0

BERITAKORUPSI.CO – Tiga Wakil Ketua DPRD Kabupaten Tulungagung periode 2014 – 2019 yaitu Imam Kambali, Agus Budiarto dan Adib Makarim (saat ini juga sebagai wakil Ketua DPRD) serta sejumlah anggota Banggar (Badan Anggaran) DPRD Tulungagung periode 2014 - 2019 mungkin tak bisa tidur nyeyak, bukan karena pandemi Virus Corona Cocivid-19 melainkan karena namanya disebut-sebut dalam perkara Korupsi Suap Pengesahan APBD Kab. Tulungagung Tahun Anggaran (TA) 2015, APBD TA 2016, APBD TA 2017 dan APBD TA 2018 sebesar Rp3.6 milliar dengan terdakwa Supriyno selaku Ketua DPRD Kabupaten Tulungagung periode 2014-2019 dan anggota DPRD terpilih periode 2019 – 2024

Apakah Imam Kambali, Agus Budiarto dan Adib Makarim serta 21 orang anggota Banggar DPRD Kab. Tulungagung periode 2014 - 2019 akan jadi tersangka untuk menyusul terdakwa Supriyono yang saat ini sedang diadili di Pengadilan Tipikor Surabaya?

Kasus inipun tak jauh beda dengan kasus Korupsi suap DPRD Kota Malang periode 2014 – 2019 yang menyeret 42 dari 45 anggota DPRD, Wali Kota, Sekda dan Kepala Dinas PUPR Kota Malang yang saat ini sebagai terpidana.

Dalam kasus ini, penerimaan uang sebesar Rp6.5 miliar oleh DPRD Kota Malang dari Pemeintah Kota Malang adalah untuk pengesahan APBD TA 2015, penerimaan uang THR (tunjangan hari raya) dan pembahasan proyek pembangunan tempat pembuagan sampah (TPA). Dan uang itupun dibagi-bagikan ke seluruh anggota DPRD Kota Malang periode 2014 – 2019 yang jumlahnya sesuai dengan jabatan.

Sementara dalam kasus Korupsi suap Ketua DPRD Tulungagung periode 2014 – 2019,  Supriyono juga disebutkan dalam surat dakwaan JPU KPK, bahwa terdakwa Supriyono bersama-sama dengan Imam Kambali, Agus Budiarto dan Adib Makarim selaku Wakil Ketua DPRD Kab. Tulungagung meminta sejumlah uang kepada anggota TAPD (Tim Anggaran Pemerintah Daeraah) yaitu Sudigdo dan Hendry Setiawan selaku Kepala BPPKAD untuk pengesahan APBD Tahun Anggaran (TA) 2015 yang disebut uang ketok palu
Ternyata Ke- 4 Pimpinan legislator ini tidak hanya meminta uang ketok palu, tapi ada juga yang namanya uang ketok palu Khusus untuk jatah Banggar untuk setiap pengesahan APBD sejak tahun 2015, 2016, 2017 dan 2018 yang disepakati dengan pembagian, untuk Ketua Banggar yang juga Ketua DPRD sebesar 25 juta rupiah, dan 3 orang Wakil Ketua  masing-masing sejumlah 20 juta rupiah serta 21 orang anggota Banggar yang masing-masing senilai 5 juta rupiah

Dari Kedua kasus ini menjadi pertanyaan. Apakah pemberian uang oleh pihak eksekutif terhadap legislatif setiap pembahasan APBD hanya ada di DPRD Kota Malang dan Kabupaten Tuungagung atau terjadi juga di berbagai Kabupaten Kota di Indonesia ? Atau karena memang nasib baik yang masih berpihak sehingga tak sampai ke “telinga” lembaga super body di Jakarta ?

Selain itu, kasus Korupsi suap Ketua DPRD Tulungagung inipun bisa jadi akan menyeret beberapa pejaba lainnya diantaranya Sudigdo, Hendry Setiwan, Yamani dan Budi Fatahillah Mansyur

Sebab nama-nama tersebut berperan dalam pemberian uang ketok palu. Dan dalam surat dakwaan JPU KPKpun disebutkan, bahwa untuk teknis pemberian uang ketok palu, akan dikoordinasikan oleh Imam Kambali, Hendry Setiawan (Kepala BPPKAD), Yamani selaku staf BPKAD dan Budi Fatahillah Mansyur selaku Sekretaris DPRD Kabupaten Tulungagung.

Dan bisa juga akan menyeret sejumlah guru SMP di Kabuppaten Tulungagung diantaranya Matyani, Suparlan, Kardiyanto, Syamsuri, Sri Wahyuni, Efendy Sumaini, Nanang Supriyanto dan Tarmuji

Sebab dalam surat dakwaan JPU KPK menyebutkan, selain permintaan uang untuk pengesahan APBD, terdakwa Supriyono juga menerima uang dari hasil jual beli jabatan dilingkungan Dinas Pendidikan terkait pengangkatan Suharno sebagai Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Tulungagung. Namun kini Suharno sudah dipanggil menghadap sang Ilahi pada tahun lalu.

