#Apakah anggota DPRD Tulungagung periode 2014 – 2019 lainnya termasuk Suharminto adik kandung terdakwa Supriyono akan jadi tersangka berikutnya?#
BERITAKORUPSI.CO – Sidang perkara Korupsi Suap pembahasan/pengesahan APBD, APBD Perubahan Kabupaten Tulungagung Tahun Anggaran (TA) 2015, 2016, 2017 dan 2018 dan fee Pokir yang menyeret Supriyono selaku Ketua DPRD Kabupaten Tulungagung periode 2014 – 2019 tak lama lagi akan berakhir dengan menunggu putusan dari Majelis Hakim setelah JPU KPK membacakan surat tuntutannya kepada terdakwa dalam persidangan yang berlangsung di Pengadilan Tipikor Surabaya Jalan Raya Juanda, Sidoarjo, Jawa Timur, pada Selasa, 7 Juli 2020
Berakhir bukan berarti berheti. Karena masih ada yang menggelitik, yaitu anggota DPRD Tulungagung periode 2014 – 2019 lainnya termasuk Suharminto adik kandung terdakwa Supriyono yang disesebut-sebut sebagai “Powerful atau orang yang paling berkuasa” di Kabupatena Tulungagung. Akankah jadi tersangka berikutnya?
Pasalnya, sesuai fakta yang terungkap dalam persidangan, yang menikmati uang suap ketok palu dalam pembahsan/pengesahan APBD, APBD Perubahan Kabupaten Tulungagung TA 2015, 2016, 2017 dan 2018 serta fee Pokir (pkok-pokok pikiran) bukan hanya terdakwa Supriyono selaku Ketua DPRD. Melainkan anggota DPRD Tulungagung periode 2014 – 2019 lainnya juga kecipratan lembaran-lembaran rupiah.
“Ibarat ungkapan. Air mengalir dari atas ke bawah. Sedangkan uang justru sebaliknya, yaitu dari bawah ke atas”
Bahkan uang suap yang telah dinikmati para anggota Dewan yang terhormat itu, sudah dikembalikan ke kas negara melalui rekening KPK pada saat penyidikan maupun dalam masa persidangan
BERITAKORUPSI.CO – Sidang perkara Korupsi Suap pembahasan/pengesahan APBD, APBD Perubahan Kabupaten Tulungagung Tahun Anggaran (TA) 2015, 2016, 2017 dan 2018 dan fee Pokir yang menyeret Supriyono selaku Ketua DPRD Kabupaten Tulungagung periode 2014 – 2019 tak lama lagi akan berakhir dengan menunggu putusan dari Majelis Hakim setelah JPU KPK membacakan surat tuntutannya kepada terdakwa dalam persidangan yang berlangsung di Pengadilan Tipikor Surabaya Jalan Raya Juanda, Sidoarjo, Jawa Timur, pada Selasa, 7 Juli 2020
Berakhir bukan berarti berheti. Karena masih ada yang menggelitik, yaitu anggota DPRD Tulungagung periode 2014 – 2019 lainnya termasuk Suharminto adik kandung terdakwa Supriyono yang disesebut-sebut sebagai “Powerful atau orang yang paling berkuasa” di Kabupatena Tulungagung. Akankah jadi tersangka berikutnya?
Pasalnya, sesuai fakta yang terungkap dalam persidangan, yang menikmati uang suap ketok palu dalam pembahsan/pengesahan APBD, APBD Perubahan Kabupaten Tulungagung TA 2015, 2016, 2017 dan 2018 serta fee Pokir (pkok-pokok pikiran) bukan hanya terdakwa Supriyono selaku Ketua DPRD. Melainkan anggota DPRD Tulungagung periode 2014 – 2019 lainnya juga kecipratan lembaran-lembaran rupiah.
“Ibarat ungkapan. Air mengalir dari atas ke bawah. Sedangkan uang justru sebaliknya, yaitu dari bawah ke atas”
Bahkan uang suap yang telah dinikmati para anggota Dewan yang terhormat itu, sudah dikembalikan ke kas negara melalui rekening KPK pada saat penyidikan maupun dalam masa persidangan
Sehingga Majelis Hakim mengatakan kepada para anggota Dewan yang terhormat itu saat dihadirkan sebagai saksi, bahwa pengembalian tidak menghilangkan pidana sesuai pasal 4 UU No 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Perkara inipun bisa jadi akan menyeret adinda terdakwa Supriyono, yaitu Suharminto. Kedua kakak beradik ini disebut sebagi “Powerful” Kabupaten Tulungagung. Walau Suharminto tidak dihadirkan sebagai saksi, namun nama “orang yang berkusa” di Kabupaten Tulungagung yang juga sebagai anggota DPRD disebut turut dialiri duit hasil jual beli jabatan beberapa Kepala Sekolah SMPN melalui Mat Yani, orang kepercayaan terdakwa Supriyono.
Selain menikmati duit hasil beli jabatan Kepala Sekolah SMPN Kab. Tulungagung, dalam surat tuntutan JPU KPK disebutkan, bahwa duit sebesar Rp1.2 milliar yang berasal dari Dinas PU Kabupaten Tulungagung masih dibawa oleh Suharminto.
Selain para anggota legislator Kab. Tulungagung, masih ada Dua pejabat Pemprov Jatim, yaitu Budi Juniarto selaku Kepala Bidang Fisik Sarana dan Prasarana yang saat ini sudah pensiun dini, dan Budi Setiyawan selaku Kepala BAPEDA Jatim yang saat ini menjabat sebagai Komisaris Bank Jatim.
Kedua pejabat ini saat dihadirkan sebagai saksi untuk terdakwa Supriyono mengakui dihadapan Majelis Hakim, menerima uang suap milliaran terkait pencairan dana Banprov ( Bantuan Provinsi) ke Kabupaten Tulungagung dan daerah lainnya.
Belum lagi beberapa rekanan (kontraktor) yang juga sebagai pengurus di organisasi pengusaha konstruksi di Kab. Tulungagung diantaranya Ari Kusumawati, yang orang dekat Suhermanto juga terlibat pemberiaan uaang suap yang disebut fee proyek
Terkait kelanjutan perkara ini, KPK melalui Juru bicaranya Ali Fikri mengatakan kepada beritakorupsi.co beberapa waktu lalu, bahwaa KPK memastikan akan melakukan penegembangan untuk menetapkan tersangka baru.
Namun entah kapan penetapan tersangkanya, hanya KPK yang tau. “Ibarat peribahasa, cepat ada yang dikejar, lambat ada yang ditunggu”.
Perkara inipun bisa jadi akan menyeret adinda terdakwa Supriyono, yaitu Suharminto. Kedua kakak beradik ini disebut sebagi “Powerful” Kabupaten Tulungagung. Walau Suharminto tidak dihadirkan sebagai saksi, namun nama “orang yang berkusa” di Kabupaten Tulungagung yang juga sebagai anggota DPRD disebut turut dialiri duit hasil jual beli jabatan beberapa Kepala Sekolah SMPN melalui Mat Yani, orang kepercayaan terdakwa Supriyono.
Selain menikmati duit hasil beli jabatan Kepala Sekolah SMPN Kab. Tulungagung, dalam surat tuntutan JPU KPK disebutkan, bahwa duit sebesar Rp1.2 milliar yang berasal dari Dinas PU Kabupaten Tulungagung masih dibawa oleh Suharminto.
Selain para anggota legislator Kab. Tulungagung, masih ada Dua pejabat Pemprov Jatim, yaitu Budi Juniarto selaku Kepala Bidang Fisik Sarana dan Prasarana yang saat ini sudah pensiun dini, dan Budi Setiyawan selaku Kepala BAPEDA Jatim yang saat ini menjabat sebagai Komisaris Bank Jatim.
Kedua pejabat ini saat dihadirkan sebagai saksi untuk terdakwa Supriyono mengakui dihadapan Majelis Hakim, menerima uang suap milliaran terkait pencairan dana Banprov ( Bantuan Provinsi) ke Kabupaten Tulungagung dan daerah lainnya.
Belum lagi beberapa rekanan (kontraktor) yang juga sebagai pengurus di organisasi pengusaha konstruksi di Kab. Tulungagung diantaranya Ari Kusumawati, yang orang dekat Suhermanto juga terlibat pemberiaan uaang suap yang disebut fee proyek
Terkait kelanjutan perkara ini, KPK melalui Juru bicaranya Ali Fikri mengatakan kepada beritakorupsi.co beberapa waktu lalu, bahwaa KPK memastikan akan melakukan penegembangan untuk menetapkan tersangka baru.
Namun entah kapan penetapan tersangkanya, hanya KPK yang tau. “Ibarat peribahasa, cepat ada yang dikejar, lambat ada yang ditunggu”.
Anggota Legisator Kab. Tulungagung yang kecipratan aliran ketok palu dan fee Pokir yang sudah mengembalikan, diantaranya Imam Sapingi, Leman DwiPrasetvo, Heru Santoso, Nurhamim, Choirurrohim, Muti'iin, Mashud, Subani Sirab, Sunarko, Riyanah, Asrori, Adrianto, Gunawan, Faruq Tri Fauzi, Widodo Prasetyo, Fendy Yuniar, Imam Koirodin, Sofyan Heryanto, SaifulAnwar, Basroni, Adib Makarim, Susilowati, Sutomo, Imam Kembali, Agus Budiarto, Ahmad Baharudin, Joko Tri Asmoro, Wiwik Triasmoro, Amang Armanto Anggie, Suprapto, . Imam Ngakoib, Makin, Samsul Huda, Sumarno, Agung Darmanto dan Michael Utomo serta Indra Fauzi selaku Sekda (Sekretaris Daerah) Kab. Tulungagung.
Sementara dalam persidangan pada Selasa, 7 Juli 2020, Supriyono, selaku Ketua DPRD Kabupaten Tulungagung periode 2014 – 2019, dituntut pidana penjara selama 8 (delan) tahun, denda sebesar Rp500 juta subsidair 6 (enam) bulan kurungan, membayar uang pengganti sejumlah Rp4.850.000.000 (empat miliar delapan ratus lima puluh juta rupiah) subsidair 2 (dua) tahun penjara dan pencabutan hak politik selama 5 (lima) tahun sebagai terdakwa kasus Perkara Korupsi Suap pembahasan/pengesahan APBD dan APBD Perubahan Kabupaten Tulungagung Tahun Anggaran (TA) 2015, 2016, 2017 dan 2018 serta fee Pokir (Pokok pokok pikiran)
Tuntutan pidana penjara terhadap si Supriyono yang dikenal sebagai “Powerful atau orang yang berkuasa” bersama adindanya Suhermanto di Kabupaten Tulungagung, dibacakan oleh JPU KPK Dodi Sukmono bersama Mufti Nur Irawan di ruang sidang Candra Pengadilan Tipikor Surabaya Jalan Raya Juada,Sidoarjo, Jawa Timur (Selasa, 7 Jui 2020) dihadapan Majelis Hakim yang diketuai Hisbullah Idris, SH., MH dengan dibantu 2 (dua) Hakim anggota (Ad Hock) yakni Kusdrawanto, SE., SH., MH dan Sangadi, SH serta Panitra Pengganti (PP) I.G.N. Cemeng, SH., MH. Sementara terdakwa didampingi Penasehat Hukumnya, yaitu Anwar Koto dari Jakarta
Dihadapan Majelis Hakim, JPU KPK mengatakan dalam surat tuntutannya sesuai fakta yang terungkap dalam persidangan, bahwa uang yang dinikmati terdakwa adalah sebagai uang ketok palu pembahasan/pengesahan APBD dan APBD Perubahan Kabupaten Tulungagung TA 205, 2016, 2017 dan 2018.
Selain Itu, JPU KPK juga membeberkan uang sebesar Rp500 juta yang dititipkan terdakwa kepada ajudannya Fendy Kristianto, dan yang tersebut telah dikembalikan ke kas negara melalui rekening KK pada tanggal 18 Mei 2020.
