BERITAKORUPSI.CO – Dalam Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi, memang tidak menyebutkan nilai nominal kerugian negera ataupun uang suap yang diterima oleh pengawai negeri/penyelenggara negara. Yang ada adalah ancaman hukuman pidana penjara dan pidana denda serta pidana tambahan berupa membayar uang pengganti
Karena Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi lebih bertujuan untuk menyelamatkan kerugian keuangan negera akibat perbuatan tersangk/terdakwa. Dan tak sedikit perkara korupsi yang disidangkan di Pengadilan Tipikor Surabaya dengan jumlah kerugian keuangan negara sebesar puluhan juta.
Bahkan tak sedikitpula tersangka/terdakwa yang diseret oleh Jaksa kehadapan Hakim untuk diadili karena tertangkap tangan oleh pihak Kepolisian saat menerima uang yang jumlahnya hanya jutaan ataupun puluhan juta rupiah.
Seperti yang dialami oleh Tiga perangkat Desa Desa Sugihwaras, Kecamatan Ngancar, Kabupaten Kediri yaitu Eko Arifiono, SE Bin Gatot Supriadi selaku Kepala Dusun (Kasun), dan Didik Masal Purniawan Alias Didik Bin Marsidin selaku Plt. Sekretaris Desa (Sekdes) serta Sukemi Bin Tumidi selaku Kepala Desa (Kades), yang menerima uang sebesar Rp14 juta dari Bambang pada tahun 2018 yang mengurus surat tanah letter C Desa pada tahun 2018 lalu milik Sri Haryani
Selasa, 2 Juni 2020, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Surabaya memvonis pidana penjara selama 1 tahun terhadapa Tiga perangkat Desa Sugihwaras, Kecamatan Ngancar, Kabupaten Kediri, yaitu Eko Arifiono, SE Bin Gatot Supriadi selaku Kepala Dusun (Kasun), dan Didik Masal Purniawan Alias Didik Bin Marsidin selaku Plt. Sekretaris Desa (Sekdes) serta Sukemi Bin Tumidi selaku Kepala Desa (Kades) karena dianggap terbukti melakukan Tindak Pidana Korupsi menerima uang suap sebesar Rp14 juta dari Bambang Haryanto terkait pengurusan surat tanah letter C Desa pada tahun 2018 lalu milik Sri Haryani
Oleh Majelis Hakim, terdakwa Eko Arifiono, Didik Masal Purniawan dan Sukemi dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam dalam dakwaan Subsider, yaitu pasal 11 UU No. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No. 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas UU no 31 tahun 1999 tentang Pcmberantasan Tindak Pidana Kompsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP
Hukuman pidana penjara terhadap terdakwa I, Eko Arifiono, SE Bin Gatot Supriadi dan terdakwa II, Didik Masal Purniawan Alias Didik Bin Marsidin serta terdakwa III, Sukemi Bin Tumidi dibacakan oleh Majelis Hakim di ruang sidang Candra Pengadilan Tipikor Surabaya Jalan Raya Juanda, Sidarjo (Selasa, 2 Juni 2020) melalui Vidio Conference (Vicon) yang diketuai Hisbullah Idris, SH., MH dengan dibantu 2 (dua) Hakim anggota (Ad Hock), yaitu Dr. Andriano, SH., MH dan John Dista, SH., MH yang dihadiri Tim Penasehat Hukumnya, yaitu Hakim Yunizar, Mahendra dan Antony L.J Ratag. Maupun JPU (Jaksa Penuntut Umum) Deni dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Kediri, sementara Ketiga terdakwa berada di Rutan Kejati Jawa Timur
“Menghukum terdakwa I Eko Arifiono, SE Bin Gatot Supriadi, terdakwa II Didik Masal Purniawan Alias Didik Bin Marsidin dan terdakwa III, Sukemi Bin Tumidi oleh karena itu dengan pidana penjara selama 1 (satu) tahun, denda sebesar Rp50 juta. Dengan ketentuan, bilama denda tersebut tidak dibayar maka diganti dengan kurungan selama 1 bulan,” ucap Ketua Majelis Hakim.
