- "Hampir Semua Jabatan di Pemda Kab. Nganjuk karena duit
sebelum Taufiqurrahman Tertangkap Tangan KPK pada Oktober
2017"
sebelum Taufiqurrahman Tertangkap Tangan KPK pada Oktober
2017"
- Saksi Suroto (Kepala Bidang Pendidikan Dasar Dispendikbud
Nganjuk) “pura-pura lupa” saat ditanya mengenai uang sebesar
Rp600 juta”
BERITAKORUPSI.CO –
"Ibarat melihat buah Mangga yang dari luar terlihat manis namun setelah dimakan ternyata kecut". Seperti inilah yang terjadi di Pemerintahan Daerah (Pemda) Kabupaten Nganjuk sebelum KPK melakukan Tangkap Tangan terhadap Bupati Nganjuk Taufiqurrahman.
Masyarakat berpikir, bahwa seseorang pejabat yang menduduki jabatan di lingkungan Pemda Kabupaten Nganjuk karena Golongan dan Pangkat. Ternyata ada "embel-embelnya yaitu uang yang disebut sebagai "syukuran"
Hal ini terungkap dari fakta di persidangan dalam perkara Jilid I, saat Taufiqurrahman selaku Bupati Nganjuk diadili bersama 4 pejabat di lingkungan Pemda Kabupaten Nganjuk dalam perkara Korupsi Suap Tangkap Tangan KPK pada 24 Oktober 2017 maupun perkara Jilid II, dimana Taufiqurrahman diadili dalam Perkara duagaan Korupsi Gratifikasi dan TPPU.
Duit yang diminta terdakwa dari setiap PNS yang diangkatnya di lingkungan Pemda Kabupaten Nganjuk berpariasi. Untuk PNS yang lulus ujian Calon Pegawai Negeri Spil (CPNS) ditarik antara 50 hingga 70 juta rupaih. Hal ini diakui di persidangan oleh Putu Pratikno selaku Koordiantor 30 CPNS yang lulus ujian tahun 2015 dan SKnya bari diserahkan pada tahun 2017 setelah memberikan komitmen uang.
Sedangkan Jabatan Camat dan Kepala Dinas bertarif ratusan juta. Sedangkan jabatan tertinggi di jabatan Struktural adalah Sekda (Sekretaris Daerah) yang tarifnya miliaran. Dan hal ini diakui oleh Masduqi, mantan Sekda saat dihadirkan sebagai saksi untuk terdakwa Taufiqurrahman dipersidangan
pertanyaannya adalah, apakah hal ini hanya terjadi di lingkungan Pemda Kabupaten Nganjuk? Atau terjadi juga di berbagai Kabupaten/Kota lainnya namun tak "tercium?"
"Ibarat melihat buah Mangga yang dari luar terlihat manis namun setelah dimakan ternyata kecut". Seperti inilah yang terjadi di Pemerintahan Daerah (Pemda) Kabupaten Nganjuk sebelum KPK melakukan Tangkap Tangan terhadap Bupati Nganjuk Taufiqurrahman.
Masyarakat berpikir, bahwa seseorang pejabat yang menduduki jabatan di lingkungan Pemda Kabupaten Nganjuk karena Golongan dan Pangkat. Ternyata ada "embel-embelnya yaitu uang yang disebut sebagai "syukuran"
Hal ini terungkap dari fakta di persidangan dalam perkara Jilid I, saat Taufiqurrahman selaku Bupati Nganjuk diadili bersama 4 pejabat di lingkungan Pemda Kabupaten Nganjuk dalam perkara Korupsi Suap Tangkap Tangan KPK pada 24 Oktober 2017 maupun perkara Jilid II, dimana Taufiqurrahman diadili dalam Perkara duagaan Korupsi Gratifikasi dan TPPU.
Duit yang diminta terdakwa dari setiap PNS yang diangkatnya di lingkungan Pemda Kabupaten Nganjuk berpariasi. Untuk PNS yang lulus ujian Calon Pegawai Negeri Spil (CPNS) ditarik antara 50 hingga 70 juta rupaih. Hal ini diakui di persidangan oleh Putu Pratikno selaku Koordiantor 30 CPNS yang lulus ujian tahun 2015 dan SKnya bari diserahkan pada tahun 2017 setelah memberikan komitmen uang.
Sedangkan Jabatan Camat dan Kepala Dinas bertarif ratusan juta. Sedangkan jabatan tertinggi di jabatan Struktural adalah Sekda (Sekretaris Daerah) yang tarifnya miliaran. Dan hal ini diakui oleh Masduqi, mantan Sekda saat dihadirkan sebagai saksi untuk terdakwa Taufiqurrahman dipersidangan
pertanyaannya adalah, apakah hal ini hanya terjadi di lingkungan Pemda Kabupaten Nganjuk? Atau terjadi juga di berbagai Kabupaten/Kota lainnya namun tak "tercium?"
Swandi saat sidang Vonis di Pengadilan Tipikor Surabaya pada 12 Februari 2018 |
Swandi, mantan Kepala SMPN 3 Ngronggot Nganjuk yang berstatus terpidana 4 tahun penjara dalam kasus Korupsi Suap Bupati Nganjuk Taufiqurrahman (juga terpidana 7 tahun penjara) yang sama-sama Tertangkap Tangan KPK pada pada tanggal 24 Okteber 2017 (perkara pertama), dihadirkan oleh JPU Arif Suhermanto dkk dari Komisi Pemberatasan Korupsi (KPK), sebagai saksi di persidangan Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Surabaya Jalan Raya Juanda Sidoarjo (Senin, 22 Maret 2021) dalam perkara dugaan Korupsi Gratifikasi Penerimaan Hadiah Berupa Uang sejumlah Rp25.657.163.915.915 sejak tahun 2013 – 2017 dengan terdakwa Taufiqurrahman selaku Bupati Nganjuk (perkara kedua)
Pada persidanga kali ini (Senin, 22 Maret 2021), JPU KPK menghadirkan sebanyak 6 orang saksi dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dispendikbud) Kab. Nganjuk, namun yang hadir hanya 4 orang, yaitu Swandi (Kepala SMPN 3 Ngronggot Nganjuk),; Suroto (Kepala Bidang Pendidikan Dasar Dispendikbud Nganjuk),; Sugito (Kepala sekolah SMP Negeri 2 Sawahan Kab. Nganjuk) dan Zainuri.