Sementara dalam persidangan pada Selasa, 7 Juli 2020, Supriyono, selaku Ketua DPRD Kabupaten Tulungagung periode 2014 – 2019, dituntut pidana penjara selama 8 (delan) tahun, denda sebesar Rp500 juta subsidair 6 (enam) bulan kurungan, membayar uang pengganti sejumlah Rp4.850.000.000 (empat miliar delapan ratus lima puluh juta rupiah) subsidair 2 (dua) tahun penjara dan pencabutan hak politik selama 5 (lima) tahun sebagai terdakwa kasus Perkara Korupsi Suap pembahasan/pengesahan APBD dan APBD Perubahan Kabupaten Tulungagung Tahun Anggaran (TA) 2015, 2016, 2017 dan 2018 serta fee Pokir (Pokok pokok pikiran)
Tuntutan pidana penjara terhadap si Supriyono yang dikenal sebagai “Powerful atau orang yang berkuasa” bersama adindanya Suhermanto di Kabupaten Tulungagung, dibacakan oleh JPU KPK Dodi Sukmono bersama Mufti Nur Irawan di ruang sidang Candra Pengadilan Tipikor Surabaya Jalan Raya Juada,Sidoarjo, Jawa Timur (Selasa, 7 Jui 2020) dihadapan Majelis Hakim yang diketuai Hisbullah Idris, SH., MH dengan dibantu 2 (dua) Hakim anggota (Ad Hock) yakni Kusdrawanto, SE., SH., MH dan Sangadi, SH serta Panitra Pengganti (PP) I.G.N. Cemeng, SH., MH. Sementara terdakwa didampingi Penasehat Hukumnya, yaitu Anwar Koto dari Jakarta
Dihadapan Majelis Hakim, JPU KPK mengatakan dalam surat tuntutannya sesuai fakta yang terungkap dalam persidangan, bahwa uang yang dinikmati terdakwa adalah sebagai uang ketok palu pembahasan/pengesahan APBD dan APBD Perubahan Kabupaten Tulungagung TA 205, 2016, 2017 dan 2018.
Selain Itu, JPU KPK juga membeberkan uang sebesar Rp500 juta yang dititipkan terdakwa kepada ajudannya Fendy Kristianto, dan yang tersebut telah dikembalikan ke kas negara melalui rekening KK pada tanggal 18 Mei 2020.
“Berdasarkan fakta-fakta hukum yang terungkap dipersidangan. Terdakwa adalah ketua DPRD yang memiliki fungsi anggaran, pengawasan dan legislasi. Dalam menjalankan fungsi legislasi yang seharusnya dilakukan secara benar, malah justru mengambil manfaat dari proses persetujuannya dengan cara meminta uang ketok palu untuk keuntungan diri Terdakwa sendiri. Selain itu, Terdakwa memanfaatkan fungsi pengawasannya untuk mengambil keuntungan dalam pembahasan penanggungjawaban APBD,” ujar JPU KPK Dodi
“Uang tersebut adalah uang dari hasil tindak pidana korupsi, yaitu uang terkait ketok palu (pengesahan APBD 2018). Maka sudah sepantasnya uang tersebut dirampas untuk negara dan diperhitungkan sebagai uang pengganti,” kata JPU KPK Dodi
Sesuai fakta yang terungkap dalam persidangan maupun dalam surat tuntutan JPU KPK yang menyebutkan, bahwa yang menikmati uang ketok palu pengasahan APBD Kab. Tulungagung bukan hanya terdakwa, melainkan Sekda Indra Fauzi dan sejumlah anggota DPRD Kab. Tulungagung periode 2014 – 2019 lainnya, antara lain;
1. Imam Sapingi Rp 67.5 juta 20. Basroni Rp 95 juta
2. Leman Dwi Prasetyo Rp 85 juta 21. Adib Makarim Rp 230 juta
3. Heru Santoso Rp 75 juta 22. Susilowati Rp 34 juta
4. Nurhamim Rp 46 juta 23. Sutomo Rp 55 juta
5. Choirurrohim Rp 135 juta 24. Imam Kembali Rp 130 juta
6. Muti'iin Rp 55 juta 25. Agus Budiarto Rp 270 juta
7. Mashud Rp 14.5 juta 26. Ahmad Baharudin Rp 100 juta
8. Subani Sirab 70.5 juta 27. Joko Tri Asmoro Rp 60 juta
9. Sunarko Rp 35 juta 28. Wiwik Triasmoro Rp 5 juta
10. Riyanah Rp 60 juta 29. Amag Armanto Anggito Rp 20 juta
11. Asrori Rp 60 juta 30. Suprapto Rp 117 juta
12. Adrianto Rp 25 juta 31. Imam Ngakoib Rp 57 juta
13. Gunawan Rp 25 juta 32. Makin Rp 35 juta
14. Faruq TriFauzi Rp 30 juta 33. Marikan Al Gatot Susanto Rp 20 juta
15. Widodo Prasetyo Rp 150 juta 34. SamsuI Huda Rp 110 juta
16. Fendy Yuniar Rp 85 juta 35. Sumarno Rp 80 juta
17. Imam Koirodin Rp 80 juta 36. Agung Darmanto Rp 40 juta
18. Sofyan Heryanto Rp 55 juta 37. Indra Fauzi (Sekda) Rp 97 juta
19. SaifulAnwar Rp 50 juta 38. Michael Utomo Rp 5 juta
“Uang tersebut adalah uang dari hasil tindak pidana korupsi, yaitu uang terkait ketok palu (pengesahan APBD 2018). Maka sudah sepantasnya uang tersebut dirampas untuk negara dan diperhitungkan sebagai uang pengganti,” kata JPU KPK Dodi
Sesuai fakta yang terungkap dalam persidangan maupun dalam surat tuntutan JPU KPK yang menyebutkan, bahwa yang menikmati uang ketok palu pengasahan APBD Kab. Tulungagung bukan hanya terdakwa, melainkan Sekda Indra Fauzi dan sejumlah anggota DPRD Kab. Tulungagung periode 2014 – 2019 lainnya, antara lain;
1. Imam Sapingi Rp 67.5 juta 20. Basroni Rp 95 juta
2. Leman Dwi Prasetyo Rp 85 juta 21. Adib Makarim Rp 230 juta
3. Heru Santoso Rp 75 juta 22. Susilowati Rp 34 juta
4. Nurhamim Rp 46 juta 23. Sutomo Rp 55 juta
5. Choirurrohim Rp 135 juta 24. Imam Kembali Rp 130 juta
6. Muti'iin Rp 55 juta 25. Agus Budiarto Rp 270 juta
7. Mashud Rp 14.5 juta 26. Ahmad Baharudin Rp 100 juta
8. Subani Sirab 70.5 juta 27. Joko Tri Asmoro Rp 60 juta
9. Sunarko Rp 35 juta 28. Wiwik Triasmoro Rp 5 juta
10. Riyanah Rp 60 juta 29. Amag Armanto Anggito Rp 20 juta
11. Asrori Rp 60 juta 30. Suprapto Rp 117 juta
12. Adrianto Rp 25 juta 31. Imam Ngakoib Rp 57 juta
13. Gunawan Rp 25 juta 32. Makin Rp 35 juta
14. Faruq TriFauzi Rp 30 juta 33. Marikan Al Gatot Susanto Rp 20 juta
15. Widodo Prasetyo Rp 150 juta 34. SamsuI Huda Rp 110 juta
16. Fendy Yuniar Rp 85 juta 35. Sumarno Rp 80 juta
17. Imam Koirodin Rp 80 juta 36. Agung Darmanto Rp 40 juta
18. Sofyan Heryanto Rp 55 juta 37. Indra Fauzi (Sekda) Rp 97 juta
19. SaifulAnwar Rp 50 juta 38. Michael Utomo Rp 5 juta
“Uang tersebut diatas adalah uang dari hasil tindak pidana korupsi, yaitu uang ketok palu dan fee pokir. Maka sudah sepantasnya uang tersebut dirampas untuk negara. Dalam masa penyidikan maupun selama persidangan, para nggota DPRD dan pihak lainnya telah mengembalikan uang yang sudah diterimanya terkait ketok palu APBD, APBD Perubahan maupun fee Pokir kepada negara melalui rekening KPK” ungkap JPU KPK Dodi
Selain itu, JPU KPK Dodi mengatakan, bahwa uang sebesar Rp1,2 milliar yang berasal dari Dinas PU masih dibawa Suharminto, adik dari terdakwa.
JPU KPK Dodi mengatakan, untuk menghindari negara ini dikelola oleh orang-orang yang menggunakan jabatan atau kedudukannya untuk kepentingan pribadi, keluarga, kolega maupun kelompoknya serta melindungi publik atau masyarakat dari fakta, infomasi, persepsi yang salah tentang calon pemimpin yang akan dipilihnya, maka perlu kiranya mencabut hak Terdakwa untuk dipilih atau menduduki dalam jabatan publik.
“Hal ini sejalan dengan salah satu tujuan hukum pidana, yaitu menciptakan efek jera bagi pelaku kejahatan dan orang lain yang akan melakukan kejahatan, sehingga fungsi hukum sebagai a tool or of social engineering dapat terwulud. Namun pencabutan hak tersebut juga” pungkas JPPU KPK Dodi
JPU KPK Dodi menjelaskan, berdasarkan uraian dan analisa yuridis sebagaimana tersebut di atas, maka kami (KPK.Red) selaku Penuntut Umum berkesimpulan bahwa Terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum, bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagai berikut:
1. Tindak pidana korupsi (menerima suap) secara bersama-sama dan berlanjut. Melanggar ketentuan Pasal 12 huruf a Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Rl Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana Jo. Pasal 64 ayat (1) KUHPidana sebagaimana Dakwaan Kesatu alternatif Pertama.
Selain itu, JPU KPK Dodi mengatakan, bahwa uang sebesar Rp1,2 milliar yang berasal dari Dinas PU masih dibawa Suharminto, adik dari terdakwa.
JPU KPK Dodi mengatakan, untuk menghindari negara ini dikelola oleh orang-orang yang menggunakan jabatan atau kedudukannya untuk kepentingan pribadi, keluarga, kolega maupun kelompoknya serta melindungi publik atau masyarakat dari fakta, infomasi, persepsi yang salah tentang calon pemimpin yang akan dipilihnya, maka perlu kiranya mencabut hak Terdakwa untuk dipilih atau menduduki dalam jabatan publik.
“Hal ini sejalan dengan salah satu tujuan hukum pidana, yaitu menciptakan efek jera bagi pelaku kejahatan dan orang lain yang akan melakukan kejahatan, sehingga fungsi hukum sebagai a tool or of social engineering dapat terwulud. Namun pencabutan hak tersebut juga” pungkas JPPU KPK Dodi
JPU KPK Dodi menjelaskan, berdasarkan uraian dan analisa yuridis sebagaimana tersebut di atas, maka kami (KPK.Red) selaku Penuntut Umum berkesimpulan bahwa Terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum, bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagai berikut:
1. Tindak pidana korupsi (menerima suap) secara bersama-sama dan berlanjut. Melanggar ketentuan Pasal 12 huruf a Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Rl Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana Jo. Pasal 64 ayat (1) KUHPidana sebagaimana Dakwaan Kesatu alternatif Pertama.
2. Beberapa tindak pidana korupsi menerima gratifikasi melanggar ketentuan Pasal 12 B Undang-Undang Rl Nomor 31 Tahun 1999 tentang 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Rl Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 64 ayat (1) KUHPidana sebagaimana Dakwaan Kumulatif Kedua
Sebelum JPU KPK sampai pada tuntutan pidana terhadap terdakwa, terlebih dahulu menyampaikan hal-hal yang memberatkan dan meringankan.