Hukuman ini lebih ringan dari tuntutan JPU, yaitu masing-masing terdakwa dituntut pidana selama 2 dan 6 bulan serta denda masing-masing sebesar Rp100 juta subsider 3 bulan kurungan
Dan atas putusan ini, Ketiga terdakwa maupun JPU sama-sama mengatakan masih pikir-pikir, karena belum dpat memmutuskan apakah menerima atau banding. Sehingga Ketua Majelis Hakim memberikan waktu selam 7 hari kalender kepada kedua belah pihak untuk menentukan sikapnya.
Karena Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi lebih bertujuan untuk menyelamatkan kerugian keuangan negera akibat perbuatan tersangk/terdakwa. Dan tak sedikit perkara korupsi yang disidangkan di Pengadilan Tipikor Surabaya dengan jumlah kerugian keuangan negara sebesar puluhan juta.
Bahkan tak sedikitpula tersangka/terdakwa yang diseret oleh Jaksa kehadapan Hakim untuk diadili karena tertangkap tangan oleh pihak Kepolisian saat menerima uang yang jumlahnya hanya jutaan ataupun puluhan juta rupiah.
Seperti yang dialami oleh Tiga perangkat Desa Desa Sugihwaras, Kecamatan Ngancar, Kabupaten Kediri yaitu Eko Arifiono, SE Bin Gatot Supriadi selaku Kepala Dusun (Kasun), dan Didik Masal Purniawan Alias Didik Bin Marsidin selaku Plt. Sekretaris Desa (Sekdes) serta Sukemi Bin Tumidi selaku Kepala Desa (Kades), yang menerima uang sebesar Rp14 juta dari Bambang pada tahun 2018 yang mengurus surat tanah letter C Desa pada tahun 2018 lalu milik Sri Haryani
Selasa, 2 Juni 2020, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Surabaya memvonis pidana penjara selama 1 tahun terhadapa Tiga perangkat Desa Sugihwaras, Kecamatan Ngancar, Kabupaten Kediri, yaitu Eko Arifiono, SE Bin Gatot Supriadi selaku Kepala Dusun (Kasun), dan Didik Masal Purniawan Alias Didik Bin Marsidin selaku Plt. Sekretaris Desa (Sekdes) serta Sukemi Bin Tumidi selaku Kepala Desa (Kades) karena dianggap terbukti melakukan Tindak Pidana Korupsi menerima uang suap sebesar Rp14 juta dari Bambang Haryanto terkait pengurusan surat tanah letter C Desa pada tahun 2018 lalu milik Sri Haryani
Oleh Majelis Hakim, terdakwa Eko Arifiono, Didik Masal Purniawan dan Sukemi dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam dalam dakwaan Subsider, yaitu pasal 11 UU No. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No. 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas UU no 31 tahun 1999 tentang Pcmberantasan Tindak Pidana Kompsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP
Hukuman pidana penjara terhadap terdakwa I, Eko Arifiono, SE Bin Gatot Supriadi dan terdakwa II, Didik Masal Purniawan Alias Didik Bin Marsidin serta terdakwa III, Sukemi Bin Tumidi dibacakan oleh Majelis Hakim di ruang sidang Candra Pengadilan Tipikor Surabaya Jalan Raya Juanda, Sidarjo (Selasa, 2 Juni 2020) melalui Vidio Conference (Vicon) yang diketuai Hisbullah Idris, SH., MH dengan dibantu 2 (dua) Hakim anggota (Ad Hock), yaitu Dr. Andriano, SH., MH dan John Dista, SH., MH yang dihadiri Tim Penasehat Hukumnya, yaitu Hakim Yunizar, Mahendra dan Antony L.J Ratag. Maupun JPU (Jaksa Penuntut Umum) Deni dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Kediri, sementara Ketiga terdakwa berada di Rutan Kejati Jawa Timur
“Menghukum terdakwa I Eko Arifiono, SE Bin Gatot Supriadi, terdakwa II Didik Masal Purniawan Alias Didik Bin Marsidin dan terdakwa III, Sukemi Bin Tumidi oleh karena itu dengan pidana penjara selama 1 (satu) tahun, denda sebesar Rp50 juta. Dengan ketentuan, bilama denda tersebut tidak dibayar maka diganti dengan kurungan selama 1 bulan,” ucap Ketua Majelis Hakim.