Tahun 2013, Matyani selaku Guru SMP Bandung 3 Tulungagung yang juga orang kepercayaan Terdakwa Supriyono, menghubungi orang-orang yang berminat untuk dipromosikan menjadi Kepala Sekolah dan meminta sejumlah uang diantaranya Suparlan Rp55 juta , Kardiyanto Rp55.000.000, Syamsuri Rp50.000.000, Sri Wahyuni Rp100.000.000, Efendy Sumaini Rp40.000.000, Nanang Supriyanto Rp40.000.000 dan Tarmuji Rp55.000.000

Kasus yang menyeret terdakwa Supriyono selaku Ketua DPRD Tulungagung ini bermula pada Juni 2018, saat lembaga anti rasuah melakukan tangkap tangan terhadap Syahri Mulyo selaku Bupati Tulungagung, Sutrisno (kepala Dinas PUPR), Susilo Prabowo alias Embun (Pengusaha kontraktor) dan Agung Prayitno (orang kepercayaan Syahri Mulyo) dan ke- 4 orang (Syahri Mulyo, Sutrisno, Susilo Prabowo alias Embun dan Agung Prayitno) ini sudah berstaus terpidana.

Dari fakta persidangan baik dakwaan maupun tuntutan JPU KPK saat Syahri Mulyo diadili terungkap, bahwa total uang suap yang diterima terpidana Syahri Mulyo sejak tahun 2014 – 2018 adalah sebesar Rp138 milliar.
Uang suap yang diterima terpidana Syahri Mulyo adalah sebagi fee proyek APBD Kab. Tulungagung dari beberapa Kontraktor dan Asosiasi Konstruksi yaitu, dari Abror selaku pengurus Gapeksindo (Gabungan Perusahaan Konstruksi Nasional Indonesia Kabupaten Tulungagung, dari Anjar Handriyanto selaku pengurus Gapensi (Gabungan Pelaksana Konstruksi Seluruh Indonesia) Kabupaten Tulungagung, Santoso  selaku pengurus Apaksindo (Asosiasi Pengusaha Kontraktor Seluruh Indonesia) Kabupaten Tulungagung, Rohmat (pengurus Gapeknas) Kabupaten Tulungagung, Hendro Basuki (pengurus Gapensinas) Kabupaten Tulungagung, Ari Kusumawati selaku Ketua Gapeksindo (Gabungan Pengusaha Konstruksi Indonesia) melalui Kepala Dinas PUPR Kab. Tulungagangung

Selain itu, uang haram mengalir juga ke Pejabat Kabupaten Tulungagung sesuai pengakuan Yamani (Kabid BPPKAD) dan Sukarji (Kabid Dinas PUPPRR) Kab. Tulungagung  dintaranya ke Indra Fauzi (Sekda), Hendry Setiyawan (Kepala BPAKD), Budi Juniarto (Pejabat Pemprov Jatim), Budi Juniarto selaku Kepala Bidang Fisik Prasarana Bappeda Provinsi Jawa Timur, Budi Setiyawan selaku Kepala Keuangan Provinsi Jawa Tlmur, Tony Indrayanto selaku Kepala Bidang Fisik Prasarana Provinsi Jawa Timur, Chusainuddin Anggota DPRD Provinsi Jawa Timur,  Ahmad Riski Sadiq (anggota DPR RI), Kajari melalui Kasi Intel, Kapolres melalui Kasat Reskrim, LSM dan Wartawan

Sehingga dalam putusan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Surabaya saat membacakan putusan (Vonis) terhadap Syahri Mulyo mengatakan, bahwa ada uang sebesar Rp41 milliar yang mengalir ke pihak-pihak lain dan dapat dilakukan penuntutan oleh Jaksa Penuntut Komisi Pemberantasan Korupsi

Kemudian JPU KPK Dodi Sukmono kepada beritakorupsi.co mengatakan, bahwa uang sebesar Rp41 miliyar yang mengalir ke pihak-pihak lain dapat dilakukan penuntutan, karena dalam fakta persidangan terungkap beberapa nama pejabat yang turut menikmati uang “haram” yang berasal dari fee proyek APBD sebesar 15% dari jumlah anggaran proyek pekerjaan yang didapatkan beberapa kontraktor di Tulungagung sejak tahun 2014 - 2018.

“Ia, ada uang sejumlah empat puluh satu milliar rupiah (Rp41 M) kepihak lain dan bisa dilakukan penuntutan. Jadi apapun yang terungkap dalam persidangan, dan fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan akan kita sampaikan ke pimpinan untuk dapat dikembangkan,” ujar JPU KPK Dodi Sukomono, Kamis, 17 Januari 2019.

Saat ditanya lebih lanjut, apakah ada kemungkinan KPK akan melukan penyidikan atau pengembangan untuk tersangka baru?. JPU KPK Dodi mengatakan, KPK tidak bicara kemungkinan tetapi fakta yang terungkap dalam persidangan

“Kita tidak bicara kemungkinan, tetapi fakta yang terungkap dalam persidangan,” ucap JPU KPK Dodi Sukmono kemudian.
Sebelum KPK menetapkan Supriyono sebagai tersangka, sempat beredar kabar di masyarakat maupun di lingkungan Pejabat Kabupaten Tulungagung yang mengatakan, bahwa KPK takan melakukan pengembangan kasus Syahri Mulyo karena ada jaminan dari salah seorang anggota Komisi III DPR RI F-PDIP. Namun hal itu dibantah sang legislator yang berkantor di gedung Senayan Jakarta saat dikonfirmasi beritakorupsi.co melalui sambungan telepon seluler.