Yang memberatkan yaitu, bahwa terdakwa tidak mendukung progra pemerintah daalam mewujudkan pemerintahan yang bebas dari Kolusi, Korupsi dan Nepotisme, terdakwa menyalahgunakan jabatan yang diberikan kepadanya, terdakwa tidak mengakui perbatannya dan terdakwa belum mengembalikan uang yang diterimanya. Sementara yang meringankan terdakwa belum pernah dihukum
“Menuntut : 1 (satu). Menyatakan terdakwa Supriyoono terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam ;
a. Pasal 12 huruf a Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Rl Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana Jo. Pasal 64 ayat (1) KUHPidana sebagaimana Dakwaan Kesatu alternatif Pertama
b. Pasal 12 B Undang-Undang Rl Nomor 31 Tahun 1999 tentang 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Rl Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 64 ayat (1) KUHPidana sebagaimana Dakwaan Kumulatif Kedua
2 (dua). Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa berupa pidana penjara selama 8 (delapan) tahun dan pidana denda sebesar lima ratus juta rupiah (Rp500.000.000) dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama 6 (enam) bulan
Sebelum JPU KPK sampai pada tuntutan pidana terhadap terdakwa, terlebih dahulu menyampaikan hal-hal yang memberatkan dan meringankan.
Yang memberatkan yaitu, bahwa terdakwa tidak mendukung progra pemerintah daalam mewujudkan pemerintahan yang bebas dari Kolusi, Korupsi dan Nepotisme, terdakwa menyalahgunakan jabatan yang diberikan kepadanya, terdakwa tidak mengakui perbatannya dan terdakwa belum mengembalikan uang yang diterimanya. Sementara yang meringankan terdakwa belum pernah dihukum
“Menuntut : 1 (satu). Menyatakan terdakwa Supriyoono terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam ;
a. Pasal 12 huruf a Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Rl Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana Jo. Pasal 64 ayat (1) KUHPidana sebagaimana Dakwaan Kesatu alternatif Pertama
b. Pasal 12 B Undang-Undang Rl Nomor 31 Tahun 1999 tentang 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Rl Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 64 ayat (1) KUHPidana sebagaimana Dakwaan Kumulatif Kedua
2 (dua). Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa berupa pidana penjara selama 8 (delapan) tahun dan pidana denda sebesar lima ratus juta rupiah (Rp500.000.000) dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama 6 (enam) bulan
lambalnya 1 (satu) bulan setelah putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap. Jika dalam jangka waktu tersebut Terdakwa tidak membayar uang pengganti maka harta bendanya disita oleh Jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut. Dalam hal terpidana tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti maka dipidana penjara selama 2 (dua) tahun.
4 (empat). Menjatuhkan pidana tambahan berupa mencabutan hak Terdakwa untuk dipilih dan menduduki dalam jabatan publik selama 5 (lima) tahun terhitung sejak terpidana selesai menjalani masa pemidanaan,” ucap JPU KPK Dodi Sukmono diakhir tuntuatnnya terhadap terdakwa.
Atas tuntutan JPU KPK ini, Penasehat Hukum terdakwa, Anwar Koto memohon kepada Majelis Hakim agar diberi waktu dua pekan untuk menyampaikan Pledoi atau pembelaan. Dan permohonan itupun dikabulkan
Seusai persidangan, Anwar Koto kepada beritakorupsi.co mengatakan, menghormati tuntutan JPU KPK.
“Kita hormati. Kita hargai Tuntutan JPU KPK. Penasehat Hukum akan Counter di Pleidoi, pembelaan terdakwa,” kata Anwar Kota
Seperti yang diberitakan sebelumnya. Dalam dakwaan JPU KPK menjelaskan, bahwa terdakwa Supriyono bersama-sama Imam Kambali, Adib Makarim dan Agus Budiarto (masing-masing sebagai Wakil Ketua DPRD), sejak tahun 2014 sampai dengan tahun 2018, bertempat di ruang kerja Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kabupaten Tulungagung di Tamanan, Kecamatan Tulungagung, Kabupaten Tulungagung, di Pendopo Bupati Tulungagung di Kampung Dalem, Kecamatan Tulungagung, Kabupaten Tulungagung, dan di Kantor DPRD Kabupaten Tulungagung Jl. RA Kartini No.17, Kampung Dalem, Kecamatan Tulungagung, Kabupaten Tulungagung, telah melakukan atau turut serta melakukan beberapa perbuatan berlanjut, menerima hadiah berupa uang secara bertahap yang jumlah keseluruhan sebesaar Rp3.600.000.000 (tiga miliar enam ratus juta rupiah) atau sekitar sejumlah tersebut dari Syahri Muyo selaku Bupati Tulungagung melalui Hendry Setiawan selaku Kepala BPKAD Kabupaten Tulungagung sekaligus Sekretaris Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) Kabupaten Tulungagung
4 (empat). Menjatuhkan pidana tambahan berupa mencabutan hak Terdakwa untuk dipilih dan menduduki dalam jabatan publik selama 5 (lima) tahun terhitung sejak terpidana selesai menjalani masa pemidanaan,” ucap JPU KPK Dodi Sukmono diakhir tuntuatnnya terhadap terdakwa.
Atas tuntutan JPU KPK ini, Penasehat Hukum terdakwa, Anwar Koto memohon kepada Majelis Hakim agar diberi waktu dua pekan untuk menyampaikan Pledoi atau pembelaan. Dan permohonan itupun dikabulkan
Seusai persidangan, Anwar Koto kepada beritakorupsi.co mengatakan, menghormati tuntutan JPU KPK.
“Kita hormati. Kita hargai Tuntutan JPU KPK. Penasehat Hukum akan Counter di Pleidoi, pembelaan terdakwa,” kata Anwar Kota
Seperti yang diberitakan sebelumnya. Dalam dakwaan JPU KPK menjelaskan, bahwa terdakwa Supriyono bersama-sama Imam Kambali, Adib Makarim dan Agus Budiarto (masing-masing sebagai Wakil Ketua DPRD), sejak tahun 2014 sampai dengan tahun 2018, bertempat di ruang kerja Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kabupaten Tulungagung di Tamanan, Kecamatan Tulungagung, Kabupaten Tulungagung, di Pendopo Bupati Tulungagung di Kampung Dalem, Kecamatan Tulungagung, Kabupaten Tulungagung, dan di Kantor DPRD Kabupaten Tulungagung Jl. RA Kartini No.17, Kampung Dalem, Kecamatan Tulungagung, Kabupaten Tulungagung, telah melakukan atau turut serta melakukan beberapa perbuatan berlanjut, menerima hadiah berupa uang secara bertahap yang jumlah keseluruhan sebesaar Rp3.600.000.000 (tiga miliar enam ratus juta rupiah) atau sekitar sejumlah tersebut dari Syahri Muyo selaku Bupati Tulungagung melalui Hendry Setiawan selaku Kepala BPKAD Kabupaten Tulungagung sekaligus Sekretaris Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) Kabupaten Tulungagung
Terdakwa Supriyono menemui Hendry Setiawan dan Indra Fauzi selaku Sekretaris Daerah dan Ketua TAPD, meminta uang ketok palu sejumlah Rp1.000.000.000 (satu miliar rupiah) untuk pembahasan APBD TA 2015. Atas permintaan tersebut, Hendy Setiawan menyampaikan akan melaporkannya kepada Syahri Mulyo
Menindaklanjuti permintaan Terdakwa, selanjutnya Hendry Setiawan menyampaikan permintaan tersebut kepada Syahri Mulyo. Atas laporan itu, Syahri Mulyo memerintahkan Hendry Setiawan untuk memenuhi permintaan terdakwa dan mencari sumber pembiayaannya.
Menindaklanjuti permintaan Terdakwa, selanjutnya Hendry Setiawan menyampaikan permintaan tersebut kepada Syahri Mulyo. Atas laporan itu, Syahri Mulyo memerintahkan Hendry Setiawan untuk memenuhi permintaan terdakwa dan mencari sumber pembiayaannya.
Setelah mendapat persetujuan dari Syahri Mulyo, kemudian Hendry Setiawan menemui Terdakwa dan menyampaikan bahwa akan memenuhi permintaan uang ketok palu sejumlah Rp1.000.000.000 (satu miliar rupiah) dan meminta agar Terdakwa memperlancar proses pembahasan APBD TA 2015 (2016, 2017 dan APBD 2018)
Selain pemintaan uang ketok palu tersebut, terdakwa Supriyono dan Imam Kambali, Agus Budiarto dan Adib Makarim meminta uang ketok palu khusus sebagai jatah banggar, dan disepakati untuk Ketua Banggar sejumlah Rp25.000.000 (dua puluh lima juta rupiah), 3 orang wakil masing-masing sejumlah Rp20.000.000 (dua puluh juta rupiah), sedangkan untuk 21 orang anggota banggar masing-masing sejumlah Rp5.000.000 (lima juta rupiah).
Untuk teknis pemberiannya, akan dikoordinasikan oleh Imam Kambali, Hendry Setiawan, Yamin selaku staf BPKAD dan Budi Fatahillah Mansyur selaku Sekretaris DPRD Kabupaten Tulungagung.
Sehingga JPU KPK menjerat perbuatan terdakkwa yang diancam pidana penjara paling singkat 4 tahun sebagiamana diatur dalam Pasal 12 huruf a (atau Pasal 12 huruf B) Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UndangUndang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke- 1 KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana
Lebih lanjut JPU menjelaskan, bahwa terdakwa Supriyono selaku Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara yakni selaku Ketua DPRD Kabupaten Tulungagung masa keanggotaan 2014 s.d. 2019 bersama-sama dengan pimpinan anggota DPRD lainnya yaitu Imam Kambali, Adib Makarim dan Agus Budiarto, pada waktu-waktu yang sudah tidak dapat diingat lagi sejak tahun 2014 sampai dengan tahun 2018, bertempat di ruang kerja Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kabupaten Tulungagung di Tamanan, Kecamatan Tulungagung, Kabupaten Tulungagung, di Pendopo Bupati Tulungagung di Kampung Dalem, Kecamatan Tulungagung, Kabupaten Tulungagung, dan di Kantor DPRD Kabupaten Tulungagung Jl. RA Kartini No.17, Kampung Dalem, Kecamatan Tulungagung, Kabupaten Tulungagung.
Atau setidak-tidaknya di tempat-tempat lain yang masih termasuk dalam daerah hukum Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Surabaya yang berwenang untuk memeriksa dan mengadilinya, yang melakukan atau turut serta melakukan beberapa perbuatan yang ada hubungannya sedemikian rupa sehingga dipandang sebagai perbuatan berlanjut, menerima hadiah atau janji, yaitu menerima hadiah berupa uang secara bertahap dengan jumlah keseluruhan sebesaar Rp3.600.000.000 (tiga miliar enam ratus juta rupiah) atau sekitar sejumlah tersebut dari Syahri Muyo selaku Bupati Tulungagung melalui Hendry Setiawan selaku Kepala BPKAD Kabupaten Tulungagung sekaligus Sekretaris Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) Kabupaten Tulungagung
Padahal diketahui atau patut diduga, bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, yaitu bhwa terdakwa Supriyono mengetahui atau patut menduga, bahwa pemberian uang tersebut untuk menggerakkan Terdakwa agar mengesahkan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Tulungagung Tahun Anggaran (TA) 2015, APBD TA 2016, APBD TA 2017 dan APBD TA 2018.
Hal itu bertentangan dengan kewajiban terdakwa Supriyono untuk tidak melakukan perbuatan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme sebagaimana diatur dalam Pasal 5 angka 4 dan angka 6 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi Kolusi dan Nepotisme. Pasal 400 ayat (3) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Pemakilan Daerah, (DPD) dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2018 Tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD yang dilakukan dengan cara sebagai berikut :
Terdakwa Supriyono menjabat Ketua DPRD Kabupaten Tulungagung masa jabatan 2014 - 2019 berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Jawa Timur Nomor 171.407/721/011/2014 Tanggal 06 Oktober 2014 tentang Peresmian Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Tulungagung Masa Jabatan 2014 s.d. 2019.
Selaku Ketua DPRD, Terdakwa Suppriyono memiliki fungsi anggaran, pengawasan dan legislasi. Terdakwa secara ex-ochio juga sebagai Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPRD Kabupaten Tulungagung.
