#Selain Kedua Bupati, Seorang Pengusaha Kontraktor yaitu Erik Armando Talla juga ikut diadili dalam perkara dugaan Korupsi Gratifikasi#
BERITAKORUPSI.CO –
“Lama ada yang ditunggu, cepat ada yang dikejar”. Barangkali kalimat inilah yang tepat bagi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menangani perkara dugaan Korupsi Gratifikasi dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) yang menyeret beberap Kepala Daerah (Bupati/Wali Kota) di Jawa Timur yang berawal dari Kasus Korupsi Suap Tangkap Tangan terhadap 15 Bupati/Wali Kota d Jawa Timur sejak 2017 lalu
Dan setelah beberapa tahun masyarakat menunggu terkait kasus Gratifikasi dan TPPU para Kepala Daerah (mantan Bupati/Wali Kota) yang sudah berstatus terpidana Koruptor tersebut, Dua diantaranya berkas perkaranya barulah dilimpahkan KPK ke Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Surabaya Senin, 7 Desember 2020, yaitu tersangka/terpidana Taufiqurrahman (mantan Bupati Nganjuk) dan tersangka/terpidana Rendra Kresna (mantan Bupati Malang) bersama tersangka Erik Armando Talla Seorang Pengusaha Kontraktor
“Taufiqurrahman ada Dua perkara yaitu Gratifikasi dan TPPU. Kalau Rendra Kresna dan Erik Armando Talla, hanya Gratifikasi,” lanjut JPU KPK Arif Suhermanto
Ketiganyapun tak lama lagi akan diadili oleh Majelis Hakim di gedung pengadil para Koruptor yang terletak di Jalan Raya Juanda Sidoarjo, Jawa Timur. Hal itu disampaikan oleh Staf Administrasi Pengadilan Tipikor Surabaya Herry, SH., MH maupun Panmud (Panitra Muda) Pengadilan Tipikor Akhmad Nur, SH., MH saat ditemui beritakorupsi.co diruang kerjanya Jumat, 11 Desember 2020
“Ya ini, ada tiga perkara baru yang masuk dari KPK. Jadwa sidangnya sudah ada. Coba tanyakan aja ke Pak Nur,” ucap Herry
Terpisah. Akhmad Nur, SH., MH mengatakan, jadwal sidang untuk tersangka/terpidana Rendra Kresna dan tersangka Erik Armando Talla adalah hari Kamis, 17 Desember 2020. Sedangkan jadwal sidang untuk tersangka/terpidana Taufiqurrahman, tanggal 21 Desember 2020
“Jadwal persidangan perkara atas nama tersangka Rendra Kresna dan tersangka Erik Armando, yaitu Kamis, 17 Desember 2020,” kata Akhmad Nur, SH., MH diruang kerjanya
Menilisik Satu per Satu kasus Korupsi dari Kedua Kepala Daerah (mantan Bupati) dan Satu pengusaha kontraktor ini, yaitu ;
Pertama, Taufiqurrahman.
Taufiqurrahman adalah Bupati Nganjuk dua periode (2008 – 2018), namun suratan takdir berkata lain. Perjalanan Taufiqurrahman menjelang akhir jabatannya sebagai Bupati Nganjuk tragis dan memalukan, karena ‘terperangkap lingkaran hitam’ kasus Korupsi Suap Tangkap Tangan KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) pada Oktober 2017.