Kata orang “kuat dan berpengaruh” di Kabupaten Tulungagung inipun hilang seketika setelah penyididik KPK menjebloskan Supriyono ke Penjara di gedung merah putih milik KPK di Jalan Kuningan, Jakarta pada tanggal 7 November 2019.

Sementara dalam surat dakwaan JPU KPK terhadap terdakwa Supriyono mengatakan, bahwa terdakwa Supriyono menemui Hendry Setiawan dan Indra Fauzi  selaku Sekretaris Daerah dan Ketua TAPD, meminta uang ketok palu sejumlah Rp1.000.000.000 (satu miliar rupiah) untuk pembahasan APBD TA 2015. Atas permintaan tersebut, Hendy Setiawan menyampaikan akan melaporkannya kepada Syahri Mulyo

Menindaklanjuti permintaan Terdakwa, selanjutnya Hendry Setiawan menyampaikan permintaan tersebut kepada Syahri Mulyo. Atas laporan itu, Syahri Mulyo memerintahkan Hendry Setiawan untuk memenuhi permintaan terdakwa dan mencari sumber pembiayaannya.

Setelah mendapat persetujuan dari Syahri Mulyo, kemudian Hendry Setiawan menemui Terdakwa dan menyampaikan bahwa akan memenuhi permintaan uang ketok palu sejumlah Rp1.000.000.000 (satu miliar rupiah) dan meminta agar Terdakwa memperlancar proses pembahasan APBD TA 2015 (2016, 2017 dan APBD 2018)

Selain pemintaan uang ketok palu tersebut, terdakwa Supriyono dan Imam Kambali, Agus Budiarto dan Adib Makarim meminta uang ketok palu khusus sebagai jatah banggar, dan disepakati untuk Ketua Banggar sejumlah Rp25.000.000 (dua puluh lima juta rupiah), 3 orang wakil masing-masing sejumlah Rp20.000.000 (dua puluh juta rupiah), sedangkan untuk 21 orang anggota banggar masing-masing sejumlah Rp5.000.000 (lima juta rupiah).

Untuk teknis pemberiannya, akan dikoordinasikan oleh Imam Kambali, Hendry Setiawan, Yamin selaku staf BPKAD dan Budi Fatahillah Mansyur selaku Sekretaris DPRD Kabupaten Tulungagung.

Sehingga JPU KPK menjerat perbuatan terdakwa Supriyono adalah pidana Korupsi dengan ancaman penjara paling singkat 4 tahun sebagaimana diatur dalam dalam Pasal 12 huruf a (atau 11 dan Pasal 12 huruf B) Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UndangUndang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke- 1 KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana
Terdakwa dalam menjalankan fungsinya sebagai Ketua DPRD dan Ketua Banggar DPRD Kabupaten Tulungagung bersama-sama dengan Imam Kambali, Adib Makarim dan Agus Budiarto secara bertahap menerima sejumlah uang dari Syahri Mulyo melalui Hendry Setiawan yaitu:

a. Pengesahan APBD Pemerintah Kabupaten Tulungagung TA 2015.

Pada bulan September 2014 Terdakwa bersama Tim Banggar melakukan pembahasan RAPBD TA 2015 dengan TAPD. Dalam pembahasan anggaran tersebut terjadi deadlock sehingga Terdakwa bersama dengan Imam Kambali, Adib Makarim dan Agus Budiarto masing-masing selaku Wakil Ketua DPRD Kabupaten Tulungagung melakukan pertemuan dengan Hendry Setiawan dan Sudigdo selaku perwakilan TAPD di Hotel Savana, Kota Malang untuk membahas RAPBD TA 2015.

Menindaklanjuti pertemuan sebelumnya, terdakwa Supriyono bersama pimpinan Banggar lainnya yakni Imam Kambali, Adib Makarim dan Agus Budiarto kembali melakukan pertemuan dengan perwakilan TAPD yakni Sudigdo dan Hendy Setiawan di Tulungagung yang menghasilkan kesepakatan, bahwa untuk memperlancar pengesahan APBD TA 2015,  pihak eksekutif harus memberikan uang yang diistilahkan dengan uang ketok palu.

Masih pada bulan September 2014, Terdakwa menemui Hendy Setiawan dan Indra Fauzi  selaku Sekretaris Daerah dan Ketua TAPD meminta uang ketok palu sejumlah Rp1.000.000.000 (satu miliar rupiah) untuk pembahasan APBD TA 2015. Atas permintaan tersebut, Hendy Setiawan menyampaikan akan melaporkannya kepada Syahri Mulyo

Menindaklanjuti permintaan Terdakwa, selanjutnya Hendy Setiawan menyampaikan permintaan tersebut kepada Syahri Mulyo. Atas laporan itu, Syahri Mulyo memerintahkan Hendy Setiawan untuk memenuhi permintaan terdakwa dan mencari sumber pembiayaannya.