Terdakwa dalam menjalankan fungsinya sebagai Ketua DPRD dan Ketua Banggar DPRD Kabupaten Tulungagung bersama-sama dengan Imam Kambali, Adib Makarim dan Agus Budiarto secara bertahap menerima sejumlah uang dari Syahri Mulyo melalui Hendry Setiawan yaitu:
a. Pengesahan APBD Pemerintah Kabupaten
Selain pemintaan uang ketok palu tersebut, terdakwa Supriyono dan Imam Kambali, Agus Budiarto dan Adib Makarim meminta uang ketok palu khusus sebagai jatah banggar, dan disepakati untuk Ketua Banggar sejumlah Rp25.000.000 (dua puluh lima juta rupiah), 3 orang wakil masing-masing sejumlah Rp20.000.000 (dua puluh juta rupiah), sedangkan untuk 21 orang anggota banggar masing-masing sejumlah Rp5.000.000 (lima juta rupiah).
Untuk teknis pemberiannya, akan dikoordinasikan oleh Imam Kambali, Hendry Setiawan, Yamin selaku staf BPKAD dan Budi Fatahillah Mansyur selaku Sekretaris DPRD Kabupaten Tulungagung.
Sehingga JPU KPK menjerat perbuatan terdakkwa yang diancam pidana penjara paling singkat 4 tahun sebagiamana diatur dalam Pasal 12 huruf a (atau Pasal 12 huruf B) Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UndangUndang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke- 1 KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana
Lebih lanjut JPU menjelaskan, bahwa terdakwa Supriyono selaku Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara yakni selaku Ketua DPRD Kabupaten Tulungagung masa keanggotaan 2014 s.d. 2019 bersama-sama dengan pimpinan anggota DPRD lainnya yaitu Imam Kambali, Adib Makarim dan Agus Budiarto, pada waktu-waktu yang sudah tidak dapat diingat lagi sejak tahun 2014 sampai dengan tahun 2018, bertempat di ruang kerja Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kabupaten Tulungagung di Tamanan, Kecamatan Tulungagung, Kabupaten Tulungagung, di Pendopo Bupati Tulungagung di Kampung Dalem, Kecamatan Tulungagung, Kabupaten Tulungagung, dan di Kantor DPRD Kabupaten Tulungagung Jl. RA Kartini No.17, Kampung Dalem, Kecamatan Tulungagung, Kabupaten Tulungagung.
Atau setidak-tidaknya di tempat-tempat lain yang masih termasuk dalam daerah hukum Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Surabaya yang berwenang untuk memeriksa dan mengadilinya, yang melakukan atau turut serta melakukan beberapa perbuatan yang ada hubungannya sedemikian rupa sehingga dipandang sebagai perbuatan berlanjut, menerima hadiah atau janji, yaitu menerima hadiah berupa uang secara bertahap dengan jumlah keseluruhan sebesaar Rp3.600.000.000 (tiga miliar enam ratus juta rupiah) atau sekitar sejumlah tersebut dari Syahri Muyo selaku Bupati Tulungagung melalui Hendry Setiawan selaku Kepala BPKAD Kabupaten Tulungagung sekaligus Sekretaris Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) Kabupaten Tulungagung
Padahal diketahui atau patut diduga, bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, yaitu bhwa terdakwa Supriyono mengetahui atau patut menduga, bahwa pemberian uang tersebut untuk menggerakkan Terdakwa agar mengesahkan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Tulungagung Tahun Anggaran (TA) 2015, APBD TA 2016, APBD TA 2017 dan APBD TA 2018.
Hal itu bertentangan dengan kewajiban terdakwa Supriyono untuk tidak melakukan perbuatan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme sebagaimana diatur dalam Pasal 5 angka 4 dan angka 6 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi Kolusi dan Nepotisme. Pasal 400 ayat (3) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Pemakilan Daerah, (DPD) dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2018 Tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD yang dilakukan dengan cara sebagai berikut :
Terdakwa Supriyono menjabat Ketua DPRD Kabupaten Tulungagung masa jabatan 2014 - 2019 berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Jawa Timur Nomor 171.407/721/011/2014 Tanggal 06 Oktober 2014 tentang Peresmian Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Tulungagung Masa Jabatan 2014 s.d. 2019.
Selaku Ketua DPRD, Terdakwa Suppriyono memiliki fungsi anggaran, pengawasan dan legislasi. Terdakwa secara ex-ochio juga sebagai Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPRD Kabupaten Tulungagung.
Terdakwa dalam menjalankan fungsinya sebagai Ketua DPRD dan Ketua Banggar DPRD Kabupaten Tulungagung bersama-sama dengan Imam Kambali, Adib Makarim dan Agus Budiarto secara bertahap menerima sejumlah uang dari Syahri Mulyo melalui Hendry Setiawan yaitu:
a. Pengesahan APBD Pemerintah Kabupaten
Tulungagung TA 2015.
Pada bulan September 2014 Terdakwa bersama Tim Banggar melakukan pembahasan RAPBD TA 2015 dengan TAPD. Dalam pembahasan anggaran tersebut terjadi deadlock sehingga Terdakwa bersama dengan Imam Kambali, Adib Makarim dan Agus Budiarto masing-masing selaku Wakil Ketua DPRD Kabupaten Tulungagung melakukan pertemuan dengan Maryoto Birowo selaku Wakil Bupati Tulungagung dan Hendry Setiawan serta Sudigdo selaku perwakilan TAPD di Hotel Savana, Kota Malang untuk membahas RAPBD TA 2015.
Menindaklanjuti pertemuan sebelumnya, terdakwa Supriyono bersama pimpinan Banggar lainnya yakni Imam Kambali, Adib Makarim dan Agus Budiarto kembali melakukan pertemuan dengan perwakilan TAPD yakni Sudigdo dan Hendy Setiawan di Tulungagung yang menghasilkan kesepakatan, bahwa untuk memperlancar pengesahan APBD TA 2015, pihak eksekutif harus memberikan uang yang diistilahkan dengan uang ketok palu.
Masih pada bulan September 2014, Terdakwa menemui Hendy Setiawan dan Indra Fauzi selaku Sekretaris Daerah dan Ketua TAPD meminta uang ketok palu sejumlah Rp1.000.000.000 (satu miliar rupiah) untuk pembahasan APBD TA 2015. Atas permintaan tersebut, Hendy Setiawan menyampaikan akan melaporkannya kepada Syahri Mulyo
Menindaklanjuti permintaan Terdakwa, selanjutnya Hendy Setiawan menyampaikan permintaan tersebut kepada Syahri Mulyo. Atas laporan itu, Syahri Mulyo memerintahkan Hendy Setiawan untuk memenuhi permintaan terdakwa dan mencari sumber pembiayaannya.
Setelah mendapat persetujuan dari Syahri Mulyo, kemudian Hendy Setiawan menemui Terdakwa dan menyampaikan bahwa akan memenuhi permintaan uang ketok palu sejumlah Rp1.000.000.000 (satu miliar rupiah) dan meminta agar Terdakwa memperlancar proses pembahasan APBD TA 2015.
Selain pemintaan uang ketok palu tersebut, terdakwa Supriyono dan Imam Kambali, Agus Budiarto dan Adib Makarim meminta uang ketok palu khusus sebagai jatah banggar, dan disepakati untuk Ketua Banggar sejumlah Rp25.000.000 (dua puluh lima juta rupiah), 3 orang wakil masing-masing sejumlah Rp20.000.000 (dua puluh juta rupiah), sedangkan untuk 21 orang anggota banggar masing-masing sejumlah Rp5.000.000.00 (lima juta rupiah).
Untuk teknis pemberiannya, akan dikoordinasikan oleh Imam Kambali, Hendry Setiawan, Yamin selaku staf BPKAD dan Budi Fatahillah Mansyur selaku Sekretaris DPRD Kabupaten Tulungagung.
Setelah Terdakwa mendapat kepastian tentang uang ketok palu sejumlah Rp1.000.000.000 (satu miliar rupiah), kemudian Terdakwa bersama dengan anggota Banggar lainnya dan TAPD membahas RAPBD TA 2015, dimana Terdakwa mengatur semua kendali pengesahan APBD TA 2015.
Guna merealisasikan permintaan Terdakwa terkait uang ketok palu pengesahan APBD TA 2015, Hendry Setiawan meminta sejumlah uang kepada Sutrisno selaku Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) pada sekira bulan November 2014. Kemudian Sutrisno melalui Sukraji menyerahkan uang sejumlah Rp3.100.000.000 (tiga miliar seratus juta rupiah) kepada Hendry Setiawan di Kantor BPKAD Kabupaten Tulungagung. Setelah menerima uang tersebut, selanjutnya Hendry Setiawan melaporkan kepada Syahri Mulyo
Pada tahun 2014, bertempat di Kantor DPRD Kabupaten Tulungagung, Terdakwa bersama-sama dengan anggota banggar lainnya juga menerima uang jatah banggar terkait pengesahan APBD TA 2015 dari Syahri Mulyo melalui Budi Fatahillah Mansyur dengan perincian, untuk terdakwa Supriyono selaku Ketua Banggar sebesar Rp25.000.000 (dua puluh lima juta rupiah), 3 orang wakil ketua banggar yakni Imam Kambali, Adib Makarim dan Agus Budiarto masing-masing sejumlah Rp20.000.000 (dua puluh juta rupiah). Sedangkan untuk 21 orang anggota banggar masing-masing sebesar Rp5.000.000 (lima juta rupiah).
Pada tanggal 29 November 2014, dilaksanakan rapat paripurna di Kantor DPRD Kabupaten Tulungagung yang mengesahkan RAPBD TA 2015 menjadi Peraturan Daerah Kabupaten Tulungagung Nomor 13 Tahun 2014 Tentang APBD TA 2015. Dalam rapat ini, terdakwa memerintahkan kepada masing-masing Fraksi agar jangan keras-keras dalam mengkritisi kinerja pemerintah daerah.
Menindak lanjuti kesepakatan sebelumnya, pada waktu-waktu yang tidak dapat diingat lagi pada tahun 2015, Hendry Setiawan memberikan uang secara bertahap yang seluruhnya sejumlah Rp1.000.000.000 (satu miliar rupiah) kepada Terdakwa di lingkungan kantor BPKAD Kabupaten Tulungagung. Sedangkan sisa uang yang dipegang Hnedry Setiawan diserahkan kepada Syahri Mulyo
Menindaklanjuti pertemuan sebelumnya, terdakwa Supriyono bersama pimpinan Banggar lainnya yakni Imam Kambali, Adib Makarim dan Agus Budiarto kembali melakukan pertemuan dengan perwakilan TAPD yakni Sudigdo dan Hendy Setiawan di Tulungagung yang menghasilkan kesepakatan, bahwa untuk memperlancar pengesahan APBD TA 2015, pihak eksekutif harus memberikan uang yang diistilahkan dengan uang ketok palu.
Masih pada bulan September 2014, Terdakwa menemui Hendy Setiawan dan Indra Fauzi selaku Sekretaris Daerah dan Ketua TAPD meminta uang ketok palu sejumlah Rp1.000.000.000 (satu miliar rupiah) untuk pembahasan APBD TA 2015. Atas permintaan tersebut, Hendy Setiawan menyampaikan akan melaporkannya kepada Syahri Mulyo
Menindaklanjuti permintaan Terdakwa, selanjutnya Hendy Setiawan menyampaikan permintaan tersebut kepada Syahri Mulyo. Atas laporan itu, Syahri Mulyo memerintahkan Hendy Setiawan untuk memenuhi permintaan terdakwa dan mencari sumber pembiayaannya.
Setelah mendapat persetujuan dari Syahri Mulyo, kemudian Hendy Setiawan menemui Terdakwa dan menyampaikan bahwa akan memenuhi permintaan uang ketok palu sejumlah Rp1.000.000.000 (satu miliar rupiah) dan meminta agar Terdakwa memperlancar proses pembahasan APBD TA 2015.