Persidangan yang berlansung melalui Vidio Conference (Vidcon) diruang sidang Cakra Pengadilan Tipikor Surabaya adalah agenda mendengarkan keterangan saksi dalam Perkara Korupsi Gratifikasi Penerimaan Hadiah Berupa Uang sejumlah Rp25.657.163.915.915 dan TPPU (Tindak Pidana Pencucian Uang) sebesar Rp10.736.061.138 sejak tahun 2013 – 2017 dengan terdakwa Taufiqurrahman selaku Bupati Nganjuk dihadapan Majelis Hakim yang diketuai Hakim Cokorda Gedearthana, SH., MH dengan dibantu 2 (dua) Hakim anggota yaitu H. Hisbullah Idris, SH., M.Hum dan Hakim Ad Hock M. Mahin, SH., MH serta Panitra Pengganti (PP) Sutris, SH., MH yang dihadiri Tim Penasehat Hukum Terdakwa. Sementara Terdakwa Taufiqurrahman mengikuti persidangan secara Vidcon dari Lapas (Lembaga Pemasyarakatan) Surabaya, di Sidoarjo karena masih kondisi Pandemi Covid-19 (Coronavirus Disease 2019)
Sekedar mengingat kembali. Kasus Korupsi Suap Tangkap Tangan pada taggal 24 Oktober 2017, KPK mengamankan sebanyak 20 orang di dua lokasi yang berbeda, yaitu di Hotel Brobudur, Jalan Lapangan Banteng Selatan Pasar Baru, Jakarta Pusat sebanyak 12 orang dan di Kabupaten Nganjuk 8 orang.
Sebanyak 20 orang tersebut diantaranya Taufiqurrahman selaku Bupati Nganjuk termasuk ajudannya,; Ita Triwibawati (istri Taufiqurrahman) yang menjabat Sekda Kabupaten Jombang bersama ajudannya,; Ibnu Hajar (Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Nganjuk),; Swandi (Kepala SMPN 3 Ngronggot Nganjuk),; seorang wartawan Radar Nganjuk (Group Jawa Pos),; Sekretaris Kecamatan Tanjung Anom,; SA (salah seorang Lurah di Nganjuk yang bakal maju bersama Ita Triwibawati dalam Pilbup Kabupaten Nganjuk, S (mantan Kepala Desa), dan BS (supir).
Pada persidanga kali ini (Senin, 22 Maret 2021), JPU KPK menghadirkan sebanyak 6 orang saksi dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dispendikbud) Kab. Nganjuk, namun yang hadir hanya 4 orang, yaitu Swandi (Kepala SMPN 3 Ngronggot Nganjuk),; Suroto (Kepala Bidang Pendidikan Dasar Dispendikbud Nganjuk),; Sugito (Kepala sekolah SMP Negeri 2 Sawahan Kab. Nganjuk) dan Zainuri.
Persidangan yang berlansung melalui Vidio Conference (Vidcon) diruang sidang Cakra Pengadilan Tipikor Surabaya adalah agenda mendengarkan keterangan saksi dalam Perkara Korupsi Gratifikasi Penerimaan Hadiah Berupa Uang sejumlah Rp25.657.163.915.915 dan TPPU (Tindak Pidana Pencucian Uang) sebesar Rp10.736.061.138 sejak tahun 2013 – 2017 dengan terdakwa Taufiqurrahman selaku Bupati Nganjuk dihadapan Majelis Hakim yang diketuai Hakim Cokorda Gedearthana, SH., MH dengan dibantu 2 (dua) Hakim anggota yaitu H. Hisbullah Idris, SH., M.Hum dan Hakim Ad Hock M. Mahin, SH., MH serta Panitra Pengganti (PP) Sutris, SH., MH yang dihadiri Tim Penasehat Hukum Terdakwa. Sementara Terdakwa Taufiqurrahman mengikuti persidangan secara Vidcon dari Lapas (Lembaga Pemasyarakatan) Surabaya, di Sidoarjo karena masih kondisi Pandemi Covid-19 (Coronavirus Disease 2019)
Sekedar mengingat kembali. Kasus Korupsi Suap Tangkap Tangan pada taggal 24 Oktober 2017, KPK mengamankan sebanyak 20 orang di dua lokasi yang berbeda, yaitu di Hotel Brobudur, Jalan Lapangan Banteng Selatan Pasar Baru, Jakarta Pusat sebanyak 12 orang dan di Kabupaten Nganjuk 8 orang.
Sebanyak 20 orang tersebut diantaranya Taufiqurrahman selaku Bupati Nganjuk termasuk ajudannya,; Ita Triwibawati (istri Taufiqurrahman) yang menjabat Sekda Kabupaten Jombang bersama ajudannya,; Ibnu Hajar (Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Nganjuk),; Swandi (Kepala SMPN 3 Ngronggot Nganjuk),; seorang wartawan Radar Nganjuk (Group Jawa Pos),; Sekretaris Kecamatan Tanjung Anom,; SA (salah seorang Lurah di Nganjuk yang bakal maju bersama Ita Triwibawati dalam Pilbup Kabupaten Nganjuk, S (mantan Kepala Desa), dan BS (supir).
