#Termohon Pailit Santoso Setiono mengaku “diremot” oleh Kurator agar sidang Perkara Palit segera di Putus Pailit#
BERITAKORUPSI.CO –
Ada apa dibalik sidang perkara Pailit Santoso Setiono, warga Kertajaya Indah Surabaya dengan Eddy Prajitno, warga Lidah Kulon RT.00 RW.001 Desa/Kel. Lidah Kulon, Kecamatan Lakarsantri, Kota Surabaya selaku Pemohon yang sudah di Putus oleh Majelis Hakim Pengadilan Niaga pada Pengadilan Ngeri Surabaya pada Rabu, tanggal 21 Oktober 2021 lalu?
Perkara Pailit Santoso Setiono selaku Termohon dengan Eddy Prajitno selaku Pemohon, Rudy (Kok Djiang) beralamat di di Jln. Ploso Timur 2/18 Surabaya selaku Pemohon II, Rizal Kurniawan Simpang Darmo permai Surabaya selaku Pemohon III dan Karyawan CV. Harta Abadi milik Santoso Setiono kurang lebih sebanyak 10 orang selaku Pemohon ke IV
Termohon yaitu Santoso Setiono pemilik CV Artha Abadi memiliki hutang atau pinjaman ke Pemohon Eddy Prajitno yang totalnya sebesar 5,6 miliar (belum termasuk bunga) dengan rincian; pinjaman pertama pada tanggal 10 Mel 2012 Rp2.200.000.000 dengan buna 10 persen dan akan dibayar/dilunasi selambat-lambatnya pada tanggal 10 Mei 2013 sesuai dengan surat perjanjian dibuat dibawah tangan dan ditanda-tangani oleh kedua belah pihak (Pemohon I dan Termohon) pada tanggal 10 Mel 2012 dan kemudian dibukukan (gewaarmerkt) oleh Haryanto Tjang selaku Notaris di Surabaya pada tanggal 31 Juli 2018. Hal ini tertuang dalam putusan Pengadilan Negeri Surabaya Nomor. 506/Pdt.G/2019 PN.Sby, Rabu, tanggal 11 September 20219
Kemudian pada tahun 2020, Santoso Setiono selaku pemilik CV Artha Abadi mengajukan PKPU (Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang) ke Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Surabaya dengan Perkara Nomor: 40/Pdt.Sus – PKPU/2020/PN.Niaga Sby tanggal 7 September 2020
Putusan Majelis Hakim yang menangani perkara tersebut mengabulkan permohonan PKPU Santoso Setiono dan menunjuk Masrul SH., MH Hakim Niaga pada Pengadilan Negeri Surabaya sebagai Hakim pengawas serta menunjuk dan mengangkat Alfredy Daulat Priyanto, SE., SH., MH Alferd Hutagaol) selaku Kurator yang pengurus dalam perkara PKPU
Sebelumnya, pada tahun 2019, Eddy Prajitno menggugat Santoso Setiono ke Pengadilan Negeri Surabaya dengan Nomor Perkara: 506/Pdt.G/2019/PN.Sby, Rabu, tanggal 11 September 20219. Dalam putusan Majelis Hakim yang menangani perkara tersebut, mengabulkan gugat Penggugat (Eddy Prajitno) yang dalam putusannya menyatakan; berdasarkan hukum bahwa Tergugat telah melakukan perbuatan ingkar janji wan prestatie; Menghukum Tergugat untuk membayar hutang pokok kepada Penggugat yang jumlah seluruhnya sebesar Rp5.600.000.000 (Lima Miiyar Enam Ratus Juta Rupiah) secara tunai dan seketika: Menghukum Tergugat untuk membayar bunga yang diperjanjikan kepada Penggugat, secara tunai dan seketika, yang jumlah seluruhnya sebesar Rp13.284.000.000 (Tiga Belas Milyar Dua Ratus Delapan Puluh Empat Juta Rupiah)
Mungkin merasa tidak puas atas putusan perkara PKPU, atau karena sesuatu hal, Eddy Prajitno kemudian mengajukan Permohonan Pailit Santoso Setiono ke Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Surabaya dengan Nomor Perkara: W14.U1/15775/HK.03/10/2020 tanggal 21 Oktober 2021
Dalam putusan Majelis Hakim menyatakan, bahwa Santoso Setiono beralamat di Jalan Kertajaya Indah III Nomor 26 Blok F Nomor 527 Kota Surabaya, pailit dengan segala akibat hukumnya; menunjuk Masrul SH., MH Hakim Niaga pada Pengadilan Negeri Surabaya sebagai Hakim pengawas serta mengangkat Alfredy Daulat Priyanto, SE., SH., MH selaku Kurator
Dimana putuan tersbut diketuai Majelis Hakim Khusaini, SH., MH dengan dibantu 2 Hakim anggota yaitu Dr. Sutarno, SH., MH dan I Ketut Tirta, SH., MH serta Panitra Pengganti (PP) Didik Dwi Riyanto, SH., MH
Perkara Pailit Santoso Setiono selaku Termohon yang diajukan oleh Eddy Prajitno selaku Pemohon berawal dari Penasehat Hukum Eddy Prajitno, yiatu Erwin Sibarani, SH., MH dan Apriady Eliwitopo Sitinjak, SH memberikan ke Alfredy Daulat Priyanto, SE., SH., MH (Alfred Hutagaol) selaku Kurator. Hal ini seperti yang disampaikan oleh Apri panggilan Apriady Eliwitopo Sitinjak, SH kepada beritakorupsi.co beberapa waktu lalu.