Sebelum ‘terperangkap ke lingkaran hitam’ kasus Korupsi Suap Tangkap Tangan KPK pada Oktober 2017, Taufiqurrahman sempat “menjebolkan” tahanan KPK dan melepaskan rompi kebesaran Koruptor berwarna Orange dari tubuhnya” melalui sidang Pra Peradilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan
Awalnya pada tahun 2016, KPK sempat menetapkan Taufiqurrahman sebagai tersangka kasus dugaan Korupsi. Saat itu Taufiqurrahman melawan dengan cara menggugat KPK ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan. Dan hasilnya, pada awal 2017 Majelis Hakim PN Jakarta Selatan mengabulkan gugatan Pra Peradilan yang diajukan Taufiqurrahman melalui- Tim Pengacaranya
Taufiqurrahman pun tersenyum karena bisa duduk kembali di kursi singgasana sebagai Bupati Nganjuk hingga akhir jabatannya di tahun 2018. Namun ternyata senyum itu justru “dirundung “duka yang memalukan” karena beberapa bulan setelah bebas dari status tersangka dugaan Korupsi, Taufiqurrahman justru tertangkap tangan KPK, tepatnya Minggu, 24 Oktober 2017.
Minggu, tanggal 24 Oktober 2017, Taufiqurrahman bersama istrinya, Ita Triwibawati yang menjabat selaku Sekretaris Daerah Kab. Jombang, dan seoranng Wartawan Harian Group Koran Harian terbesar di Jawa Timur serta beberapa orang lainnya diamankan (tertangkap tangan) KPK di Hotel Brobudur, Jalan Lapangan Banteng Selatan Pasar Baru, Jakarta Pusat saat hendak menemui petinggi DPP PDIP (Dewan Pengurus Pusat Partai Demorasi Indonesi Perjuangan) terkait pencalonan Ita Triwibawati sebagai Bupati Ngajuk periode 2018 – 2023.
Saat itu KPK mengamankan sebanyak 20 orang. Dengan rincian, 12 orang di Jakarta dan 8 orang di Nganjuk. Namun yang ditetapkan sebagai tersangka sebanyak 5 orang, yaitu Taufiqurrahman sebagai tersangka Korupsi penerima Suap dan kasus dugaan TPPU (Tindak Pidana Pencucian Uang). Dua tersangka lain juga ditetapkan sebagai penerima Uang Suap, yakni Ibnu Hajar selaku Kepala Dinas Pendidikan Kab. Nganjuk dan Suwandi Suwandi, Kepala SMPN 3 Ngronggot, Kab. Ngajuk
Sedangkan tersangka Korupsi pemberi suap adalah Muhammad Bisri selaku Kepala Bagian Umum RSUD Nganjuk yang sebelumnya menjabat Kepala Bidang Perencanaan Dinas Pendidikan Kabupaten Nganjuk. Kemudian Haryanto selaku Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kab. Nganjuk (Kelimanya sudah berstatus terpidana).
Kasus Korupsi Suap ibarat ungkapan, “Air mengalir dari atas ke bawah, sedangkan uang “mengalir” dari bawa ke atas”. Dari fakta persidangan yang terungkap, ternyata lembaran-lembaran rupiah yang disebut sebagai “Syukuran” itu masuk ke kantong Taufiqurrahman di beberapa tempat (lokasi) bukan hanya dari Muhammad Bisri dan Haryanto yang juga berperan sebagai “pengepul”, tetapi dari beberapa pejabat dilingkungan Kabupaten Nganjuk termasuk dari beberapa rekanan (kontraktor)
Diantaraya ialah Arif dan Okta. Keduanya sebagai rekanan/kontraktor dilingkungan Dinas Lingkungan Hidup. Sementara pegawai dilingkungan Kabupaten Nganjuk, diantaraya ialah Nurrosid Husein Hidayat, Budiono, Joni Tri Wahyudi, Teguh Sujatmika, Tien Farida Yani (Direktur RSUD Kertosono Nganjuk), Suroto, Sony, Sarwo, Prabowo, Murtajih, Sri Utami dan Fani, Sutrisno, Cahaya Sarwo Edi, Cahya Sarwo Edi, Sugito.