Dan 8 orang di Kabupaten Ngnajuk, diantaranya Harjanto (Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Nganjuk),; SUR (Kepala Bidang Pendidikan Dasar Dispendikbud Kabupaten Nganjuk),; CSE (Kabid Dispendikbud Kabupaten Nganjuk),; TFY (Direktur RSUD Kertosono),; OHP (ajudan Bupati Taufiqurrahman),; T (Kepala Sekolah SMPN 1 Tanjung Anom),; SUT (Kepala Sekolah SMPN 5 Nganjuk) dan SUM (supir mobil rental).
Dari sejumlah orang yang diamankan KPK, hanya 5 orang saja yang menjadi Tersangka/Terdakwa dan saat ini berstatus Terpidana, yaitu 3 orang terpidana sebagai Penerima Uang Suap yaitu Taufiqqurrahma (di Vonis 7 tahun dari 10 tahun tuntuntan JPU KPK), Ibnu Hajar (di Vonis 6.6 tahun penjara dari 7 tahun tuntutan JPU KPK) dan Suwandi (di Vonis 4 tahun penjara dari tuntutan 7 tahun. Ketiganya dinyatakan terbukti melanggar pasal 12 huruf b Undaang-Undang Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Sdangkan 2 orang terpidana lainnya adalah sebagai Pemberi Suap, yaitu M. Bisri dan Harjanto. Keduanya sama-sama di Tuntut dan Vonis pidana penjara masing-masing selama 2 dan dinyatakan terbukti melanggar pasal 5 ayat (1) huruf b Undaang-Undang Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Sementara dalam kasus Korupsi Gratifikasi dan TPPU yang menyeret Taufiqurrahan untuk kedua kalinya sebagai terdakwa, dijearat dalam dalam 2 Undang-Undang, yaitu Pasal 12 B Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan Pasal 3 atau Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU)
Dan kehadiran Swandi, Suroto, Sugito dan Zainuri, terkait pemberian uang sebesar Rp1.367.500.000,00 (satu miliar tiga ratus enam puluh tujuh juta lima ratus ribu rupiah) dari Dinas Pendidikan Kabupaten Nganjuk kepada Terdakwa Taufiqurrahman selaku Bupati Nganjuk pada tahun 2017
Sebab dalam surat dakwaan pertama (Primair) Jaksa terhadap terdakwa Taufiqurrahman disebutkan, “Penerimaan uang sebesar Rp1.367.500.000,00 (satu miliar tiga ratus enam puluh tujuh juta lima ratus ribu rupiah) dari Dinas Pendidikan Pemerintah Kabupaten Nganjuk, sebagai berikut:
a. Penerimaan uang dari Suroto. Pada bulan Mei 2017, bertempat di rumah Ibnu Hajar, Desa Tanjungkalang, Kecamatan Ngronggot, Kabupaten Nganjuk, Terdakwa melalui Ibnu Hajar menerima uang sebesar Rp300.000.000 (tiga ratus juta rupiah) dari Suroto, yang berumber dari fee proyek di Dinas Pendidikan Kabupaten Nganjuk.
Pada bulan Oktober 2017, bertempat di suatu tempat di Kota Surabaya, Terdakwa menerima uang melalui Swandi sebesar Rp260.000.000 dari Suroto dan Ibnu Hajar
b. Penerimaan uang melalui Swandi. Pada awal September 2017, bertempat di Kantor Dinas Pendidikan Kabupaten Nganjuk Jalan Dermojoyo No. 19 Payaman Kabupaten Nganjuk, Terdakwa menerima uang melalui Swandi sebesar Rp12.500.000 dari Sri Wahyuni terkait mutasi jabatan
Pada tanggal 18 Oktober 2017, bertempat di Desa Sumberkuncir, Kecamatan Ngetos, Kabupaten Nganjuk, Terdakwa menerima uang melalui Swandi, Sugito dan Moch. Zainuri sebesar Rp600.000.000, kemudian diserahkan kepada Achmad Sillahhuddin, yang bersumber dari Ibnu Hajar, Swandi, Joko, Rudy, Bambang, Widodo, M. Bisri dan Sutoto
Pada bulan Oktober 2017, bertempat di Rumah Dinas Bupati Nganjuk Jalan Basuki Rachmat No. 1 Kecamatan Nganjuk Kabupaten Nganjuk, Terdakwa menerima alat peraga kampanye diantaranya spanduk, baliho dan lain-lain senilai Rp195.000.000 dari Swandi untuk keperluan kampanye Ita Triwibawati selaku istri terdakwa Taufiqurrahman
Dari sejumlah orang yang diamankan KPK, hanya 5 orang saja yang menjadi Tersangka/Terdakwa dan saat ini berstatus Terpidana, yaitu 3 orang terpidana sebagai Penerima Uang Suap yaitu Taufiqqurrahma (di Vonis 7 tahun dari 10 tahun tuntuntan JPU KPK), Ibnu Hajar (di Vonis 6.6 tahun penjara dari 7 tahun tuntutan JPU KPK) dan Suwandi (di Vonis 4 tahun penjara dari tuntutan 7 tahun. Ketiganya dinyatakan terbukti melanggar pasal 12 huruf b Undaang-Undang Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Sdangkan 2 orang terpidana lainnya adalah sebagai Pemberi Suap, yaitu M. Bisri dan Harjanto. Keduanya sama-sama di Tuntut dan Vonis pidana penjara masing-masing selama 2 dan dinyatakan terbukti melanggar pasal 5 ayat (1) huruf b Undaang-Undang Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Sementara dalam kasus Korupsi Gratifikasi dan TPPU yang menyeret Taufiqurrahan untuk kedua kalinya sebagai terdakwa, dijearat dalam dalam 2 Undang-Undang, yaitu Pasal 12 B Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan Pasal 3 atau Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU)
Dan kehadiran Swandi, Suroto, Sugito dan Zainuri, terkait pemberian uang sebesar Rp1.367.500.000,00 (satu miliar tiga ratus enam puluh tujuh juta lima ratus ribu rupiah) dari Dinas Pendidikan Kabupaten Nganjuk kepada Terdakwa Taufiqurrahman selaku Bupati Nganjuk pada tahun 2017
Sebab dalam surat dakwaan pertama (Primair) Jaksa terhadap terdakwa Taufiqurrahman disebutkan, “Penerimaan uang sebesar Rp1.367.500.000,00 (satu miliar tiga ratus enam puluh tujuh juta lima ratus ribu rupiah) dari Dinas Pendidikan Pemerintah Kabupaten Nganjuk, sebagai berikut:
a. Penerimaan uang dari Suroto. Pada bulan Mei 2017, bertempat di rumah Ibnu Hajar, Desa Tanjungkalang, Kecamatan Ngronggot, Kabupaten Nganjuk, Terdakwa melalui Ibnu Hajar menerima uang sebesar Rp300.000.000 (tiga ratus juta rupiah) dari Suroto, yang berumber dari fee proyek di Dinas Pendidikan Kabupaten Nganjuk.
