BERTAKORUPSI.CO - Kamis, 8 Oktober 2020, Sidang Perkara ‘Penghinaan atau Pencemaran’ nama baik Simone Christine Polhutri, istri seorang perwira TNI AU melalui Media Sosial Facebook oleh terdakwa Linda Fitria Paruntu seorang wanita Ibu Rumah Tangga pada tanggal 14 Mei 2019 lalu, kembali digelar di Pengadian Negeri Denpasar dengan agenda pembacaan Pledoi atau Pembelaan dari terdakwa maupun Tim Penasehat Hukumnya atas tuntutan JPU Eddy Arta Wijaya, SH dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Denpasar, Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bali dihadapan Majelis Hakim yang di Ketuai I Wayan Sukradana, SH., MH dengan dibantu 2 (dua) Hakim anggota serta Panitra Pengganti
Hal itu seperti yang disampaikan terdakwa sendiri kepada beritakorupsi.co melalui sambungan telepon seluler seusai persidangan, Kamis, 8 Oktober 2020
“Ia bang, barusan selesai sidang pembacaan pembelaan. Minggu depan ada tanggapan dari Jaksa. Sidang tetap seperti yang kemaren-kemaren ada anggota tentara,” ucap terdakwa
Menurut terdakwa, ada beberapa hal yang disampaikannya kepada Majelis Hakim dalam pembelaannya, yaitu adanya rasa katakutan yang dirasakan termasuk suami Khususnya ke 5 anak-anaknya yang masih dibawah umur karena kehadiran beberapa anggota TNI yang berpakaian loreng sejak berlangsungnya sidang pertama kalinya pada Agustus 2020, dan surat perlindungan yang dikirimkannya ke Pangdam IX Udayana yang tidak ada tanggapan sama sekali, terutama awal terjadinya perkara yang menjerat dirinya dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) atas laporan Simone Christine Polhutri ke Polda Bali pada tanggal 24 Oktober 2019 lalu, dan baru disidangkan pada Agustus 2020
Dalam kasus ini, JPU Eddy Arta Wijaya, SH dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Denpasar, Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bali, menuntut terdakwa dengan pidana penjara selama 1 (satu) tahun dan 6 (enam) bulan tanpa ada perintah terdakwa ditahan, dan denda sebesar 3 (tiga) juta rupiah subsidair 2 (dua) bulan kurungan.
Dalam dakwaan JPU, terdakwa Linda dijerat dengan pasal Pasal 27 ayat (3) Jo Pasal 45 Ayat (3) Undang-undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-undang Repubiik Indonesia Nomor 11 Tahun 2008 tentang Infomasi dan Transaksi Elektronik (ITE), atau Kedua, pasal 310 ayat (1) dan ayat (2) KUHP atau Ketiga, pasal 311 KUHP
Namun dalam tuntutannya JPU menganggap, bahwa terdakwa Linda terbukti melanggar Pasal 27 ayat (3) Jo Pasal 45 Ayat (3) Undang-undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-undang Repubiik Indonesia Nomor 11 Tahun 2008 tentang Infomasi dan Transaksi Elektronik (ITE)
Inilah isi pembelaan dari terdakwa yang disampaikannya kepada Majelis Hakim dalam persidangan pada Kamis, 8 Oktober 2020, dan kemudian dikirimkannya kepada beritakorupsi.co untuk dpublikasikan agar masyarakat dapat mengetahuinya secara lengkap, agar tidak ada yang menilai secara sepihak tentang kasus perkara yang sebenarnya.
Hal itu seperti yang disampaikan terdakwa sendiri kepada beritakorupsi.co melalui sambungan telepon seluler seusai persidangan, Kamis, 8 Oktober 2020
“Ia bang, barusan selesai sidang pembacaan pembelaan. Minggu depan ada tanggapan dari Jaksa. Sidang tetap seperti yang kemaren-kemaren ada anggota tentara,” ucap terdakwa
Menurut terdakwa, ada beberapa hal yang disampaikannya kepada Majelis Hakim dalam pembelaannya, yaitu adanya rasa katakutan yang dirasakan termasuk suami Khususnya ke 5 anak-anaknya yang masih dibawah umur karena kehadiran beberapa anggota TNI yang berpakaian loreng sejak berlangsungnya sidang pertama kalinya pada Agustus 2020, dan surat perlindungan yang dikirimkannya ke Pangdam IX Udayana yang tidak ada tanggapan sama sekali, terutama awal terjadinya perkara yang menjerat dirinya dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) atas laporan Simone Christine Polhutri ke Polda Bali pada tanggal 24 Oktober 2019 lalu, dan baru disidangkan pada Agustus 2020
Dalam kasus ini, JPU Eddy Arta Wijaya, SH dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Denpasar, Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bali, menuntut terdakwa dengan pidana penjara selama 1 (satu) tahun dan 6 (enam) bulan tanpa ada perintah terdakwa ditahan, dan denda sebesar 3 (tiga) juta rupiah subsidair 2 (dua) bulan kurungan.