Setelah mendapat persetujuan dari Syahri Mulyo, kemudian Hendy Setiawan menemui Terdakwa dan menyampaikan bahwa akan memenuhi permintaan uang ketok palu sejumlah Rp1.000.000.000 (satu miliar rupiah) dan meminta agar Terdakwa memperlancar proses pembahasan APBD TA 2015.

Selain pemintaan uang ketok palu tersebut, terdakwa Supriyono dan Imam Kambali, Agus Budiarto dan Adib Makarim meminta uang ketok palu khusus sebagai jatah banggar, dan disepakati untuk Ketua Banggar sejumlah Rp25.000.000 (dua puluh lima juta rupiah), 3 orang wakil masing-masing sejumlah Rp20.000.000 (dua puluh juta rupiah), sedangkan untuk 21 orang anggota banggar masing-masing sejumlah Rp5.000.000.00 (lima juta rupiah).

Untuk teknis pemberiannya, akan dikoordinasikan oleh Imam Kambali, Hendry Setiawan, Yamin selaku staf BPKAD dan Budi Fatahillah Mansyur selaku Sekretaris DPRD Kabupaten Tulungagung.

Setelah Terdakwa mendapat kepastian tentang uang ketok palu sejumlah Rp1.000.000.000  (satu miliar rupiah), kemudian Terdakwa bersama dengan anggota Banggar lainnya dan TAPD membahas RAPBD TA 2015, dimana Terdakwa mengatur semua kendali pengesahan APBD TA 2015.

Guna merealisasikan permintaan Terdakwa terkait uang ketok palu pengesahan APBD TA 2015, Hendry Setiawan meminta sejumlah uang kepada Sutrisno selaku Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) pada sekira bulan November 2014.  Kemudian Sutrisno melalui Sukraji menyerahkan uang sejumlah Rp3.100.000.000 (tiga miliar seratus juta rupiah) kepada Hendry Setiawan di Kantor BPKAD Kabupaten Tulungagung. Setelah menerima uang tersebut, selanjutnya Hendry Setiawan melaporkan kepada Syahri Mulyo

Pada tahun 2014, bertempat di Kantor DPRD Kabupaten Tulungagung, Terdakwa bersama-sama dengan anggota banggar lainnya juga menerima uang jatah banggar terkait pengesahan APBD TA 2015 dari Syahri Mulyo melalui Budi Fatahillah Mansyur dengan perincian, untuk terdakwa Supriyono selaku Ketua Banggar sebesar Rp25.000.000 (dua puluh lima juta rupiah), 3 orang wakil ketua banggar yakni Imam Kambali, Adib Makarim dan Agus Budiarto masing-masing sejumlah Rp20.000.000 (dua puluh juta rupiah). Sedangkan untuk 21 orang anggota banggar masing-masing sebesar Rp5.000.000 (lima juta rupiah).

Pada tanggal 29 November 2014, dilaksanakan rapat paripurna di Kantor DPRD Kabupaten Tulungagung yang mengesahkan RAPBD TA 2015 menjadi Peraturan Daerah Kabupaten Tulungagung Nomor 13 Tahun 2014 Tentang APBD TA 2015. Dalam rapat ini, terdakwa memerintahkan kepada masing-masing Fraksi agar jangan keras-keras dalam mengkritisi kinerja pemerintah daerah.
Menindak lanjuti kesepakatan sebelumnya, pada waktu-waktu yang tidak dapat diingat lagi pada tahun 2015, Hendry Setiawan memberikan uang secara bertahap yang seluruhnya sejumlah Rp1.000.000.000 (satu miliar rupiah) kepada Terdakwa di lingkungan kantor BPKAD Kabupaten Tulungagung. Sedangkan sisa uang yang dipegang Hnedry Setiawan diserahkan kepada Syahri Mulyo

b. Pengesahan APBD TA 2016.

Pada bulan September 2015, terdakwa Supriyon bersama Tim Banggar melakukan pembahasan RAPBD TA 2016 dengan TAPD. Untuk memperlancar pembahasan RAPBD tersebut, terdakwa bersama dengan Imam Kambali, Adib Makarim dan Agus Budiarto masing-masing selaku Wakil Ketua DPRD Kabupaten Tulungagung melakukan pertemuan setengah kamar antara Terdakwa Supriyono, Imam Kambali, Adib Makarim dan Agus Budiarto dengan Hendry Setiawan dan Sudigdo. Selanjutnya Terdakwa Supriyono menemui Hendry Setiawan untuk meminta uang ketok palu seperti tahun sebelumnya sejumlah Rp1.000.000.000 (satu  miliar rupiah).

Selain permintaan uang ketok palu tersebut, terdakwa Supriyono dan Imam Kambali, Adib Makarim dan Agus Budiarto meminta uang ketok palu khusus sebagai jatah hanggar, dan disepakati untuk Ketua Banggar sejumlah Rp25.000.000 (dua puluh lima juta rupiah), 3 orang wakil masing-masing sejumlah Rp20.000.000 (dua puluh juta rupiah), sedangkan untuk 21 orang anggota banggar masing-masing sejumlah Rp5.000.000 (lima juta rupiah). Untuk teknis pemberiannya akan dikoordinasikan oleh Imam  Kambali, Hendry Setiawan, Yamani selaku staf BPKAD dan Budi Fatahillah Mansyur selaku Sekretaris DPRD Kabupaten Tulungagung.