Pada bulan Oktober 2017, bertempat di suatu tempat di Kota Surabaya, Terdakwa menerima uang melalui Swandi sebesar Rp260.000.000 dari Suroto dan Ibnu Hajar
b. Penerimaan uang melalui Swandi. Pada awal September 2017, bertempat di Kantor Dinas Pendidikan Kabupaten Nganjuk Jalan Dermojoyo No. 19 Payaman Kabupaten Nganjuk, Terdakwa menerima uang melalui Swandi sebesar Rp12.500.000 dari Sri Wahyuni terkait mutasi jabatan
Pada tanggal 18 Oktober 2017, bertempat di Desa Sumberkuncir, Kecamatan Ngetos, Kabupaten Nganjuk, Terdakwa menerima uang melalui Swandi, Sugito dan Moch. Zainuri sebesar Rp600.000.000, kemudian diserahkan kepada Achmad Sillahhuddin, yang bersumber dari Ibnu Hajar, Swandi, Joko, Rudy, Bambang, Widodo, M. Bisri dan Sutoto
Pada bulan Oktober 2017, bertempat di Rumah Dinas Bupati Nganjuk Jalan Basuki Rachmat No. 1 Kecamatan Nganjuk Kabupaten Nganjuk, Terdakwa menerima alat peraga kampanye diantaranya spanduk, baliho dan lain-lain senilai Rp195.000.000 dari Swandi untuk keperluan kampanye Ita Triwibawati selaku istri terdakwa Taufiqurrahman
Dalam persidangan dihadapan Majelis Hakim (Senin, 21 Maret 2021), saksi Swandi mengakui pemberian uang sebesar Rp50 juta. saksi yang terpidana ini juga mengakui, penyerahan uang sebesar Rp600 juta kepada terdakwa melalui Sugito
“Seperti yang ada dalam BAP (Berita Acara Pemeriksaan) saya. Saya serhakan ke Sugito,” kata Swandi kepada Majelis Hakim atas pertanyaan JPU KPK
Namun apa yang dijelaskan Swandi, membuat Suroto “terserang penyakit pikun”. Dan untuk “memulihkan penyakit pikun” saksi Suroto, JPU KPK beberapa kali bertanya kembali ke Swandi untuk menjelaskan terkait penyerahan uang.
Setelah beberapa kali Swandi menjelaskan, barulah Sugito sedikit ingat dan mengakui, namun tidak ingat jumlahnya berapa dan dari siapa saja.
“Ya, tapi saya tidak tahu berapa,” kata Suroto untuk mencari “penyelamatan diri”.
Apa yang dijelaskan Swandi, tidak jauh beda dengan pengakuan saksi Sugito dan Zainuri. Hanya saja Zainuri menjelaskan, bahwa dirinya tidak ada memberikan uang. Zainuri mengatakan, bahwa dirinya yang mengantarkan Swandi dan Suroto ke rumahnya Bupati
Seperti yang diberitkan sebelumnya. Berawal pada tahun 2008, saat Terdakwa Taufiqurrahman menjabat Bupati Nganjuk untuk periode 2008 - 2013 yang Kemudian terpilih lagi untu periode ke II yaitu 2013 – 2018. Dan untuk melanjutkan kepimpinannya, terdakwa berencana mencalonkan istrinya Ita Triwibawati untuk mengikuti pencalonan Bupati Nganjuk periode 2018 – 2023. Dalam rangka sosialisasi atas rencana tersebut, terdakwa meminta bantuan dari beberapa pegawai Kabupaten Nganjuk yang dianggap memiliki loyalitas terhadap dirinya, diantaranya Ibnu Hajar dan Swandi.