Namun menurut Apri, setelah disampaikan ke Alfredy Daulat Priyanto, SE., SH., MH (Alfred Hutagaol) selaku Kurator, Apriady tidak pernah mengetahui kelanjutan bahkan selama proses mediasi an atau sidang perkara Pailit tersebut diatas, Apriady tidak pernah dilibatkan
“Ya, tapi setelah itu saya tidak tau. Bahkan sidangnyapun saya tidak pernah ikut. Pernah sekali Kuratornya mengajak saya sidang karena Erwin tidak hadir. Saya bilan “saya tidak bawa berkas” tapi Alfred bilang “nggak apa-apa”. Saya masuk, tapi karena saya tidak bawa berkasa, sampaikan kepada Majelis Hakim “saya tidak membawa berkas dan mohon agar sidang ditunda”, dan sidangpun ditunda,” kata Apri kepada beritakorupsi.co
Berdasar informasi yang didapat Tim beritakorupsi.co, bahwa Pemohon II Rudy (Kok Djiang) dan III Rizal Kurniawan diduga tidak ada. Sementara Pemohon IV yaitu Karyawan CV. Harta Abadi milik Santoso Setiono, bukan lagi karyawan CV. Harta Abadi sejak tahun 2016
Namun belakangan ini (20022), perkara pailit yang diajukan Pemohon Eddy Prajitno menjadi polemik baru sehingga menjadi pertanyaan terkait nama-nama Pemohon II Rudy (Kok Djiang) beralamat di di Jln. Ploso Timur 2/18 Surabaya dan Pemohon III Rizal Kurniawan Simpang Darmo permai Surabaya, yang diduga tidak ada.
Berdasarkan infomarmasi maupun data yang ada, bahwa kuasa hukum Rudy (Kok Djiang) yaitu Yakub Miradi, SH., MH yang berkantor di kantor Advokat dan Konsultan Hukum Dr. Hadi Pranoto, SH., MH & Rekan beralamat di Jalan Karang Menjangan 3/23-C Surabaya membuat serta mengirimkan surat somasi/teguran petama tanggal 1 Juli 2020 dan somasi ke dua pada tanggal 9 Juli 2020 kepada Santoso Setino namun dalam surat somasi berkop surat “HADI PRANOTO, SH., MH” tersebut hanya ditanda tangani oleh Yakub Miradi, SH., MH tanpa ada stempel sesuai logo Kop Surat
Pertanyaannya adalah, megapa Surat Somasi/Tegutan yang dibuat oleh Kuasa Hukum Santoso Setiono, Yakub Miradi, SH., MH kepada Rudy (Kok Djiang) tidak membubuhkan Stempel? Sahkah menurt hukum Surat Somasi dari Kantor Anvokat kepada seseoarang yang menggunakan logo Kop Surat tanpa Stempel?
Pertanyaan selanjutnya, Benarkah Santoso Setiono mempunyai hutang sebesar 1 miliar rupiah kepada Rudy (Kok Djiang)? Kalau benar, mengapa dalam Kwitansi tidak mencantukan hari apa, tanggal berapa, bulan berapa dan tahun berapa?. Lalu sipa yang menandatangani Kwitansi terseut?
Sebab dalam Kwitansi yang dijadikan sebagai bukti dalam persidangan perkara Pailit hanya bertuliskan “telah terima dari Bpk. Rudy (Kok Djiang) uang sejumlah Satu Milyar rupiah Pinjaman/Hutang” dengan membubuhkan tandatangan tanpa nama.