Selain pemintaan uang ketok palu tersebut, terdakwa Supriyono dan Imam Kambali, Agus Budiarto dan Adib Makarim meminta uang ketok palu khusus sebagai jatah banggar, dan disepakati untuk Ketua Banggar sejumlah Rp25.000.000 (dua puluh lima juta rupiah), 3 orang wakil masing-masing sejumlah Rp20.000.000 (dua puluh juta rupiah), sedangkan untuk 21 orang anggota banggar masing-masing sejumlah Rp5.000.000.00 (lima juta rupiah).
Untuk teknis pemberiannya, akan dikoordinasikan oleh Imam Kambali, Hendry Setiawan, Yamin selaku staf BPKAD dan Budi Fatahillah Mansyur selaku Sekretaris DPRD Kabupaten Tulungagung.
Setelah Terdakwa mendapat kepastian tentang uang ketok palu sejumlah Rp1.000.000.000 (satu miliar rupiah), kemudian Terdakwa bersama dengan anggota Banggar lainnya dan TAPD membahas RAPBD TA 2015, dimana Terdakwa mengatur semua kendali pengesahan APBD TA 2015.
Guna merealisasikan permintaan Terdakwa terkait uang ketok palu pengesahan APBD TA 2015, Hendry Setiawan meminta sejumlah uang kepada Sutrisno selaku Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) pada sekira bulan November 2014. Kemudian Sutrisno melalui Sukraji menyerahkan uang sejumlah Rp3.100.000.000 (tiga miliar seratus juta rupiah) kepada Hendry Setiawan di Kantor BPKAD Kabupaten Tulungagung. Setelah menerima uang tersebut, selanjutnya Hendry Setiawan melaporkan kepada Syahri Mulyo
Pada tahun 2014, bertempat di Kantor DPRD Kabupaten Tulungagung, Terdakwa bersama-sama dengan anggota banggar lainnya juga menerima uang jatah banggar terkait pengesahan APBD TA 2015 dari Syahri Mulyo melalui Budi Fatahillah Mansyur dengan perincian, untuk terdakwa Supriyono selaku Ketua Banggar sebesar Rp25.000.000 (dua puluh lima juta rupiah), 3 orang wakil ketua banggar yakni Imam Kambali, Adib Makarim dan Agus Budiarto masing-masing sejumlah Rp20.000.000 (dua puluh juta rupiah). Sedangkan untuk 21 orang anggota banggar masing-masing sebesar Rp5.000.000 (lima juta rupiah).
Pada tanggal 29 November 2014, dilaksanakan rapat paripurna di Kantor DPRD Kabupaten Tulungagung yang mengesahkan RAPBD TA 2015 menjadi Peraturan Daerah Kabupaten Tulungagung Nomor 13 Tahun 2014 Tentang APBD TA 2015. Dalam rapat ini, terdakwa memerintahkan kepada masing-masing Fraksi agar jangan keras-keras dalam mengkritisi kinerja pemerintah daerah.
Menindak lanjuti kesepakatan sebelumnya, pada waktu-waktu yang tidak dapat diingat lagi pada tahun 2015, Hendry Setiawan memberikan uang secara bertahap yang seluruhnya sejumlah Rp1.000.000.000 (satu miliar rupiah) kepada Terdakwa di lingkungan kantor BPKAD Kabupaten Tulungagung. Sedangkan sisa uang yang dipegang Hnedry Setiawan diserahkan kepada Syahri Mulyo
b. Pengesahan APBD TA 2016.
Pada bulan September 2015, terdakwa Supriyon bersama Tim Banggar melakukan pembahasan RAPBD TA 2016 dengan TAPD. Untuk memperlancar pembahasan RAPBD tersebut, terdakwa bersama dengan Imam Kambali, Adib Makarim dan Agus Budiarto masing-masing selaku Wakil Ketua DPRD Kabupaten Tulungagung melakukan pertemuan setengah kamar antara Terdakwa Supriyono, Imam Kambali, Adib Makarim dan Agus Budiarto dengan Hendry Setiawan dan Sudigdo. Selanjutnya Terdakwa Supriyono menemui Hendry Setiawan untuk meminta uang ketok palu seperti tahun sebelumnya sejumlah Rp1.000.000.000 (satu miliar rupiah).
Selain permintaan uang ketok palu tersebut, terdakwa Supriyono dan Imam Kambali, Adib Makarim dan Agus Budiarto meminta uang ketok palu khusus sebagai jatah hanggar, dan disepakati untuk Ketua Banggar sejumlah Rp25.000.000 (dua puluh lima juta rupiah), 3 orang wakil masing-masing sejumlah Rp20.000.000 (dua puluh juta rupiah), sedangkan untuk 21 orang anggota banggar masing-masing sejumlah Rp5.000.000 (lima juta rupiah). Untuk teknis pemberiannya akan dikoordinasikan oleh Imam Kambali, Hendry Setiawan, Yamani selaku staf BPKAD dan Budi Fatahillah Mansyur selaku Sekretaris DPRD Kabupaten Tulungagung.
Menindaklanjuti permintaan terdakwa, selanjutnya Hendry Setiawan menyampaikan permintaan Terdakwa tersebut kepada Syahri Mulyo. Atas laporan itu, Syahri Mulyo memerintahkan Hendry Setiawan untuk memenuhi permintaan Terdakwa dan mencari sumber pembiayaannya.
Setelah terdakwa mendapat kepastian tentang uang ketok palu sejumlah Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) kemudian Terdakwa bersama dengan anggota Banggar lainnya bersama TAPD membahas RAPBD TA 2016, dimana Terdakwa mengatur semua kendali pengesahan APBD TA 2016.
Guna merealisasikan permintaan terdakwa terkait uang ketok palu pengesahan APBD TA 2016, Hendry Setiawan meminta sejumlah uang kepada Sutrisnoo selaku Kepala Dinas PUPR. Pada waktu yang sudah tidak dapat diingat lagi pada akhir tahun 2015, Sutrisno melalui Sukarji menyerahkan uang sejumlah Rp3.800.000.000 (tiga miliar delapan ratus juta rupiah) kepada Hendry Setiawan di Kantor BPKAD Kabupaten Tulungagung. Setelah menerima uang tersebut, selanjutnya Hendry Setiawan melaporkan kepada Syahri Mulyo
Atas persetujuan Syahri Mulyo, selanjutnya pada waktu yang tidak dapat diingat lagi sekitar tahun 2015, Hendry Setiawan memberikan uang secara bertahap yang seluruhnya sejumlah Rp1.000.000.000 (satu miliar rupiah) kepada Terdakwa di 'lingkungan kantor BPKAD Kabupaten Tulungagung dan di Pendopo Bupati. Sedangkan sisa uang yang dipegang Hendry Setiawan diserahkan kepada Syahri Mulyo
Masih tahun 2015, bertempat di Kantor DPRD Kabupaten Tulungagung, Terdakwa bersama-sama dengan anggota banggar lainnya juga menerima uang jatah banggar terkait pengesahan APBD TA 2016 dari Syahri Mulyo melalui Budi Fatahillah Mansyur dengan perincian, untuk terdakwa selaku Ketua Banggar sejumlah Rp25.000.000 (dua puluh lima juta rupiah), 3 orang wakil ketua banggar yakni Imam Kambali, Adib Makarim dan Agus Budiarto masing-masing sejumlah Rp20.000.000 (dua puluh juta rupiah), sedangkan untuk 21 orang anggota banggar masing-masing sejumlah Rp5.000.000 (lima juta rupiah).
Pada tanggal 30 November 2015, bertempat di Kantor DPRD Kabupaten Tulungagung dengan dihadiri oleh Terdakwa dan Anggota DPRD lainnya, dilaksanakan rapat paripurna untuk mengesahkan RAPBD TA 2016 menjadi Peraturan Daerah Kabupaten Tulungagung Nomor 18 Tahun 2015 Tentang APBD TA 2016.
Pada bulan September 2015, terdakwa Supriyon bersama Tim Banggar melakukan pembahasan RAPBD TA 2016 dengan TAPD. Untuk memperlancar pembahasan RAPBD tersebut, terdakwa bersama dengan Imam Kambali, Adib Makarim dan Agus Budiarto masing-masing selaku Wakil Ketua DPRD Kabupaten Tulungagung melakukan pertemuan setengah kamar antara Terdakwa Supriyono, Imam Kambali, Adib Makarim dan Agus Budiarto dengan Hendry Setiawan dan Sudigdo. Selanjutnya Terdakwa Supriyono menemui Hendry Setiawan untuk meminta uang ketok palu seperti tahun sebelumnya sejumlah Rp1.000.000.000 (satu miliar rupiah).
Selain permintaan uang ketok palu tersebut, terdakwa Supriyono dan Imam Kambali, Adib Makarim dan Agus Budiarto meminta uang ketok palu khusus sebagai jatah hanggar, dan disepakati untuk Ketua Banggar sejumlah Rp25.000.000 (dua puluh lima juta rupiah), 3 orang wakil masing-masing sejumlah Rp20.000.000 (dua puluh juta rupiah), sedangkan untuk 21 orang anggota banggar masing-masing sejumlah Rp5.000.000 (lima juta rupiah). Untuk teknis pemberiannya akan dikoordinasikan oleh Imam Kambali, Hendry Setiawan, Yamani selaku staf BPKAD dan Budi Fatahillah Mansyur selaku Sekretaris DPRD Kabupaten Tulungagung.
Menindaklanjuti permintaan terdakwa, selanjutnya Hendry Setiawan menyampaikan permintaan Terdakwa tersebut kepada Syahri Mulyo. Atas laporan itu, Syahri Mulyo memerintahkan Hendry Setiawan untuk memenuhi permintaan Terdakwa dan mencari sumber pembiayaannya.
Setelah terdakwa mendapat kepastian tentang uang ketok palu sejumlah Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) kemudian Terdakwa bersama dengan anggota Banggar lainnya bersama TAPD membahas RAPBD TA 2016, dimana Terdakwa mengatur semua kendali pengesahan APBD TA 2016.
Guna merealisasikan permintaan terdakwa terkait uang ketok palu pengesahan APBD TA 2016, Hendry Setiawan meminta sejumlah uang kepada Sutrisnoo selaku Kepala Dinas PUPR. Pada waktu yang sudah tidak dapat diingat lagi pada akhir tahun 2015, Sutrisno melalui Sukarji menyerahkan uang sejumlah Rp3.800.000.000 (tiga miliar delapan ratus juta rupiah) kepada Hendry Setiawan di Kantor BPKAD Kabupaten Tulungagung. Setelah menerima uang tersebut, selanjutnya Hendry Setiawan melaporkan kepada Syahri Mulyo
Atas persetujuan Syahri Mulyo, selanjutnya pada waktu yang tidak dapat diingat lagi sekitar tahun 2015, Hendry Setiawan memberikan uang secara bertahap yang seluruhnya sejumlah Rp1.000.000.000 (satu miliar rupiah) kepada Terdakwa di 'lingkungan kantor BPKAD Kabupaten Tulungagung dan di Pendopo Bupati. Sedangkan sisa uang yang dipegang Hendry Setiawan diserahkan kepada Syahri Mulyo
Masih tahun 2015, bertempat di Kantor DPRD Kabupaten Tulungagung, Terdakwa bersama-sama dengan anggota banggar lainnya juga menerima uang jatah banggar terkait pengesahan APBD TA 2016 dari Syahri Mulyo melalui Budi Fatahillah Mansyur dengan perincian, untuk terdakwa selaku Ketua Banggar sejumlah Rp25.000.000 (dua puluh lima juta rupiah), 3 orang wakil ketua banggar yakni Imam Kambali, Adib Makarim dan Agus Budiarto masing-masing sejumlah Rp20.000.000 (dua puluh juta rupiah), sedangkan untuk 21 orang anggota banggar masing-masing sejumlah Rp5.000.000 (lima juta rupiah).
Pada tanggal 30 November 2015, bertempat di Kantor DPRD Kabupaten Tulungagung dengan dihadiri oleh Terdakwa dan Anggota DPRD lainnya, dilaksanakan rapat paripurna untuk mengesahkan RAPBD TA 2016 menjadi Peraturan Daerah Kabupaten Tulungagung Nomor 18 Tahun 2015 Tentang APBD TA 2016.
c. Pengesahan APBD TA 2017.