Untuk memenuhi kebutuhan dana operasional atas sosialisasi rencana pencalonan istri terdakwa sebagai calon Bupati Nganjuk sekaligus sebagai biaya operasional pribadi, pada awal tahun 2017 terdakwa meminta Ibnu Hajar dan Swandi untuk mengumpulkan uang “syukuran” dari beberapa pegawai di lingkungan Pemkab Nganjuk yang telah mendapat promosi/mutasi jabatan, diantaranya Muhammad Bisri yang diangkat menjadi Kepala Bagian Umum RSUD Nganjuk, Haryanto sebagai Kepala Dinas Lingkungan Hidup, Tien Farida Yeni sebagai Direktur RSUD Kertosono Nganjuk, Teguh Sujatmika diangkat sebagai Kepala Sekolah SMPN 1 Tanjung Anom, Suroto mutasi jabatan sebagai Kepala Bidang Pendidikan Dasar Dinas Pendidikan Nganjuk, Sutrisno yang semula Kepala SMP Negeri 5 Nganjuk dipromosikan sebagai Pengawas Sekolah SMP, dan Sugito sebagai Kepala sekolah SMP Negeri 2 Sawahan Kab. Nganjuk.
Atas perintah terdakwa Taufiqurrahman, Ibnu Hajar dan Swandi kemudian mengumpulkan uang syukuran dari beberapa pegawai tersebut, diantaranya penerimaan uang dari Haryanto sebesar Rp 80 juta.
“Seperti yang ada dalam BAP (Berita Acara Pemeriksaan) saya. Saya serhakan ke Sugito,” kata Swandi kepada Majelis Hakim atas pertanyaan JPU KPK
Namun apa yang dijelaskan Swandi, membuat Suroto “terserang penyakit pikun”. Dan untuk “memulihkan penyakit pikun” saksi Suroto, JPU KPK beberapa kali bertanya kembali ke Swandi untuk menjelaskan terkait penyerahan uang.
Setelah beberapa kali Swandi menjelaskan, barulah Sugito sedikit ingat dan mengakui, namun tidak ingat jumlahnya berapa dan dari siapa saja.
“Ya, tapi saya tidak tahu berapa,” kata Suroto untuk mencari “penyelamatan diri”.
Apa yang dijelaskan Swandi, tidak jauh beda dengan pengakuan saksi Sugito dan Zainuri. Hanya saja Zainuri menjelaskan, bahwa dirinya tidak ada memberikan uang. Zainuri mengatakan, bahwa dirinya yang mengantarkan Swandi dan Suroto ke rumahnya Bupati
Seperti yang diberitkan sebelumnya. Berawal pada tahun 2008, saat Terdakwa Taufiqurrahman menjabat Bupati Nganjuk untuk periode 2008 - 2013 yang Kemudian terpilih lagi untu periode ke II yaitu 2013 – 2018. Dan untuk melanjutkan kepimpinannya, terdakwa berencana mencalonkan istrinya Ita Triwibawati untuk mengikuti pencalonan Bupati Nganjuk periode 2018 – 2023. Dalam rangka sosialisasi atas rencana tersebut, terdakwa meminta bantuan dari beberapa pegawai Kabupaten Nganjuk yang dianggap memiliki loyalitas terhadap dirinya, diantaranya Ibnu Hajar dan Swandi.
Untuk memenuhi kebutuhan dana operasional atas sosialisasi rencana pencalonan istri terdakwa sebagai calon Bupati Nganjuk sekaligus sebagai biaya operasional pribadi, pada awal tahun 2017 terdakwa meminta Ibnu Hajar dan Swandi untuk mengumpulkan uang “syukuran” dari beberapa pegawai di lingkungan Pemkab Nganjuk yang telah mendapat promosi/mutasi jabatan, diantaranya Muhammad Bisri yang diangkat menjadi Kepala Bagian Umum RSUD Nganjuk, Haryanto sebagai Kepala Dinas Lingkungan Hidup, Tien Farida Yeni sebagai Direktur RSUD Kertosono Nganjuk, Teguh Sujatmika diangkat sebagai Kepala Sekolah SMPN 1 Tanjung Anom, Suroto mutasi jabatan sebagai Kepala Bidang Pendidikan Dasar Dinas Pendidikan Nganjuk, Sutrisno yang semula Kepala SMP Negeri 5 Nganjuk dipromosikan sebagai Pengawas Sekolah SMP, dan Sugito sebagai Kepala sekolah SMP Negeri 2 Sawahan Kab. Nganjuk.
Atas perintah terdakwa Taufiqurrahman, Ibnu Hajar dan Swandi kemudian mengumpulkan uang syukuran dari beberapa pegawai tersebut, diantaranya penerimaan uang dari Haryanto sebesar Rp 80 juta.
Pada akhir tahun 2016, terdakwa mengangkat Haryanto menjadi Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Nganjuk, yang sebelumnya menjabat sebagai staf ahli. Sekitar bulan April 2017 setelah pelantikan, terdakwa memanggil Haryanto melalui Sudrajat selaku Kepala Badan Pengawasan Daerah Kabupaten Nganjuk untuk datang ke rumah pribadi terdakwa di Mojosari Jombang.
Kemudian Haryanto datang bersama Wisnu Anang Prabowo, Kepala Bidang Pengelolaan Sampah pada Dinas Lingkungan Hidup. Dalam pertemuan itu, terdakwa meminta uang syukuran sebesar Rp 500 juta kepada Harianto sebagai kompensasi atas pelantikannya sebagai Kepala Dinas Lingkungan Hidup.
Selanjutnya, terdakwa Taufiqurrahman meminta Ibnu Hajar mengambil uang syukuran sebesar Rp 200 juta dari Haryanto.
Ibnu Hajar kemudian menghubungi Harianto dan menyampaikan permintaan terdakwa, lalu Haryanto meminta Wisnu Anang Prabowo menyiapkan uang syukuran, tetapi yang terkumpul hanya sebesar Rp 80 juta rupiah, yang kemudian oleh Harianto diserahkan kepada Ibnu Hajar di rumah Haryanto, Jln. DI Panjaitan 1 No 18 Kelurahan Payaman, Kecamatan Nganjuk Kabupaten Nganjuk, dan selanjutnya Ibnu Hajar menyerahkan uang tersebut kepada terdakwa.
