Ben Hardjon, Penasehat Hukum terdakwa : Kami akan menggugat Bank Jatim apabila pemblokiran Rekning terdakwa belum dibuka, karena ini adalah pelaanggaran
BERITAKORUPSI.CO – Harapan Zaenal Abidin selaku Kepala Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga (DPUBM) Kabupaten Mojokerto untuk bebas dari penjara karena terseret kasus dugaan Tindak Pidana Korupsi suap pada tahun 2015 – 2016 dari pengusaha kontraktor yaitu Hedrawan Maruszma sebesar Rp1.270.000.000 (satu milyar dua ratus tujuh puluhjuta rupiah) yang disampaikan terdakwa lewat Eksepsi atau kebertan atas surat dakwaan JPU KPK melalui Tim Penasehat Hukumnya pada pekan lalu, ditolak Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Surabaya, pada Kamis, 18 Juni 2020
Dalam sidang perkara Tindak Pidana Korupsi Nomor 39/Pid.Sus/TPK/2020/PN.Sby dengan terdakwa Zaenal Abidin, digelar di ruang sidang Candra Pengadilan Tipikor Surabaya Jalan Raya Juanda, Sidoarjo (Kamis, 18 Juni 2020) dengan agenda pembacaan surat putusan Sela oleh Majelis Hakim yang diketuai Dede Suryaman, SH., MH dengan dibantu 2 hakim anggota (Ad Hock), yaitu DR. Andriano, SH., MH dan John Desta, SH., MH serta Paanitra Pengganti (PP) Wantiyah, SH. Sementara terdakwa didampingi Tim Penasehat Hukumnya yang terdiri dari Ben Hardjon, Nanik Nurhayati dan M. Tahir.
Dalam putusan Sela, dengan tegas Majelis Hakim mengatakan, menolak keberatan dari Penasehat Hukum terdakwa. Pertimbangan Majelis Hakim adalah, bahwa keberatan penasehaat Hukum terdakwa sudah masuk pada pokok perkara, sementara surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum sudah menyebutkan dengan jelas tentang identitas, jabatan dan perbuatan terdakwa.
Dalam sidang perkara Tindak Pidana Korupsi Nomor 39/Pid.Sus/TPK/2020/PN.Sby dengan terdakwa Zaenal Abidin, digelar di ruang sidang Candra Pengadilan Tipikor Surabaya Jalan Raya Juanda, Sidoarjo (Kamis, 18 Juni 2020) dengan agenda pembacaan surat putusan Sela oleh Majelis Hakim yang diketuai Dede Suryaman, SH., MH dengan dibantu 2 hakim anggota (Ad Hock), yaitu DR. Andriano, SH., MH dan John Desta, SH., MH serta Paanitra Pengganti (PP) Wantiyah, SH. Sementara terdakwa didampingi Tim Penasehat Hukumnya yang terdiri dari Ben Hardjon, Nanik Nurhayati dan M. Tahir.
Dalam putusan Sela, dengan tegas Majelis Hakim mengatakan, menolak keberatan dari Penasehat Hukum terdakwa. Pertimbangan Majelis Hakim adalah, bahwa keberatan penasehaat Hukum terdakwa sudah masuk pada pokok perkara, sementara surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum sudah menyebutkan dengan jelas tentang identitas, jabatan dan perbuatan terdakwa.
Selain itu, Majelis Hakim juga menyebutkan, bahwa KPK adalah penyidik
yang sah menurut hukum. Dan juga Majelis Hakim memberikan kesempatan
kepada Penasehat Hukum terdakwa untuk membukikannya dalam persidangan.
“Menolak keberatan penasehat hukum terdakwa, memerintahkan kepada Jaksa untuk menghadirkan saksi-saki pada persidangan” ucap Ketua Majelis Hakim Dede Suryaman, SH., MH
Atas putusan dari Majelis Hakim, Tim Penasehat Hukum terdakwa tidak keberatan. Karena memang sejak awal Penasehat Hukum terdakwa menyadari bahwa Eksepsinya tidak mungkin dikabulkan.
“Menolak keberatan penasehat hukum terdakwa, memerintahkan kepada Jaksa untuk menghadirkan saksi-saki pada persidangan” ucap Ketua Majelis Hakim Dede Suryaman, SH., MH
Atas putusan dari Majelis Hakim, Tim Penasehat Hukum terdakwa tidak keberatan. Karena memang sejak awal Penasehat Hukum terdakwa menyadari bahwa Eksepsinya tidak mungkin dikabulkan.