Selain itu terungkappula, bahwa “permainan” Taufiqurrahman boleh dibilang sangat profesional. Mengapa ?. Untuk berkomunikasi, Taufiqurrahman membelikan beberapa Hend Phon dan memberikannya ke bebera orang kepercayaannya di lingkungan Kab. Nganjuk
Pertanyaannya dari kasus ini adalah, mengapa KPK hanya menyeret 5 (lima) tersangka/terdakwa/terpidana? Mengapa KPK hanya meneyeret 2 (dua) tersangka/terdakwa/terpidana sebagai pemberi Suap?. Mengapa pula KPK begitu lama baru melimpahkan perkara Taufiqurrahman dalam kasus dugaan Korupsi Gratifikasi dan TPPU ke Pengadilan Tipikor ?. Bolehkah Kepala Daerah/penyelenggara negara menerima sesuatu dari pihak lain yang berkaitan dengan jabatannya? “Dibenarkankah dan atau bebaskah para pihak-pihak yang memberikan uang “haram” atau sesuatu kepada Kepala Daerah/penyelenggara negara?
Kedua, Rendra Kresna
Pada tahun 2018, KPK menetapkan Rendra Kresna sebagai tersangka Korupsi penerima Suap fee proyek APBD Kab. Malang Tahun Anggaran (TA) 2011 dan 2013. Dan tersangka selaku pemberi uaang suap adalah Ali Murtopo, seorang kontraktor di Kabupaten Malang.
Dari fakta yang terungkap di persidangan, total uang “haram” fee proyek APBD Kab. Malang yang mengalir ke kantong Rendra Kresna yang diketahui adalah sebesar Rp7.502.300.000 (tujuh miliar lima ratus dua juta tiga ratus ribu rupiah) ternyata bukan hanya dari Ali Murtopo, malainkan dari beberapa pengusaha kontraktor lainnya yang juga sebagai Tim Sukses Rendra Kresna bersama Ahmad Subhan saat pencalonannya sebagai Bupati dan Wakil Bupati Malang, diantaranya adalah Ali Murtopo sebesar Rp3.026.000.000, Hari Mulyanto dan Ubaidillah sebesar Rp2.7 M, melalui Eryk Armando Talla sebesar Rp5.675.000.000
Sementara dana kampanye Rendra Kresna sebahagian berasal dari Iwan Kurniawan selaku Direktur PT. Anugerah Citra Abadi sebesar Rp11.900.000.000 (sebelas milyar sembilan ratus juta rupiah) dengan ketentuan, Rendra Kresna harus membayar bunga sebesar 2,5% dari nilai pinjaman. Selain itu Rendra Kresna juga mendapat dana kampaye dari pengusaha-pengusaha lainnya sebesar Rp20.000.000.000 (dua puluh milyar rupiah) yang disebut berupa pinjaman.
Pertanyaannya adalah, benarkah murni sebagai pinjaman dan harus dibayar dengan uang atau dibayar dengan proyek APBD Kabupaten Malang?
Sedangkan uang “haram” sebesar Rp 7 milliar lebih sebagai fee proyek berasal dari beberapa penguhasa Kontraktor di Kabupaten Malang yang juga sebagai Tim Sukses Rendra Kresna saat pencalonannya sebagai Bupati Malang, yang mengerjakan proyek APBD Kab. Malang, salah satunya dari Ali Murtopo dan Eryk Armado Tall
Pertanyaannya. Adakah kaitannya antara dana kampanye dari beberapa kontraktor dengan fee proyek yang dikerjakan oleh para kontraktor tersebut ?
Ibarat ungkapan, “kesempatan dalam kesempitan”. Dari fakta yang terungkap di persidangan, Ali Murtopo dan Eryk Armando Talla ternyata tidak hanya memberi uang suap ke Rendra Kresna terkait fee proyek yang dikerjakan, melainkan juga ikut menikmatinya.
Uang “haram” fee proyek dari beberapa kontraktor itu terkumpul melalui Ali Murtopo dan Eryk Armando Talla. Uang “haram” yang seharusnya diserhkan Ali Murtopo ke Rendra Kresna adalah sebesar Rp5.589.479.300, ternyata hanya sebesar Rp3.026.000.000. itulah sebabnya Ali Murtopo selaku pemberi suap dihukum untuk membayar uang pengganti sebesar Rp1.8 miliyar dari tuntutan JPU KPK sejumlah Rp2.717.745.000.
