RKA-SKPD berdasarkan Surat Edaran Pedoman Penyusunan RKA-SKP terkait dengan besaran untuk masing-masing jenis belanja didasarkan pada Standar Biaya Umum (SBU) dan SSH (harga bahan dan upah) yang telah ditetapkan dengan Keputusan Kepala Daerah, yang selanjutnya RKA-SKPD yang telah disusun kemudian dilakukan penelaahan dan review RKA-SKPD oleh Inspektorat.
Yang menjadi pertanyaan adalah, apakah TAPD (Tim Anggaran Pemerintah Daerah) tidak melakukan Reviw sebelum diusung ke Banggar (Badan Anggaran) DPRD Bojonegoro ? Apakah Banggar DPRD Bojonegoro juga tidak melakukan review terhadap RKA Inspektorat sebelum dibahas disidang Paripurna DPRD bersama Pemda ? Apakah Gubernur Jatim tidak melakukan Reviw pada saat diserahkan sebelum disahkan dari RAPBD (Rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah) menjadi menjadi ABPD Kabupaten Bojonegoro ?
Apakah penyusunan anggaran belanja biaya khusus pemeriksaan / pengawasan pada RKA (Rencana Kerja Anggaran ) Inspektorat Kabupaten Bojonegoro tahun anggaran 2015, 2016 dan 2017 yang disampaikan oleh terdakwa kepada TAPD langsung disahkan begitu saja menjadi anggaran Inspektorat dalam APBD Kabupaten Bojonegoro ?
Apakah penyusunan anggaran belanja biaya khusus pemeriksaan / pengawasan pada RKA ( Rencana Kerja Anggaran ) Inspektorat Kabupaten Bojonegoro tahun anggaran 2015, 2016 dan 2017 hanya menjadi tanggung jawab terdakwa, atau menjadi tanggung jawab seluruh pihak yang terlibat dalam penyusunan maupun yang mensahkan ?
Dalam dakwaan JPU juga dikatakan, bahwa penyusunan anggaran belanja biaya khusus pemeriksaan / pengawasan pada RKA ( Rencana Kerja Anggaran ) Inspektorat Kabupaten Bojonegoro tahun anggaran 2015 sampai dengan 2017 yang tidak di dukung dengan analisis satuan biaya dan tidak mengacu pada standar biaya umum dan Pembayaran belanja biaya khusus pemeriksaan / pengawasan yang seluruhnya dilaksanakan (dibayarkan oleh Inspektur selaku KPA) meskipun waktunya bersamaan dengan tugas pengawasan / pemeriksaan dan perjalanan dinas bertentangan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2006 tentang pengelolaan keuangan daerah,; Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 sebagaimana yang telah diubah terakhir dengan Peraturan Menteri dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan,; Peraturan Bupati Bojonegoro Nomor 36 Tahun 2015 Tentang Standard Biaya Umum di lingkungan pemerintah Kabupaten Bojonegoro Tahun 2016 yang telah diubah dengan Peraturan Bupati Bojonegoro Nomor 13 Tahun 2016 tentang Perubahan atas peraturan Bupati Bojonegoro Nomor 36 Tahun 2015 tentang Standard Biaya Umum di lingkungan pemerintah Kabupaten Bojonegoro Tahun 2016,; Peraturan Bupati Bojonegoro Nomor 48 Tahun 2014 yang telah diubah dengan Peraturan Bupati Bojonegoro Nomor 10 Tahun 2015 tentang Standart Biaya Umum di lingkungan pemerintah Kabupaten Bojonegoro,; Peraturan Bupati Bojonegoro Nomor 30 Tahun 2015 tentang Standar Biaya Umum di lingkungan Kabupaten Bojonegoro,; Peraturan Bupati Bojonegoro Nomor 36 Tahun 2015 tentang Standr Biaya Umum di lingkungan pemerintah Kabupaten Bojonegoro Tahun 2016 yang telah diubah dengan Peraturan Bupati Bojonegoro Nomor 13 Tahun 2016 tentang perubahan atas peraturan Bupati Bojonegoro Nomor 36 tahun 2015 tentang Standr Biaya Umum di lingkungan pemerintah Kabupaten Bojonegoro,; Peraturan Bupati Bojonegoro Nomor 20 Tahun 2016 tentang standar Biaya Umum di Lingkungan pemerintah Kabupaten Bojonegoro Tahun 2017
Sementara terdakwa menjelaskan kepada Majelis Hakim, sesuai Peraturan Gubernur, Inspektorat diperbolehkan menetapkan anggaran sendiri.