Namun oleh Tim Penasehat Hukum terdakwa, keberatan atau Eksepsi itu tetap disampaikan kepada Majelis Hakim agar perkara yang menyeret kliennya lebih jelas, dan juga menyampaikan keberatan atas pemblokiran rekening terdakwa di Bank Jatim Cabang Kab. Mojokerto sejak tahun lalu oleh KPK.
Dan di persidangan, JPU KPK menyampaikan bahwa rekening terdakwa sudah dibuka sejak Maret 2020. Namun kenyataannya, menurut Penasehat Hukum terdakwa, hingga saat ini rekening terdakwa belum dibuka dan surat yang dikirim oleh Penasehat Hukum terdakwapun ke Bank Jatim Cabang Kab. Mojokerto belum ditanggapi
Dan di persidangan, JPU KPK menyampaikan bahwa rekening terdakwa sudah dibuka sejak Maret 2020. Namun kenyataannya, menurut Penasehat Hukum terdakwa, hingga saat ini rekening terdakwa belum dibuka dan surat yang dikirim oleh Penasehat Hukum terdakwapun ke Bank Jatim Cabang Kab. Mojokerto belum ditanggapi
Sehingga tim Penasehat Hukum terdakwa
berencana untuk menggugat Bank Jatim Cabang Kab. Mojokerto ke Pengadilan
apabila rekning terdakwa masih di blokir. Hal ini disampaikan oleh Ben
Hardjon selaku Penasehat Hukum terdakwa kepada Wartawan sesuai
persidangan, Kamis, 18 Juni 2020
“Hingga saat ini masih di Blokir. Kami akan menggugat Bank Jatim dengan dasar dari KPK yang mengatakan sudah dibuka, tepi kenyataannya hingga saat ini belum. Surat kamipun belum ditanggapi oleh Bank Jatim Cabang Kabupaten Mojokerto,” kata Ben Hardjon
Seperti yang diberitakan sebelumnya. Terseretnya Zaenal Abidin selaku Kepala Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga (DPUBM) Kabupaten Mojokerto, adalah bermula pada saat Bupati Mojokerto Mustofa Kamal Pasa diseret KPK ke Pengadilan Tipikor Surabaya pada tahun 2018 oleh Jaksa dari Komisi Pemberantasn Korupsi (KPK, karena Mustofa Kamal Pasa menerima uang sauap sebesar Rp2.7 milliar terkait pemeberian 11 Ijin Prinsip Pemanfataan Ruang (IPPR) dan 11 Ijin Mendirikan Bangunan (IMB) yang diajukan oleh Onggo Wijaya pada tahun 2015
“Hingga saat ini masih di Blokir. Kami akan menggugat Bank Jatim dengan dasar dari KPK yang mengatakan sudah dibuka, tepi kenyataannya hingga saat ini belum. Surat kamipun belum ditanggapi oleh Bank Jatim Cabang Kabupaten Mojokerto,” kata Ben Hardjon
Seperti yang diberitakan sebelumnya. Terseretnya Zaenal Abidin selaku Kepala Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga (DPUBM) Kabupaten Mojokerto, adalah bermula pada saat Bupati Mojokerto Mustofa Kamal Pasa diseret KPK ke Pengadilan Tipikor Surabaya pada tahun 2018 oleh Jaksa dari Komisi Pemberantasn Korupsi (KPK, karena Mustofa Kamal Pasa menerima uang sauap sebesar Rp2.7 milliar terkait pemeberian 11 Ijin Prinsip Pemanfataan Ruang (IPPR) dan 11 Ijin Mendirikan Bangunan (IMB) yang diajukan oleh Onggo Wijaya pada tahun 2015
Dalam
perijinan Tower ini, selain Mustofa Kamal Pash, KPK menetapkan 5
terasngka yaitu 1. Onggo Wijaya selaku Direktur Pemasaran PT
Protelindo,; 2. Ockyanto dari PT Tower Bersama Infrastructure/Tower
Bersama Group,; 3. Nabiel Titawano selaku penyedia Jasa di PT Tower
Bersama Group,; 4. Ahmad Suhawi dan ke 5. Achmad Subhan (mantan Wakil
Bupati Malang).