Anehnya, dalam surat penyataan hutang sebesar 1 miliar rupiah kepada Rudy (Kok Djiang) yang dibuat oleh Santoso Setiono pada tanggal 10 Desember 2018, dengan sangat jelas menguraikan tanggal, bulan dan tahun serta jumlah hutang temasuk bunganya.
Lalu mengapa dalam Kwitansi tidak mencaumtumkan sebagaimana yang diuraikan Santoso Setiono dalam surat pernyataan hutang? Sahkah bukti itu sebagai bukti dalam persidangan perkara Pailit?
Selain itu, ada juga berupa Cek Kosong bertuliskan “Baank Jatim Capem Pogot” Bilyet Giro AB 141727 dengan dibubuhi tanda tangan tanpa nama yang dijadikan sebagai bukti dalam perkara pailit. Sahkah menurut hukum Cek Kosong tersebut sebagai bukti dalam persidangan?
Begitu juga tentang Pemohon IV yaitu Karyawan CV Harta Abadi milik Santoso Setiono yang menurut informasi sudah tidak bekerja lagi sejak 5 tahun lalu, diantaranya adalah Agung Siswanto selaku Koordinator Teknisi tanpa menjelaskan Koordinator Teknis dimana.
Dalam surat keterangan penghasilan yang dibuat oleh Agung Siswanto pada tanggal 23 Oktober 2020 setelah beberapa hari Sidang Perkara Pailit di Putus oleh Majelis Hakim pada tanggal 21 Oktober 2021, menjelaskan bahwa Santoso Setino belum membayar gajinya selama 3 bulan sejak Juni – Agustus 2016 sebesar Rp30 juta atau per bulan sebesar Rp10 juta, THR bulan Juli 2016 sebesar Rp10 juta dan pesangon sejumlah Rp80 juta atau 8 x Rp10 juta
Surat keterangan penghasilan dengan tanggal yang sama juga dibuat oleh karyawan lainnya termasuk Siswanto, alamat Manukan Tirto 21 –G /2 Surabaya. Sementara surat pernyataan yang dibuat oleh Santoso Setiono terkait belum belum dibayarnya gaji karyawan tidak mencantumkan hari, tanggal, bulan dan taahun
Pertanyaannya adalah, benarkan pemohn IV masih berstatus karyawan CV Harta Abadi milik Santoso Setiono dan belum dibayar gaji, THR dan pesangon?. Kalau memang benar bahwa santoso belum membayar gaji, THR dan pesangon, mengapa sejak 2016 hingga akhir 2021 tidak diseslesaikan di PHI (Pengadilan Hubungan Insdustrial)?. Kalau memang ada putusan PHI, apakah dijadikan sebagai bukti dalam perkara pailit?
Informasi lain yang didapat beritakorupsi.co adalah terkait aset milik Santoso Setiono yang terletak di Karang Asem XII A No. 43 – 45 Kelurahan Ploso, Kec. Tambak Sari Surabaya yang masuk dalam perkara pailit telah laku terjual kepada Leoni Natalia Kusumadjaya senilai Rp1.3 miliar termasuk aset Santoso Setiono di Jalan Kertajaya Indah III Nomor 26 Blok F Nomor 527 Kota Surabaya
Dari hasil penjualan aset Santoso Setiono yang terletak di Karang Asem XII A No. 43 – 45 Kelurahan Ploso, Kec. Tambak Sari Surabaya, Eddy Prajitno tidak menerima sepeserpun. Dari data berupa pembagian yang dibuat oleh Kurator Santoso Setiono (dalam pailit) tanggal 14 Desember 2021 yang ditandatangai oleh Hakim Pengawas Imam Supriyadi, SH., MH, Panitra Pengganti (PP) Didik Dwi Riyanto, SH., MH dan Kurator Santoso Setino, Alfredy Daulat Priyanto, SE., SH., MH menyebutkan, bahwa yang mendapat bagian dari hasil penjualan tersebut adalah Bank BNI sebesar Rp600 juta dari total 28.127.842.510, karyawan sebesar Rp277 juta ari total Rp498.600.000, biaya PKPU Rp20 juta dari total Rp20 juta, imbalan jasa pengurus Santoso Setiono pada saat penundaan kewajiban PKPU sebesar Rp300 juta dari total Rp1.059.000.000, imbalan jasa Kurator Rp99.750.000 dan biaya lain-lain (PPH) Rp33.250.000
Hal ini diakui oleh Santoso Setiono kepada beritakorupsi.co. Menurut Santoso Setiono, bahwa Eddy Prajitno tidak mendapat bagian dari hasil penjualan asetnya yang terletak di di Karang Asem XII A No. 43 – 45 Kelurahan Ploso, Kec. Tambak Sari Surabaya
“Ya Dia tidak dapat. Yang di Kertajaya pun sudah dijual, yang jual Kurator. Eddy Prajitno mendapat 80 juta dari 80 M. BNI Pangeran, berapa gitu loh ari 20 M, lupa. Saya juga bingung kog hutang saya di BNI dari 12 M atau 14 M jadi 28 M. Kalau ke Pak Eddy (Eddy Prajitno) kan dari 5,6 M menjadi 18 M termasuk bunga,” kata Santoso Setiono
Saat ditnya sejak kapan panjaman itu di Bank BNI dan berapa totalnya. Santoso Setiono mejelaskan, kurang lebih sekitar 8 tahun dengan cara bertahap. Namun Santoso Setiono tetap merasa bingung dengan jumlah hutang di Bank.