Terdakwa juga menyampaikan kepada Majelis Hakim terkait surat dakwaan JPU yang mengatakan, bahwa Kegiatan Pengawasan Internal oleh Inspektorat Kabupaten Bojonegoro dengan anggaran yang bersumber dari APBD Kabupaten Bojonegoro TA (tahun anggaran) 2015 terdapat penugasan yang tumpang tindih sebanyak 5.151 (lima ribu seratus lima puluh satu) hari. Dan Tahun 2016, terdapat penugasan yang tumpang tindih sebanyak jumlah 7.446 hari serta pada tahun 2017, terdapat penugasan yang tumpang tindih sebanyak jumlah 4.799 hari.
Menurut terdakwa, bahwa jumlah kelebihan hari pengawasan tersebut, diperoleh dengan mengkonversi penugasan sistem paket kedalam sistem harian atau mengggunakan uang SPPD. Sesuai dengan Peraturan Bupati Bojonegoro Nomor 48 Tahun 2014 tentang Standar Biaya Umum di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Bojonegoro pasal 33 ayat ( 1) menyatakan, bahwa Ketentuan Standar Biaya Perjalanan Dinas tidak berlaku untuk pelaksanaan pemeriksaan Inspektorat, untuk itu diberikan biaya khusus pemeriksaan/pengawasan.
Anehnya lagi, terkait kerugian keuangan negara dalam surat dakwaan JPU terhadap terdakwa juga menggelitik. Sebab JPU mengatakan, akibat dari perbuatan terdakwa Drs. Syamsul Hadi. Ak. CA selaku Kepala Inspektur Kabupaten Bojonegoro, telah memperkaya diri sendiri atau orang lain sehingga merugikan keuangan negara sebesar Rp1.714.067.500 atau orang lain sebesar Rp1.185.977.500 (Satu miliar seratus delapan puluh lima juta sembilan ratus tujuh puluh tujuh ribu lima ratus rupiah) atau setidak-tidaknya sebesar RP528.090.000 (Lima ratus dua puluh delapan juta sembilan puluh ribu rupiah) sesuai perhitungan BPK RI (Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia) Nomor : 101 / LHP / XXI / 12 / 2018 tanggal 28 Desember 2018
Berapa sesungguhnya kerugian keuangan negara dari hasil audit BPK RI (Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia) Nomor : 101 / LHP / XXI / 12 / 2018 tanggal 28 Desember 2018 dalam kasus ini ? Apakah Rp1.714.067.500 (Satu miliard tujuh ratus empat belas juta enam puluh tujuh ribu lima ratus rupiah atau Rp1.185.977.500 atau Rp528.090.000 (Lima ratus dua puluh delapan juta sembilan puluh ribu rupiah)?
Kalau JPU mengatakan bahwa terdakwa telah memperkaya orang lain sebesar Rp1.185.977.500, siapa orang lain yang dimaksud? Mengapa dalam dakwaan JPU tidak menyebutkan pihak-pihak yang menerima aliran duit itu sebagai orang yang turut serta menjadi tersangka/terdakwa bersama redakwa sendiri yang diatur dalam Pasal 55 ayat (1) KUHP (Kitab Undang-undang Hukum Pidana ?
Pasal 55 Ayat (1) KUHP berbunyi: Dihukum sebagai orang yang melakukan peristiwa pidana: Orang yang melakukan, yang menyuruh melakukan atau turut melakukan perbuatan itu.
Sementara dalam persidangan terungkap, bahwa saksi Nurhalim selaku Sekretaris Inspekorat sekaligus selaku KPA salah satu pihak yang menerima dan telah mengembalikannya. Alasannya karena patuh pada BPK RI, sekalipun duit itu diakuinya sebagai haknya atas tugas yang dilakukannya. Hal itu dikatakan saksi menjawab pertanyaan terdakwa.
“Ia, itu hak saya. Saya patuh pada BPK,” jawab saksi kepada Majelis Hakim atas pertanyaan terdakwa. (Jen)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Posting Komentar
Tulias alamat email :