Pada tanggal 24 Oktober 2017, terdakwa Taufiqurrahman Penerimaan uang sebesar Rp 50 juta melalui Swandi selaku Kepala SMP Negeri 3 Ngronggot sebagai orang kepercayaannya. Uang tersebut berasal dari Haryanto, yang diminta menyiapakan uang sebesar Rp 200 juta untuk kegiatan terdakwa di Jakarta. Lalu Harjanto menghubungi Wisnu Anang Prabowo agar menyiapkan uang yang dimaksud.
Lalu pada tanggal 23 Oktober 2017, uang yang terkumpul sebesar Rp 50 juta berasal dari Wisnu Anang Prabowo sebesar Rp 15 juta, Sumadi selaku Kasi Dinas Pengelolaan Sampah sebesar Rp 10 juta, Arif selaku rekanan Dinas Lingkungan Hidup sebesar 15 juta rupiah, dan Okta yang juga rekanan Dinas Lingkungan Hidup sebesar 10 juta rupiah.
Setelah uang terkumpul sebesar Rp 50 juta, Haryanto menyerahkan kepada Swandi di depan sekolah SMP Negeri 2 Nganjuk, Jln Wilis No 44 kelurahan Kramat Nganjuk.
Selain menerima uang melalui Suwandi dan Ibnu Hajar, pada bulan Mei 2017, terdakwa Taufiqurrahman juga menerima uang syukuran melalui Nurrosid Husein Hidayat sebesar Rp 100, dari Haryanto melalui Wisnu Anang Prabowo di sekitar RSUD Kertosono.
Masih di bulan yang sama, ternyata terdakwa juga menerima uang syukuran melalui Budiono sebesar Rp 100 juta dari Haryanto melalui Wisnu Anang Prabowo di rumah Budiono di Desa Sukorejo, Kecamatan Loceret Kabupaten Nganjuk.
Pada tanggal 24 Mei 2017, karena terdakwa mengangkat Muhammad Bisri dari jabatan Kepala Bidang Perencanaan Dinas Pendidikan Kabupaten Nganjuk Eselon 3/B menjadi Kepala Bagian Umum RSUD Nganjuk dengan Eslon yang sama, serta mengangkat para pegawai lainnya sebagaimana formasi yang diajukan oleh Muhammat Bisri.
Kemudian Haryanto datang bersama Wisnu Anang Prabowo, Kepala Bidang Pengelolaan Sampah pada Dinas Lingkungan Hidup. Dalam pertemuan itu, terdakwa meminta uang syukuran sebesar Rp 500 juta kepada Harianto sebagai kompensasi atas pelantikannya sebagai Kepala Dinas Lingkungan Hidup.
Selanjutnya, terdakwa Taufiqurrahman meminta Ibnu Hajar mengambil uang syukuran sebesar Rp 200 juta dari Haryanto.
Ibnu Hajar kemudian menghubungi Harianto dan menyampaikan permintaan terdakwa, lalu Haryanto meminta Wisnu Anang Prabowo menyiapkan uang syukuran, tetapi yang terkumpul hanya sebesar Rp 80 juta rupiah, yang kemudian oleh Harianto diserahkan kepada Ibnu Hajar di rumah Haryanto, Jln. DI Panjaitan 1 No 18 Kelurahan Payaman, Kecamatan Nganjuk Kabupaten Nganjuk, dan selanjutnya Ibnu Hajar menyerahkan uang tersebut kepada terdakwa.
Pada tanggal 24 Oktober 2017, terdakwa Taufiqurrahman Penerimaan uang sebesar Rp 50 juta melalui Swandi selaku Kepala SMP Negeri 3 Ngronggot sebagai orang kepercayaannya. Uang tersebut berasal dari Haryanto, yang diminta menyiapakan uang sebesar Rp 200 juta untuk kegiatan terdakwa di Jakarta. Lalu Harjanto menghubungi Wisnu Anang Prabowo agar menyiapkan uang yang dimaksud.
Lalu pada tanggal 23 Oktober 2017, uang yang terkumpul sebesar Rp 50 juta berasal dari Wisnu Anang Prabowo sebesar Rp 15 juta, Sumadi selaku Kasi Dinas Pengelolaan Sampah sebesar Rp 10 juta, Arif selaku rekanan Dinas Lingkungan Hidup sebesar 15 juta rupiah, dan Okta yang juga rekanan Dinas Lingkungan Hidup sebesar 10 juta rupiah.
Setelah uang terkumpul sebesar Rp 50 juta, Haryanto menyerahkan kepada Swandi di depan sekolah SMP Negeri 2 Nganjuk, Jln Wilis No 44 kelurahan Kramat Nganjuk.
Selain menerima uang melalui Suwandi dan Ibnu Hajar, pada bulan Mei 2017, terdakwa Taufiqurrahman juga menerima uang syukuran melalui Nurrosid Husein Hidayat sebesar Rp 100, dari Haryanto melalui Wisnu Anang Prabowo di sekitar RSUD Kertosono.
Masih di bulan yang sama, ternyata terdakwa juga menerima uang syukuran melalui Budiono sebesar Rp 100 juta dari Haryanto melalui Wisnu Anang Prabowo di rumah Budiono di Desa Sukorejo, Kecamatan Loceret Kabupaten Nganjuk.
Pada tanggal 24 Mei 2017, karena terdakwa mengangkat Muhammad Bisri dari jabatan Kepala Bidang Perencanaan Dinas Pendidikan Kabupaten Nganjuk Eselon 3/B menjadi Kepala Bagian Umum RSUD Nganjuk dengan Eslon yang sama, serta mengangkat para pegawai lainnya sebagaimana formasi yang diajukan oleh Muhammat Bisri.