Menindaklanjuti permintaan terdakwa, selanjutnya Hendry Setiawan menyampaikan permintaan Terdakwa tersebut kepada Syahri Mulyo. Atas laporan itu, Syahri Mulyo memerintahkan Hendry Setiawan untuk memenuhi permintaan Terdakwa dan mencari sumber pembiayaannya.

Setelah terdakwa mendapat kepastian tentang uang ketok palu sejumlah Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) kemudian Terdakwa bersama dengan anggota Banggar lainnya bersama TAPD membahas RAPBD TA 2016, dimana Terdakwa mengatur semua kendali pengesahan APBD TA 2016.

Guna merealisasikan permintaan terdakwa terkait uang ketok palu pengesahan APBD TA 2016, Hendry Setiawan meminta sejumlah uang kepada Sutrisnoo selaku Kepala Dinas PUPR. Pada waktu yang sudah tidak dapat diingat lagi pada akhir tahun 2015, Sutrisno melalui Sukarji  menyerahkan uang sejumlah Rp3.800.000.000 (tiga miliar delapan ratus juta rupiah) kepada Hendry Setiawan di Kantor BPKAD Kabupaten Tulungagung. Setelah menerima uang tersebut, selanjutnya Hendry Setiawan melaporkan kepada Syahri Mulyo

Atas persetujuan Syahri Mulyo, selanjutnya pada waktu yang tidak dapat diingat lagi sekitar tahun 2015, Hendry Setiawan memberikan uang secara bertahap yang seluruhnya sejumlah Rp1.000.000.000 (satu miliar rupiah) kepada Terdakwa di 'lingkungan kantor BPKAD Kabupaten Tulungagung dan di Pendopo Bupati. Sedangkan sisa uang yang dipegang Hendry Setiawan diserahkan kepada Syahri Mulyo

Masih tahun 2015, bertempat di Kantor DPRD Kabupaten Tulungagung, Terdakwa bersama-sama dengan anggota banggar lainnya juga menerima uang jatah banggar terkait pengesahan APBD TA 2016 dari Syahri Mulyo melalui Budi Fatahillah Mansyur dengan perincian, untuk terdakwa selaku Ketua Banggar sejumlah Rp25.000.000 (dua puluh lima juta rupiah), 3 orang wakil ketua banggar yakni Imam Kambali, Adib Makarim dan Agus Budiarto masing-masing sejumlah Rp20.000.000 (dua puluh juta rupiah), sedangkan untuk 21 orang anggota banggar masing-masing sejumlah Rp5.000.000 (lima juta rupiah).
Pada tanggal 30 November 2015, bertempat di Kantor DPRD Kabupaten Tulungagung dengan dihadiri oleh Terdakwa dan Anggota DPRD lainnya, dilaksanakan rapat paripurna untuk mengesahkan RAPBD TA 2016 menjadi Peraturan Daerah Kabupaten Tulungagung Nomor 18 Tahun 2015 Tentang APBD TA 2016.

c. Pengesahan APBD TA 2017.

Pada sekira Bulan September 2016, dilaksanakan pembahasan RAPBD TA 2017 antara TAPD dengan DPRD Kabupaten Tulungagung. Sebagaimana tahun-tahun sebelumnya, terdakwa Supriyono menemui Hendry Setiawan dan menyampaikan bahwa untuk memperlancar pembahasan APBD TA 2017, harus memberikan uang ketok palu kepada terdakwa sejumlah Rp1.000.000.000 (satu miliar rupiah).

Selain permintaan uang ketok palu tersebut, terdakwa Supriyono dan Imam Kambali, Adib Makarim dan Agus Budiarto meminta uang ketok palu khusus sebagai jatah banggar, dan disepakati untuk Ketua Banggar sejumlah Rp25.000.000.00 (dua puluh lima juta rupiah), 3 orang wakil masing-masing sejumlah Rp20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah), sedangkan untuk 21 orang anggota banggar masing-masing sejumlah Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah). Untuk teknis pemberiannya akan dikoordinasikan oleh Imam Kambali, HendrySetiawan, Yamani selaku staf BPKAD dan Budi Fatahillah Mansyur selaku Sekretaris DPRD Kabupaten Tulungagung.

Menindaklanjuti permintaan Terdakwa, selanjutnya Hendry Setiawan menyampaikan permintaan tersebut kepada Syahri Mulyo. Atas laporan itu, Syaahri Mulyo memerintahkan Hendry Setiwan untuk memenuhi permintaan Terdakwa dan mencari sumber pembiayaannya.

Setelah Terdakwa mendapat kepastian tentang uang ketok palu sejumlah Rp1.000.000.000  (satu miliar rupiah), kemudian tim Banggar bersama TAPD membahas RAPBD TA 2017, dimana Terdakwa mengatur semua kendali pengesahan dan jadwal pengesahan APBD TA 2017.