Ke- 6 orang ini (Mustofa Kamal Pasha, Onggo Wijaya, Ockyanto, Nabiel
Titawano, Ahmad Suhawi dan Achmad Subhan) sudah divonis pidana penjara
pada tahun 2018 lalu dan putusan itu sudah berkekuatan hukum tetap
(Inckrah)
Sekalipun Mustofa Kamal Pasa selaku Bupati Mojokerto sudah divonis piadana penajara dalam kasus Korupsi suap pemberian ijinan Tower, saat ini Mustofa Kamal Pasa berstatus tersangka dalam perkara TPPU (Tindak Pidana Pencucian Uang)
Tapi anehnya, hingga saat ini KPK tak menuntaskan kasus Korupsi pemberian ijin tower, karena beberapa orang yang diduga terlibat didalamnya belum juga diseret ke Pengadilan Tipikor Surabaya untuk diadili. Pada hal putusan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Suarabaya dalam perkara Korupsi suap penerian ijin tower sudah berkekuatan hukum tetap (Inckrah).
Masyarakatpun menuding, bahwa pemberantasan Korupsi “berbau politik dan pilih tebang, dipilih untuk dipenjarakan” dalam perkara Korupsi yang ditangani KPK di Jawa Timur sejak 2017 lalu saat melakukan KPK melakukan tangkap tangan kepada Dirut PT PAL Surabaya.
Nyatanya, saat menjelang Pilkada (Pemilihan Kepala Daerah) atau Pemilihan Wali Kota Malang pada tahun 2018 lalu, KPK begitu bersemangat hingga dalam waktu singakat menyeret seluruh anggota DPRD Kota Malang yang berjumlah 42 dari 45 anggota DPRD Kota Malang periode 2014 – 2019 termasuk Moch. Antong selaku Wali Kota yang juga petahana dalam Pilwali Kota Malang untuk diadili di pengadilan Tipikor Surabaya
Sekalipun Mustofa Kamal Pasa selaku Bupati Mojokerto sudah divonis piadana penajara dalam kasus Korupsi suap pemberian ijinan Tower, saat ini Mustofa Kamal Pasa berstatus tersangka dalam perkara TPPU (Tindak Pidana Pencucian Uang)
Tapi anehnya, hingga saat ini KPK tak menuntaskan kasus Korupsi pemberian ijin tower, karena beberapa orang yang diduga terlibat didalamnya belum juga diseret ke Pengadilan Tipikor Surabaya untuk diadili. Pada hal putusan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Suarabaya dalam perkara Korupsi suap penerian ijin tower sudah berkekuatan hukum tetap (Inckrah).
Masyarakatpun menuding, bahwa pemberantasan Korupsi “berbau politik dan pilih tebang, dipilih untuk dipenjarakan” dalam perkara Korupsi yang ditangani KPK di Jawa Timur sejak 2017 lalu saat melakukan KPK melakukan tangkap tangan kepada Dirut PT PAL Surabaya.
Nyatanya, saat menjelang Pilkada (Pemilihan Kepala Daerah) atau Pemilihan Wali Kota Malang pada tahun 2018 lalu, KPK begitu bersemangat hingga dalam waktu singakat menyeret seluruh anggota DPRD Kota Malang yang berjumlah 42 dari 45 anggota DPRD Kota Malang periode 2014 – 2019 termasuk Moch. Antong selaku Wali Kota yang juga petahana dalam Pilwali Kota Malang untuk diadili di pengadilan Tipikor Surabaya
Dan saat ini, Moch. Anton dan 42 anggota DPRD
Kota Malang periode 2014 – 2019 sudah berstatus terpidan, sekalipun ada 2
terpidana yang mengajukan PK (Peninjaun Kembali), barangkali bernasib
mujur bisa diterima dan bebas dari status Koruptor
Anehnya, masih banyak kasus Korupsi yang ditangani KPK di Jawa Timur hingga saat ini belum tuntas, dimana pihak-pihak lain yang diduga terlibat karena terungkap dalam fakta persidangan maupun dalam putusan Majelis Hakim belum juga ditetaapkan sebagai terangka.
Diantaranya adalah kasus suap Ketua DPRD Kota Malang terkait proyek jembatan Kedungkandang Kota Malang tahun 2015 yang menyeret Hedrawan Maruszma, anak “alm. Mantan Jamwas Kejagung yang sudah divonis pidana penjara selama 2 tahun.
Kemudian kasus Korupsi suap tangkap tangan KPK terhadap Ketua DPRD Kota Mojokerto. Kasus suap tangkap tangan KPK terhadap Ketua Komis B DPRD Jatim dan Kepala Dinas Peternakan serta Kepala Dinas Pertanian Jawa Timur. Padahal, keterangan saksi-saksi yang terungkap dalam fakta persidangan, bahwa 9 dari 10 Kepala Dinas termasuk Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan yang saat ini menjabat sebagai Sekda Jawa Timur telah memberikan uang suap kepada Ketua Komis B DPRD. Namun hanya 4 Kepala Dinas yang diadaili yaitu Kepala Disperidang dan Kepala Dinas Koperasi setelah 1 tahun putusan Majelis Hakim
Anehnya, masih banyak kasus Korupsi yang ditangani KPK di Jawa Timur hingga saat ini belum tuntas, dimana pihak-pihak lain yang diduga terlibat karena terungkap dalam fakta persidangan maupun dalam putusan Majelis Hakim belum juga ditetaapkan sebagai terangka.
