OBRAL REMISI UNTUK KORUPTOR
- Lagi, Pemerintah Menunjukkan Ketidak berpihakan pada Pemberantasan Korupsi! -
Jakarta, beritakorupsi.co - Pemberian remisi atau pengurangan hukuman oleh pemerintah pada hari Kemerdekaan Republik Indoensia yang ke- 74 menjadi sorotan ICW. Setidaknya dalam pantauan ICW, terdapat 338 narapidana kasus korupsi mendapatkan remisi pada momentum hari Kemerdekaan Indonesia yang ke-74 yang lalu. Ironisnya, seluruh masyarakat sedang gegap gempita merayakan ulang tahun Indonesia, namun sayangnya Kementerian Hukum dan HAM justru memberi keleluasaan kepada narapidana kasus korupsi untuk mendapatkan pengurangan hukuman Remisi).
Mengacu pada regulasi, aturan terkait pemberian remisi telah secara tegas disebutkan dalam Peraturan Pemerintah No99 Tahun 2012. Patut untuk dipahami bahwa pemberian remisi pada narapidana kasus korupsi berbeda dengan narapidana tindak pidana umum lainnya.
Jika pada tindak pidana umumnya mensyaratkan berkelakuan baik dan telah menjalani masa pidana lebih dari enam bulan, namun pada tindak pidana korupsi sesuai dengan Pasal 34 A aturan aquo ditambahkan dua poin, yakni bersedia bekerjasama dengan penegak hukum untuk membongkar perkara tindak pidana yang dilakukannya dan telah membayar lunas uang pengganti sesuai dengan putusan pengadilan.
Misalnya pada syarat berkelakuan baik, tentu KemenkumHAM harus benar-benar memperhatikan aspek ini. Jangan sampai justru yang terlihat oleh publik adanya narapidana kasus korupsi yang diduga sempat mendapatkan fasilitas sel mewah malah diberikan pengurangan hukuman. Tentu hal ini harus dipandang sebagai pelanggaran prosedur, sehingga yang bersangkutan sepatutnya tidak layak mendapatkan remisi.
Kekhususan remisi pada narapidana tindak pidana korupsi semata-mata dilaksanakan karena kejahatan korupsi telah dikategorikan sebagai extraordinary crime, ini mengartikan bahwa perlakuan pada pelaku korupsi tidak bisa disamaratakan seperti tindak pidana lainnya.
Jadi, tidak dibenarkan jika adanya pernyataan dari Kemenkum HAM yang menyebutkan pertimbangan pemberian remisi pada narapidana korupsi hanya terbatas pada berkelakuan baik dan telah menjalani masa pidana lebih dari enam bulan.
Terkait dengan itu, maraknya pemberian remisi pada narapidana kasus korupsi bagaimanapun akan menganggu stabilitas dari pemberian efek jera pada sistem peradilan pidana. Keberadaan Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) harus dimaknai penting sebagai hilir dari pemberian efek jera, jika masih terus menerus terjadi kelonggaran pada pemberian remisi maka kinerja dari penegak hukum pada ranah penyelidikan, penyidikan, danpenunututan serta peran institusi kehakiman pada ranah pemberian hukuman akan menjadi sia-sia saja.
Selain itu, hal yang perlu dikritisi adalah keterbukaan informasi pada KemenkumHAM, karena hingga hari ini tidak ada data yang dipaparkan mengenai total narapidana kasus korupsi yang mendapatkan remisi.
Harusnya ini dijadikan evaluasi, karena bagaimanapun peran masyarakat sebagai control kebijakan publik dapat berjalan. Jangan sampai ada kesan yang terlihat bahwa Kemenkum HAM seperti menutup-nutupi jumlah sertanarapidana korupsi mana saja yang mendapatkan remisi.
Jika dikaitkan dengan pidato kenegaraan Presiden yang menyinggung soal efektivitas penegakan hukum di DPR lalu, harusnya pemberian remisi yang dilakukan tanpa adanyalandasan yang jelas dapat segera dievaluasi oleh pemerintah.
Dalam pidato Presiden secara tegas menyebut, bahwa keberhasilan penegak hukum bukan hanya diukur dari berapa kasus yang diangkat dan bukan hanya berapa orang yang dipenjarakan. Sederhananya, jika sistem pembenahan Lapas belum maksimal bagaimana efektivitas penegakan hukum dapat berjalan? Dan isu ini bukan pada ranah penegak hukum, melainkan pada pemerintah sebagai pemegang otoritaspengelolaan Lapas (Kemenkum HAM).
Selain itu, Kemenkum HAM harusnya dapat selaras dengan sikap Presiden pada tahun 2015 lalu yang menyebutkan, bahwa narapidana kasus korupsi seharusnya tidak mendapatkan pengurangan hukuman.
Hal ini penting untuk tetap menjaga komitmen pemerintah dalam pemberantasan korupsi.
Untuk itu, maka Indonesia Corruption Watch (ICW) menuntut agar:
1. Pemerintah, khususnya Kementerian Hukum dan HAM dapat benar-benar selektif dalam memberikan remisi pada narapidana kasus korupsi serta memperhatikan ketentuan yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah No 99 Tahun2012;
2. Kementerian Hukum dan HAM harus membuka data terkait jumlah dan nama-nama narapidana korupsi seluruh Indonesia yang mendapatkan remisi pada peringatan Kemerdekaan;
Jakarta, 19 Agustus 2019
Indonesia Corruption Watch
Sumber :ICW
Editor : Jentar
Posting Komentar
Tulias alamat email :