Guna merealisasikan permintaan Terdakwa terkait uang ketok palu pengesahan APBD TA 2017, Hendry Setiawan meminta sejumlah uang kepada Sutrisno selaku Kepala Dinas PUPR. Pada waktu yang sudah tidak dapat diingat lagi pada tahun 2016, Sutrisno melalui Sukarji menyerahkan uang sejumlah Rp5.500.000.000 (lima miliar lima ratus juta rupiah) kepada Hendry Setiawan di Kantor BPKAD Kabupaten Tulungagung. Setelah menerima uang tersebut, selanjutnya Hendry Setiawan melaporkan kepada Syahri Mulyo

Atas persetujuan Syahri Mulyo, selanjutnya pada waktu-waktu yang sudah tidak dapat diingat lagi pada tahun 2016, Hendry Setiawan memberikan uang secara bertahap yang seluruhnya sejumlah Rp1.000.000.000 (satu miliar rupiah) kepada Terdakwa di lingkungan kantor BPKAD Kabupaten Tulungagung dan di Pendopo Bupati. Sedangkan sisa uang yang dipegang Hendry Setiawan diserahkan kepada Muyol

Masih pada sekira tahun 2016, bertempat di Kantor DPRD Kabupaten Tulungagung, Terdakwa bersama-sama dengan anggota banggar lainnya juga menerima uang jatah banggar terkait pengesahan APBD TA 2017 dari Syahri Mulyo melalui Imam Kambali dengan perincian untuk Terdakwa selaku Ketua Banggar sejumlah Rp25.000.000 (dua puluh lima juta rupiah), 3 orang wakil ketua banggar yakni Imam Kambali, Adib Makarim dan Agus Budiarto masing-masing sejumlah Rp20.000.000 (dua puluh juta rupiah), sedangkan untuk 21 orang anggota banggar masing-masing sejumlah Rp5.000.000 (lima juta rupiah).

Pada tanggal 25 November 2016, bertempat di kantor DPRD Kabupaten Tulungagung dengan dihadiri oleh Terdakwa dan Anggota DPRD lainnya, dilaksanakan rapat paripurna untuk mengesahkan RAPBD TA 2017 menjadi Peraturan Daerah Kabupaten Tulungagung Nomor 16 Tahun 2017 Tentang APBD TA 2017.


 d. Pengesahan APBD TA 2018.

Pada Bulan September 2017, dilaksanakan pembahasan RAPBD TA 2018 antara TAPD dengan DPRD Kabupaten Tulungagung. Sebagaimana tahun-tahun sebelumnya, Terdakwa menemui Hendry Setiwan menyampaikan bahwa untuk memperlancar APBD TA 2018 harus memberikan uang ketok palu sejumlah Rp1.000.000.000 (satu miliar rupiah) kepada Terdakwa.

Selain permintaan uang ketok palu tersebut, Terdakwa dan Imam Kambali, Agus Budiarto dan Adib Makarim meminta uang ketok palu khusus sebagai jatah banggar, dan disepakati untuk Ketua Banggar sejumlah Rp25.000.000 (dua puluh lima juta rupiah), 3 orang wakil masing-masing sejumlah Rp20.000.000 (dua puluh juta rupiah), sedangkan untuk 21 orang anggota banggar masing-masing sejumlah Rp5.000.000 (lima juta rupiah). Untuk teknis pemberiannya akan dikoordinasikan oleh Imam Kambali, Hendry Setiwan, Yamani selaku staf BPKAD dan Budi Fatahillah Mansyur selaku Sekretaris DPRD Kabupaten Tulungagung.

Menindaklanjuti pemintaan Terdakwa, selanjutnya Hendry Setiwan menyampaikan permintaan tersebut kepada Syahri Mulyo. Atas laporan itu, Syahri Mulyo memerintahkan Hendry Setiwan untuk memenuhi permintaan Terdakwa dan mencari sumber pembiayaannya.

Setelah Terdakwa mendapat kepastian tentang uang ketok palu sejumlah Rp1.000.000.000 (satu miliar rupiah), kemudian Banggar bersama TAPD membahas RAPBD TA 2018, dimana Terdakwa mengatur semua kendali pengesahan dan jadwal pengesahan APBD TA 2018.

Guna merealisasikan permintaan Terdakwa terkait uang ketok palu pengesahan APBD TA 2018. Hendry Setiwan meminta sejumlah uang kepada Sutrisno selaku Kepala Dinas PUPR. Pada waktu yang sudah tidak ingat lagi pada tahun 2017, Sutrisno melalui Skarji menyerahkan uang sejumlah Rp3.500.000.000 (tiga miliar lima ratus juta rupiah) kepada Hendry Setiwan di Kantor BPKAD Kabupaten Tulungagung. Atas penerimaan uang itu, selanjutnya Hendry Setiwan melaporkan kepada Syahri Mulyo terkait rencana pemberian uang kepada Terdakwa sejumlah Rp1.000.000.000 (satu miliar rupiah).