Diantaranya adalah kasus suap Ketua DPRD Kota Malang terkait proyek jembatan Kedungkandang Kota Malang tahun 2015 yang menyeret Hedrawan Maruszma, anak “alm. Mantan Jamwas Kejagung yang sudah divonis pidana penjara selama 2 tahun.
Kemudian kasus Korupsi suap tangkap tangan KPK terhadap Ketua DPRD Kota Mojokerto. Kasus suap tangkap tangan KPK terhadap Ketua Komis B DPRD Jatim dan Kepala Dinas Peternakan serta Kepala Dinas Pertanian Jawa Timur. Padahal, keterangan saksi-saksi yang terungkap dalam fakta persidangan, bahwa 9 dari 10 Kepala Dinas termasuk Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan yang saat ini menjabat sebagai Sekda Jawa Timur telah memberikan uang suap kepada Ketua Komis B DPRD. Namun hanya 4 Kepala Dinas yang diadaili yaitu Kepala Disperidang dan Kepala Dinas Koperasi setelah 1 tahun putusan Majelis Hakim
Tidak hanya itu. Kasus TPPU Bupati
Nganjuk Taufiqu Rahman, Kasus Koruspsi suap Bupati Jombang (Nyono),
kasus Korupsi suap Bupati Malang Rendra Kresna. Lalu bagaimana dengan
kasus yang menyeret Bupati Sidoarjo yang saat ini sendang diadili di
Pengadilan Tipikor karena kasus suap tangkap tangan KPK pada tanggal 7
Januari 2020?
Apakah KPK akan menuntaskan kasus ini atau “mempeti eskan” karena saat ini Indonesia dilanda Pandemi Covid-19????
Sementara dalam kasus Korupsi suap yang menyeret Zaenal Abidin selaku Kepala Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga (DPUBM) Kabupaten Mojokerto, bisa jadi akan menyeret beberapa orang lainnya, diantaranya Mustofa Kamal Pasa selaku Bupati Mojokerto, Hedrawan Maruszma anak “alm. Mantan Jaksa Agung Bidang Pengawasan Kejaksaan Agung RI”, kemudian Eryk Armando Talla.
Nama Eryk Armando Talla mungkin tak asing lagi di beberapa kalangan pejabat Jawa Timur maupun di beberapa media dan wartawan. Sebab, Eryk Arando Talla, yang disebut-sebut sebagai seorang pengusaha yang dekat dengan kalangan pejabat, banyak mengatur proyek-proyek pemerintahan di sejumlah daerah, termasuk di Pemkot dan Kabupaten Malang.
Keterlibatan Eryk Armando Talla dalam pengaturan proyek milik pemerintah (Kabupaten/Kota) di Jawa Timur, diantaranya di Kota Malang, Kabupaten Malang dan Kabupaten Mojokerto
Pada tanggal 17 April 2018, dalam persidangan kasus perkara korupsi suap dengan terdakwa Ketua DPRD Kota Malang periode 2014 – 2019 terungkap, keterlibatan Eryk Armando Talla dalam pengaturan proyek Jembatan Kedungkandang Kota Malang untuk dikerjakan oleh PT ENK milik Hedrawan Maruszma, sementara Lazuardi Firdaus mantan Pimpinan Redaksi Radar Malang (Group Jawa Pos) berperan mengatur pertemuan Eryk Armando Talla, Komisiaris PT ENK dengan Ketua DPRD Kota Malang bersama beberapa orang lainnya untuk membahas penganggaran proyek Jembatan Kedungkandang agar masuk dalam pembahasan Perubahan APBD Kota Malang TA 2015
Kemudian, keterlibatan Eryk Armando Talla dalam kasus perkara Korupsi suap Bupati Malang Rendra Kresna. Eryk Armando Talla terlibat pengaturan proyek APBD dengan melibatkan Hacker dalam proses lelang melalui LPSE (Layanan Pengadaan Secara Elektronik) oleh ULP (Unit Layanan Pengadaan) Barang/Jasa
Dalam kasus ini, Eryk Armando Talla hanya berstatus tersangka. Dan Eryk Armando Talla, berdasar informasi yang beredar, masih dicari banyak pihak.
