0
Kasi Pidusu Kejari Gresik, Dimas Adji Wibowo : Untuk tersangka baru belum, kita akan menelaah dan melakukan ekspos terhadap bukti-bukti yang ada dulu sambil menunggu putusan    


BERITAKORUPSI.CO – Dua Kepala Badan Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPPKAD) Kabupaten Gresik tahun 2018 – 2019 sudah diadili sebagai terdakwa, yang bermula dari Tangkap Tangan atau OTT dalam kasus perkara dugaan Korupsi pemotongan dana insetif pemungutan pajak Daerah Kabupaten Gresik oleh BPPKAD (Badan Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah) pada tahun 2018 – 2019

Yang pertama adalah, M. Mukhtar, S.Sos., MM. Selaku Plt. Sekretaris yang juga Plt Kepala BPPKAD, yang tertangkap tangan oleh Tim penyidik Kejari Gresik pada tanggal 14 Januari 2019. Pada Kamis, tanggal 12 September 2019, Majelis Hakim menyatakan bahwa terdakwa M. Mukhtar terbuti bersalah melakukan Korupsi sebagaimana dalam pasal 12 huruf f UU Tidank Pidana Korupsi dan divonis piadana penjara selama 4 tahun (tuntutan JPU 5 tahun). Dengan membayar uang pengganti sejumlah Rp2.163.357.523 dengan subsidair pidana penjara selama 6 bulan.

Pada tanggal 14 November 2019, Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Surabaya, Jawa Timur menguatkan putusan pidana dari Hakim Pengadilan Tipikor Surabaya, namun mengurangi hukuman pidana berupa membayar uang pengganti dari Rp2.163.357.523 menjadi Rp666.985.960 dengan subsidair pidana penjara selama 6 bulan.

Dalam putusan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Surabaya maupun Hakim Pengadilan Tinggi menyebutkan, bahwa perbuatan terdakwa M. Mukhtar adalah perbuatan secara bersama-sa dan berlanjut. Yaitu mulai dari kepemimpinan Dr. Dra. Yetty Sri Suparyatidra, MM selaku Kepala BPPKAD dengan Sekretari Drs. Agung Pramono. Kemudian tahun 2018, Kepala BPPKAD beralih ke Andhi Hendro Wijaya, S.Sos., M.Si dan sekretarinsya adalah M. Mukhtar, S.Sos., MM yang saat itu menjabat sebagai Kepala Bidang (Kabid).

Pada awal tahun 2019, M. Mukhtar, S.Sos. MM menjabat sebai Plt. Kepala BPPKAD menggantikan Andhi Hendro Wijaya, S.Sos., M.Si, karena pada tanggal 9 Januari 2019, Andhi Hendro Wijaya, S.Sos., M.Si dilantik sebagai Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Gresik.

Sementara terdakwa ke dua (Jilid II) adalah Andhi Hendro Wijaya, S.Sos., M.Si, yang ditetapkan sebagai tersangka pada tanggal 22 Oktober 2019. Penetapan Andhi Hendro Wijaya sebagai tersangka bukan hal yang gampang bagi Kejari Gresik. Sebab banyak mengalami “Drama” menarik, mulai dari pelariannya hingga “ketidak beranian” Kejari Gresik memasukan  ke Daftar Pencairan Orang (DPO) dan menjebloskannya ke Penjara. Kabar yang beredar, bahwa ada kedekatan pejabat Kejaksaan dengan pejabat Kab. Gresik.

Sebulm Andhi Hendro Wijaya diserer ke Pengadilan Tipikor Surabaya untuk diadili, Andhi Hendro Wijaya melakukan “perlawanan” terhada Kejari Gresik dengan cara mempra peradilakannya ke Pengadilan Negeri (PN) Gresik atas statusnya sebagai tersangka melalui Kuasa Hukumnya, Hariyadi, SH., MH yang mantan anggota DPRD Kab. Gresik

Kalah di pra peradilan, Andhi Hendro Wijaya tak pantang mudur. Untuk yang keduakalinya, Andhi Hendro Wijaya melakukan “perlawanan” dengan cara menyampaikan Eksepsi atau keberatan atas surat dakwaan JPU. Dan untu yang keduakalinya pula, usahanya gagal, sebab Eksepsinya ditolak Majelis Hakim.

Pada tanggal 6 Maret 2020, JPU Kejari Gresik menuntutnya dengan pidana penjara selama 7 tahun, denda sebesar 1 milliar rupiah, tanpa uang pengganti. Karena uang pengganti sudah dibebankan kepada terdakwa M. Mukhtar. Pasal yang dikenakan JPU terhadap terdakwa Andhi Hendro Wijaya sama dengan pasal terhadap terdakwa M. Mukhtar, yaitu 12  huruf f jo Pasal 18 ayat (1) huruf b UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jis pasal 64 ayat (1) ke- 1 KUHPidana

Pasal 12 berbunyi : Dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah);

Huruf f berbunyi : Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang pada waktu menjalankan tugas, meminta, menerima, atau memotong pembayaran kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara yang lain atau kepada kas umum, seolah-olah pegawai negeri atau penyelenggara negara yang lain atau kas umum tersebut mempunyai utang kepadanya, padahal diketahui bahwa hal tersebut bukan merupakan utang;