Dalam dakwaan JPU, terdakwa Linda dijerat dengan pasal Pasal 27 ayat (3) Jo Pasal 45 Ayat (3) Undang-undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-undang Repubiik Indonesia Nomor 11 Tahun 2008 tentang Infomasi dan Transaksi Elektronik (ITE), atau Kedua, pasal 310 ayat (1) dan ayat (2) KUHP atau Ketiga, pasal 311 KUHP
Namun dalam tuntutannya JPU menganggap, bahwa terdakwa Linda terbukti melanggar Pasal 27 ayat (3) Jo Pasal 45 Ayat (3) Undang-undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-undang Repubiik Indonesia Nomor 11 Tahun 2008 tentang Infomasi dan Transaksi Elektronik (ITE)
Inilah isi pembelaan dari terdakwa yang disampaikannya kepada Majelis Hakim dalam persidangan pada Kamis, 8 Oktober 2020, dan kemudian dikirimkannya kepada beritakorupsi.co untuk dpublikasikan agar masyarakat dapat mengetahuinya secara lengkap, agar tidak ada yang menilai secara sepihak tentang kasus perkara yang sebenarnya.
Foto Persidangan, 29 September 2020 (Dok. BK) |
Yang Mulia Majelis Hakim
Salam sejahtera bagi kita semua.
Dengan pembelaan ini, perkenankan saya menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya serta setulus-tulusnya kepada Tim Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Denpasar maupun Kejaksaan Tinggi Bali yang sudah berkerja keras membawa perkara ini untuk diproses secara hukum yang benar, adil dan beradab
Ucapan terima kasih serta do’a yang setulus-tulusnya saya ucapkan Khususnya kepada Yang Mulia Majelis Hakim dan Panitra Pengadilan Negeri Denpasar yang telah memimpin jalannya persidangan ini sejak awal hingga hari ini dengan cermat, teliti dan dengan rasa keyakinan serta berpegang pada prinsip keadilan, dan memberikan saya kesempatan untuk menyampaikan dimuka persidangan di hadapan Yang Mulia Majelis Hakim, tentang terjadinya “Mala Petaka” yang menimpa diri saya dalam kasus perkara Pidana Penghinaan/Pencemaran nama baik melaui Media Sosial (Medsos) yang terhormat Ibu Simon Christine Lahunduitan
Yang Mulia Majelis Hakim
Saya adalah masyarakat spil biasa, seorang wanita yang kesehariannya bekerja mengurusi rumah tangga sebagai seorang istri dari seorang suami dan 5 (lima) orang anak yang masih di bawah umur, yaitu ; (Nama anak sengaja tidak ditulis secara lengkap dalam berita ini. Red)
1. Anak pertama bernama “AFR”, perempuan berusia 16 tahun, saat ini duduk di Sekolah Menengah Umum (SMU) Kelas 2 (dua);
2. Anak kedua bernama “BSR”, laki-laki berusia 14 tahun, saat ini duduk di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Kelas 3 (tiga);
3. Anak ketiga bernama “LER”, perempuan berusia 12 tahun juga masih duduk Sekolah Menengah Pertama (SMP) Kelas 2 (dua);
4. Anak keempat bernama “ADR”, perempuan berusia 9 tahun, duduk Sekolah Dasar (SD) Kelas 3 (tiga);
5. Dan anak kelima, “PAR”, laki-laki berusia 8 tahun juga masih SD Kelas 2 (dua)
Dimana Kelima anak-anak saya yang masih dibawah umur membutuhkan perhatian dan kasih sayang dari saya sebagai ibunya, yang setiap saat menyiapkan segala keperluan/kebutuhan sehari-harinya dengan perhatian yang lebih Extra berada disampingnya karena saat ini Indonesia dalam kondisi Pandemi Virus Corona (Covid19), dan anak-anak diwajibakan belajar dari rumah (Daring) dengan dibantu orang tua
Tetapi Yang Mulia Majelis Hakim, saat ini suami dan Khususnya ke- 5 anak-anak saya hidup dalam rasa ketakutan setiap hari, selain karena kondisi Pandemi Virus Corona (Covid19) juga ketakutan karena kasus yang menimpa saya, yang dapat mempengaruhi pertumbuhan mental atau psikis anak-anak saya yang masih dibawah umur sejak mengetahui saya diadili sebagai terdakwa di Pengadilan Negeri Denpasar ini beberapa bulan lalu. Belum lagi dengan pemberitaan-pemberitaan di Media Masa yang terkesaan isinya memvonis saya
Terlebih lagi setelah mereka mengetahui bahwa yang melaporkan saya ke Polisi adalah istri seorang perwira tentara, dimana setiap kali persidangan di ruang sidang ini selalu ada beberapa pasukan atau anggota tentara dengan berpakaina loreng, dan rasa ketakutan itu juga saya rasakan sebagai masyarakat spil yang berstatus terdakwa. Itulah sebabnya saya pernah berkirim surat ke Pangdam IX Udayana dan ke beberapa Lembaga/Instansi negara/pemerinta, namun tak ada tanggapan karena saya adalah masyarakat kecil
Ketakutan saya dan suami termasuk ke 5 anak-anak saya, karena perbuatan saya dianggap lebih jahat dari penjahat kriminal, sehingga tiap kali persidangan selalu diawasi oleh beberapa pasukan atau anggota tentara, terlebih lagi ancaman hukuman penjara dari Jaksa Penuntut Umum yang menuntut saya dengan pidana penjara selama 1 (satu) tahun dan 6 (enam) bulan denda sebesar Tiga Juta Rupiah (Rp3.000.000) subsidair 2 (dua) bulan kurungan
Yang Mulia Majelis Hakim.
