BERITAKORUPSI.CO –
Mungkin untuk yang pertamakalinya pada sidang perkara Tindak Pidana Korupsi di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Surabaya Jalan Raya Juanda Sidoarjo, Penasehat Hukum Terdakwa meminta kepada Majelis Hakim supaya menyatakan bahwa Terdakwa Terbukti melakukan Tindak Pidana Korupsi dan menghukum Terdakwa
Permintaan kepada Majelis Hakim supaya menyatakan bahwa Terdakwa Terbukti melakukan Tindak Pidana Korupsi dan menghukum Terdakwa, disampaikan Sultan Akbar P. S.H., M.H., C.L.A, Arif Wahyu Dwinata, S.H., M.H., Kes., C.L.A dan Lalu Abdi Mansyah, S.H dari Kantor S.A.Paalevi and Partners Law Firm selaku Tim Penasehat Hukum (PH) Terdakwa Harizki Catur Novanto, SH selaku Pegawai BRI Kanwil Surabaya dimuka persidangan dihadapan Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya (Jumat, 22 Oktober 2021) dalam perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi (TPK) Perjalanan Dinas pegawai Bank BRI Kantor Wilayah (Kanwil) Surabaya yang merugikan keuangan negara cq. Bank BRI sebesar Rp4.196.964.667
Mungkin untuk yang pertamakalinya pada sidang perkara Tindak Pidana Korupsi di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Surabaya Jalan Raya Juanda Sidoarjo, Penasehat Hukum Terdakwa meminta kepada Majelis Hakim supaya menyatakan bahwa Terdakwa Terbukti melakukan Tindak Pidana Korupsi dan menghukum Terdakwa
Permintaan kepada Majelis Hakim supaya menyatakan bahwa Terdakwa Terbukti melakukan Tindak Pidana Korupsi dan menghukum Terdakwa, disampaikan Sultan Akbar P. S.H., M.H., C.L.A, Arif Wahyu Dwinata, S.H., M.H., Kes., C.L.A dan Lalu Abdi Mansyah, S.H dari Kantor S.A.Paalevi and Partners Law Firm selaku Tim Penasehat Hukum (PH) Terdakwa Harizki Catur Novanto, SH selaku Pegawai BRI Kanwil Surabaya dimuka persidangan dihadapan Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya (Jumat, 22 Oktober 2021) dalam perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi (TPK) Perjalanan Dinas pegawai Bank BRI Kantor Wilayah (Kanwil) Surabaya yang merugikan keuangan negara cq. Bank BRI sebesar Rp4.196.964.667
Baca juga: Harizki Catur Novanto, Pegawai BRI Kanwil Surabaya Diadili Karena Dugaan Korupsi Rp4 M Lebih - http://www.beritakorupsi.co/2021/08/harizki-catur-novanto-pegawai-bri.html
Dalam perkara ini, pada persidangan sebelumnya Tim JPU menuntut Terdakwa Harizki Catur Novanto, SH dengan pidana penjara selama tujuh (7) tahun dan enam (6) bulan denda sebesar Rp350 juta subsidair pidana kurungan selama 9 (sembilan) bulan dan membayar uang penggaanti (UP) sejumlah Rp3.230.390.667 susidair pidana penjara selama 3 (tiga) tahun dan 6 (enam) bulan
Sementara persidangan yang berlangsung secara Virtual (Zoom) di ruang sidang Cakra Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Surabaya (Jumat, 22 Oktober 2021) adalah agenda penyampaian Pledio atau Pembelaan Tim PH Terdakwa atas tuntutan JPU terhadap Terdakwa Harizki Catur Novanto dalam perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi (TPK) Perjalanan Dinas pegawai Bank BRI Kantor Wilayah (Kanwil) Surabaya yang merugikan keuangan negara cq. Bank BRI sebesar Rp4.196.964.667 dengan Terdakwa Harizki Catur Novanto, SH selaku Pegawai BRI Kanwil Surabaya yang diketuai Majelis Hakim Tongani, SH., MH dan dibantu 2 Hakim Ad Hock masing-masing sebagai anggota yaitu Poster Sitorus, S.H., M.H dan Manambus Pasaribu, S.H., M.H serta Panitra Pengganti (PP) Sikan, S.Sos, SH yang dihadiri Tim JPU Nur Rachmansyah, SH., MH dkk dari Kejari Surabaya. Sementara Terdakwa mengkuti persidangan melalui Zoom dari Rutan (rumah tahanan negara) Kejaksaan Tinggi Jawa Timur Cabang Surabaya karena kondisi Pandemi Covid-19 (Coronavirus disease 2019)