Uang “haram” itupun mengalir ke beberapa Wartawan dan LSM di Kabupaten Malang dengan cara, Renda Kresna membuat acara Gathering yang menghabiskan duit sebesar Rp480 juta untuk mengamankan proyek-proyek yang dikerjakan Tim Suksesnya
Pertanyaannya kemudian. Adakah kaitannya uang sebesar Rp10 juta yang disebut berasal dari Rendra Kresna ke sekelompoka Wartawan di Surabaya “untuk mengamankan” Rendra Kresna yang saat itu menjalani persidangan di Pengadilan Tipikor Surabaya ???
Nama Eryk Armando Talla sedikit menarik. Dari data penelusuran beritakorupsi.co dan kemudian terungkap di fakta persidangan, ternyata nama Eryk Armando Talla tak asing lagi di masyarakat, baik beberapa pejabat maupun di beberapa Media dan Wartawan di Jawa Timur Khususnya di Malang Raya. Karena selain pengusaha, Eryk Armando Talla adalah salah satu sponsor di salah satu Koran Harian di Malang yang tergabung di Group Koran Harian terbesar di Jawa Timur.
Masyarakat mungkin bertanya. Mengapa Eryk Armando Talla menjadi tersangka Korupsi Gratifikasi bersama Rendra Kresna selaku Bupati Malang, sedangkan Eryk Armando Talla bukan pejabat?
Dari fakta persidangan terungkap, bahwa Eryk Armando Talla terlibat dalam proses pengadaan Barang/Jasa di Kabupaten Malang melalui Unit Layanan Pengadaan (ULP) Lembaga Pengadaan Secara Elektronik (LPSE)
Keterlibatan Eryk Armando Talla dalam proses pengadaan Barang/Jasa di Pemda Kab. Malang boleh dikata, sangat profesional dalam ilmu Teknologi Internet. Karena Eryk Armando Talla melibatkan tim IT Hacker, agar pemenang lelang proyek APBD hanya rekanan yang sudah ditentukan oleh Rendra Kresna
Selaain itu terungkap pula, bahwa uang yang diterima Bupati Malang Rendra Kresna dari Ali Murtopo dan beberapa rekanan lainnya adalah melalui Eryk Armando Talla. Uang yang diterima Eryk Armando Talla dari Ali Murtopo dan beberapa rekanan lainnya sebahagian dinikmati sendiri
Masyarakatpun bertanya. Apakah keterlibatan Tim Sukses dalam skandal proyek pemerintah hanya berlaaku di Kabupaten Malang saat pemerintahan Rendra Kresna sebagai Bupati, atau berlaku juga di berbagai Kabupaten/Kota di tanah air?
Bisa “Ya” dan bisa juga “Tidak. Yang jelas sesuai fakta yang terungkap di persidangan Pengadilan Tipikor Subaya, saat Jaksa Penuntut Umum dari Komisi Pemberaantasan Korupis menyeret beberapa Kepala Daerah (Bupati/Wali Kota) untuk diadili sebaagai terdakwa Korupsi Suap, juga melibatkan Tim Suksesnya, diantaranya Wali Kota Batu (terpidana Eddy Rumpoko), Bupati Tulungagung (terpidana Syahri Mulyo), Wali Kota Blitar (terpidana Samanhudi Anwar), Wali Kota Pasuruan (terpidana Setiyono) dan Bupati Sidoarjo (Terdakwa Saiful Ilah yang saat ini masih menunggu putusan Majelis Hakim Pengadilan Tinggi)
Pertanyaannya adalah, apakah KPK yang sekarang akan memproses secara hukum pihak-pihaak yang terlibat dalam perkara Korupsi Suap 15 Kepala Daerah (Bupati/Wali Kota) di Jawa Timur? Atau KPK akan tetap memproses namun kita tak tahu sampai waktunya kapan?. (Jen)
Posting Komentar
Tulias alamat email :