Namun sanstoso Setiono mengatakan kepada beritakorupsi.co bahwa dirinya “diremot” oleh Kurator yaitu Alfredy Daulat Priyanto, SE., SH., MH.
“Maksudnya diremot itu artinya disuruh, artinya disuruh datang kalau ini nggak usah datang, ini silahkan datang nanti kalu ditanya biar segera diputus bilang aja Pak Santoso tidak mampu,” kata Santoso melalui sambungan telepon WhastApp, pada Rabu, 9 Pebruari 2020
Apakah anda diarahkan oleh Kurator? Tanya beritakorupsi.co lebih lanjut, yang dijawab oleh Santoso Setiono “Ya kurang lebih seperti itulah”. Dan Santoso Setiono juga mengakui kalau setiap sidang perkara pailit, Alfredy Daulat Priyanto, SE., SH., MH selalu hadir
Anehnya, saat beritakorupsi.co menghubungi Alfredy Daulat Priyanto, SE., SH., MH melalui telepon WhastApp pada tanggal 2 Pebruari 2022, mengatakan tidak selalu hadir dalam sidang perkara pailit. Bahkan terkait bukti-bukti dalam perkara pailit, Alfredy Daulat Priyanto, SE., SH., MH tidak tahu.
“Saya tidak tau. Yang jelasnya ada di Hakim. Saya tidak selalu hadir dalam sidang,” kata Alfredy Daulat Priyanto, SE., SH., MH
Terkait hasil penjualan aset Santoso Setiono yang terletak di di Karang Asem XII A No. 43 – 45 Kelurahan Ploso, Kec. Tambak Sari Surabaya, Alfredy Daulat Priyanto, SE., SH., MH menjelaskan, masih ada aset lain
“Masih ada aset lain. Yang kecil dulu,” ujarnya.
Ketidak tahuan Alfredy Daulat Priyanto, SE., SH., MH terkait bukti-bukti berupa kwitansi, Cek Kosong dan surat keterangan penghasilan dalam perkara pailit, juga disampaikan oleh Erwin Sibarani, SH., MH
Sementara menurut Hakim Khusaini, SH., MH selaku Humas Pengadilan Niaga pada PN Surabaya yang juga salah satu hakim anggota dalam perkara pailit Santoso Setiono terkait bukti-bukti terbut mengatakan, sudah diklarifikasi pada saat sidang/rapat mediasi. Hal itu dijelaskan Hakim Khusaini, SH., MH bersama Panitra Pengganti (PP) Didik Dwi Riyanto, SH., MH saat ditemui beritakorupsi.co di PN Surabaya, Rabu, 2 Pebruai 2022
Perkara Pailit Santoso Setiono selaku Termohon yang diajukan oleh Eddy Prajitno selaku Pemohon “berbuntut panjang”, karena saat ini Eddy Prajitno kembali menggugat Santoso Setino ke Pangadilan Negeri Surabaya dalam perkara baru. Hal itu diakui oleh Edi Stven selaku Kuasa Hukum Eddy Prajitno saat dihubungi beritakorupsi.co
“Ada gugatan baru, karena aset yang di Sutubondo adalah aset bersama. Sudah muli sidang,” kata Stven
Saat ditanya terkait hasil penjualan aset Santoso Setiono yang terletak di di Karang Asem XII A No. 43 – 45 Kelurahan Ploso, Kec. Tambak Sari Surabaya dimana Eddy Prajitno tidak mendapatkan bagian, Edi Stven mengatakan kecewa
“Kecewa. Saya Kuasa Hukum yang baru. Kalau perkara pailit bukan saya Kuasa Hukum-nya,” kata Stven. (Jnt)
BERITAKORUPSI.CO –
Ada apa dibalik sidang perkara Pailit Santoso Setiono, warga Kertajaya Indah Surabaya dengan Eddy Prajitno, warga Lidah Kulon RT.00 RW.001 Desa/Kel. Lidah Kulon, Kecamatan Lakarsantri, Kota Surabaya selaku Pemohon yang sudah di Putus oleh Majelis Hakim Pengadilan Niaga pada Pengadilan Ngeri Surabaya pada Rabu, tanggal 21 Oktober 2021 lalu?