Masih pada sekira tahun 2017, bertempat di kantor DPRD Kabupaten Tulungagung, Terdakwa bersama-sama dengan anggota banggar lainnya juga menerima uang jatah banggar terkait pengesahan APBD TA 2018 dari Syahri Mulyo melalui Budi Fatahillah Mansyur dengan perincian, untuk Terdakwa selaku Ketua Banggar sejumlah Rp25.000.000  (dua puluh lima juta rupiah), 3 orang wakil ketua banggar yakni Imam Kambali, Agus Budiarto dan Adib Makarim  masing-masing sejumlah Rp20.000.000 (dua puluh juta rupiah), sedangkan untuk 21 orang anggota banggar masing-masing sejumlah Rp5.000.000  (lima juta rupiah).

Setelah ada kesepakatan pemberian uang ketok palu diatas, maka dilaksanakan rapat paripurna pada tanggal 29 November 2017, bertempat di Kantor DPRD Kabupaten Tulungagung dengan dihadiri oleh Terdakwa dan Anggota DPRD lainnya untuk mengesahkan RAPBD TA 2017 menjadi Peraturan Daerah Kabupaten Tulungagung Nomor 22 Tahun 2017 Tentang APBD TA 2018

Pada sekira bulan Juni 2018, Hendry Setiwan memberikan uang sejumlah Rp500.000.000 (lima ratus juta rupiah) kepada Terdakwa melalui Budi Fatahillah Mansyur di kantor BPKAD Kabupaten Tulungagung yang selanjutnya atas perintah Terdakwa, uang tersebut diserahkan kepada ajudan Terdakwa. Sedangkan kekuranganya sejumlah Rp500.000.000 (lima ratus juta rupiah) belum sempat diberikan kepada Terdakwa karena Syahri Mulyo tertangkap tangan oleh KPK.
Terdakwa mengetahui atau setidak-tidaknya patut menduga bahwa penerimaan uang secara bertahap dari Syahri Mulyo selaku Bupati Tulungagung melalui Hendry Setiwan yang jumlah seluruhnya sebesar Rp3.600.000.000 (tiga miliar enam ratus juta rupiah) atau sekitar sejumtah tersebut.

Bahwa hal itu bertentangan dengan kewajiban Terdakwa selaku Ketua DPRD sekaligus Ketua Banggar DPRD Kabupaten Tulungagung sebagaimana ketentuan yang dimaksud dalam Pasal 400 ayat (3) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2018 Tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

“Perbuatan Terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 12 huruf a (atau Pasal 11) Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UndangUndang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke- 1 KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana,” ucap JPU KPK Mufti Nur Irawan

Kemudian JPU KPK Mufti Nur Irawan menguraikan perbuatan terdakwa terkait penerimaan uang selain uang ketok palu untuk pengesahan APBD Kabupaten Tulungaguung.

JPU KPK Mufti Nur Irawan mengatakan, bahwa terdakwa melakukan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri sehingga merupakan beberapa kejahatan, menerima gratifikasi berupa uang tunai yang totalnya sebesar Rp1.050.000.000 (satu miliar lima puluh lima juta rupiah) atau sekitar sejumlah tersebut, dengan perincian ;

“Menerima dari Matyani sejumlah Rp250.000.000 (dua ratus lima puluh juta rupiah), dari Sutrisno melalui Sukarji sejumlah Rp700.000.000 (tujuh ratus juta rupiah), dari Suharno sejumlah Rp100.000.000 (seratus ratusjuta rupiah)” ungkap JPU KPK ini

Penerimaan uang oleh terdakwa berhubungan dengan jabatannya selaku Ketua DPRD Kabupaten Tulungagung sebagaimana ketentuan yang dimaksud dalam Pasal 5 angka 4 dan angka 6 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi Kolusi dan Nepotisme yang dilakukan dengan cara sebagai berikut:

Pada tahun 2013, Terdakwa dilantik sebagai Ketua DPRD Kabupaten Tulungagung berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Jawa Timur Nomor: 171 .407/1 02/011/2013 tanggal  28 Maret 2013 Tentang Peresmian Pemberhentian dan Pengangkatan Pengganti Antar Waktu Pimpinan DPRD Kabupaten Tulungagung.

Pada tahun 2014, Terdakwa dilantik kembali sebagai Ketua DPRD Kabupaten Tulungagung berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Jawa Timur Nomor 171.407/721/011/2014 Tanggal 06 Oktober 2014 tentang Peresmian Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Tulungagung Masa Jabatan 2014 – 2019

Pada tahun 2012, Syahri Mulyo yang sedang mencalonkan diri menjadi Bupati Tulungagung membuat komitmen dengan Terdakwa, jika Syahri Mulyo terpilih menjadi Bupati, maka Terdakwa akan dilibatkan dalam proses pelaksanaan anggaran, promosi dan mutasi pada Dinas Pekerjaan Umum dan Dinas Pendidikan Kabupaten Tulungagung.

Pada tahun 2013, setelah Syahri Mulyo dilantik menjadi Bupati Tulungagung, Terdakwa meminta Syahri Mulyo mengangkat Suharno yang merupakan orang kepercayaan Terdakwa untuk dilantik sebagai Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Tulungagung. Setelah Suharno menjabat sebagai Kepala Dinas Pendidikan, Terdakwa mengontrol kebijakan Kepala Dinas Pendidikan yang salah satunya adalah pengisian jabatan Kepala Sekolah.