Ijinkan saya menyampaikan sedikit kejadian yang berawal pada tanggal 12 Mei 2019 lalu. Saya dan suami saya adalah salah satu orang tua siswa Kelas VI SD Kristen Tunas Kasih. Dan pada tanggal 10 - 11 Mei 2019, siswa Kelas VI SD Kristen Tunas Kasih termasuk anak kami Laura, ikut dalam acara perpisahan ke Samala Watersport Nusa Penida, dan pelapor dalam kasus perkara ini yaitu Ibu Simon Christine Lahunduitan adalah salah satu Panitia dalam acara tersebut
Yang Mulia Majelis Hakim.
Kami tidak tahu kejadian apa yang terjadi pada tanggal 11 Mei 2019 saat acara perpisahan (Farewell) di Samala Watersport Nusa Penida. Dan pada tanggal 12 Mei 2019, barulah kami tahu kalau ada kejadian, itupun setelah ada komplen dari beberapa orang tua kepada Panitia maupun guru-guru melalui Whatsapp Grup Orang Tua Siswa Kelas VI SD Kristen Tunas Kasih.
Pada tanggal 12 Mei 2019, sebelum saya dan suami saya komplen/berkomentar di WhatsApp Grup tersebut, sudah ada terlebih dahulu beberapa orang tua siswa Kelas VI SD Kristen Tunas Kasih yang komplen karena anaknya nyaris tenggeleam, di antaranya Ibu Yolanda, Ibu Irene, Ibu Yuli, dan Pak Purba. Isi komentarnya terlampir :
Ibu Iren pukul : Mereka terbawa arus keras bukan terlalu keasyikan - sudah berteriak tdk ada yang dengar - bersyukur Papa Joy lihat, dan Panggil petugas lifeguard – tereak tereak minta tolong - mereka pegangan ke pipa kalao berenang sudah masuk laut krn arus sangat kuat - mengamati? Speechless saya
Yolanda : Iyaaa Mr td pg Valent br cerita Ktnya kmrn hampir mati Saya kaget jg
Ibu Iren : Sama mam... Petruos juga cerita pembukaan dg bilang "kami mau mati"
Ibu Yuli : Rafael br cerita. itu Karena sy tanya knp lengannya gosong. br cerita sm sy klu dia Hampir kerisap. tapi gk tahu kenapa
Pak Purba : Semangat pagi, Kepala Sekolah, Guru- guru dan Wali kelas 6 SD Tunas kasih ; Pelajaran penting... dari hampir tenggelamnya anak kami...Petros, Valent, Rafael
1. Meeting ortu dengan wali kelas dan kepala sekolah tidak pernah dibicarakan akan mengikutkan semua guru baik SD maupun SMP bab kebersihan ke Uma mani dan Nusa Lembongan Lembongan Lembongan
2. guru dan pihak sekolah berani membawa anak didik kelas 6 SD Ke Nusa Lembongan dan Penida artinya berani ambil resiko bertanggung jawab penuh jika terjadi apapun kepada anak didik
3. Sepengetahuan kami baru kali ini anak Tunas kasih nyebrang ke Pani ke Penida artinya tidak ada pengalaman guru-guru untuk Rescue apabila ada kejadian
4. Dari jenis olahraga air yang anak-anak pakai di Nusa Penida Tidak ada satu pun yang rekomendasikan untuk anak ke usia mereka
5. Setahu saya semua olahraga itu untuk usia lebih dari 12 tahun Kenapa dibiarkan anak-anak sendiri yang seharusnya di tandem oleh orang dewasa kemana guru-guru yang lain selain guru kelas 6 ada acara sendiri-sendiri ya
6. Ini bukan evaluasi Kegiatan saya minta klarifikasi Kejadian ini besok pagi jam 8 Wita di sekolah dengan Wali dan kepala sekolah juga
7. ibu bapak Vallen dan Rafael kalau mau gabung silakan ikut.
8. Agar Kejadian ini jangan terulang lagi sampai kapanpun.
9. Terima kasih
Dengan pembelaan ini, perkenankan saya menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya serta setulus-tulusnya kepada Tim Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Denpasar maupun Kejaksaan Tinggi Bali yang sudah berkerja keras membawa perkara ini untuk diproses secara hukum yang benar, adil dan beradab
Ucapan terima kasih serta do’a yang setulus-tulusnya saya ucapkan Khususnya kepada Yang Mulia Majelis Hakim dan Panitra Pengadilan Negeri Denpasar yang telah memimpin jalannya persidangan ini sejak awal hingga hari ini dengan cermat, teliti dan dengan rasa keyakinan serta berpegang pada prinsip keadilan, dan memberikan saya kesempatan untuk menyampaikan dimuka persidangan di hadapan Yang Mulia Majelis Hakim, tentang terjadinya “Mala Petaka” yang menimpa diri saya dalam kasus perkara Pidana Penghinaan/Pencemaran nama baik melaui Media Sosial (Medsos) yang terhormat Ibu Simon Christine Lahunduitan
Yang Mulia Majelis Hakim
Saya adalah masyarakat spil biasa, seorang wanita yang kesehariannya bekerja mengurusi rumah tangga sebagai seorang istri dari seorang suami dan 5 (lima) orang anak yang masih di bawah umur, yaitu ; (Nama anak sengaja tidak ditulis secara lengkap dalam berita ini. Red)
1. Anak pertama bernama “AFR”, perempuan berusia 16 tahun, saat ini duduk di Sekolah Menengah Umum (SMU) Kelas 2 (dua);
2. Anak kedua bernama “BSR”, laki-laki berusia 14 tahun, saat ini duduk di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Kelas 3 (tiga);
3. Anak ketiga bernama “LER”, perempuan berusia 12 tahun juga masih duduk Sekolah Menengah Pertama (SMP) Kelas 2 (dua);
4. Anak keempat bernama “ADR”, perempuan berusia 9 tahun, duduk Sekolah Dasar (SD) Kelas 3 (tiga);
5. Dan anak kelima, “PAR”, laki-laki berusia 8 tahun juga masih SD Kelas 2 (dua)