Hukuman ini lebih ringan dari tuntutan JPU, yaitu masing-masing terdakwa dituntut pidana selama 2 dan 6 bulan serta denda masing-masing sebesar Rp100 juta subsider 3 bulan kurungan
Dan atas putusan ini, Ketiga terdakwa maupun JPU sama-sama mengatakan masih pikir-pikir, karena belum dpat memmutuskan apakah menerima atau banding. Sehingga Ketua Majelis Hakim memberikan waktu selam 7 hari kalender kepada kedua belah pihak untuk menentukan sikapnya.
Kasus ini menarik dan
juga menjadi pertanyaan. Menariknya, karena Ketiga terdakwa ini
ditangkap atau yang lebih dikenal di masyararakat adalah OTT (Operasi
Tangkap Tangan) oleh anggota Polres Kabupaten Kediri pada tanggal 12
Oktober 2018 lalu, beberapa menit setelah Bambang Haryanto meletakan
amplop berwarna coklat berisi uang sebesaar Rp14 juta di atas meja
Kantor Desa Ngancar, setelah Bambang Haryanto mengambil uang sebanyak
satu juta rupaih lalu kemudian keluar dari ruang Kantor Desa dan
menelopon seseorang.
Uang yang yang diletakan Bambang Haryanto diatas meja Kantor Desa Sugihwaras adalah uang pribadinya (Bambang Haryanto), bukan dari Sri Haryani. Memang Sri Haryani meminta bantuan Bambang Haryanto mengurus surat pecah tanah letter C Desa untuk pengurusan SHM (Sertifikat Hak Milik)
Uang yang yang diletakan Bambang Haryanto diatas meja Kantor Desa Sugihwaras adalah uang pribadinya (Bambang Haryanto), bukan dari Sri Haryani. Memang Sri Haryani meminta bantuan Bambang Haryanto mengurus surat pecah tanah letter C Desa untuk pengurusan SHM (Sertifikat Hak Milik)
Pertanyaannya. Mengapa kasus Korupsi Pungli (Pungutan Liar) Tangkap Tangan ini baru disidangkan di Pengadilan Tipikor Surabaya pada Februari 2020, sementara penangkapan yang dilakukan oleh anggota Polres Kabupaten Kediri sudah adalah pada tanggal 12 Oktober 2018 ?
Pertanyaannya kemudian. Siapa sosok Bambang Haryanto? Apa hubungan Bambang Haryanto dengan pihak Kepolisian di Polres Kediri, sehingga Bambang Haryanto selaku pemberi uang kepada pejabat Desa Sugihwaras tidak turut dijadikan sebagai tersangka?
Apakah memang Bambang Haryanto sengaja memberikan uang itu kepada Ketiga Perangkat Desa untuk dapat ditangkap Polisi ?
Apakah penarapan hukum dalam Undang-Undang No. 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korusi hanya mengatur tentang pegawai negeri atau penyelanggara negara yang menerima suap sebagaimana diatur dan diancam dalam pasal 11, sementara si pemberi “wajib diselamatkan?”. Padahal sangat jelas, si pemberi dapat dijerat sebagaimana diatur dalam pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf, atau pasal 13 Undang-Undang No. 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korusi
Pasal 5 ayat (1) berbunyi ; Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) setiap orang yang :
huruf a berbunyi ; memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuatsesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya;
huruf b berbunyi ; memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara karena atau berhubungan dengan sesuatu yang bertentangan dengan kewajiban, dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatannya.
Sedangkan pasal 13 berbunyi : Setiap orang yang memberikan hadiah atau janji kepada pegawai negeri dengan mengingat kekuasaan atau wewenang yang melekat pada jabatan atau kedudukannya, atau oleh pemberi hadiah atau janji dianggap melekat pada jabatan atau kedudukan tersebut, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) dan atau denda paling banyak Rp. 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).
Lalu mengapa Bambang Haryanto dan Sri Haryani hanya ibarat penonton sebuah pertunjukan yang duduk di VVIP dengan pengawalan? Apakah kedua sosok (Bambang Haryanto dan Sri Haryani) ibarat “kail dan umpan untuk memancing dilaut yang kering?”