Masih di tahun 2013, Matyani selaku Guru SMP Bandung 3 Tulungagung yang juga orang kepercayaan Terdakwa, menghubungi orang-orang yang berminat untuk dipromosikan menjadi kepala sekolah diantaranya Suparlan, Kardiyanto, Syamsuri, Sri Wahyuni, Efendy Sumaini, Nanang Supriyanto dan Tarmuji

Selanjutnya terhadap calon kepala sekolah tersebut diminta memberikan uang dengan perincian sebagai berikut:
1. S Suparlan sejumlah Rp55.000.000 (lima puluh lima juta rupiah).
2. Kardiyanto sejumlah Rp55.000.000 (lima puluh lima juta rupiah).
3. Syamsuri sejumlah Rp50.000.000 (lima puluhjuta rupiah).
4. Sri Wahyuni sejumlah Rp100.000.000 (seratusjuta rupiah).
5. Efendy Sumaini sejumlah Rp40.000.000 (empat puluh juta rupiah).
6. Nanang Supriyanto sejumlah Rp40.000.000 (empat puluh juta rupiah).
7. Tarmuji sejumlah Rp55.000.000 (lima puluh lima juta rupiah). Sehingga total uang yang terkumpul sejumlah Rp395.000.000 (tiga ratus sembilan puluh lima juta rupiah).

“Kemudian pada sekira tahun 2013, bertempat di kantor DPRD Kabupaten Tulungagung, uang sebesar Rp250.000.000 sedangkan sisanya dibawa oleh Matyani,” ungkap JPU KPK

Selanjutnya bertempat di Karaoke Dinasty Tulungagung, Terdakwa Supriyono melakukan pertemuan sebanyak dua kali dengan Matyani, Suparlan, Kardiyanto, Haryo Dewanto dan Stamsuri. Pada pertemuan tersebut, Terdakwa Supriyono berkomitmen akan membantu seluruh Kepala Sekolah yang hadir.

Antara tahun 2014 – 2015, bertempat di kantor DPRD Kabupaten Tulungagung, Terdakwa juga menerima uang dari Suharno selaku Kepala Dinas Pendidikan sejumlah Rp100.000.000 (seratus juta rupiah) yang berasal dari fee proyek pada Dinas Pendidikan.

Pada sekira tahun 2014 - 2018 Terdakwa juga menerima uang di rumahnya dari Sutrisno selaku Kepala Dinas PUPR melalui Sukarji selaku Kabid Binamarga Dinas PUPR Kabupaten Tulung Agung secara bertahap yang seluruh sejumlah Rp700.000.000 (tujuh ratus juta rupiah) yang bersumber dari para penyedia barangaasa yang mengerjakan proyek di Dinas PUPR yaitu:

1. Pada sekira tahun 2014, menerima uang sejumlah Rp150.000.000 (seratus lima puluh lima juta rupiah).
2. Pada sekira tahun 2015, menerima uang sejumlah Rp150.000.000 (seratus lima puluh lima juta rupiah).
3. Pada sekira tahun 2016 menerima uang sejumlah Rp150.000.000 (seratus lima puluh lima juta rupiah).
4. Pada sekira tahun 2017 menerima uang sejumlah Rp150.000.000 (seratus lima puluh lima juta rupiah).
5. Pada sekira tahun 2018. menerima uang sejumlah Rp100.000.000 (seratus juta rupiah).

Bahwa sejak menerima uang yang seluruhnya sebesar Rp1.050.000.000,00 (satu miliar lima puluh lima juta rupiah), terdakwa tidak melaporkan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sampai dengan batas waktu 30 (tiga puluh) hari sebagaimana yang dipersyaratkan dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Padahal penerimaan itu tidak ada atas hak yang sah menurut hukum. Bahwa perbuatan Terdakwa menerima gratifikasi dalam bentuk uang yang seluruhnya sebesar Rp1.050.000.000 (satu miliar lima puluh lima juta rupiah) atau sekitar sejumlah tersebut, haruslah dianggap sebagai suap karena berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan kewajiban serta tugas Terdakwa selaku pegawai negeri atau Penyelenggara Negara yaitu sebagai Ketua DPRD Kabupaten Tuiungagung sebagaimana ketentuan yang tertuang dalam :

a. Pasal 5 angka 4 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi. Kolusi dan Nepotisme yang menyatakan Setiap penyelenggara Negara berkewajiban untuk tidak meiakukan korupsi. kolusi dan nepotisme.

b. Pasal 5 angka 5 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara rang Bersih dan Bebas dari Korupsi. Kolusi dan Nepotisme yang menyatakan Setiap penyelenggara negara berkewajiban untuk melaksanakan tugas dengan penuh rasa tanggung jawab dan tidak melakukan perbuatan tercela tanpa pamrih untuk kepentingan pribadi. keluarga, kroni maupun kelompok dan tidak mengharapkan imbalan dalam bentuk apapun yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku.

“Perbuatan Terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana menurut Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 65 ayat (1) KUHPidana,” ucap JPU KPK diakhir surat dakwaannya. (Jen)

Posting Komentar

Tulias alamat email :

 
Top