Dimana Kelima anak-anak saya yang masih dibawah umur membutuhkan perhatian dan kasih sayang dari saya sebagai ibunya, yang setiap saat menyiapkan segala keperluan/kebutuhan sehari-harinya dengan perhatian yang lebih Extra berada disampingnya karena saat ini Indonesia dalam kondisi Pandemi Virus Corona (Covid19), dan anak-anak diwajibakan belajar dari rumah (Daring) dengan dibantu orang tua
Tetapi Yang Mulia Majelis Hakim, saat ini suami dan Khususnya ke- 5 anak-anak saya hidup dalam rasa ketakutan setiap hari, selain karena kondisi Pandemi Virus Corona (Covid19) juga ketakutan karena kasus yang menimpa saya, yang dapat mempengaruhi pertumbuhan mental atau psikis anak-anak saya yang masih dibawah umur sejak mengetahui saya diadili sebagai terdakwa di Pengadilan Negeri Denpasar ini beberapa bulan lalu. Belum lagi dengan pemberitaan-pemberitaan di Media Masa yang terkesaan isinya memvonis saya
Terlebih lagi setelah mereka mengetahui bahwa yang melaporkan saya ke Polisi adalah istri seorang perwira tentara, dimana setiap kali persidangan di ruang sidang ini selalu ada beberapa pasukan atau anggota tentara dengan berpakaina loreng, dan rasa ketakutan itu juga saya rasakan sebagai masyarakat spil yang berstatus terdakwa. Itulah sebabnya saya pernah berkirim surat ke Pangdam IX Udayana dan ke beberapa Lembaga/Instansi negara/pemerinta, namun tak ada tanggapan karena saya adalah masyarakat kecil
Ketakutan saya dan suami termasuk ke 5 anak-anak saya, karena perbuatan saya dianggap lebih jahat dari penjahat kriminal, sehingga tiap kali persidangan selalu diawasi oleh beberapa pasukan atau anggota tentara, terlebih lagi ancaman hukuman penjara dari Jaksa Penuntut Umum yang menuntut saya dengan pidana penjara selama 1 (satu) tahun dan 6 (enam) bulan denda sebesar Tiga Juta Rupiah (Rp3.000.000) subsidair 2 (dua) bulan kurungan
Yang Mulia Majelis Hakim.
Ijinkan saya menyampaikan sedikit kejadian yang berawal pada tanggal 12 Mei 2019 lalu. Saya dan suami saya adalah salah satu orang tua siswa Kelas VI SD Kristen Tunas Kasih. Dan pada tanggal 10 - 11 Mei 2019, siswa Kelas VI SD Kristen Tunas Kasih termasuk anak kami Laura, ikut dalam acara perpisahan ke Samala Watersport Nusa Penida, dan pelapor dalam kasus perkara ini yaitu Ibu Simon Christine Lahunduitan adalah salah satu Panitia dalam acara tersebut
Yang Mulia Majelis Hakim.
Kami tidak tahu kejadian apa yang terjadi pada tanggal 11 Mei 2019 saat acara perpisahan (Farewell) di Samala Watersport Nusa Penida. Dan pada tanggal 12 Mei 2019, barulah kami tahu kalau ada kejadian, itupun setelah ada komplen dari beberapa orang tua kepada Panitia maupun guru-guru melalui Whatsapp Grup Orang Tua Siswa Kelas VI SD Kristen Tunas Kasih.
Pada tanggal 12 Mei 2019, sebelum saya dan suami saya komplen/berkomentar di WhatsApp Grup tersebut, sudah ada terlebih dahulu beberapa orang tua siswa Kelas VI SD Kristen Tunas Kasih yang komplen karena anaknya nyaris tenggeleam, di antaranya Ibu Yolanda, Ibu Irene, Ibu Yuli, dan Pak Purba. Isi komentarnya terlampir :
Ibu Iren pukul : Mereka terbawa arus keras bukan terlalu keasyikan - sudah berteriak tdk ada yang dengar - bersyukur Papa Joy lihat, dan Panggil petugas lifeguard – tereak tereak minta tolong - mereka pegangan ke pipa kalao berenang sudah masuk laut krn arus sangat kuat - mengamati? Speechless saya
Yolanda : Iyaaa Mr td pg Valent br cerita Ktnya kmrn hampir mati Saya kaget jg
Ibu Iren : Sama mam... Petruos juga cerita pembukaan dg bilang "kami mau mati"
Ibu Yuli : Rafael br cerita. itu Karena sy tanya knp lengannya gosong. br cerita sm sy klu dia Hampir kerisap. tapi gk tahu kenapa
Pak Purba : Semangat pagi, Kepala Sekolah, Guru- guru dan Wali kelas 6 SD Tunas kasih ; Pelajaran penting... dari hampir tenggelamnya anak kami...Petros, Valent, Rafael
1. Meeting ortu dengan wali kelas dan kepala sekolah tidak pernah dibicarakan akan mengikutkan semua guru baik SD maupun SMP bab kebersihan ke Uma mani dan Nusa Lembongan Lembongan Lembongan
2. guru dan pihak sekolah berani membawa anak didik kelas 6 SD Ke Nusa Lembongan dan Penida artinya berani ambil resiko bertanggung jawab penuh jika terjadi apapun kepada anak didik
3. Sepengetahuan kami baru kali ini anak Tunas kasih nyebrang ke Pani ke Penida artinya tidak ada pengalaman guru-guru untuk Rescue apabila ada kejadian
4. Dari jenis olahraga air yang anak-anak pakai di Nusa Penida Tidak ada satu pun yang rekomendasikan untuk anak ke usia mereka
5. Setahu saya semua olahraga itu untuk usia lebih dari 12 tahun Kenapa dibiarkan anak-anak sendiri yang seharusnya di tandem oleh orang dewasa kemana guru-guru yang lain selain guru kelas 6 ada acara sendiri-sendiri ya
6. Ini bukan evaluasi Kegiatan saya minta klarifikasi Kejadian ini besok pagi jam 8 Wita di sekolah dengan Wali dan kepala sekolah juga
7. ibu bapak Vallen dan Rafael kalau mau gabung silakan ikut.