Pada sekira Bulan September 2016, dilaksanakan pembahasan RAPBD TA 2017 antara TAPD dengan DPRD Kabupaten Tulungagung. Sebagaimana tahun-tahun sebelumnya, terdakwa Supriyono menemui Hendry Setiawan dan menyampaikan bahwa untuk memperlancar pembahasan APBD TA 2017, harus memberikan uang ketok palu kepada terdakwa sejumlah Rp1.000.000.000 (satu miliar rupiah).
Selain permintaan uang ketok palu tersebut, terdakwa Supriyono dan Imam Kambali, Adib Makarim dan Agus Budiarto meminta uang ketok palu khusus sebagai jatah banggar, dan disepakati untuk Ketua Banggar sejumlah Rp25.000.000.00 (dua puluh lima juta rupiah), 3 orang wakil masing-masing sejumlah Rp20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah), sedangkan untuk 21 orang anggota banggar masing-masing sejumlah Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah). Untuk teknis pemberiannya akan dikoordinasikan oleh Imam Kambali, HendrySetiawan, Yamani selaku staf BPKAD dan Budi Fatahillah Mansyur selaku Sekretaris DPRD Kabupaten Tulungagung.
Menindaklanjuti permintaan Terdakwa, selanjutnya Hendry Setiawan menyampaikan permintaan tersebut kepada Syahri Mulyo. Atas laporan itu, Syaahri Mulyo memerintahkan Hendry Setiwan untuk memenuhi permintaan Terdakwa dan mencari sumber pembiayaannya.
Setelah Terdakwa mendapat kepastian tentang uang ketok palu sejumlah Rp1.000.000.000 (satu miliar rupiah), kemudian tim Banggar bersama TAPD membahas RAPBD TA 2017, dimana Terdakwa mengatur semua kendali pengesahan dan jadwal pengesahan APBD TA 2017.
Guna merealisasikan permintaan Terdakwa terkait uang ketok palu pengesahan APBD TA 2017, Hendry Setiawan meminta sejumlah uang kepada Sutrisno selaku Kepala Dinas PUPR. Pada waktu yang sudah tidak dapat diingat lagi pada tahun 2016, Sutrisno melalui Sukarji menyerahkan uang sejumlah Rp5.500.000.000 (lima miliar lima ratus juta rupiah) kepada Hendry Setiawan di Kantor BPKAD Kabupaten Tulungagung. Setelah menerima uang tersebut, selanjutnya Hendry Setiawan melaporkan kepada Syahri Mulyo
Atas persetujuan Syahri Mulyo, selanjutnya pada waktu-waktu yang sudah tidak dapat diingat lagi pada tahun 2016, Hendry Setiawan memberikan uang secara bertahap yang seluruhnya sejumlah Rp1.000.000.000 (satu miliar rupiah) kepada Terdakwa di lingkungan kantor BPKAD Kabupaten Tulungagung dan di Pendopo Bupati. Sedangkan sisa uang yang dipegang Hendry Setiawan diserahkan kepada Muyol
Masih pada sekira tahun 2016, bertempat di Kantor DPRD Kabupaten Tulungagung, Terdakwa bersama-sama dengan anggota banggar lainnya juga menerima uang jatah banggar terkait pengesahan APBD TA 2017 dari Syahri Mulyo melalui Imam Kambali dengan perincian untuk Terdakwa selaku Ketua Banggar sejumlah Rp25.000.000 (dua puluh lima juta rupiah), 3 orang wakil ketua banggar yakni Imam Kambali, Adib Makarim dan Agus Budiarto masing-masing sejumlah Rp20.000.000 (dua puluh juta rupiah), sedangkan untuk 21 orang anggota banggar masing-masing sejumlah Rp5.000.000 (lima juta rupiah).
Pada tanggal 25 November 2016, bertempat di kantor DPRD Kabupaten Tulungagung dengan dihadiri oleh Terdakwa dan Anggota DPRD lainnya, dilaksanakan rapat paripurna untuk mengesahkan RAPBD TA 2017 menjadi Peraturan Daerah Kabupaten Tulungagung Nomor 16 Tahun 2017 Tentang APBD TA 2017.
Pada sekira Bulan September 2016, dilaksanakan pembahasan RAPBD TA 2017 antara TAPD dengan DPRD Kabupaten Tulungagung. Sebagaimana tahun-tahun sebelumnya, terdakwa Supriyono menemui Hendry Setiawan dan menyampaikan bahwa untuk memperlancar pembahasan APBD TA 2017, harus memberikan uang ketok palu kepada terdakwa sejumlah Rp1.000.000.000 (satu miliar rupiah).
Selain permintaan uang ketok palu tersebut, terdakwa Supriyono dan Imam Kambali, Adib Makarim dan Agus Budiarto meminta uang ketok palu khusus sebagai jatah banggar, dan disepakati untuk Ketua Banggar sejumlah Rp25.000.000.00 (dua puluh lima juta rupiah), 3 orang wakil masing-masing sejumlah Rp20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah), sedangkan untuk 21 orang anggota banggar masing-masing sejumlah Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah). Untuk teknis pemberiannya akan dikoordinasikan oleh Imam Kambali, HendrySetiawan, Yamani selaku staf BPKAD dan Budi Fatahillah Mansyur selaku Sekretaris DPRD Kabupaten Tulungagung.
Menindaklanjuti permintaan Terdakwa, selanjutnya Hendry Setiawan menyampaikan permintaan tersebut kepada Syahri Mulyo. Atas laporan itu, Syaahri Mulyo memerintahkan Hendry Setiwan untuk memenuhi permintaan Terdakwa dan mencari sumber pembiayaannya.
Setelah Terdakwa mendapat kepastian tentang uang ketok palu sejumlah Rp1.000.000.000 (satu miliar rupiah), kemudian tim Banggar bersama TAPD membahas RAPBD TA 2017, dimana Terdakwa mengatur semua kendali pengesahan dan jadwal pengesahan APBD TA 2017.
Guna merealisasikan permintaan Terdakwa terkait uang ketok palu pengesahan APBD TA 2017, Hendry Setiawan meminta sejumlah uang kepada Sutrisno selaku Kepala Dinas PUPR. Pada waktu yang sudah tidak dapat diingat lagi pada tahun 2016, Sutrisno melalui Sukarji menyerahkan uang sejumlah Rp5.500.000.000 (lima miliar lima ratus juta rupiah) kepada Hendry Setiawan di Kantor BPKAD Kabupaten Tulungagung. Setelah menerima uang tersebut, selanjutnya Hendry Setiawan melaporkan kepada Syahri Mulyo
Atas persetujuan Syahri Mulyo, selanjutnya pada waktu-waktu yang sudah tidak dapat diingat lagi pada tahun 2016, Hendry Setiawan memberikan uang secara bertahap yang seluruhnya sejumlah Rp1.000.000.000 (satu miliar rupiah) kepada Terdakwa di lingkungan kantor BPKAD Kabupaten Tulungagung dan di Pendopo Bupati. Sedangkan sisa uang yang dipegang Hendry Setiawan diserahkan kepada Muyol
Masih pada sekira tahun 2016, bertempat di Kantor DPRD Kabupaten Tulungagung, Terdakwa bersama-sama dengan anggota banggar lainnya juga menerima uang jatah banggar terkait pengesahan APBD TA 2017 dari Syahri Mulyo melalui Imam Kambali dengan perincian untuk Terdakwa selaku Ketua Banggar sejumlah Rp25.000.000 (dua puluh lima juta rupiah), 3 orang wakil ketua banggar yakni Imam Kambali, Adib Makarim dan Agus Budiarto masing-masing sejumlah Rp20.000.000 (dua puluh juta rupiah), sedangkan untuk 21 orang anggota banggar masing-masing sejumlah Rp5.000.000 (lima juta rupiah).
Pada tanggal 25 November 2016, bertempat di kantor DPRD Kabupaten Tulungagung dengan dihadiri oleh Terdakwa dan Anggota DPRD lainnya, dilaksanakan rapat paripurna untuk mengesahkan RAPBD TA 2017 menjadi Peraturan Daerah Kabupaten Tulungagung Nomor 16 Tahun 2017 Tentang APBD TA 2017.
d. Pengesahan APBD TA 2018.
Pada Bulan September 2017, dilaksanakan pembahasan RAPBD TA 2018 antara TAPD dengan DPRD Kabupaten Tulungagung. Sebagaimana tahun-tahun sebelumnya, Terdakwa menemui HENDRY SETIAWAN menyampaikan bahwa untuk memperlancar APBD TA 2018 harus memberikan uang ketok palu sejumlah Rp1.000.000.000 (satu miliar rupiah) kepada Terdakwa.
Selain permintaan uang ketok palu tersebut, Terdakwa dan IMAM KAMBALI, AGUS BUDIARTO dan ADIB MAKARIM meminta uang ketok palu khusus sebagai jatah banggar, dan disepakati untuk Ketua Banggar sejumlah Rp25.000.000 (dua puluh lima juta rupiah), 3 orang wakil masing-masing sejumlah Rp20.000.000 (dua puluh juta rupiah), sedangkan untuk 21 orang anggota banggar masing-masing sejumlah Rp5.000.000 (lima juta rupiah). Untuk teknis pemberiannya akan dikoordinasikan oleh IMAM KAMBALI, HENDRY SETIAWAN, YAMANI selaku staf BPKAD dan BUDI FATAHILLAH MANSYUR selaku Sekretaris DPRD Kabupaten Tulungagung.
Menindaklanjuti pemintaan Terdakwa, selanjutnya HENDRY SETIAWAN menyampaikan permintaan tersebut kepada SYAHRI MULYO. Atas laporan itu, SYAHRI MULYO memerintahkan HENDRY SETIAWAN untuk memenuhi permintaan Terdakwa dan mencari sumber pembiayaannya.
Setelah Terdakwa mendapat kepastian tentang uang ketok palu sejumlah Rp1.000.000.000 (satu miliar rupiah), kemudian Banggar bersama TAPD membahas RAPBD TA 2018, dimana Terdakwa mengatur semua kendali pengesahan dan jadwal pengesahan APBD TA 2018.
Guna merealisasikan permintaan Terdakwa terkait uang ketok palu pengesahan APBD TA 2018. HENDRY SETIAWAN meminta sejumlah uang kepada SUTRISNO selaku Kepala Dinas PUPR. Pada waktu yang sudah tidak ingat lagi pada tahun 2017, SUTRISNO melalui SUKARJI menyerahkan uang sejumlah Rp3.500.000.000 (tiga miliar lima ratus juta rupiah) kepada HENDRY SETIAWAN di Kantor BPKAD Kabupaten Tulungagung. Atas penerimaan uang itu, selanjutnya HENDRY SETIAWAN melaporkan kepada SYAHRI MULYO terkait rencana pemberian uang kepada Terdakwa sejumlah Rp1.000.000.000 (satu miliar rupiah).
Masih pada sekira tahun 2017, bertempat di kantor DPRD Kabupaten Tulungagung, Terdakwa bersama-sama dengan anggota banggar lainnya juga menerima uang jatah banggar terkait pengesahan APBD TA 2018 dari SYAHRI MULYO melalui BUDI FATAHILLAH MANSYUR dengan perincian, untuk Terdakwa selaku Ketua Banggar sejumlah Rp25.000.000 (dua puluh lima juta rupiah), 3 orang wakil ketua banggar yakni IMAM KAMBALI. ADIB MAKARIM, dan AGUS BUDIARTO masing-masing sejumlah Rp20.000.000 (dua puluh juta rupiah), sedangkan untuk 21 orang anggota banggar masing-masing sejumlah Rp5.000.000 (lima juta rupiah).