Dalam Pledoinya, Sultan Akbar P. S.H., M.H., C.L.A mengatakan, “Berdasarkan segala sesuatu yang telah kami uraikan di atas, dengan segala kerendahan hati, kami Penasihat hukum Terdakwa memohon kepada Majelis Hakim yang menangani perkara a quo berkenan untuk memutuskan: PRIMER:
1. Menyatakan Terdakwa Harizki Catur Novanto terbukti melakukan tindak pidana menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukannya yang menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara” sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal Pasal 3 Undang - undang nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-undang RI No.31 Tahun 1999 Tentang pemberantasan tindak pidana Korupsi.
2. Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara yang seringan-ringannya dan/atau dengan pidana penjara selama 1 (satu) tahun dan 6 (enam) bulan;
3. Membebaskan Terdakwa Harizki Catur Novanto, SH yang di ajukan Penuntut Umum sebesar Rp350.000.000 (tiga ratus lima puluh juta rupiah).
4. Membebaskan terdakwa membayar uang pengganti sebesar Rp3.230.390.667 (tiga milyar dua ratus tiga puluh juta tiga ratus Sembilan puluh ribu enam ratus enam puluh tujuh rupiah).
5. Menetapkan masa penahanan yang telah dijalani Terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan;,” ucap Sultan Akbar P. S.H., M.H., C.L.A
Baca juga: Harizki Catur Novanto, Pegawai BRI Kanwil Surabaya Dituntut 7.6 Thn Penjara Karena Diduga Korupsi Rp4.1 M - http://www.beritakorupsi.co/2021/10/harizki-catur-novanto-pegawai-bri.html
Sementara persidangan yang berlangsung secara Virtual (Zoom) di ruang sidang Cakra Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Surabaya (Jumat, 22 Oktober 2021) adalah agenda penyampaian Pledio atau Pembelaan Tim PH Terdakwa atas tuntutan JPU terhadap Terdakwa Harizki Catur Novanto dalam perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi (TPK) Perjalanan Dinas pegawai Bank BRI Kantor Wilayah (Kanwil) Surabaya yang merugikan keuangan negara cq. Bank BRI sebesar Rp4.196.964.667 dengan Terdakwa Harizki Catur Novanto, SH selaku Pegawai BRI Kanwil Surabaya yang diketuai Majelis Hakim Tongani, SH., MH dan dibantu 2 Hakim Ad Hock masing-masing sebagai anggota yaitu Poster Sitorus, S.H., M.H dan Manambus Pasaribu, S.H., M.H serta Panitra Pengganti (PP) Sikan, S.Sos, SH yang dihadiri Tim JPU Nur Rachmansyah, SH., MH dkk dari Kejari Surabaya. Sementara Terdakwa mengkuti persidangan melalui Zoom dari Rutan (rumah tahanan negara) Kejaksaan Tinggi Jawa Timur Cabang Surabaya karena kondisi Pandemi Covid-19 (Coronavirus disease 2019)
Dalam Pledoinya, Sultan Akbar P. S.H., M.H., C.L.A mengatakan, “Berdasarkan segala sesuatu yang telah kami uraikan di atas, dengan segala kerendahan hati, kami Penasihat hukum Terdakwa memohon kepada Majelis Hakim yang menangani perkara a quo berkenan untuk memutuskan: PRIMER:
1. Menyatakan Terdakwa Harizki Catur Novanto terbukti melakukan tindak pidana menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukannya yang menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara” sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal Pasal 3 Undang - undang nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-undang RI No.31 Tahun 1999 Tentang pemberantasan tindak pidana Korupsi.
2. Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara yang seringan-ringannya dan/atau dengan pidana penjara selama 1 (satu) tahun dan 6 (enam) bulan;
3. Membebaskan Terdakwa Harizki Catur Novanto, SH yang di ajukan Penuntut Umum sebesar Rp350.000.000 (tiga ratus lima puluh juta rupiah).
4. Membebaskan terdakwa membayar uang pengganti sebesar Rp3.230.390.667 (tiga milyar dua ratus tiga puluh juta tiga ratus Sembilan puluh ribu enam ratus enam puluh tujuh rupiah).
5. Menetapkan masa penahanan yang telah dijalani Terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan;,” ucap Sultan Akbar P. S.H., M.H., C.L.A
Baca juga: Harizki Catur Novanto, Pegawai BRI Kanwil Surabaya Dituntut 7.6 Thn Penjara Karena Diduga Korupsi Rp4.1 M - http://www.beritakorupsi.co/2021/10/harizki-catur-novanto-pegawai-bri.html
Alasan PH terdakwa adalah, bahwa berdasarkan fakta yang terungkap dipersidangan, bukanlah semata-mata kesalahan Terdakwa sendiri, melainkan ada kelalaian yang dilakukan oleh pihak lain dalam hal ini atasan dari Terdakwa, yaitu saksi Andjar Gladianto, saksi Chindy Vannie Arie dan saksi Derral Morest yang lalai dan tidak hati – hati dalam mengelola Akun BRISTAR khususnya terkait Surat Perjalanan Dinas Elektronik (E-SPJ) yang tidak melakuan penggantian password secara rutin.
Sultan Akbar P. S.H., M.H., C.L.A mengatakan, bahwa apabila merujuk terkait pendoman Penerapan Manajemen Risiko Operasional perbankan, maka haruslah berpedoman pada Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No. 18/POJK.03/2016 tanggal 22 Maret 2016 tentang Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum, yang mensyaratkan penerapan manajemen risiko mencakup pilar-pilar pengawasan aktif Dewan Komisaris dan Direksi, kecukupan kebijakan, prosedur dan penetapan limit, kecukupan proses identifikasi, pengukuran, pemantauan dan pengendalian risiko serta sistem informasi manajemen risiko dan sistem pengendalian internal.
“Penerapan Manajemen Risiko Operasional sebagaimana diatur pada Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No. 18/POJK.03/2016 tanggal 22 Maret 2016 tentang Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum,” kata Sultan Akbar P. S.H., M.H., C.L.A
Menurut Sultan Akbar P. S.H., M.H., C.L.A, manajemen resiko operasional ditujukan untuk mengelola eksposur risiko operasional yang disebabkan oleh faktor internal maupun eksternal yang dapat mengganggu aktivitas bisnis dan operasional, seperti faktor ketidakcukupan sumber daya manusia, proses internal, kegagalan sistem teknologi informasi, bencana alam dan kejahatan pihak eksternal terhadap bank yang berpotensi menimbulkan kerugian finansial maupun non finansial bagi bank.