Atas promosi/mutasi Muhammad Bisri dan beberapa pegawai tersebut, terdakwa telah meminta dan menerima uang syukuran dari Muhammad Bisri yakni; 1. Antara bulan Juli sampai dengan Agustus 2017, bertempat di rumah M. Bisri di Jln Semeru Gang 1 RT 3 RW 1 Desa Tanjungrejo, Kecamatan Loceret Kabupaten Nganjuk, diterima oleh Joni Tri Wahyudi sebesar Rp 200 juta yang kemudian diserahkan Joni Tri Wahyudi kepada terdakwa Taufiqurrahman di Pendopo Kantor Bupati Nganjuk.
Kemudian pada tanggal 12 Oktober 2017, bertempat di Hotel Luminor Surabaya di Jln Jemursari No 206 Surabaya, diterima oleh Swandi sebesar Rp 100 juta. Pada tanggal 15 Oktober 2017, bertempat di rumah M. Bisri, pada tanggal 17 Oktober 2017 bertempat di RSUD Nganjuk, Jln DDr. Soetomo 602 Kabupaten Nganjuk, diterima Suwandi sebesar 50 juta.
Penerimaan uang dari Teguh Sujatmika. Setelah Teguh Sijatmika diangkat menjadi Kepala SMPN 1 Tanjunganom, Ia sering ditemui Swandi dan meminta uang syukuran untuk keperluan terdakwa. Namun Teguh Sujatmika ragu untuk memberikan uang kepada Swandi, karena sepengetahuan Teguh Sujatmika, yang merupakan orang dekat terdakwa adalah Ibnu Hajar yang sering diajak pergi bersama terdakwa.
Selanjutnya, pada tanggal 1 Oktober 2017, Teguh Sujatmika bertempat di rumah Ibnu Hajar, mengkonfirmasi sekaligus menyerahkan uang kepada terdakwa melalui Ibnu Hajar sebesar Rp 110 juta.
Penerimaan uang dari Tien Farida Yani, terkait pengangkatannya menjadi Direktur RSUD Kertosono Nganjuk. Pada sekitar bulan Oktober 2017, Tien Farida Yani ditelepon oleh Muhammad Bisri yang saat itu bersama Swandi, dan menyampaikan bahwa terdakwa meminta uang syukuran sebesar Rp 150 juta dengan menggunakan istilah satu setengah meter.
Beberapa hari kemudian masih di bulan Oktober 2017, Swandi menelpon Tien Farida Yani dan menyampaikan akan ke rumahnya (Tien Farida Yani) terkait permintaan satu setengah meter tersebut.
Selanjutnya Tien Farida Yani, bertempat di Klinik Kesehatan di Kecamatan Rejoso Kabupaten Nganjuk, hanya memberikan uang sebesar Rp 30 juta yang bersumber dari uang jasa pelayanan yang diterima Tien Farida Yani dari RSUD Kertosono, dan uang tersebut diserahkan langsung kepada Swandi untuk diserahkan kepada terdakwa.
Penerimaan uang dari Suroto. Terdakwa Taufiqurrahman melalui Ibnu Hajar dan Swandi, meminta dan menerima uang syukuran yang seluruhnya sebesar Rp 425 juta dari Suroto selaku Kepala Bidang Pendidikan Dasar Dinas Pendidikan Kabupaten Nganjuk. Penerimaan uang tersebut dilakukan oleh terdakwa secara bertahap yaitu sebagai berikut;
Pada awal tahun 2017, bertempat di rumah dinas Bupati Nganjuk, diterima Suwandi uang sebesar Rp 50 juta terkait tidak dimutasikannya Suroto pada periode sebelumnya. Lalu pada sekitar akhir Maret 2017, bertempat di rumah Ibnu Hajar, diterima Ibnu Hajar sebesar Rp 305 juta dari Suroto, dan uang tersebut dikumpulkan oleh Suroto dari Sony, Sarwo, Prabowo, Murtajih, Sri Utami dan Fani, terkait promosi jabatan di lingkungan Dinas Pendidikan Kabupaten Nganjuk.
Kemudian pada sekitar tanggal 24 Oktober 2017, bertempat di depan kantor Dinas Pendidikan Nganjuk, Suwandi menerima uang syukuran sebesar Rp 40 juta terkait promosi Sutrisno dari Kepala Sekolah SMP Negeri 5 Nganjuk menjadi pengawas sekolah SMP.
Penerimaan uang dari Cahaya Sarwo Edi sebagai Kepala Bidang Ketenagaan Dinas Pendidikan Kabupaten Nganjuk. Ibnu Hajar meminta Cahya Sarwo Edi untuk membantu mengumpulkan uang syukuran untuk kepentingan terdakwa. Pada akhir Juni 2017 bertempat di Kantor Dinas Pendidikan, Ibnu Hajar menerima uang sebesar Rp 60 juta dari Cahya Sarwo Edi terkait promosi jabatan Sugito menjadi kepala sekolah SMP Negeri 2 Sawahan.
Pada tanggal 24 Oktober 2017, saat terdakwa Taufiqurrahman berada di Jakarta dalam rangka melakukan pendekatan ke DPP PDIP atas rencana pencalonan istrinya sebagai Calon Bupati Nganjuk periode berikutnya, sehingga terdakwa memerintahkan Ibnu Hajar dan Suwandi melalui Nurrosyid Husein Hidayat agar menyusul ke Jakarta guna menyerahkan uang syukuran dimaksud.
