BERITAKORUPSI.CO -
Kepala Kejaksaan Tinggi - Jawa Timur, Dr. M. Dofir, SH., MH mengatakan akan mempertimbangkan dan menganalisa setelah menerima putusan lengkap terkait putusan Majelis Hakim terhadap keterlibatan Ketua DPRD Kota Pasuruan Ismail Marzuki, untuk ditindaklanjuti dalam kasus perkara Korupsi pengunaan dana fiktif kegiatan PSSI Kota Pasuruan tahun 2015 sebesar Rp4.499.990.000 yang merugikan keuangan negara sejumlah Rp3.883.480.409
Sementara dalam putusannya Majelis Hakim menyatakan, bahwa perbutan terdakwa Edy Hari Respati dilakukan secara bersama-sama, dan dalam surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum tidak menyeretakan sebegai kawan peserta terdakwa Edy Hari Respati Setiawan, yaitu Ketua DPRD Kota Pasuruan, Ismail Marzuki.
“Memerintakan Jaksa untuk menindaklanjuti keterlibatan saudara Ismail Marzuki selaku Ketua DPRD Kota Pasuruan,” kata Ketua Majelis Hakim saat membacakan putusannya.
Ketua Majelis Hakimpun kembali mengulang pertimbangan dalam putusan, yakni agar Jaksa untuk menindaklanjuti keterlibatan saudara Ismail Marzuki selaku Ketua DPRD Kota Pasuruan saat terdakwa menanyakan nama Ismail Marzuki kepada Ketua Majelis Hakim.
“Sudah memerintahkan Jaksa untuk menindaklanjuti keterlibatan saudara Ismail Marzuki. Pertimbangan Majelis didasari fakta dan keterangan saksi-saksi,” ucap Ketua Majelis Hakim.
Timbul pertanyaan, apakah Kejaksaan Tinggi atau Kepolisan Jawa Timur akan menyeret Ismail Marzuki sebagai tersangka baru dalam kasus Tindak Pidana Korupsi penggunaan Dana fiktif kegiatan PSSI Kota Pasuruan tahun 2015 sebesar Rp4.499.990.000 yang merugikan keuangan negara sejumlah Rp3.883.480.409, mengingat jabatan Ismil Marzuki sebagai Ketua DPRD Kota Pasuruan sekaligus salah satu bagian dari Forpimda (Forum Pimpinan Daerah)?
Kergaun masyarakat terhadap penegakan hukum dalam kasus Korupsi Khususnya di Jawa Timur, apabila menyeret pejabat atau orang-orang penting yang diduga terlibat sekalipun disebutkan dalam putusan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Surabaya.
Berbeda ketika kasus pidana umum seperti pencurian, dimana hasil curiannya dijual kepada seseorang, dan si pembeli itupun akan dijerat sebagai penadah barang curian. Atau seseorang yang menulis sesuatu di media sosial yang dianggap menghina/melecehkan pejabat, tak sulit bagi apar penegak hukum untuk meringkusnya dan kemudian menyeretnya ke Pengadilan untuk diadili
Atau penegkan hukum terhadap pengendara kendaraan yang sedang melintas di jalan, sekecil apapun kesalahan pengendara itu tak sulit bagi aparat penegak hukum untuk menindaknya. Karena berbagai alat canggih seperti Kamera dan CCTV terpasang diberbagai persimpangan jalan
Majelis Hakim boleh menyebutkan apa saja dalam putusannya, namun yang mempunyai hak dan kewenangan untuk melaksanakannya adalah aparat penegak hukum, yaitu Kejaksaan dan Kepolisian termasuk KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi).
Fakta keterlibatan pejabat setingkat Kepala Daerah yang disebutkan dalam putusan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Subaya yang akhirnya dihentikan oleh Kejaksaan Tinggi – Jawa Timur adalah, kasus Korupsi penjualan Aset Pemda Kab. Blitar tahun 2013. Dimana dalam putusan Majelis Hakim menyebutkan bahwa kepala Daerah turut bertanggung jawab. Kemuidian kasus Korupsi Pariwisata Kota Batu ke Kota Palangkaraya. Dalam putusan Majelis Hakim juga menyebutkan, bahwa Kepala Daerah dan pejabat lain turut bertanggungjawab.
Tahun 2018, aparat penegak hukum di Jawa Timur memang pernah menyeret Ketua DPRD aktif ke Kepangadilan Tipikor Surabaya untuk diadili dalam perkara Korupsi, yaitu Ketua DPRD Kabupaten Jember, Thoif Zamroni yang sudah divonis pidana penjara selama 2 tahun. Dan kemudian menyusul mantan Sekda serta Kepala BPPKAD Kab. Jember (Sugiarto dan Ita Poeriandayani) divonis 1.6 tahun penjara. Namun hingga saat ini tak jelas kelanjutan dari kasus ini. Walau fakta persidangan maupun putusan Majelis Hakim menyebutkan, bahwa pencairan dana Bansos sebesar Rp38 milliar tidak sesuai prosedur, dan uang itu dibagi-bagi keseluruh anggota DPRD Kab. Jember.
Diseretnya Thoif Zamroni selaku Ketua DPRD Kab. Jember yang masih aktif, bisa jadi karena si terpidana 2 tahu itu (Thoif Zamroni) tak sama “kekuatannya” dengan Ketua DPRD Kota Pasuruan, Ismail Marzuki yang juga anak mantan Wali Kota Pasuruan (alm) Hasani.
Padahal fakta persidangan terungkap, bahwa uang sebesar Rp1.8 milliar mengalir ke Ismail Marzuki. Hal itupun dikaui Ismail Marzuki dalam persidangan. Namun menurut Ismail Marzuki, bahwa uang dari terdakwa Edi Hari Respati adalah sebagai utang piutang namun tak ada bukti apapun. Logikanya, adakah seseorang meminjamkan duitnya sebesar milliaran rupiah begitu saja tanpa ada dokumen apapun sebagai pengikat ?
Selain itu, salah satu anggota DPRD Kota Pasuruan yakni Helmi juga menjelaskan kepada Majelis Hakim, setiap kali pencairan uang selalu diserahkan ke H. Ismail Marzuki diruang kerjanya di gedung DPRD Kota Pasuruan, kemudian oleh Ismail Marzuki barulah dibagikan ke Koni dan saksi sendiri (Helmi) menerima uang antara 80 samapai 130 juta untuk digunakan dalam kegiatan Sepak Bola U17.
“Ya selalu diserahkan. Dia (Ismail Marzuki) selaku Magager. Saya terima untuk kegiatan U17 antara 80 samaai 130 juta,” kata saksi Ismail kepaada Majelis Hakim dalam persidangan, Kamis 23 Januari 2020
Dan bisa jadi ada dugaan. Karena Ismail Marzuki “bukan orang biasa melainkan luar biasa”, sehingga penanganan kasus inipun baru disidangkan diakhir tahun 2019, sementara proses hukum sudah berlangsung sejak 2015, dimana Wali Kota Pasuruan, H. Hasani masih hidup. (Jen)
Posting Komentar
Tulias alamat email :