“Pengelolaan terhadap eksposur risiko operasional di BRI mencakup pengelolaan terhadap eksposur risiko hukum, reputasi, kepatuhan dan stratejik yang terdapat pada setiap proses bisnis dan aktivitas operasional. sebagaimana Surat Edaran Direksi Surat Edaran Direksi BRI No: SE.18-DIR/MOP/03/2020 tanggal 20 Maret 2020 perihal Strategi Anti Fraud BRI,” pungkasnya
PH Terdakwa ini juga menyinggung Surat Edaran Jaksa Agung Republik Indonesia No. SE003/A/JA/02010 tentang Pedoman Tuntutan Pidana Perkara Tindak Pidana Korupsi Romawi II angka 2 butir 2.4 menyebutkan, apabila terdapat pengembalian/penyelamatan kerugianTindak Pidana Korupsi sebagaimana diatur pada Pasal 3 Undang - Undang Nomor: 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang - Undang Nomor : 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang - Undang Nomor : 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
“Kerugian keuangan negara paling sedikit lebih dari 0% sampai dengan paling banyak 25% dan terdakwa telah menguntungkan diri sendiri dari hasil kejahatannya paling sedikit lebih dari 75% sampai dengan paling banyak 100%, dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan 6 (enam) bulan dan paling lama 6 (empat) tahun.” ujarnya
Sultan Akbar P. S.H., M.H., C.L.A mengatakan, bahwa apabila merujuk terkait pendoman Penerapan Manajemen Risiko Operasional perbankan, maka haruslah berpedoman pada Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No. 18/POJK.03/2016 tanggal 22 Maret 2016 tentang Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum, yang mensyaratkan penerapan manajemen risiko mencakup pilar-pilar pengawasan aktif Dewan Komisaris dan Direksi, kecukupan kebijakan, prosedur dan penetapan limit, kecukupan proses identifikasi, pengukuran, pemantauan dan pengendalian risiko serta sistem informasi manajemen risiko dan sistem pengendalian internal.
“Penerapan Manajemen Risiko Operasional sebagaimana diatur pada Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No. 18/POJK.03/2016 tanggal 22 Maret 2016 tentang Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum,” kata Sultan Akbar P. S.H., M.H., C.L.A
Menurut Sultan Akbar P. S.H., M.H., C.L.A, manajemen resiko operasional ditujukan untuk mengelola eksposur risiko operasional yang disebabkan oleh faktor internal maupun eksternal yang dapat mengganggu aktivitas bisnis dan operasional, seperti faktor ketidakcukupan sumber daya manusia, proses internal, kegagalan sistem teknologi informasi, bencana alam dan kejahatan pihak eksternal terhadap bank yang berpotensi menimbulkan kerugian finansial maupun non finansial bagi bank.
“Pengelolaan terhadap eksposur risiko operasional di BRI mencakup pengelolaan terhadap eksposur risiko hukum, reputasi, kepatuhan dan stratejik yang terdapat pada setiap proses bisnis dan aktivitas operasional. sebagaimana Surat Edaran Direksi Surat Edaran Direksi BRI No: SE.18-DIR/MOP/03/2020 tanggal 20 Maret 2020 perihal Strategi Anti Fraud BRI,” pungkasnya
PH Terdakwa ini juga menyinggung Surat Edaran Jaksa Agung Republik Indonesia No. SE003/A/JA/02010 tentang Pedoman Tuntutan Pidana Perkara Tindak Pidana Korupsi Romawi II angka 2 butir 2.4 menyebutkan, apabila terdapat pengembalian/penyelamatan kerugianTindak Pidana Korupsi sebagaimana diatur pada Pasal 3 Undang - Undang Nomor: 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang - Undang Nomor : 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang - Undang Nomor : 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
“Kerugian keuangan negara paling sedikit lebih dari 0% sampai dengan paling banyak 25% dan terdakwa telah menguntungkan diri sendiri dari hasil kejahatannya paling sedikit lebih dari 75% sampai dengan paling banyak 100%, dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan 6 (enam) bulan dan paling lama 6 (empat) tahun.” ujarnya