Setelah ada kesepakatan pemberian uang ketok palu diatas, maka dilaksanakan rapat paripurna pada tanggal 29 November 2017, bertempat di Kantor DPRD Kabupaten Tulungagung dengan dihadiri oleh Terdakwa dan Anggota DPRD lainnya untuk mengesahkan RAPBD TA 2017 menjadi Peraturan Daerah Kabupaten Tulungagung Nomor 22 Tahun 2017 Tentang APBD TA 2018
Pada sekira bulan Juni 2018, HENDRY SETIAWAN memberikan uang sejumlah Rp500.000.000 (lima ratus juta rupiah) kepada Terdakwa melalui BUDI FATAHILAH MANSYUR di kantor BPKAD Kabupaten Tulungagung yang selanjutnya atas perintah Terdakwa, uang tersebut diserahkan kepada ajudan Terdakwa. Sedangkan kekuranganya sejumlah Rp500.000.000 (lima ratus juta rupiah) belum sempat diberikan kepada Terdakwa karena SYAHRI MULYO tertangkap tangan oleh KPK.
Terdakwa mengetahui atau setidak-tidaknya patut menduga bahwa penerimaan uang secara bertahap dari SYAHRI MULYO selaku Bupati Tulungagung melalui HENDRY SETIAWAN yang jumlah seluruhnya sebesar Rp3.600.000.000 (tiga miliar enam ratus juta rupiah) atau sekitar sejumtah tersebut.
Bahwa hal itu bertentangan dengan kewajiban Terdakwa selaku Ketua DPRD sekaligus Ketua Banggar DPRD Kabupaten Tulungagung sebagaimana ketentuan yang dimaksud dalam Pasal 400 ayat (3) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2018 Tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Perbuatan Terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 12 huruf a (atau Pasal 11) Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UndangUndang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke- 1 KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana
Pada Bulan September 2017, dilaksanakan pembahasan RAPBD TA 2018 antara TAPD dengan DPRD Kabupaten Tulungagung. Sebagaimana tahun-tahun sebelumnya, Terdakwa menemui HENDRY SETIAWAN menyampaikan bahwa untuk memperlancar APBD TA 2018 harus memberikan uang ketok palu sejumlah Rp1.000.000.000 (satu miliar rupiah) kepada Terdakwa.
Selain permintaan uang ketok palu tersebut, Terdakwa dan IMAM KAMBALI, AGUS BUDIARTO dan ADIB MAKARIM meminta uang ketok palu khusus sebagai jatah banggar, dan disepakati untuk Ketua Banggar sejumlah Rp25.000.000 (dua puluh lima juta rupiah), 3 orang wakil masing-masing sejumlah Rp20.000.000 (dua puluh juta rupiah), sedangkan untuk 21 orang anggota banggar masing-masing sejumlah Rp5.000.000 (lima juta rupiah). Untuk teknis pemberiannya akan dikoordinasikan oleh IMAM KAMBALI, HENDRY SETIAWAN, YAMANI selaku staf BPKAD dan BUDI FATAHILLAH MANSYUR selaku Sekretaris DPRD Kabupaten Tulungagung.
Menindaklanjuti pemintaan Terdakwa, selanjutnya HENDRY SETIAWAN menyampaikan permintaan tersebut kepada SYAHRI MULYO. Atas laporan itu, SYAHRI MULYO memerintahkan HENDRY SETIAWAN untuk memenuhi permintaan Terdakwa dan mencari sumber pembiayaannya.
Setelah Terdakwa mendapat kepastian tentang uang ketok palu sejumlah Rp1.000.000.000 (satu miliar rupiah), kemudian Banggar bersama TAPD membahas RAPBD TA 2018, dimana Terdakwa mengatur semua kendali pengesahan dan jadwal pengesahan APBD TA 2018.
Guna merealisasikan permintaan Terdakwa terkait uang ketok palu pengesahan APBD TA 2018. HENDRY SETIAWAN meminta sejumlah uang kepada SUTRISNO selaku Kepala Dinas PUPR. Pada waktu yang sudah tidak ingat lagi pada tahun 2017, SUTRISNO melalui SUKARJI menyerahkan uang sejumlah Rp3.500.000.000 (tiga miliar lima ratus juta rupiah) kepada HENDRY SETIAWAN di Kantor BPKAD Kabupaten Tulungagung. Atas penerimaan uang itu, selanjutnya HENDRY SETIAWAN melaporkan kepada SYAHRI MULYO terkait rencana pemberian uang kepada Terdakwa sejumlah Rp1.000.000.000 (satu miliar rupiah).
Masih pada sekira tahun 2017, bertempat di kantor DPRD Kabupaten Tulungagung, Terdakwa bersama-sama dengan anggota banggar lainnya juga menerima uang jatah banggar terkait pengesahan APBD TA 2018 dari SYAHRI MULYO melalui BUDI FATAHILLAH MANSYUR dengan perincian, untuk Terdakwa selaku Ketua Banggar sejumlah Rp25.000.000 (dua puluh lima juta rupiah), 3 orang wakil ketua banggar yakni IMAM KAMBALI. ADIB MAKARIM, dan AGUS BUDIARTO masing-masing sejumlah Rp20.000.000 (dua puluh juta rupiah), sedangkan untuk 21 orang anggota banggar masing-masing sejumlah Rp5.000.000 (lima juta rupiah).
Setelah ada kesepakatan pemberian uang ketok palu diatas, maka dilaksanakan rapat paripurna pada tanggal 29 November 2017, bertempat di Kantor DPRD Kabupaten Tulungagung dengan dihadiri oleh Terdakwa dan Anggota DPRD lainnya untuk mengesahkan RAPBD TA 2017 menjadi Peraturan Daerah Kabupaten Tulungagung Nomor 22 Tahun 2017 Tentang APBD TA 2018
Pada sekira bulan Juni 2018, HENDRY SETIAWAN memberikan uang sejumlah Rp500.000.000 (lima ratus juta rupiah) kepada Terdakwa melalui BUDI FATAHILAH MANSYUR di kantor BPKAD Kabupaten Tulungagung yang selanjutnya atas perintah Terdakwa, uang tersebut diserahkan kepada ajudan Terdakwa. Sedangkan kekuranganya sejumlah Rp500.000.000 (lima ratus juta rupiah) belum sempat diberikan kepada Terdakwa karena SYAHRI MULYO tertangkap tangan oleh KPK.
Terdakwa mengetahui atau setidak-tidaknya patut menduga bahwa penerimaan uang secara bertahap dari SYAHRI MULYO selaku Bupati Tulungagung melalui HENDRY SETIAWAN yang jumlah seluruhnya sebesar Rp3.600.000.000 (tiga miliar enam ratus juta rupiah) atau sekitar sejumtah tersebut.
Bahwa hal itu bertentangan dengan kewajiban Terdakwa selaku Ketua DPRD sekaligus Ketua Banggar DPRD Kabupaten Tulungagung sebagaimana ketentuan yang dimaksud dalam Pasal 400 ayat (3) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2018 Tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Perbuatan Terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 12 huruf a (atau Pasal 11) Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UndangUndang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke- 1 KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana
Kemudian JPU KPK Mufti Nur Irawan menguraikan perbuatan terdakwa terkait penerimaan uang selain uang ketok palu untuk pengesahan APBD Kabupaten Tulungaguung.
Terdakwa melakukan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri sehingga merupakan beberapa kejahatan, menerima gratifikasi berupa uang tunai yang totalnya sebesar Rp1.050.000.000 (satu miliar lima puluh lima juta rupiah) atau sekitar sejumlah tersebut, dengan perincian ;
Menerima dari MAT YANI sejumlah Rp250.000.000 (dua ratus lima puluh juta rupiah), dari SUTRISNO melalui SUKARJI sejumlah Rp700.000.000 (tujuh ratus juta rupiah), dari SUHARNO sejumlah Rp100.000.000 (seratus ratusjuta rupiah)
Penerimaan uang oleh terdakwa berhubungan dengan jabatannya selaku Ketua DPRD Kabupaten Tulungagung sebagaimana ketentuan yang dimaksud dalam Pasal 5 angka 4 dan angka 6 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi Kolusi dan Nepotisme yang dilakukan dengan cara sebagai berikut:
Pada tahun 2013, Terdakwa dilantik sebagai Ketua DPRD Kabupaten Tulungagung berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Jawa Timur Nomor: 171 .407/1 02/011/2013 tanggal 28 Maret 2013 Tentang Peresmian Pemberhentian dan Pengangkatan Pengganti Antar Waktu Pimpinan DPRD Kabupaten Tulungagung.
Pada tahun 2014, Terdakwa dilantik kembali sebagai Ketua DPRD Kabupaten Tulungagung berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Jawa Timur Nomor 171.407/721/011/2014 Tanggal 06 Oktober 2014 tentang Peresmian Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Tulungagung Masa Jabatan 2014 - 2019
Pada tahun 2012, SYAHRI MULYO yang sedang mencalonkan diri menjadi Bupati Tulungagung membuat komitmen dengan Terdakwa, jika SYAHRl MULYO terpilih menjadi Bupati, maka Terdakwa akan dilibatkan dalam proses pelaksanaan anggaran, promosi dan mutasi pada Dinas Pekerjaan Umum dan Dinas Pendidikan Kabupaten Tulungagung.
Pada tahun 2013, setelah SYAHRI MULYO dilantik menjadi Bupati Tulungagung, Terdakwa meminta SYAHRI MULYO mengangkat SUHARNO yang merupakan orang kepercayaan Terdakwa untuk dilantik sebagai Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Tulungagung. Setelah SUHARNO menjabat sebagai Kepala Dinas Pendidikan, Terdakwa mengontrol kebijakan Kepala Dinas Pendidikan yang salah satunya adalah pengisian jabatan Kepala Sekolah.
Masih di tahun 2013, MATYANI selaku Guru SMP Bandung 3 Tulungagung yang juga orang kepercayaan Terdakwa, menghubungi orang-orang yang berminat untuk dipromosikan menjadi kepala sekolah diantaranya SUPARLAN, KARDIYANTO. SRI WAHYUNI, EFENDI, SYAMSURI, NANANG SUGIARTO dan TARMUJI.
Selanjutnya terhadap calon kepala sekolah tersebut diminta memberikan uang dengan perincian sebagai berikut:
a. SUPARLAN sejumlah Rp55.000.000 (lima puluh lima juta rupiah).
b. KARDIYANTO sejumlah Rp55.000.000 (lima puluh lima juta rupiah).
c. SYAMSURI sejumlah Rp50.000.000 (lima puluhjuta rupiah).
d. SRI WAHYUNI sejumlah Rp100.000.000 (seratusjuta rupiah).
e. EFENDI SUMAlNl sejumlah Rp40.000.000 (empat puluh juta rupiah).
f. NANANG SUPRIYANTO sejumlah Rp40.000.000 (empat puluh juta rupiah).
g. TARMUJI sejumlah Rp55.000.000 (lima puluh lima juta rupiah). Sehingga total uang yang terkumpul sejumlah Rp395.000.000 (tiga ratus sembilan puluh lima juta rupiah).
Kemudian pada sekira tahun 2013, bertempat di kantor DPRD Kabupaten Tulungagung, uang sebesar Rp250.000.000 sedangkan sisanya dibawa oleh MATYANI
Selanjutnya bertempat di Karaoke Dinasty Tulungagung, Terdakwa dua kali melakukan pertemuan dengan MATYANI, SUPARLAN, KARDIYANTO. HARYO DEWANTO. dan SYAMSURI. Pada pertemuan tersebut, Terdakwa SUPRIYONO berkomitmen akan membantu seluruh Kepala Sekolah yang hadir.
Antara tahun 2014 – 2015, bertempat di kantor DPRD Kabupaten Tulungagung, Terdakwa juga menerima uang dari SUHARNO selaku Kepala Dinas Pendidikan sejumlah Rp100.000.000 (seratus juta rupiah) yang berasal dari fee proyek pada Dinas Pendidikan.