Karena Ketiga terdakwa (Eko, Didik dan Sukemi) divonis bersalah meneima suap sebagaimana dalam pasal 11 Undang-Undang No. 31/1999 jo UU No 20/2011 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korusi
Pasal 11 berbunyi ; Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau patut diduga, bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya, atau yang menurut pikiran orang yang memberikan hadiah atau janji tersebut ada hubungan dengan jabatannya.
Anehnya memang, dari beberapa kasus Korupsi suap tangkap tangan yang dilakukan oleh Kepolisian Khususnya di Jawa Timur, tak satupun si pemberi yang turut dijadikan sebagai tersangka.
Si pemberi dianggap sebagai “korban pemerasan” pungutan liar (Pungli) oleh para terangka/terdakwa. Anehnya, penyidik dan JPU sama-sama menjerat si tersangka dengan pasa 11 dan pasal itupuh dikuatkan dalam putusan Majelis Hakim.
Masyarakatpun mencurigai, bahwa penerapan hukum oleh aparat penegaak hukum dalam Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi, terlebih dengan terbitnya Peraturan Presiden (Perpres) No 87 Thn 2016 tentang Saber Pungli (Sapu Bersih Pungutan Liar) dapat dijadikan sebagai “ajang balas dendam” kepada pegawai negeri atau penyelanggara negara yang kelas “teri” untuk ditangkap dan diadili sebagai pelaaku Koruptor
Menanggapi peran Bambang Haryanto, JPU Deni dari Kejari Kabupaten Kediri berjanji, akan menyeret Bambang ke Pengadilan Tipikor setelah perkara ini mempunyai hukum tetap (Inckrah).
“Nanti, Kalau perkara ini sudah selesai (Inckrah) kita bawa ke sini (Pengadilan Tipikor),” kata JPU beberapa saat sebelum sidang dimulai.
Pertanyaannya kemudian. Siapa sosok Bambang Haryanto? Apa hubungan Bambang Haryanto dengan pihak Kepolisian di Polres Kediri, sehingga Bambang Haryanto selaku pemberi uang kepada pejabat Desa Sugihwaras tidak turut dijadikan sebagai tersangka?
Apakah memang Bambang Haryanto sengaja memberikan uang itu kepada Ketiga Perangkat Desa untuk dapat ditangkap Polisi ?
Apakah penarapan hukum dalam Undang-Undang No. 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korusi hanya mengatur tentang pegawai negeri atau penyelanggara negara yang menerima suap sebagaimana diatur dan diancam dalam pasal 11, sementara si pemberi “wajib diselamatkan?”. Padahal sangat jelas, si pemberi dapat dijerat sebagaimana diatur dalam pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf, atau pasal 13 Undang-Undang No. 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korusi
Pasal 5 ayat (1) berbunyi ; Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) setiap orang yang :
huruf a berbunyi ; memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuatsesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya;
huruf b berbunyi ; memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara karena atau berhubungan dengan sesuatu yang bertentangan dengan kewajiban, dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatannya.
Sedangkan pasal 13 berbunyi : Setiap orang yang memberikan hadiah atau janji kepada pegawai negeri dengan mengingat kekuasaan atau wewenang yang melekat pada jabatan atau kedudukannya, atau oleh pemberi hadiah atau janji dianggap melekat pada jabatan atau kedudukan tersebut, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) dan atau denda paling banyak Rp. 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).
Lalu mengapa Bambang Haryanto dan Sri Haryani hanya ibarat penonton sebuah pertunjukan yang duduk di VVIP dengan pengawalan? Apakah kedua sosok (Bambang Haryanto dan Sri Haryani) ibarat “kail dan umpan untuk memancing dilaut yang kering?”
Karena Ketiga terdakwa (Eko, Didik dan Sukemi) divonis bersalah meneima suap sebagaimana dalam pasal 11 Undang-Undang No. 31/1999 jo UU No 20/2011 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korusi
Pasal 11 berbunyi ; Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau patut diduga, bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya, atau yang menurut pikiran orang yang memberikan hadiah atau janji tersebut ada hubungan dengan jabatannya.
Anehnya memang, dari beberapa kasus Korupsi suap tangkap tangan yang dilakukan oleh Kepolisian Khususnya di Jawa Timur, tak satupun si pemberi yang turut dijadikan sebagai tersangka.