Atas perintah tersebut, Swandi dan Ibnu Hajar pun menyusul ke Jakarta menemui terdakwa di Hotel Borobudur Jalan Lapangan Banteng Selatan, Pasar Baru, Jakarta Pusat dengan membawa uang syukuran yang masing-masing sebesar Rp 150 juta, yang dimasukkan ke dalam tas ransel hitam lalu diserahkan kepada terdakwa Taufiqurrahman. (Jnt)
Kemudian pada tanggal 12 Oktober 2017, bertempat di Hotel Luminor Surabaya di Jln Jemursari No 206 Surabaya, diterima oleh Swandi sebesar Rp 100 juta. Pada tanggal 15 Oktober 2017, bertempat di rumah M. Bisri, pada tanggal 17 Oktober 2017 bertempat di RSUD Nganjuk, Jln DDr. Soetomo 602 Kabupaten Nganjuk, diterima Suwandi sebesar 50 juta.
Penerimaan uang dari Teguh Sujatmika. Setelah Teguh Sijatmika diangkat menjadi Kepala SMPN 1 Tanjunganom, Ia sering ditemui Swandi dan meminta uang syukuran untuk keperluan terdakwa. Namun Teguh Sujatmika ragu untuk memberikan uang kepada Swandi, karena sepengetahuan Teguh Sujatmika, yang merupakan orang dekat terdakwa adalah Ibnu Hajar yang sering diajak pergi bersama terdakwa.
Selanjutnya, pada tanggal 1 Oktober 2017, Teguh Sujatmika bertempat di rumah Ibnu Hajar, mengkonfirmasi sekaligus menyerahkan uang kepada terdakwa melalui Ibnu Hajar sebesar Rp 110 juta.
Penerimaan uang dari Tien Farida Yani, terkait pengangkatannya menjadi Direktur RSUD Kertosono Nganjuk. Pada sekitar bulan Oktober 2017, Tien Farida Yani ditelepon oleh Muhammad Bisri yang saat itu bersama Swandi, dan menyampaikan bahwa terdakwa meminta uang syukuran sebesar Rp 150 juta dengan menggunakan istilah satu setengah meter.
Beberapa hari kemudian masih di bulan Oktober 2017, Swandi menelpon Tien Farida Yani dan menyampaikan akan ke rumahnya (Tien Farida Yani) terkait permintaan satu setengah meter tersebut.
Selanjutnya Tien Farida Yani, bertempat di Klinik Kesehatan di Kecamatan Rejoso Kabupaten Nganjuk, hanya memberikan uang sebesar Rp 30 juta yang bersumber dari uang jasa pelayanan yang diterima Tien Farida Yani dari RSUD Kertosono, dan uang tersebut diserahkan langsung kepada Swandi untuk diserahkan kepada terdakwa.
Penerimaan uang dari Suroto. Terdakwa Taufiqurrahman melalui Ibnu Hajar dan Swandi, meminta dan menerima uang syukuran yang seluruhnya sebesar Rp 425 juta dari Suroto selaku Kepala Bidang Pendidikan Dasar Dinas Pendidikan Kabupaten Nganjuk. Penerimaan uang tersebut dilakukan oleh terdakwa secara bertahap yaitu sebagai berikut;
Pada awal tahun 2017, bertempat di rumah dinas Bupati Nganjuk, diterima Suwandi uang sebesar Rp 50 juta terkait tidak dimutasikannya Suroto pada periode sebelumnya. Lalu pada sekitar akhir Maret 2017, bertempat di rumah Ibnu Hajar, diterima Ibnu Hajar sebesar Rp 305 juta dari Suroto, dan uang tersebut dikumpulkan oleh Suroto dari Sony, Sarwo, Prabowo, Murtajih, Sri Utami dan Fani, terkait promosi jabatan di lingkungan Dinas Pendidikan Kabupaten Nganjuk.
Kemudian pada sekitar tanggal 24 Oktober 2017, bertempat di depan kantor Dinas Pendidikan Nganjuk, Suwandi menerima uang syukuran sebesar Rp 40 juta terkait promosi Sutrisno dari Kepala Sekolah SMP Negeri 5 Nganjuk menjadi pengawas sekolah SMP.
Penerimaan uang dari Cahaya Sarwo Edi sebagai Kepala Bidang Ketenagaan Dinas Pendidikan Kabupaten Nganjuk. Ibnu Hajar meminta Cahya Sarwo Edi untuk membantu mengumpulkan uang syukuran untuk kepentingan terdakwa. Pada akhir Juni 2017 bertempat di Kantor Dinas Pendidikan, Ibnu Hajar menerima uang sebesar Rp 60 juta dari Cahya Sarwo Edi terkait promosi jabatan Sugito menjadi kepala sekolah SMP Negeri 2 Sawahan.
Pada tanggal 24 Oktober 2017, saat terdakwa Taufiqurrahman berada di Jakarta dalam rangka melakukan pendekatan ke DPP PDIP atas rencana pencalonan istrinya sebagai Calon Bupati Nganjuk periode berikutnya, sehingga terdakwa memerintahkan Ibnu Hajar dan Suwandi melalui Nurrosyid Husein Hidayat agar menyusul ke Jakarta guna menyerahkan uang syukuran dimaksud.
Atas perintah tersebut, Swandi dan Ibnu Hajar pun menyusul ke Jakarta menemui terdakwa di Hotel Borobudur Jalan Lapangan Banteng Selatan, Pasar Baru, Jakarta Pusat dengan membawa uang syukuran yang masing-masing sebesar Rp 150 juta, yang dimasukkan ke dalam tas ransel hitam lalu diserahkan kepada terdakwa Taufiqurrahman. (Jnt)
Posting Komentar
Tulias alamat email :