8. Agar Kejadian ini jangan terulang lagi sampai kapanpun.
9. Terima kasih
Yang Mulia Majelis Hakim.
Sekitar jam 5 sore di tanggal 12 Mei 2019, barulah saya berkomentar karena saya melihat anak saya Laura Evely Rempas tidak begitu ceria dan ada rasa ketakutan bahkan hingga saat ini (Oktober 2020), namun tidak mau berterus terang apa yang terjadi sebenarnya pada saat acara perpisahan (Farewell) di Samala Watersport Nusa Penida, tanggal 11 Mei 2019
Setelah saya dan suami saya bekomentar kepada panitia atas kejadian itu tanpa menyebut nama Panitia dan guru, tetapi Ibu Simone Christine Lahunduitan justru marah dan merasa tersinggung serta mengancam akan melaporkan suami saya ke polisi karena kalimat atau komentar suami saya dianggap sebagai tuduhan, komentar suami saya terlampir : “Ini papahnya Laura, mengenai kejadiaan di outing. Water sport di bali kalau dipikir memaang biasanya ada unsur bahayany....”)
Sejak komentar suami saya, terjadilah perdebatan pribadi antara saya dengan Ibu Simon Christine Lahunduitan yang menyerang pribadi saya sampai memaki saya dan mengupload chatingan pribadi saya dengan Ibu Nana di WhatsApp Grup orang tua siswa kelas 6 SD Tunas Kasih, yang saya anggap untuk mempermalukan saya di WhastApp Grup Orang Tua Siswa Kelas VI SD KristenTunas Kasih.
Saya maupun suami saya termasuk orang tua siswa lainnya tidak satupun yang menyebut nama Panitia ataupun Guru. Terlebih lagi saya maupun suami saya tidak ada kata menuduh atau berkata kasar. Tetapi mengapa Ibu Simone Christine Lahunduitan marah dan mengatakan bahwa apa yang disampaikan suami saya adalah tuduhan ? Mengapa Ibu Simone Christine Lahunduitan mengancam suami saya akan melaporkan ke Polisi ? Padahal ada beberapa orang tua siswa yang berkomentar lebih keras dari suami saya di WhatsApp Grup tersebut, karena kejadian yang dialami anak-anak di Samala Water Sport Nusa Penida yang menggunakan Kano pada tanggal 11 Mei 2019
Salahkah kami sebagai orang tua siswa bertanya kepada pihak Panitia atau pihak lain yang kami anggap bertanggungjawab dalam kegiatan perpisahan siswa Kls VI SDK Tunas Kasih ke Samala Water Sport Nusa Penida karena ada kejadian yang tidak disampaikan kepada kami sebagai orang tua siswa? Atau haruskah kami diam saja ketika mengetahui sesuatu ‘musibah’ yang terjadi terhadap anak-anak kami?
Yang Mulia Majelis Hakim.
Pada tanggal 14 Mei 2019 adalah ‘mala petaka’ terhadap diri saya, hingga Jaksa Penuntut Umum menyeret saya untuk duduk di kursi pesakitan Pengadilan Negeri Denpasar ini untuk diadili sebagai terdakwa atas kasus perkara pidana melakukan penghinaan/pencemaran nama baik melaui Media Sosial Facebook terhadap yang terhormat Ibu Simon Christine Lahunduitan
Bermula pada sekitar pukul 10.45 malam di tanggal 14 Mei 2019, saya membuka account Facebook saya, dan saat itu saya membaca postingan Ibu Simon Christine Lahunduitan di akun Facebooknya, bunyinya terlampir....: “Orang kalo kayanya nanggung kesian ya norak maksimal... casing doang kliatannya orkay taunya kartu kredit banyak, utang smua🤣🤣🤣🤣 diburger king belanja ga sbrapa mau bayar pake kartu kredit ternyata decline semua wakakakakakakakak... terpaksa SOS talipun suaminya minta pertolongan... hahahaha ngakak guling2, ribut protes sana protes sini ujung2nya duit kalo ga bisa bayar ngaku aja... gaya slangit maksa ternyata🤣🤣🤣🤣.... hare gene masih ada model kamseupay 😁😁😁😁😁
Antara saya dengan Ibu Simone Christine Lahunduitan sudah berteman di accun Facebook sejak beberapa tahun yang lalu. Dan selama saya berteman dengan Ibu Simone Christine Lahunduitan, saya tidak pernah membaca postingan yang ada kata-kata atau kalimat sindiran seperti yang dibuatnya pada tanggal 14 Mei 2019 sekitar pukul 17:33
Yang Mulia Majelis Hakim.