Perkara Pailit Santoso Setiono selaku Termohon dengan Eddy Prajitno selaku Pemohon, Rudy (Kok Djiang) beralamat di di Jln. Ploso Timur 2/18 Surabaya selaku Pemohon II, Rizal Kurniawan Simpang Darmo permai Surabaya selaku Pemohon III dan Karyawan CV. Harta Abadi milik Santoso Setiono kurang lebih sebanyak 10 orang selaku Pemohon ke IV
Termohon yaitu Santoso Setiono pemilik CV Artha Abadi memiliki hutang atau pinjaman ke Pemohon Eddy Prajitno yang totalnya sebesar 5,6 miliar (belum termasuk bunga) dengan rincian; pinjaman pertama pada tanggal 10 Mel 2012 Rp2.200.000.000 dengan buna 10 persen dan akan dibayar/dilunasi selambat-lambatnya pada tanggal 10 Mei 2013 sesuai dengan surat perjanjian dibuat dibawah tangan dan ditanda-tangani oleh kedua belah pihak (Pemohon I dan Termohon) pada tanggal 10 Mel 2012 dan kemudian dibukukan (gewaarmerkt) oleh Haryanto Tjang selaku Notaris di Surabaya pada tanggal 31 Juli 2018. Hal ini tertuang dalam putusan Pengadilan Negeri Surabaya Nomor. 506/Pdt.G/2019 PN.Sby, Rabu, tanggal 11 September 20219
Kemudian pada tahun 2020, Santoso Setiono selaku pemilik CV Artha Abadi mengajukan PKPU (Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang) ke Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Surabaya dengan Perkara Nomor: 40/Pdt.Sus – PKPU/2020/PN.Niaga Sby tanggal 7 September 2020
Putusan Majelis Hakim yang menangani perkara tersebut mengabulkan permohonan PKPU Santoso Setiono dan menunjuk Masrul SH., MH Hakim Niaga pada Pengadilan Negeri Surabaya sebagai Hakim pengawas serta menunjuk dan mengangkat Alfredy Daulat Priyanto, SE., SH., MH Alferd Hutagaol) selaku Kurator yang pengurus dalam perkara PKPU
Sebelumnya, pada tahun 2019, Eddy Prajitno menggugat Santoso Setiono ke Pengadilan Negeri Surabaya dengan Nomor Perkara: 506/Pdt.G/2019/PN.Sby, Rabu, tanggal 11 September 20219. Dalam putusan Majelis Hakim yang menangani perkara tersebut, mengabulkan gugat Penggugat (Eddy Prajitno) yang dalam putusannya menyatakan; berdasarkan hukum bahwa Tergugat telah melakukan perbuatan ingkar janji wan prestatie; Menghukum Tergugat untuk membayar hutang pokok kepada Penggugat yang jumlah seluruhnya sebesar Rp5.600.000.000 (Lima Miiyar Enam Ratus Juta Rupiah) secara tunai dan seketika: Menghukum Tergugat untuk membayar bunga yang diperjanjikan kepada Penggugat, secara tunai dan seketika, yang jumlah seluruhnya sebesar Rp13.284.000.000 (Tiga Belas Milyar Dua Ratus Delapan Puluh Empat Juta Rupiah)
Mungkin merasa tidak puas atas putusan perkara PKPU, atau karena sesuatu hal, Eddy Prajitno kemudian mengajukan Permohonan Pailit Santoso Setiono ke Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Surabaya dengan Nomor Perkara: W14.U1/15775/HK.03/10/2020 tanggal 21 Oktober 2021
Dalam putusan Majelis Hakim menyatakan, bahwa Santoso Setiono beralamat di Jalan Kertajaya Indah III Nomor 26 Blok F Nomor 527 Kota Surabaya, pailit dengan segala akibat hukumnya; menunjuk Masrul SH., MH Hakim Niaga pada Pengadilan Negeri Surabaya sebagai Hakim pengawas serta mengangkat Alfredy Daulat Priyanto, SE., SH., MH selaku Kurator
Dimana putuan tersbut diketuai Majelis Hakim Khusaini, SH., MH dengan dibantu 2 Hakim anggota yaitu Dr. Sutarno, SH., MH dan I Ketut Tirta, SH., MH serta Panitra Pengganti (PP) Didik Dwi Riyanto, SH., MH
Perkara Pailit Santoso Setiono selaku Termohon yang diajukan oleh Eddy Prajitno selaku Pemohon berawal dari Penasehat Hukum Eddy Prajitno, yiatu Erwin Sibarani, SH., MH dan Apriady Eliwitopo Sitinjak, SH memberikan ke Alfredy Daulat Priyanto, SE., SH., MH (Alfred Hutagaol) selaku Kurator. Hal ini seperti yang disampaikan oleh Apri panggilan Apriady Eliwitopo Sitinjak, SH kepada beritakorupsi.co beberapa waktu lalu.