Selain Surat Edaran Jaksa Agung, dalam Pledoinya Sultan Akbar P. S.H.,
M.H., C.L.A juga menyinggung Peraturan Mahkamah Agung RI No 1 Tahun 2020
Tentang Pedoman Pemidanaan dalam Pasal 2 dan Pasal 3 Undang – Undang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Bahwa berdasarkan Pasal 6 Peraturan Mahkamah Agung RI No 1 Tahun 2020 Tentang Pedoman Pemidanaan Pasal 2 Dan Pasal 3 Undang – Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi pada ayat (1) dan (2)
Dalam Perma (Peraturan Mahkamah Agung) disebutkan, 1 (Satu). Dalam hal mengadili perkara tindak pidana Pasal 2 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, kerugian keuangan negara atau perekonomian negara terbagi ke dalam 4 (empat) kategori sebagai berikut:
a. kategori paling berat, lebih dari Rp l00.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah);
b. kategori berat, lebih dari Rp25.000.000.000,00 (dua puluh lima miliar rupiah) sampai dengan Rp l00.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah);
c. kategori sedang, lebih dari Rp l. 000.000.000 ,00 (satu miliar rupiah) sampai dengan Rp 25.000.000.000,00 (dua puluh lima miliar rupiah); dan
d. kategori ringan, lebih dari Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) sampai dengan Rp l.000.000.000 ,00 (satu miliar rupiah);
2 (Dua). Dalam hal mengadili perkara tindak pidana Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, kerugian keuangan negara atau perekonomian negara terbagi ke dalam 5 (lima) kategori sebagai berikut:
a. kategori paling berat, lebih dari Rp l00.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah);
b. kategori berat, lebih dari Rp25.000.000.000,00 (dua puluh lima miliar rupiah) sampai dengan Rp l00.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah);
c. kategori sedang, lebih dari Rp l.000.0 00.000,0 0 (satu miliar rupiah) sampai dengan Rp 25.000.000.000,00 (dua puluh lima miliar rupiah);
d. kategori ringan, lebih dari Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) sampai dengan Rp l. 000 .000.000,00 (satu miliar rupiah); dan
e. kategori paling ringan, sampai dengan Rp 200 .000 .000,00 (dua ratus juta rupiah).
“Memperhatikan Pasal 9 huruf c angka (2) Peraturan Mahkamah Agung RI No 1 Tahun 2020 Tentang Pedoman Pemidanaan Pasal 2 Dan Pasal 3 Undang – Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi disebutkan, terkait aspek keuntungan sedang dalam suatu tindak pidana korupsi apabila nilai pengembalian kerugian keuangan negara yang dilakukan terdakwa besarnya 10% (sepuluh persen) sampai dengan 50% (lima puluh persen) dari nilai harta benda yang diperoleh terdakwa dalam perkara yang bersangkutan,” ujarnya
Sultan Akbar P. S.H., M.H., C.L.A menjelaskan, memperhatikan Pasal 10 huruf b angka 1 Peraturan Mahkamah Agung RI No 1 Tahun 2020 Tentang Pedoman Pemidanaan Pasal 2 Dan Pasal 3 Undang – Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, terkait suatu perbuatan tindak pidana korupsi masuk klasifikasi dampak rendah, apabila perbuatan terdakwa mengakibatkan dampak atau kerugian dalam skala kabupaten/kota atau satuan wilayah di bawah kabupaten/kota
“Apabila merujuk kepada Peraturan Mahkamah Agung RI No 1 Tahun 2020 Tentang Pedoman Pemidanaan Pasal 2 Dan Pasal 3 Undang – Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, maka perbuatan Terdakwa dapat diklasifikasikan sebagai Tindak Pidana Korupsi Kategori Sedang, dengan aspek keuntungan sedang dan dampak rendah,” tegasnya
Atas Pledoi atau Pembelaan dari Tim PH terdakwa ini, Tim JPU Nur Rachmansyah, SH., MH dkk akan menanggapinya secara tertulis. Sehingga JPU meminta waktu sepekan kepada Ketua Majelis Hakim