Si pemberi dianggap sebagai “korban pemerasan” pungutan liar (Pungli) oleh para terangka/terdakwa. Anehnya, penyidik dan JPU sama-sama menjerat si tersangka dengan pasa 11 dan pasal itupuh dikuatkan dalam putusan Majelis Hakim.
Masyarakatpun mencurigai, bahwa penerapan hukum oleh aparat penegaak hukum dalam Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi, terlebih dengan terbitnya Peraturan Presiden (Perpres) No 87 Thn 2016 tentang Saber Pungli (Sapu Bersih Pungutan Liar) dapat dijadikan sebagai “ajang balas dendam” kepada pegawai negeri atau penyelanggara negara yang kelas “teri” untuk ditangkap dan diadili sebagai pelaaku Koruptor
Menanggapi peran Bambang Haryanto, JPU Deni dari Kejari Kabupaten Kediri berjanji, akan menyeret Bambang ke Pengadilan Tipikor setelah perkara ini mempunyai hukum tetap (Inckrah).
“Nanti, Kalau perkara ini sudah selesai (Inckrah) kita bawa ke sini (Pengadilan Tipikor),” kata JPU beberapa saat sebelum sidang dimulai.
Seperti yang diberitkan sebelumnya. Dalam surat dakwaannya JPU Wahyuning
Dyah W mengatakan, bahwa terdakwa I, Eko Arifiono, SE Bin Gatot
Supriadi selaku Kepala Dusun (Kasun) Sugihwaras, Desa Sugihwaras,
Kecamatan Ngancar, Kabupaten Kediri bersama-sama dengan terdakwa II,
Didik Masal Purniawan Alias Didik Bin Marsidin selaku Plt. Sekretaris
Desa Sugihwaras, Kecamatan Ngancar, Kabupaten Kediri dan terdakwa III,
Sukemi Bin Tumidi, Kepala Desa Sugihwaras, Kecamatan Ngancar, Kabupaten
Kediri
Pada hari Jumat, tanggal 12 Oktober 2018 atau setidak-tidaknya pada suatu waktu tenentu pada bulan Oktober atau setidak-tidaknya dalam tahun 2018, bertempat di Balai Desa Sugihwaras, Kec. Ngancar, Kab. Kediri, atau sctidak-tidaknya pada suatu tempat yang termasuk dalam daerah hukum Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Surabaya yang berwenang memeriksa dan mengadili perkaranya berdasarkan ketentuan Pasal 35 ayat (2) Undang-Undang Nomor 46 tahun 2009 Tentang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi.
Bahwa terdakwa (terdakwa I, Eko Arifiono, terdakwa II, Didik Masal Purniawan dan terdakwa III, Sukemi) sebagai orang yang melakukan, menyuruh melakukan atau turut serta melakukan perbuatan, telah menerima hadiah atau janji berupa uang sebesar Rp15.750.000 (lima belas juta tujuh ratus lima puluh ribu rupiah) dalam pengurusan Surat Turunan Leter C Desa, atas nama Alm. Ladimun yang merupakan orang tua dari saksi Sri Hariani.
Namun disepakati sebasar Rp14.000.000 (empat belas juta rupiah), padahal diketahui atau patut duga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya dan bertentangan dengan UU RI Nomor 6 Talmn 2014 tentang Desa, Bab V, “Penyelenggaraan Pemerintahan Desa, Bagian Kedua, Kepala Desa, Pasal 29 huruf b, c dan f. Perbuatan itu dilakukan para terdakwa selaku Perangkat Desa Sugihwaras, Kec. Ngancar, Kab. Kediri dengan cam sebagai berikut:
Awalnya pada hari dan tanggal yang sudah tidak dapat diingat lagi, saksi Sri Haryani meminta bantuan kepada saksi Bambang Harianto untuk mengurus surat turunan letter C Desa atas nama Ladimun, yaitu orang tua dari Sri Haryani, dikanenakan Sri Haryani tidak mengetahui cara pengurusan dan juga tidak punya waktu untuk mengurus surat turunan Letter C untuk dijadikan sertifikat.