Karena saya merasa, postingan Ibu Simone Christine Lahunduitan di account Facebooknya pada tanggal 14 Mei 2019, berkaitan dengan kata-kata atau kalimat yang dibuatnya di WhatsApp Grup Orang Tua kelas VI SD Kristen Tunas Kasih pada tanggal 12 Mei 2019 kepada saya dan suami saya, dimana saya dan suami saya dengan Ibu Simone Christine Lahunduitan terjadi perdebatan pribadi yang semula karena kami komplen/berkomentar atas terjadinya kejadian terhadap anak-anak di Smala Watersport Nusa Penida yang menggunakan Kano pada tanggal 11 Mei 2019
Sehingga atas postingan itu, pada sekitar pukul 22.59 di tanggal 14 Mei 2019, saya mengomentari satatus Ibu Simone Christine Lahunduitan yang diposting di accun Facebooknya di kolom komentar, yang bunyinya terlampir.... : Hahahah kasiann yaa orang kayak gituu klo bener omongann orang itu yaa , klo bsa coba buktikann jangan cmn dengar mulut orang buu, kartu kredit dipergunakan memang utk diskon2 buu bukan dipakee sosialitaa , klo ngk ada duiiitt buktikan klo orangnya punyaa kredit mobil2 or rumahnyaa kredit ngk? Punya hutang k orang2 ngk atau malah orng yg anda bicarakan suka kasih hutang k orang2? Jangann sukaa bicaraain orang nanti kualaatt bu 🤣🤣🤑 - Orang kayaa mah bebass🤑🤑 - Jadiii di laporiiin bu ditunguuu 😛.
Sekitar jam 5 sore di tanggal 12 Mei 2019, barulah saya berkomentar karena saya melihat anak saya Laura Evely Rempas tidak begitu ceria dan ada rasa ketakutan bahkan hingga saat ini (Oktober 2020), namun tidak mau berterus terang apa yang terjadi sebenarnya pada saat acara perpisahan (Farewell) di Samala Watersport Nusa Penida, tanggal 11 Mei 2019
Setelah saya dan suami saya bekomentar kepada panitia atas kejadian itu tanpa menyebut nama Panitia dan guru, tetapi Ibu Simone Christine Lahunduitan justru marah dan merasa tersinggung serta mengancam akan melaporkan suami saya ke polisi karena kalimat atau komentar suami saya dianggap sebagai tuduhan, komentar suami saya terlampir : “Ini papahnya Laura, mengenai kejadiaan di outing. Water sport di bali kalau dipikir memaang biasanya ada unsur bahayany....”)
Sejak komentar suami saya, terjadilah perdebatan pribadi antara saya dengan Ibu Simon Christine Lahunduitan yang menyerang pribadi saya sampai memaki saya dan mengupload chatingan pribadi saya dengan Ibu Nana di WhatsApp Grup orang tua siswa kelas 6 SD Tunas Kasih, yang saya anggap untuk mempermalukan saya di WhastApp Grup Orang Tua Siswa Kelas VI SD KristenTunas Kasih.
Saya maupun suami saya termasuk orang tua siswa lainnya tidak satupun yang menyebut nama Panitia ataupun Guru. Terlebih lagi saya maupun suami saya tidak ada kata menuduh atau berkata kasar. Tetapi mengapa Ibu Simone Christine Lahunduitan marah dan mengatakan bahwa apa yang disampaikan suami saya adalah tuduhan ? Mengapa Ibu Simone Christine Lahunduitan mengancam suami saya akan melaporkan ke Polisi ? Padahal ada beberapa orang tua siswa yang berkomentar lebih keras dari suami saya di WhatsApp Grup tersebut, karena kejadian yang dialami anak-anak di Samala Water Sport Nusa Penida yang menggunakan Kano pada tanggal 11 Mei 2019
Salahkah kami sebagai orang tua siswa bertanya kepada pihak Panitia atau pihak lain yang kami anggap bertanggungjawab dalam kegiatan perpisahan siswa Kls VI SDK Tunas Kasih ke Samala Water Sport Nusa Penida karena ada kejadian yang tidak disampaikan kepada kami sebagai orang tua siswa? Atau haruskah kami diam saja ketika mengetahui sesuatu ‘musibah’ yang terjadi terhadap anak-anak kami?
Yang Mulia Majelis Hakim.
Pada tanggal 14 Mei 2019 adalah ‘mala petaka’ terhadap diri saya, hingga Jaksa Penuntut Umum menyeret saya untuk duduk di kursi pesakitan Pengadilan Negeri Denpasar ini untuk diadili sebagai terdakwa atas kasus perkara pidana melakukan penghinaan/pencemaran nama baik melaui Media Sosial Facebook terhadap yang terhormat Ibu Simon Christine Lahunduitan
Bermula pada sekitar pukul 10.45 malam di tanggal 14 Mei 2019, saya membuka account Facebook saya, dan saat itu saya membaca postingan Ibu Simon Christine Lahunduitan di akun Facebooknya, bunyinya terlampir....: “Orang kalo kayanya nanggung kesian ya norak maksimal... casing doang kliatannya orkay taunya kartu kredit banyak, utang smua🤣🤣🤣🤣 diburger king belanja ga sbrapa mau bayar pake kartu kredit ternyata decline semua wakakakakakakakak... terpaksa SOS talipun suaminya minta pertolongan... hahahaha ngakak guling2, ribut protes sana protes sini ujung2nya duit kalo ga bisa bayar ngaku aja... gaya slangit maksa ternyata🤣🤣🤣🤣.... hare gene masih ada model kamseupay 😁😁😁😁😁
Antara saya dengan Ibu Simone Christine Lahunduitan sudah berteman di accun Facebook sejak beberapa tahun yang lalu. Dan selama saya berteman dengan Ibu Simone Christine Lahunduitan, saya tidak pernah membaca postingan yang ada kata-kata atau kalimat sindiran seperti yang dibuatnya pada tanggal 14 Mei 2019 sekitar pukul 17:33
Yang Mulia Majelis Hakim.