Yang menjadi pertanyaan adalah, Siapa tersangka baru dalam kasus perkara ini ?  Apakah hanya M. Mukhtar dan Andhi Hendro Wijaya ? Lalu bagaiamana dengan Dr. Dra. Yetty Sri Suparyatidra, MM yang menjabat sebagai Kepala BPPKAD sebelum M. Mukhtar dan Andhi Hendro Wijaya dan Drs. Agus Pramono selaku Sekretaris BPPKAD ? Sebab apa yang dilakukan oleh M. Mukhtar dan Andhi Hendro Wijaya adalah kelanjutan dari pendahulunya. Atau apakah yang dilakukan oleh Dr. Dra. Yetty Sri Suparyatidra, MM dan Drs. Agus Pramono sudah sesuai aturan perundang-undangan, sementara yang dilakukan M. Mukhtar dan Andhi Hendro Wijaya melanggar aturan ?

Adakah pihak-pihak yang terselamatkan dalam kasus perkara ini ? Yang jelas, sesuai fakta persidangan, banyak pihak-pihak yang terlibat diluar internal BPPKAD yang menerima aliran duit dari hasil pengumpulan dana Insentif oleh seluruh pegawa BPPKAD. Diantaranya, Asisten 1, 2 dan 3. Sekda, Kepala BKD (Badan Kepegawaian Daerah), Kabag Hukum dan Kasubag Hukum, Ajudan Bupati, Ajudan Wakil Bupati, Ajudan Sekda dan LSM serta pihak-pihak lainnya.

Salahkah Majelis Hakim yang menyatakan dalam pertimangannya, bahwa perbuatan terdakwa M. Mukhtar adalah perbuatan secara bersama-sama dan berlanjut. Yaitu mulai dari kepemimpinan Dr. Dra. Yetty Sri Suparyatidra, MM selaku Kepala BPPKAD dengan Sekretari Drs. Agung Pramono. Kemudian beralih ke Andhi Hendro Wijaya, S.Sos., M.Si serta berlaanjut ke M. Mukhtar, S.Sos., MM ?

Apakah ada pihak-pihak yang terselamatkan dalam kasus ini ? Yang jelas, sesuai fakta persidangan, banyak pihak-pihak yang terlibat diluar internal BPPKAD yang menerima aliran duit dari hasil pengumpulan dana Insentif oleh seluruh pegawa BPPKAD. Diantaranya, Asisten 1, 2 dan 3. Sekda, Kepala BKD (Badan Kepegawaian Daerah), Kabag Hukum dan Kasubag Hukum, Ajudan Bupati, Ajudan Wakil Bupati, Ajudan Sekda dan LSM serta pihak-pihak lainnya.

Pertanyaan ini yang tidak dapat dijelaskan oleh Kepala Seksi Pidana Khusus (Kasi Pidsus) Kejaksaan Negeri (Kejari) Gresik, Dimas Adji Wiboowo saat dihubungi beritakorupsi.co, Jumat, 6 Maret 2020

Yang jelas, butuh waktu belajar bagi Kejari Gresik untuk mempelajari bukti-bukti yang dimilikinya yang berkaitan dengan perkara ini. Setelah mempelajari, barulah akan melakukan Ekspos untuk menyapaikan hasil pelajarannya. Siapa yang layak dan siapa yang tidak layak menjadi tersangka. Sementara dalam surat tuntutan JPU kasus perkara Jilid II ini mengatakan, barang bukti tetap daalam perkara, tidak ada yang dikembalikan ke pihak manapun.

“Akan mempelajari dulu bukti-bukti yang ada lalu melakuan Ekspos. Belum bisa saya  jelasakan sekarang. Harus kita pelajari dulu semua bukti-bukti an sambil menunggu putusan,” kata Dimas selaku Kasi Pidsus Kejari Gresik, Jumat, 6 Maret 2020

Benarkah kasus Tindak Pidana Korupsi salah satu kejahatan yang luar biasa, karena dianggap  dapat merusak pembangunan, perekonimian serta kehidupan masyarakat? Atau Tindakan kriminal lainnya yang dianggap lebih berbahaya seperti copet, pencurian sandal, pencuruian HP diamana pihak si pembeli HP turut juga diseret selaku penadah?

Atau pengendara kendaraan yang sedang melintas di jalan raya lebih jahat dan berbahaya? Sehingga berbagai alat canggih dipasang disetiap persimpangan jalan seperti Kamera, CCTV untuk menindak si pengendara yang melanggar Undang-Undang Lalu Lintas ?

Pasalnya, tak sedikit kasus Korupsi terkesan tebang pilih, “dipilih untuk ditebang”. Atau memang meliaht, memperhatikan dan mengamati siapa dan bagiamana statsu kedudukan, jabatan, martabat serta hubungan si “pelaku” dengan  pejabat penguasa?

Sebab, penangan kasus Tindak Pidana Umum lebih mudah dan cepat dari pada kasus Korupsi. Apakah tindak pidana seperti perampasan, copet, pencurian sandal, berita hoax, pelecehan pejabat melalui media sosial, pencurian HP

Atau pengendara kendaraan yang melintas di jalan-jalan lebih jahat dan berbahaya, sehingga berbagai alat canggih seperti Kamera, CCTV dipasang disetiap persimpangan jalan untuk memantau sekecil apapun pelanggaran itu?. (Jen)

Posting Komentar

Tulias alamat email :

 
Top