Selanjunya saksi Bambang Harianto pada waktu yang sudah tidak dapat diingat lagi, menghubungi terdakwa I, Eko Arifiono untuk berkonsultasi dan menanyakan bagaimana proses untuk mengurus Turunan Letter C terscbut. Pengurusan agar pemerintah Desa memberikan salinan legalisir buku Letter C Desa kepada masyarakat guna keperluan pengurusan sertitikat tanah adalah sebagai berikut :
Pemohon ke kantor desa dengan membawa persyaratan untuk mengurus scrtifikat tanah berupa formulir pcrmohon dari BPN untuk ditandatangani Kepala Desa. Pemohon melampirkan Foto copy Kartu Keluarga dan Kartu Tanda Pcnduduk. nama yang tertera di letter C Desa, ahli waris menandatangani surat pernyataan keterangan ahli waris, selanjutnya diajukan kcpada Kepala Desa dan diketahui oleh Camat.
Bahwa terdakwa II, Didik Masal Purniawan bertugas membidangi pelayanan pengurusan salinan dan legalisir buku Letter C Desa dikarenakan terdakwa II selaku Pj. Sekretaris Desa (Sekdes). Dalam kepengurusan surat turunan letter C Desa tidak ditentukan biaya ataupun tidak dipungut biaya.
Tanah yang akan diajukan kepengurusan surat turunan letter C tersebut adalah tanah waris dengan luas tanah kurang lebih 70 are. Dan pada saat Ladimun meninggal, saksi Sri Hariani mendapatkan waris seluas kurang lebih 45 are, dimana status tanah tersebut masih dalam bentuk Letter C Dcsa atas nama Ladimun (orang tua saksi Sri Hariani) dengan nomor Percil 838.
Selanjutnya saksi Bambang Harianto menghubungi terdakwa I, Eko Arifiono untuk dapat membantu kepengurusan surat turunan letter C Desa atas nama Ladimun dan oleh terdakwa I menyanggupi. Selanjutnya dikarenakan posisi luasan tanah tersebut masih utuh dengan luas kurang lebih 70 are, dan akan dibagi dengan saudara-sadara kandungnya, yaitu saksi Andoko, saksi Tri Wiyono dan saksi Hari Kurniawan, maka terdakwa I mengatakan kepada saksi Sri Hariani untuk mengumpulkan saudara-saudaranya di lahan tersebut dengan tujuan pembagian luasan dan selanjutnya terdakwa I akan mcmberitahukan kepada terdakwa II.
Selanjutnya saksi Sri Hariani menyetujui dan menanyakan kepada terdakwa I, kapan dijadwalkan pengukuran terbadap objek tanah waris, dan saksi Sri Hariani juga menjelaskan bahwa telah mengumpulkan saudara-saudaranya.
Selanjutnya terdakwa I, Eko Arifiono menemui terdakwa II, Didik Masal
Purniawan untuk menceritakan maksud dan tujuan saksi Bambang Harianto
dan saksi Sri Hariani. Maka pada hari dan tanggal yang sudah tidak dapat
diingat lagi, terdahwa I dan terdakwa II selaku perangkat Desa Ngancar
mengajak saksi Sri Hariani ke Kantor Balai Desa Sugihwaras untuk
menandatangani berita Acara Pembagian Waris.
Sekira hari dan tanggal yang sudah tidak dapat diingat lagi, pada tahun 2018, saksi Sri Hariani mendatangi terdakwa II untk meminta foto copy Letter C Desa no 838 atas nama Ladimun, dan oleh terdakwa II diberikan dikarcnakan saksi Sri Harini akan mengurus menjadi sertifikat.
Dalam kepengurusan menjadi sertifikat, jika masih atas nama Ladimun, maka akan sulit. Selanjutnya saksi Sri Hariani meminta tolong kepada saksi Bambang Harianto untuk meminta tolong kepada terdakwa I.
Selanjutnya saksi Bambang Harianto mendatangi rumah terdakwa I dengan maksud dan tujuan untuk memita tolong, apakah bisa merubah salinan Letter C Desa dari atas nama Ladimun menjadi atas nama Sri Hariani, dan oleh terdakwa I bahwa itu bukan wewenang terdakwa I tetapi merupakan kewenangan terdakwa II, dan terdakwa I menyarankan untuk bersama-sama menemui terdakwa II.