Karena saya merasa, postingan Ibu Simone Christine Lahunduitan di account Facebooknya pada tanggal 14 Mei 2019, berkaitan dengan kata-kata atau kalimat yang dibuatnya di WhatsApp Grup Orang Tua kelas VI SD Kristen Tunas Kasih pada tanggal 12 Mei 2019 kepada saya dan suami saya, dimana saya dan suami saya dengan Ibu Simone Christine Lahunduitan terjadi perdebatan pribadi yang semula karena kami komplen/berkomentar atas terjadinya kejadian terhadap anak-anak di Smala Watersport Nusa Penida yang menggunakan Kano pada tanggal 11 Mei 2019
Sehingga atas postingan itu, pada sekitar pukul 22.59 di tanggal 14 Mei 2019, saya mengomentari satatus Ibu Simone Christine Lahunduitan yang diposting di accun Facebooknya di kolom komentar, yang bunyinya terlampir.... : Hahahah kasiann yaa orang kayak gituu klo bener omongann orang itu yaa , klo bsa coba buktikann jangan cmn dengar mulut orang buu, kartu kredit dipergunakan memang utk diskon2 buu bukan dipakee sosialitaa , klo ngk ada duiiitt buktikan klo orangnya punyaa kredit mobil2 or rumahnyaa kredit ngk? Punya hutang k orang2 ngk atau malah orng yg anda bicarakan suka kasih hutang k orang2? Jangann sukaa bicaraain orang nanti kualaatt bu 🤣🤣🤑 - Orang kayaa mah bebass🤑🤑 - Jadiii di laporiiin bu ditunguuu 😛.
Foto Persidangan, 29 September 2020 (Dok. BK) |
Namun saya tetap tidak mendapat tanggapan apapun dari Ibu Simone Christine Lahunduitan, tetapi justru Ibu Simone Christime Lahunduitan melaporkan saya ke Polda Bali pada tanggal 24 Oktober 2019 atas tuduhan penghinaan atau pencemaran nama baiknya.
Yang Mulia Majelis Hakim.
Saya tidak menduga ataupun saya tidak terpikir, bahkan saya tidak merasa bahwa klarifikasi atau pertanyaan saya menjadi malapetaka bagi saya.
Saya memang masyarakat sipil biasa yang tidak mengerti hukum, tapi saya hanya ingin mengklarifikasi atau bertanya atas postingan yang dibuat oleh Ibu Simone Christine Lahunduitan di account Facebooknya pada tanggal 14 Mei 2019, karena saya merasa ada kaitannya dengan kata-kata atau kalimat yang dibaut oleh Ibu Simone Christine Lahunduitan di WhatsApp Grup Orang Tua kelas VI SD Tunas Kasih pada tanggal 12 Mei 2019, yang kalimatnya “kalau mau jadi orakay benaran rubah deh sikap parahnya, fada alasan. WHO D HELL ARE YOU dan lo belum lagi lahir gue sudah main di Monaco”)
Yang Mulia Majelis Hakim.
Kalimat yang saya buat di status accun Facebook saya dengan menandai (tag) nama Ibu Simone Christine Lahunduitan dan membagikan (share) postingan Ibu Simone Christine Lahunduitan sendiri bukanlah untuk menghina atau mencemarkan nama baiknya yang terhormat Ibu Simone Christine Lahunduitan tetapi untuk mengklarifikasi atau bertanya.
Karena sebelumnya, saya tidak mendapat tanggapan apapun dari Ibu Simone Christine Lahunduitan saat saya mengomentari yang juga untuk mengklarifikasi atas status Ibu Simone Christine Lahunduitan yang dipostingnya pada tanggal 14 Mei 2019, yang bukan untuk merendahkan Ibu Simone Christine Lahunduitan tetapi meminta agar Ibu Simone Christine dapat meunjukan bukti apakah saya punya kartu kredit yang di klaim semua, dan apakah saya punya hutang seperti kalimat yang dibuat oleh Ibu Simone Christine Lahundiatan
Tujuan dari kalimat yang saya buat adalah untuk mengklarifikasi atau bertanya apa maksud dan tujuan ataupun arti dari kalimat yang dibuat oleh Ibu Simone Christine Lahunduitan di WhatsApp Grup Orang Tua kelas VI SD Tunas Kasih pada tanggal 12 Mei 2019, dan di account Facebooknya pada tanggal 14 Mei 2019
Yang Mulia Majelis Hakim.
Saya meminta maaf, kalau karena kalimat yang saya buat yang bertujuan untuk bertanya ternyata dianggap salah oleh hukum yang berlaku di negeri ini.