Namun menurut Apri, setelah disampaikan ke Alfredy Daulat Priyanto, SE., SH., MH (Alfred Hutagaol) selaku Kurator, Apriady tidak pernah mengetahui kelanjutan bahkan selama proses mediasi an atau sidang perkara Pailit tersebut diatas, Apriady tidak pernah dilibatkan
“Ya, tapi setelah itu saya tidak tau. Bahkan sidangnyapun saya tidak pernah ikut. Pernah sekali Kuratornya mengajak saya sidang karena Erwin tidak hadir. Saya bilan “saya tidak bawa berkas” tapi Alfred bilang “nggak apa-apa”. Saya masuk, tapi karena saya tidak bawa berkasa, sampaikan kepada Majelis Hakim “saya tidak membawa berkas dan mohon agar sidang ditunda”, dan sidangpun ditunda,” kata Apri kepada beritakorupsi.co
Berdasar informasi yang didapat Tim beritakorupsi.co, bahwa Pemohon II Rudy (Kok Djiang) dan III Rizal Kurniawan diduga tidak ada. Sementara Pemohon IV yaitu Karyawan CV. Harta Abadi milik Santoso Setiono, bukan lagi karyawan CV. Harta Abadi sejak tahun 2016
Namun belakangan ini (20022), perkara pailit yang diajukan Pemohon Eddy Prajitno menjadi polemik baru sehingga menjadi pertanyaan terkait nama-nama Pemohon II Rudy (Kok Djiang) beralamat di di Jln. Ploso Timur 2/18 Surabaya dan Pemohon III Rizal Kurniawan Simpang Darmo permai Surabaya, yang diduga tidak ada.
Berdasarkan infomarmasi maupun data yang ada, bahwa kuasa hukum Rudy (Kok Djiang) yaitu Yakub Miradi, SH., MH yang berkantor di kantor Advokat dan Konsultan Hukum Dr. Hadi Pranoto, SH., MH & Rekan beralamat di Jalan Karang Menjangan 3/23-C Surabaya membuat serta mengirimkan surat somasi/teguran petama tanggal 1 Juli 2020 dan somasi ke dua pada tanggal 9 Juli 2020 kepada Santoso Setino namun dalam surat somasi berkop surat “HADI PRANOTO, SH., MH” tersebut hanya ditanda tangani oleh Yakub Miradi, SH., MH tanpa ada stempel sesuai logo Kop Surat
Pertanyaannya adalah, megapa Surat Somasi/Tegutan yang dibuat oleh Kuasa Hukum Santoso Setiono, Yakub Miradi, SH., MH kepada Rudy (Kok Djiang) tidak membubuhkan Stempel? Sahkah menurt hukum Surat Somasi dari Kantor Anvokat kepada seseoarang yang menggunakan logo Kop Surat tanpa Stempel?
Pertanyaan selanjutnya, Benarkah Santoso Setiono mempunyai hutang sebesar 1 miliar rupiah kepada Rudy (Kok Djiang)? Kalau benar, mengapa dalam Kwitansi tidak mencantukan hari apa, tanggal berapa, bulan berapa dan tahun berapa?. Lalu sipa yang menandatangani Kwitansi terseut?
Sebab dalam Kwitansi yang dijadikan sebagai bukti dalam persidangan perkara Pailit hanya bertuliskan “telah terima dari Bpk. Rudy (Kok Djiang) uang sejumlah Satu Milyar rupiah Pinjaman/Hutang” dengan membubuhkan tandatangan tanpa nama.