Sebelum menemui terdakwa II, saksi Bambang Harianto menanyakan kepada terdakwa I, apakah dalam pengurusan ini dikenakan biaya?. Dan terdakwa I mengatakan, ada biaya yang harus dikeluarkan tetapi untuk besarannya terdakwa I belum tau dan hanya dikasih tau prosentase dengan luasan harga jual tanah tegal yang per are di Ds. Sugihwaris dengan harga Rp7.000.000 (tujuh juta rupiah) sampai Rp10.000.000 (sepuluh juta rupiah), dan include harga keseluruhan sebesar 5% dan untuk biaya kepengurusan tersebut disepakati akhinya sebesar Rp15.750.000 (lima belas juta tujuh ratus lima puuh ribu rupiah)
Selanjutnya terdakwa I melaporkan hal tersebut kepada terdakwa II selaku Sekretaris Desa, dan terdakwa III selaku Kepala Desa dan terdakwa II dan terdakwa III mengiyakan laporan dari terdakwa I tersebut. Dan terdakwa III memerintahkan kepada terdakwa II untuk membantu proses pengurusan surat turunan letter C tersebut.
Pada hari Jumat, tanggal 12 Oktober 2018 sekira pukul 07.30 Wib, saksi Bambang Harianto menemui terdakwa I, mengatakan bahwa dana yang diminta oleh terdakwa I guna pengurusan surat turunan letter C tersebut dan terdakwa I menyuruh saksi Bambang Harianto untuk menemui terdakwa II dan terdakwa III di Kantor Desa Sugihwaras.
Jumat, tanggal 12 Oktober 2018 sekira pukul 08.00 wib, terdakwa I menghubungi terdakwa II, mengatakan bahwa saksi Bambang Harianto akan menyerahkan uang jasa pengurusan salinan dana legalisir buku letter C Desa, namun terdakwa I tidak mengatakan jumlah nominalnya dan hanya mengatakan prosentase yaitu 5% dari nilai harga tanah.
Jumat, tanggal 12 Oktober 2018 pukul 10.30 Wib, saksi Bambang Harianto datang menemui terdakwa II seperti anjuran terdakwa I di Balai Desa Sugihwaras, Kec. Ngancar, Kab. Kediri dan Iangsung ditemui oleh terdakwa II.
Selanjutnya oleh terdakwa II diarahkan untuk langsung ke ruangan terdakwa III selaku Kepala Desa Sugihwaras, dan dikarenakan terdakwa I belum hadir maka saksi Bambang Harianto diminta oleh terdakwa II untuk menelepon terdakwa I dan tidak berapa lama terdakwa I datang ke Balai Desa Sugihwaras, dan berkumpul bersama di ruangan terdakwa III selaku Kepala Desa
Pada saat diruangan terdakwa III, saksi Bambang Harianto menyampaikan kembali, kepuda mereka para terdakwa untuk meminta tolong kepengurusan surat letter C Sugihwaras, dan tcrdakwa II mcngatakan jika menurus proses surat (turunun letter C dibutuhkan KTP asli pcmohon yaitu saksi Sri Hariani, selenjutnye saksi Bumbung Hnrianto menelcpon saksi Sri Hariani untuk datang kc Balai Desa mengantarkan KTP asli.
Dalam kcpengurusan surat-surat terscbut, dipersiapkan oleh terdakwa II, dikarenakan tugas dan kewenangannya adalah secara administrasi yaitu : Melaksanakan ketatausahaan sepcrti tata naskah, administrasi, surat menyurat, arsip dan eksepedisi. Selaku Koordinator PTPKAD dan membantu Kepala Desa dalam bidang administrusi pcmerintahan
Selanjutnya saksi Sri Hariani datang dan langsung masuk ke ruangun tcrdakwa III dan bertemu dengan mereka para tendakwa, dan saksi Sri Hariani menyerahkan KTP asli kepada terdakwa II, selanjutnya terdakwa III memerintahkan terdakwa II untuk memproses surat turunan letter C yang diinginkan saksi Bambang Hurianto yaitu Letter C no percil 838 dari atas nama Ladimun menjadi atas nama Sri Hariani, dan terdukwa II keluar ruangan dan memproses surat Turunan Letter C dan persyaratan Iainnya.