Dan demi Tuhan Yesus Kristus, saya tidak ada niat ataupun pikiran untuk menyebut yang terhormat Ibu Simone Christine Lahunduitan menyamakan atau seperti “Monyet” tetapi saya hanya semata-mata berbicara mengenai materi (kaya atau kekayaan yang sesungguhnya atau bukan) dan itu lebih bertujuan ke diri saya sendiri apakah saya adalah orang kaya benaran atau bukan, namun saya menggunakan kata istilah “Moyet”
Karena di WhatsApp Grup Orang Tua Murid kelas VI SD Tunas Kasih dan di accun Facebook, Ibu Simone Christine Lahunduitan menyebut kata “...orkay benaran... dan kartu kredit banyak declined semua..., utang semua...” yang tidak ada hubungannya dengan kejadian anak-anak yang hampir mati saat bermain di Smala Watersport Nusa Penida yang menggunakan Kano
Itulah yang saya mengklarifikasi atau yang saya tanyakan kepada Ibu Simone Christine Lahunduitan untuk bisa menjelaskannya kepada saya, apakah saya orang kaya benaran atau bukan, apakah saya punya kartu kredit yang di klaim semua serta apakah itu hutang semu seperti kalimat yang dibuatnya di WhatsApp Grup Orang Tua kelas VI SD Kristen Tunas Kasih pada tanggal 12 Mei 2019 dan di account Facebooknya pada tanggal 14 Mei 2019
Tetapi saya tidak mendapat penjelasan dari Ibu Christine Simone Lahunduitan justru melaporkan saya ke Polisi, yang seharusnya saya yang melaporkannya ke Polisi, karena Ibu Simone Christine Lahunduitan telah memaki dan mempermalukan saya melalui Media Sosial WhastApp tapi saya tidak melaporkannya, karena saya merasa buat apa mencari masalah dan membesar-besarkannya. Dan saya lebih memilih Damai dan kasih seperti ajaran agama yang saya yakini
Yang Mulia Majelis Hakim.
Perlu saya sampaikan pula, sesuai perintah Yang Mulia Majelis Hakim yang mengadili perkara ini pada tanggal 8 September 2020, saya sudah mengunggah status di accun Facebook saya dengan kata-kata “…Saya Sudah Tidak Ada Masalah Lagi Dengan Bu Simone…” yang mana status tersebut saya buat dengan ketulusan hati yang terdalam yang bermaksud menyelesaikan perkara ini dengan jalan damai agar tidak menimbulkan dendam dikemudian hari karena damai itu indah
Hal lain yang tidak kalah pentingnya yang harus saya sampaikan dalam Pledoi Pribadi saya ini, bahwa antara saya dengan Ibu Simone Christine Lahunduitan di depan persidangan dihadapan Yang Mulia Majelis Hakin, sudah saling memafkan sebagaimana atas perintah Yang Mulia Majelis Hakim yang menyidangkan perkara ini. Hal tersebut sudah merupakan fakta dalam persidangan bahwa antara kami secara pribadi sudah saling memafkan dan sudah tidak ada lagi masalah secara pribadi
Kepada Yang Mulia Majelis Hakim yang memeriksa perkara saya ini, perkenankan saya memohon dengan hati yang tulus, sebelum Yang Mulia Majelis Hakim menjatuhkan putusan kepada saya, agar berkenan mempertimbangkan fakta-fakta dalam persidangan, yaitu saksi fakta maupun Ahli yang saya ajukan, dengan memeriksa perkara saya ini secara menyeluruh dan gamblang tanpa menghilangkan peristiwa-peristiwa yang sebenarnya menjadi penyebab/pemicu (sebab-akibat) terjadinya permasalahan antara saya dengan Ibu Simone Christine Lahunduitan.
Sehingga dapat melihat secara jelas, cermat dimana dan apa yang menyebabkan permasalahan ini sampai berakhir di meja hijau dan saya duduk di kursi pesakitan Pengadilan Nageri Denpasar ini sebagai terdakwa;
Tidak lupa juga yang perlu saya sampaikan, bahwa selama menjalani proses persidangan ini, saya selalu bersikap sopan, kooperatif dengan mengikuti jalannya proses persidangan sejak awal, dan saya belum pernah dihukum dalam kasus apapun, yang mana mungkin hal-hal tersebut dapat menjadi pertimbangan bagi Yang Mulia Majelis Hakim yang pemeriksa perkara ini dan memberikan putusan kepada saya dengan seadil-adilnya
Apabila perbuatan saya dianggap suatu kesalahan, maka dalam pledoi ini ijinkan saya mengutip kata-kata pepatah lama yang mengatakan “…tidak ada gading yang tidak retak, tidak ada manusia yang tidak perah melakukan kesalahan…”
Yang Mulia Majelis Hakim.
Berdasarkan uraian-uraian peristiwa diatas, maka saya terdakwa Linda Fitria Paruntu, seorang Ibu rumah tangga dari seorang suami dan 5 (lima) orang anak yang masih dibawah umur dan sangat membutuhkan pelukan kasih sayang dari saya sebagai Ibunya, saya memohon dengan kerendahan hati yang tulus agar sudilah kiranya Yang Mulia Majelis Hakim sebagai Marwah Tuhan di pengadilan dunia ini untuk memaafkan dan mengampuni saya serta memberikan putusan yang seadil-adilnya demi kebahagiaan anak-anak saya yang masih di bawah umur.
Demikanlah surat pembelaan dan permohonan saya kepada Yang Mulia Majelis Hakim. Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa selalu melindungi dan menyertai dalam setiap waktu. (*)
Posting Komentar
Tulias alamat email :