Anehnya, dalam surat penyataan hutang sebesar 1 miliar rupiah kepada Rudy (Kok Djiang) yang dibuat oleh Santoso Setiono pada tanggal 10 Desember 2018, dengan sangat jelas menguraikan tanggal, bulan dan tahun serta jumlah hutang temasuk bunganya.
Lalu mengapa dalam Kwitansi tidak mencaumtumkan sebagaimana yang diuraikan Santoso Setiono dalam surat pernyataan hutang? Sahkah bukti itu sebagai bukti dalam persidangan perkara Pailit?
Selain itu, ada juga berupa Cek Kosong bertuliskan “Baank Jatim Capem Pogot” Bilyet Giro AB 141727 dengan dibubuhi tanda tangan tanpa nama yang dijadikan sebagai bukti dalam perkara pailit. Sahkah menurut hukum Cek Kosong tersebut sebagai bukti dalam persidangan?
Begitu juga tentang Pemohon IV yaitu Karyawan CV Harta Abadi milik Santoso Setiono yang menurut informasi sudah tidak bekerja lagi sejak 5 tahun lalu, diantaranya adalah Agung Siswanto selaku Koordinator Teknisi tanpa menjelaskan Koordinator Teknis dimana.
Dalam surat keterangan penghasilan yang dibuat oleh Agung Siswanto pada tanggal 23 Oktober 2020 setelah beberapa hari Sidang Perkara Pailit di Putus oleh Majelis Hakim pada tanggal 21 Oktober 2021, menjelaskan bahwa Santoso Setino belum membayar gajinya selama 3 bulan sejak Juni – Agustus 2016 sebesar Rp30 juta atau per bulan sebesar Rp10 juta, THR bulan Juli 2016 sebesar Rp10 juta dan pesangon sejumlah Rp80 juta atau 8 x Rp10 juta
Surat keterangan penghasilan dengan tanggal yang sama juga dibuat oleh karyawan lainnya termasuk Siswanto, alamat Manukan Tirto 21 –G /2 Surabaya. Sementara surat pernyataan yang dibuat oleh Santoso Setiono terkait belum belum dibayarnya gaji karyawan tidak mencantumkan hari, tanggal, bulan dan taahun
Pertanyaannya adalah, benarkan pemohn IV masih berstatus karyawan CV Harta Abadi milik Santoso Setiono dan belum dibayar gaji, THR dan pesangon?. Kalau memang benar bahwa santoso belum membayar gaji, THR dan pesangon, mengapa sejak 2016 hingga akhir 2021 tidak diseslesaikan di PHI (Pengadilan Hubungan Insdustrial)?. Kalau memang ada putusan PHI, apakah dijadikan sebagai bukti dalam perkara pailit?
Informasi lain yang didapat beritakorupsi.co adalah terkait aset milik Santoso Setiono yang terletak di Karang Asem XII A No. 43 – 45 Kelurahan Ploso, Kec. Tambak Sari Surabaya yang masuk dalam perkara pailit telah laku terjual kepada Leoni Natalia Kusumadjaya senilai Rp1.3 miliar termasuk aset Santoso Setiono di Jalan Kertajaya Indah III Nomor 26 Blok F Nomor 527 Kota Surabaya
Dari hasil penjualan aset Santoso Setiono yang terletak di Karang Asem XII A No. 43 – 45 Kelurahan Ploso, Kec. Tambak Sari Surabaya, Eddy Prajitno tidak menerima sepeserpun. Dari data berupa pembagian yang dibuat oleh Kurator Santoso Setiono (dalam pailit) tanggal 14 Desember 2021 yang ditandatangai oleh Hakim Pengawas Imam Supriyadi, SH., MH, Panitra Pengganti (PP) Didik Dwi Riyanto, SH., MH dan Kurator Santoso Setino, Alfredy Daulat Priyanto, SE., SH., MH menyebutkan, bahwa yang mendapat bagian dari hasil penjualan tersebut adalah Bank BNI sebesar Rp600 juta dari total 28.127.842.510, karyawan sebesar Rp277 juta ari total Rp498.600.000, biaya PKPU Rp20 juta dari total Rp20 juta, imbalan jasa pengurus Santoso Setiono pada saat penundaan kewajiban PKPU sebesar Rp300 juta dari total Rp1.059.000.000, imbalan jasa Kurator Rp99.750.000 dan biaya lain-lain (PPH) Rp33.250.000
Hal ini diakui oleh Santoso Setiono kepada beritakorupsi.co. Menurut Santoso Setiono, bahwa Eddy Prajitno tidak mendapat bagian dari hasil penjualan asetnya yang terletak di di Karang Asem XII A No. 43 – 45 Kelurahan Ploso, Kec. Tambak Sari Surabaya
“Ya Dia tidak dapat. Yang di Kertajaya pun sudah dijual, yang jual Kurator. Eddy Prajitno mendapat 80 juta dari 80 M. BNI Pangeran, berapa gitu loh ari 20 M, lupa. Saya juga bingung kog hutang saya di BNI dari 12 M atau 14 M jadi 28 M. Kalau ke Pak Eddy (Eddy Prajitno) kan dari 5,6 M menjadi 18 M termasuk bunga,” kata Santoso Setiono
Saat ditnya sejak kapan panjaman itu di Bank BNI dan berapa totalnya. Santoso Setiono mejelaskan, kurang lebih sekitar 8 tahun dengan cara bertahap. Namun Santoso Setiono tetap merasa bingung dengan jumlah hutang di Bank.