Selanjutnya diruangan terdakwa III hanya ada saksi Bambang Harianto, saksi Sri Hariani dan terdakwa I, dan terdakwa III menyampaikan apakah jadi meminta kekurangan, dan dijawab oleh saksi Bambang Harianto “iya”. Selanjutnya terdakwa III mengatakan “berapa?” ya jangan terlalu banyak?".
Selanjutnya terdakwa II masuk ke ruangan terdakwa III menyerahkan berkas-berkas untuk dipcriksa dan di tandatangani oleh terdakwa III selaku Kepala Desa, selanjutnya di stempel. Setelah semua berkas di tandatangani dan di stempel oleh terdakwa III, diserahkan kembali kepada terdakwa II, dan di depan mereka para terdakwa, saksi Bambang Harianto mengeluarkan amplop berwama coklat dan mengeluarkan sejumlah uang dan menghitung di depan para terdakwa, dan mengambil sebanyak Rp1.000.000 (satu juta rupiah).
Saksi Bambang harianto mengatakan kepada para terdakwa, “ini ya pak Rp14.000.000 (empat belas juta rupiah), dan selanjutnya meletakkan amplop berwama coklat tersebut di depan meja bertepatan didepan terdakwa II. Selanjutnya terdakwa II menyerahkan berkas-berkas kepada saksi Bambang Harianto sebagai berikut : 2 (dua) lembar Berita Acara Pemasangan Tanda Batas bidang tanah yang ditandatangani oleh terdakwa II Didik Masai Purniawan selaku Plt. Sekretaris Desa, Terdakwa I Eko Arifiano selaku Kepala Dusun Sugihwaras dan terdakwa III Sukemi selaku Kepala Desa Sugihwaras
1 (satu) lembar Surat pernyataan beda luas yang ditandatangani oleh terdakwa III, Sukemi sclaku Kepala Desa Sugihwaras,; 4 (empat) lembar turunan salinan Letter C Desa atas nama Soenar Siswanto dengan nomor 450 dengan nomor percil 1 yang ditandatangani oleh Terdakwa III selaku Kepala Desa Sugihwaras,; 3 (tiga) lembar turunan Letter C Desa atas nama Sri Hariani dengan No. 838 dengan nomor percil yang ditandatangani oleh Terdakwa III selaku Kepala Desa Sugihwaras,; 2 (dua) lcmbar turunan letter C Desa atas nama Ladimun dengan Nomor 838 dengan nomor percil 1 yang ditandatangani oleh Terdakwa III selaku kepala desa Sugihwaras.
Setelah terdakwa menyerahkan berkas-berkas tersebut kepada saksi Bambang Harianto, belum sampai para terdakwa mengambil amplop berwarna coklat tersebut, Polres datang untuk mengamankan para terdakwa dan barang bukti uang yang masih berada di dalam amplop telsebut.
Bahwa perbuatan para terdakwa (terdakwa I, Eko Arifiono, terdakwa II, Didik Masal Purniawan dan terdakwa III, Sukemi) bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku yaitu Pasal 29 huruf b, c dan f UU No. 6 tahun 2014 tentang Desa yang menyatakan bahwa kepala Desa dilarang : huruf b. Membuat keputusan yang menguntungkan diri sendiri, anggota keluarga, pihak lain dan/ atau golongan tertentu.
Huruf c. Menyalahgunakan wewenang, tugas, dan dan atau kewajibannya. Huruf f. Melakukan kolusi, korupsi dan nepotisme, menerima uang, barang dan / atau jasa dari pihak lain yang dapat mempengerahui keputusan atau tindakan yang akan dilakukannya.
Perbuatan terdakwa terdakwa I Eko Arifiono, terdakwa II Didik Masal Purniawan dan terdakwa III Sukemi sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 12 huruf a atau pasal 11 UU No. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No. 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas UU no 31 tahun 1999 tentang Pcmberantasan Tindak Pidana Kompsi Jo Pasal 55 ayat 1 kc-1 KUHP. (Jen)
Posting Komentar
Tulias alamat email :