Pada sekira tahun 2014 - 2018 Terdakwa juga menerima uang di rumahnya dari SUTRISNO selaku Kepala Dinas PUPR melalui SUKARJI, Kabid Binamarga Dinas PUPR Kabupaten Tulung Agung secara bertahap yang seluruh sejumlah Rp700.000.000 (tujuh ratus juta rupiah) yang bersumber dari para penyedia barangaasa yang mengerjakan proyek di Dinas PUPR yaitu:
1. Pada sekira tahun 2014, menerima uang sejumlah Rp150.000.000 (seratus lima puluh lima juta rupiah).
2. Pada sekira tahun 2015, menerima uang sejumlah Rp150.000.000 (seratus lima puluh lima juta rupiah).
3. Pada sekira tahun 2016 menerima uang sejumlah Rp150.000.000 (seratus lima puluh lima juta rupiah).
4. Pada sekira tahun 2017 menerima uang sejumlah Rp150.000.000 (seratus lima puluh lima juta rupiah).
5. Pada sekira tahun 2018. menerima uang sejumlah Rp100.000.000 (seratus juta rupiah).
Bahwa sejak menerima uang yang seluruhnya sebesar Rp1.050.000.000,00 (satu miliar lima puluh lima juta rupiah), terdakwa tidak melaporkan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sampai dengan batas waktu 30 (tiga puluh) hari sebagaimana yang dipersyaratkan dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Padahal penerimaan itu tidak ada atas hak yang sah menurut hukum. Bahwa perbuatan Terdakwa menerima gratifikasi dalam bentuk uang yang seluruhnya sebesar Rp1.050.000.000 (satu miliar lima puluh lima juta rupiah) atau sekitar sejumlah tersebut, haruslah dianggap sebagai suap karena berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan kewajiban serta tugas Terdakwa selaku pegawai negeri atau Penyelenggara Negara yaitu sebagai Ketua DPRD Kabupaten Tuiungagung sebagaimana ketentuan yang tertuang dalam :
a. Pasal 5 angka 4 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi. Kolusi dan Nepotisme yang menyatakan Setiap penyelenggara Negara berkewajiban untuk tidak meiakukan korupsi. kolusi dan nepotisme.
b. Pasal 5 angka 5 UHGIng-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara rang Bersih dan Bebas dari Korupsi. Kolusi dan Nepotisme yang menyatakan Setiap penyelenggara negara berkewajiban untuk melaksanakan tugas dengan penuh rasa tanggung jawab dan tidak melakukan perbuatan tercela tanpa pamrih untuk kepentingan pribadi. keluarga, kroni maupun kelompok dan tidak mengharapkan imbalan dalam bentuk apapun yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku.
Perbuatan Terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana menurut Pasal pasal 12 huruf a (atau pasal 12 B) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 65 ayat (1) KUHPidana. (Jen/Pri)
Terdakwa melakukan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri sehingga merupakan beberapa kejahatan, menerima gratifikasi berupa uang tunai yang totalnya sebesar Rp1.050.000.000 (satu miliar lima puluh lima juta rupiah) atau sekitar sejumlah tersebut, dengan perincian ;
Menerima dari MAT YANI sejumlah Rp250.000.000 (dua ratus lima puluh juta rupiah), dari SUTRISNO melalui SUKARJI sejumlah Rp700.000.000 (tujuh ratus juta rupiah), dari SUHARNO sejumlah Rp100.000.000 (seratus ratusjuta rupiah)
Penerimaan uang oleh terdakwa berhubungan dengan jabatannya selaku Ketua DPRD Kabupaten Tulungagung sebagaimana ketentuan yang dimaksud dalam Pasal 5 angka 4 dan angka 6 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi Kolusi dan Nepotisme yang dilakukan dengan cara sebagai berikut:
Pada tahun 2013, Terdakwa dilantik sebagai Ketua DPRD Kabupaten Tulungagung berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Jawa Timur Nomor: 171 .407/1 02/011/2013 tanggal 28 Maret 2013 Tentang Peresmian Pemberhentian dan Pengangkatan Pengganti Antar Waktu Pimpinan DPRD Kabupaten Tulungagung.
Pada tahun 2014, Terdakwa dilantik kembali sebagai Ketua DPRD Kabupaten Tulungagung berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Jawa Timur Nomor 171.407/721/011/2014 Tanggal 06 Oktober 2014 tentang Peresmian Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Tulungagung Masa Jabatan 2014 - 2019
Pada tahun 2012, SYAHRI MULYO yang sedang mencalonkan diri menjadi Bupati Tulungagung membuat komitmen dengan Terdakwa, jika SYAHRl MULYO terpilih menjadi Bupati, maka Terdakwa akan dilibatkan dalam proses pelaksanaan anggaran, promosi dan mutasi pada Dinas Pekerjaan Umum dan Dinas Pendidikan Kabupaten Tulungagung.
Pada tahun 2013, setelah SYAHRI MULYO dilantik menjadi Bupati Tulungagung, Terdakwa meminta SYAHRI MULYO mengangkat SUHARNO yang merupakan orang kepercayaan Terdakwa untuk dilantik sebagai Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Tulungagung. Setelah SUHARNO menjabat sebagai Kepala Dinas Pendidikan, Terdakwa mengontrol kebijakan Kepala Dinas Pendidikan yang salah satunya adalah pengisian jabatan Kepala Sekolah.
Masih di tahun 2013, MATYANI selaku Guru SMP Bandung 3 Tulungagung yang juga orang kepercayaan Terdakwa, menghubungi orang-orang yang berminat untuk dipromosikan menjadi kepala sekolah diantaranya SUPARLAN, KARDIYANTO. SRI WAHYUNI, EFENDI, SYAMSURI, NANANG SUGIARTO dan TARMUJI.
Selanjutnya terhadap calon kepala sekolah tersebut diminta memberikan uang dengan perincian sebagai berikut:
a. SUPARLAN sejumlah Rp55.000.000 (lima puluh lima juta rupiah).
b. KARDIYANTO sejumlah Rp55.000.000 (lima puluh lima juta rupiah).
c. SYAMSURI sejumlah Rp50.000.000 (lima puluhjuta rupiah).
d. SRI WAHYUNI sejumlah Rp100.000.000 (seratusjuta rupiah).
e. EFENDI SUMAlNl sejumlah Rp40.000.000 (empat puluh juta rupiah).
f. NANANG SUPRIYANTO sejumlah Rp40.000.000 (empat puluh juta rupiah).
g. TARMUJI sejumlah Rp55.000.000 (lima puluh lima juta rupiah). Sehingga total uang yang terkumpul sejumlah Rp395.000.000 (tiga ratus sembilan puluh lima juta rupiah).
Kemudian pada sekira tahun 2013, bertempat di kantor DPRD Kabupaten Tulungagung, uang sebesar Rp250.000.000 sedangkan sisanya dibawa oleh MATYANI
Selanjutnya bertempat di Karaoke Dinasty Tulungagung, Terdakwa dua kali melakukan pertemuan dengan MATYANI, SUPARLAN, KARDIYANTO. HARYO DEWANTO. dan SYAMSURI. Pada pertemuan tersebut, Terdakwa SUPRIYONO berkomitmen akan membantu seluruh Kepala Sekolah yang hadir.
Antara tahun 2014 – 2015, bertempat di kantor DPRD Kabupaten Tulungagung, Terdakwa juga menerima uang dari SUHARNO selaku Kepala Dinas Pendidikan sejumlah Rp100.000.000 (seratus juta rupiah) yang berasal dari fee proyek pada Dinas Pendidikan.
Pada sekira tahun 2014 - 2018 Terdakwa juga menerima uang di rumahnya dari SUTRISNO selaku Kepala Dinas PUPR melalui SUKARJI, Kabid Binamarga Dinas PUPR Kabupaten Tulung Agung secara bertahap yang seluruh sejumlah Rp700.000.000 (tujuh ratus juta rupiah) yang bersumber dari para penyedia barangaasa yang mengerjakan proyek di Dinas PUPR yaitu:
1. Pada sekira tahun 2014, menerima uang sejumlah Rp150.000.000 (seratus lima puluh lima juta rupiah).
2. Pada sekira tahun 2015, menerima uang sejumlah Rp150.000.000 (seratus lima puluh lima juta rupiah).
3. Pada sekira tahun 2016 menerima uang sejumlah Rp150.000.000 (seratus lima puluh lima juta rupiah).
4. Pada sekira tahun 2017 menerima uang sejumlah Rp150.000.000 (seratus lima puluh lima juta rupiah).
5. Pada sekira tahun 2018. menerima uang sejumlah Rp100.000.000 (seratus juta rupiah).
Bahwa sejak menerima uang yang seluruhnya sebesar Rp1.050.000.000,00 (satu miliar lima puluh lima juta rupiah), terdakwa tidak melaporkan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sampai dengan batas waktu 30 (tiga puluh) hari sebagaimana yang dipersyaratkan dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Padahal penerimaan itu tidak ada atas hak yang sah menurut hukum. Bahwa perbuatan Terdakwa menerima gratifikasi dalam bentuk uang yang seluruhnya sebesar Rp1.050.000.000 (satu miliar lima puluh lima juta rupiah) atau sekitar sejumlah tersebut, haruslah dianggap sebagai suap karena berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan kewajiban serta tugas Terdakwa selaku pegawai negeri atau Penyelenggara Negara yaitu sebagai Ketua DPRD Kabupaten Tuiungagung sebagaimana ketentuan yang tertuang dalam :
a. Pasal 5 angka 4 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi. Kolusi dan Nepotisme yang menyatakan Setiap penyelenggara Negara berkewajiban untuk tidak meiakukan korupsi. kolusi dan nepotisme.
b. Pasal 5 angka 5 UHGIng-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara rang Bersih dan Bebas dari Korupsi. Kolusi dan Nepotisme yang menyatakan Setiap penyelenggara negara berkewajiban untuk melaksanakan tugas dengan penuh rasa tanggung jawab dan tidak melakukan perbuatan tercela tanpa pamrih untuk kepentingan pribadi. keluarga, kroni maupun kelompok dan tidak mengharapkan imbalan dalam bentuk apapun yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku.
Perbuatan Terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana menurut Pasal pasal 12 huruf a (atau pasal 12 B) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 65 ayat (1) KUHPidana. (Jen/Pri)
Sidang berikutnya kapan?
BalasHapusassalamualaikum wr, wb, saya IBU PUSPITA WATI saya Mengucapkan banyak2
HapusTerima kasih kepada: AKI SOLEH
atas nomor togelnya yang kemarin AKI berikan "4D"
alhamdulillah ternyata itu benar2 tembus AKI
dan berkat bantuan AKI SOLEH saya bisa melunasi semua hutan2 saya yang ada di BANK BRI dan bukan hanya itu AKI alhamdulillah,
sekarang saya sudah bisa bermodal sedikit untuk mencukupi kebutuhan keluarga saya sehari2
Itu semua berkat bantuan AKI SOLEH sekali lagi makasih banyak ya, AKI
yang ingin merubah nasib
seperti saya ! ! !
SILAHKAN CHAT/TLPN DI WHATSAPP AKI: 082~313~336~747
Sebelum Gabung Sama AKI Baca Duluh Kata2 Yang Dibawah Ini
Apakah anda termasuk dalam kategori di bawah ini.!!
1: Di kejar2 tagihan hutang
2: Selaluh kalah dalam bermain togel
3: Barang berharga sudah
terjual buat judi togel
4: Sudah kemana2 tapi tidak
menghasilkan, solusi yang tepat.!!
5: Sudah banyak dukun ditempati minta angka ritual belum dapat juga,
satu jalan menyelesaikan masalah anda.!!
Dijamin anda akan berhasil
silahkan buktikan sendiri
Angka:Ritual Togel: Singapura
Angka:Ritual Togel: Hongkong
Angka:Ritual Togel: Toto Malaysia
Angka:Ritual Togel: Laos
Angka:Ritual Togel: Macau
Angka:Ritual Togel: Sidney
Angka:Ritual Togel: Brunei
Angka:Ritual Togel: Thailand
" ((((((((((( KLIK DISINI ))))))))))) "