Apakah KPK akan menuntaskan kasus ini atau “mempeti eskan” karena saat ini Indonesia dilanda Pandemi Covid-19????
Sementara dalam kasus Korupsi suap yang menyeret Zaenal Abidin selaku Kepala Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga (DPUBM) Kabupaten Mojokerto, bisa jadi akan menyeret beberapa orang lainnya, diantaranya Mustofa Kamal Pasa selaku Bupati Mojokerto, Hedrawan Maruszma anak “alm. Mantan Jaksa Agung Bidang Pengawasan Kejaksaan Agung RI”, kemudian Eryk Armando Talla.
Nama Eryk Armando Talla mungkin tak asing lagi di beberapa kalangan pejabat Jawa Timur maupun di beberapa media dan wartawan. Sebab, Eryk Arando Talla, yang disebut-sebut sebagai seorang pengusaha yang dekat dengan kalangan pejabat, banyak mengatur proyek-proyek pemerintahan di sejumlah daerah, termasuk di Pemkot dan Kabupaten Malang.
Keterlibatan Eryk Armando Talla dalam pengaturan proyek milik pemerintah (Kabupaten/Kota) di Jawa Timur, diantaranya di Kota Malang, Kabupaten Malang dan Kabupaten Mojokerto
Pada tanggal 17 April 2018, dalam persidangan kasus perkara korupsi suap dengan terdakwa Ketua DPRD Kota Malang periode 2014 – 2019 terungkap, keterlibatan Eryk Armando Talla dalam pengaturan proyek Jembatan Kedungkandang Kota Malang untuk dikerjakan oleh PT ENK milik Hedrawan Maruszma, sementara Lazuardi Firdaus mantan Pimpinan Redaksi Radar Malang (Group Jawa Pos) berperan mengatur pertemuan Eryk Armando Talla, Komisiaris PT ENK dengan Ketua DPRD Kota Malang bersama beberapa orang lainnya untuk membahas penganggaran proyek Jembatan Kedungkandang agar masuk dalam pembahasan Perubahan APBD Kota Malang TA 2015
Kemudian, keterlibatan Eryk Armando Talla dalam kasus perkara Korupsi suap Bupati Malang Rendra Kresna. Eryk Armando Talla terlibat pengaturan proyek APBD dengan melibatkan Hacker dalam proses lelang melalui LPSE (Layanan Pengadaan Secara Elektronik) oleh ULP (Unit Layanan Pengadaan) Barang/Jasa
Dalam kasus ini, Eryk Armando Talla hanya berstatus tersangka. Dan Eryk Armando Talla, berdasar informasi yang beredar, masih dicari banyak pihak.
Sejak Bupati Malang Rendra Kresna ditetapkan sebagai
tersangka pada tahun 2018, Eryk Armando Talla berada dalam perlindungan
KPK dan LPSK (Lembaga Perlindungan Saksi dan Korba) dengan pengawasan
serta pengawalan yang super ketat
Selain mendapat pengawalan, Eryk Armando Talla dilengkapi baju anti peluru seperti saat Armando Talla dihadirkan sebagai saksi di persidangan dengan pengawalan sejumlah petugas Brimob lengkap dengan senjata laras panjang.
Apakah Eryk Armando Talla yang dianggap sebagai orang penting ini akan dihadirkan sebagai saksi dalam perkara terdakwa Zaenal Abidin dengan pengawalan sejumlah petugas bersenjata laras panjang???
Selain mendapat pengawalan, Eryk Armando Talla dilengkapi baju anti peluru seperti saat Armando Talla dihadirkan sebagai saksi di persidangan dengan pengawalan sejumlah petugas Brimob lengkap dengan senjata laras panjang.
Apakah Eryk Armando Talla yang dianggap sebagai orang penting ini akan dihadirkan sebagai saksi dalam perkara terdakwa Zaenal Abidin dengan pengawalan sejumlah petugas bersenjata laras panjang???
Sementara Mustofa Kamal Pasa ternyata juga ikut menikmati uang suap sebesar Rp2.750.000.000 (dua miliar tujuh ratus lima puluh juta rupiah)
Uang suap yang totalnya sebesar Rp4.020.000.000 (empat milyar dua puluhjuta rupiah) ini adalah dari Hedrawan Maruszma. Pemberian uang suap oleh Hedrawan Maruszma terhadap terdakwa Zaenal Abidin dan Mustofa Kamal Pasa, terkait proyek APBD Kab. Mojokerto yang dikerjakan Hedrawan Maruszma. (Jen)
Posting Komentar
Tulias alamat email :