“Kami akan menanggapinya secara tertulis. Kami mohon waktu satu minngu,” kata JPU. Dan atas permohonan dari JPU, Ketua Majelis Hakim Tongani, SH., MH mengabulkan sehingga persidangan akan dilanjutkan sepekan kemuidan. (Jnt)
Bahwa berdasarkan Pasal 6 Peraturan Mahkamah Agung RI No 1 Tahun 2020 Tentang Pedoman Pemidanaan Pasal 2 Dan Pasal 3 Undang – Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi pada ayat (1) dan (2)
Dalam Perma (Peraturan Mahkamah Agung) disebutkan, 1 (Satu). Dalam hal mengadili perkara tindak pidana Pasal 2 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, kerugian keuangan negara atau perekonomian negara terbagi ke dalam 4 (empat) kategori sebagai berikut:
a. kategori paling berat, lebih dari Rp l00.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah);
b. kategori berat, lebih dari Rp25.000.000.000,00 (dua puluh lima miliar rupiah) sampai dengan Rp l00.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah);
c. kategori sedang, lebih dari Rp l. 000.000.000 ,00 (satu miliar rupiah) sampai dengan Rp 25.000.000.000,00 (dua puluh lima miliar rupiah); dan
d. kategori ringan, lebih dari Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) sampai dengan Rp l.000.000.000 ,00 (satu miliar rupiah);
2 (Dua). Dalam hal mengadili perkara tindak pidana Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, kerugian keuangan negara atau perekonomian negara terbagi ke dalam 5 (lima) kategori sebagai berikut:
a. kategori paling berat, lebih dari Rp l00.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah);
b. kategori berat, lebih dari Rp25.000.000.000,00 (dua puluh lima miliar rupiah) sampai dengan Rp l00.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah);
c. kategori sedang, lebih dari Rp l.000.0 00.000,0 0 (satu miliar rupiah) sampai dengan Rp 25.000.000.000,00 (dua puluh lima miliar rupiah);
d. kategori ringan, lebih dari Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) sampai dengan Rp l. 000 .000.000,00 (satu miliar rupiah); dan
e. kategori paling ringan, sampai dengan Rp 200 .000 .000,00 (dua ratus juta rupiah).
“Memperhatikan Pasal 9 huruf c angka (2) Peraturan Mahkamah Agung RI No 1 Tahun 2020 Tentang Pedoman Pemidanaan Pasal 2 Dan Pasal 3 Undang – Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi disebutkan, terkait aspek keuntungan sedang dalam suatu tindak pidana korupsi apabila nilai pengembalian kerugian keuangan negara yang dilakukan terdakwa besarnya 10% (sepuluh persen) sampai dengan 50% (lima puluh persen) dari nilai harta benda yang diperoleh terdakwa dalam perkara yang bersangkutan,” ujarnya
Sultan Akbar P. S.H., M.H., C.L.A menjelaskan, memperhatikan Pasal 10 huruf b angka 1 Peraturan Mahkamah Agung RI No 1 Tahun 2020 Tentang Pedoman Pemidanaan Pasal 2 Dan Pasal 3 Undang – Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, terkait suatu perbuatan tindak pidana korupsi masuk klasifikasi dampak rendah, apabila perbuatan terdakwa mengakibatkan dampak atau kerugian dalam skala kabupaten/kota atau satuan wilayah di bawah kabupaten/kota
“Apabila merujuk kepada Peraturan Mahkamah Agung RI No 1 Tahun 2020 Tentang Pedoman Pemidanaan Pasal 2 Dan Pasal 3 Undang – Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, maka perbuatan Terdakwa dapat diklasifikasikan sebagai Tindak Pidana Korupsi Kategori Sedang, dengan aspek keuntungan sedang dan dampak rendah,” tegasnya
Atas Pledoi atau Pembelaan dari Tim PH terdakwa ini, Tim JPU Nur Rachmansyah, SH., MH dkk akan menanggapinya secara tertulis. Sehingga JPU meminta waktu sepekan kepada Ketua Majelis Hakim
“Kami akan menanggapinya secara tertulis. Kami mohon waktu satu minngu,” kata JPU. Dan atas permohonan dari JPU, Ketua Majelis Hakim Tongani, SH., MH mengabulkan sehingga persidangan akan dilanjutkan sepekan kemuidan. (Jnt)
Posting Komentar
Tulias alamat email :