Namun sanstoso Setiono mengatakan kepada beritakorupsi.co bahwa dirinya “diremot” oleh Kurator yaitu Alfredy Daulat Priyanto, SE., SH., MH.
“Maksudnya diremot itu artinya disuruh, artinya disuruh datang kalau ini nggak usah datang, ini silahkan datang nanti kalu ditanya biar segera diputus bilang aja Pak Santoso tidak mampu,” kata Santoso melalui sambungan telepon WhastApp, pada Rabu, 9 Pebruari 2020
Apakah anda diarahkan oleh Kurator? Tanya beritakorupsi.co lebih lanjut, yang dijawab oleh Santoso Setiono “Ya kurang lebih seperti itulah”. Dan Santoso Setiono juga mengakui kalau setiap sidang perkara pailit, Alfredy Daulat Priyanto, SE., SH., MH selalu hadir
Anehnya, saat beritakorupsi.co menghubungi Alfredy Daulat Priyanto, SE., SH., MH melalui telepon WhastApp pada tanggal 2 Pebruari 2022, mengatakan tidak selalu hadir dalam sidang perkara pailit. Bahkan terkait bukti-bukti dalam perkara pailit, Alfredy Daulat Priyanto, SE., SH., MH tidak tahu.
“Saya tidak tau. Yang jelasnya ada di Hakim. Saya tidak selalu hadir dalam sidang,” kata Alfredy Daulat Priyanto, SE., SH., MH
Terkait hasil penjualan aset Santoso Setiono yang terletak di di Karang Asem XII A No. 43 – 45 Kelurahan Ploso, Kec. Tambak Sari Surabaya, Alfredy Daulat Priyanto, SE., SH., MH menjelaskan, masih ada aset lain
“Masih ada aset lain. Yang kecil dulu,” ujarnya.
Ketidak tahuan Alfredy Daulat Priyanto, SE., SH., MH terkait bukti-bukti berupa kwitansi, Cek Kosong dan surat keterangan penghasilan dalam perkara pailit, juga disampaikan oleh Erwin Sibarani, SH., MH
Sementara menurut Hakim Khusaini, SH., MH selaku Humas Pengadilan Niaga pada PN Surabaya yang juga salah satu hakim anggota dalam perkara pailit Santoso Setiono terkait bukti-bukti terbut mengatakan, sudah diklarifikasi pada saat sidang/rapat mediasi. Hal itu dijelaskan Hakim Khusaini, SH., MH bersama Panitra Pengganti (PP) Didik Dwi Riyanto, SH., MH saat ditemui beritakorupsi.co di PN Surabaya, Rabu, 2 Pebruai 2022
Perkara Pailit Santoso Setiono selaku Termohon yang diajukan oleh Eddy Prajitno selaku Pemohon “berbuntut panjang”, karena saat ini Eddy Prajitno kembali menggugat Santoso Setino ke Pangadilan Negeri Surabaya dalam perkara baru. Hal itu diakui oleh Edi Stven selaku Kuasa Hukum Eddy Prajitno saat dihubungi beritakorupsi.co
“Ada gugatan baru, karena aset yang di Sutubondo adalah aset bersama. Sudah muli sidang,” kata Stven
Saat ditanya terkait hasil penjualan aset Santoso Setiono yang terletak di di Karang Asem XII A No. 43 – 45 Kelurahan Ploso, Kec. Tambak Sari Surabaya dimana Eddy Prajitno tidak mendapatkan bagian, Edi Stven mengatakan kecewa
“Kecewa. Saya Kuasa Hukum yang baru. Kalau perkara pailit bukan saya Kuasa Hukum-nya,” kata Stven. (Jnt)
Posting Komentar
Tulias alamat email :