BERITAKORUPSI.CO -
Harapan Terdakwa Supriyono mantan Ketua DPRD Tulungagung untuk bebas dari balik jeruji besi alias penjara dan berkuasa telah ‘keok’, karena Majelis Hakim Mahkamah Agung (MA) Republik Indoneisa menolak permohonan kasasi yang diajukan oleh Terdakwa Supriyono melalui Panasehat Hukumnya dalam perkara Tindak Pidana Korupsi Suap Ketuk Palu Pembahasan/Pengesahan APBD dan APBD Perubahan Kabupaten Tulungagung Tahun Anggaran (TA) 2015, 2016, 2017 dan 2018 sebesar Rp4.8 milliar.
Ditolaknya Kasasi Terdakwa Supriyono oleh MA, dikatakan langsung Panitra Muda (Panmud) Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Surabaya Akhmad Nur, SH., MH saat ditemui beritakorupsi.co di ruang kerjanya, Kamis, 21 April 2022
“Ya, ini ada petikan putusan MA yang sudah turun atas nama Terdakwa Supriyono,” kata A. Nur.
Dalam petikan putusan Kasasi MA Nomor 487. K/PID.SUS/2021 tanggal 28 Maret 2021 menyatakan ; Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi Terdakwa Supriyono. Memperbaiki Putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Tinggi Surabaya Nomor 30/Pid.Sus/TPK/2020/PT.SBY tanggal 1 Oktober 2020 atas putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negari Surabaya Nomor 17/Pid.Sus/TPK/2020/Pn.Sby
Pada tingkat pertama, yaitu putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negari Surabaya, maupun tingkat ke dua di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Tinggi Surabaya Jawa Timur, Majelis Hakim menjatuhkan hukuman (Vonis) terhadap Terdakwa Supriyono dengan pidana penjaraselama 8 (delapan) tahun dan pidana denda sebesar lima ratus juta rupiah (Rp500.000.000) dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama 6 (enam) bulan.
Selain hukuman badan, Terdakwa Supriyono juga dihukum untuk mengembalikan dut korupsi sebesar Rp4.850.000.000 selambat-lambalnya 1 (satu) bulan setelah putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap. Jika dalam jangka waktu tersebut Terdakwa tidak membayar uang pengganti maka harta bendanya dapat disita oleh Jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut. Dalam hal terpidana tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti maka dipidana penjara selama 1 (tahun) tahun dan 6 (enam) bulan.
Kemuidan mantan Ketua DPRD Kabupaten Tulungagung ini juga dihukum berupa mencabutan hak Terdakwa untuk dipilih dan menduduki dalam jabatan publik selama 4 (empat) tahun terhitung sejak terpidana selesai menjalani huuman pokok
Sedangkan dalam putusan Kasasi tidak ada yang berubah kecuali hukuman tambahan berupa mencabutan hak (politik) Terdakwa untuk dipilih dan menduduki dalam jabatan publik selama 4 (empat) tahun menjadi 5 (lima) tahun terhitung sejak terpidana selesai menjalani human pokok
Terdakwa Supriyono terbukti bersalah melakukan Tindak Pidana Kejahatan sebagaimana ketentuan Pasal 12 huruf a dan Pasal 12 huruf B Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Rl Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana Jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP sebagaimana Dakwaan Kesatu alternatif Pertama.
Yang menarik dari perkara ini adalah berakhirnya “Kekuasaan” Supriyono yang disebut-sebut sebagai “Poweful atau orang yang berkuasa” di Kabupaten Tulungagung bersama adindanya yaitu Suharminto yang saat ini masih menjadi anggota DPRD Kab. Tulungagung periode 2014 – 2019 dan 2019 – 2024
Saking berkuasanya Suharminto di Kabupaten Tulungagung, Kapolresta dan Kajari Kabupaten Tulungagung “tak” berani memenjarakan Suharminto yang membuat tindakan memalukan dengan merusak meja, memecahkan Toples Nastar yang ada diatasnya dan juga memecahkan Botol Bir yang dibawanya bersama temannya saat hendak menemu Bupati Maryoto Birowo namun tak berhasil karena Bupati saat itu sedang berada di luar pendopo, Jumat, 29 Mei 2020
Dan anehnya, Kapolresta dan Kajari Kabupaten Tulungagung hanya menyeret temannya Suharminto ke Pengadilan Negeri Tulungagung untuk diadili. Sementara Suharminto hanya didamaikan oleh Kapolresta Tulungagung dengan Bupati.
Jadi dengan ditolaknya Kasasi Terdakwa Supriyono oleh MA RI, berakhirlah sejarah bagi Supriyono selaku Ketua Dewan yang terhormat (DPRD) sekaligus Ketua Banggar (Badan Anggaran) DPRD yang juga sebagai “Powerful” di Kabupaten Tulungung
Berakhirnya sejarah kekuasaan Supriyono, bukan berarti berhenti sampai disini saja. Bisa jadi akan menyeret tersangka baru dalam kasus Korupsi suap Ketuk Palu pembahasan/pengesahan APBD dan APBD Perubahan Kabupaten Tulungagung Tahun Anggaran (TA) 2015, 2016, 2017 dan 2018.
Sebab dalam putusan Majelis Hakim menyatakan, barang bukti (BB) tetap dalam berkas untuk pembuktian dalam perkara lain. Hanya saja, apakah KPK akan menunjukan ‘taringnya’?
Selain itu, sesuai fakta yang terungkap dalam persidangan, yang menikmati uang haram ketuk palu bukan hanya Terdakwa Supriyono, meliankan para anggota DPRD Kabupatena Tulungagung lainnya di periode 2014 – 2019 dan bahkan masih ada yang duduk sebagai anggota Legislator hingga 2024 seperi Suharminto
Anggota Legisator Kab. Tulungagung yang kecipratan aliran uang haram ketok palu dan fee Pokir (pokok-pokok pikiran) dan sudah mengembalikan, diantaranya Imam Kambali, Adib Makarim dan Agus Budiarto (ketiganya selaku Wakil Ketua DPRD), Imam Sapingi, Leman DwiPrasetvo, Heru Santoso, Nurhamim, Choirurrohim, Muti'iin, Mashud, Subani Sirab, Sunarko, Riyanah, Asrori, Adrianto, Gunawan, Faruq Tri Fauzi, Widodo Prasetyo, Fendy Yuniar, Imam Koirodin, Sofyan Heryanto, SaifulAnwar, Basroni, Susilowati, Sutomo, Ahmad Baharudin, Joko Tri Asmoro, Wiwik Triasmoro, Amang Armanto Anggie, Suprapto, Imam Ngakoib, Makin, Samsul Huda, Sumarno, Agung Darmanto dan Michael Utomo serta Indra Fauzi selaku Sekda (Sekretaris Daerah) Kab. Tulungagung.
Bahkan uang suap yang telah dinikmati para anggota Dewan yang terhormat itu, sudah dikembalikan ke kas negara melalui rekening KPK pada saat penyidikan maupun selam proses persidangan
Sehingga Majelis Hakim mengatakan kepada para anggota Dewan yang terhormat itu saat dihadirkan sebagai saksi untuk terdakwa Supriyono, pengembalian uang tidak menghilangkan pidana sesuai pasal 4 UU No 31/1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Dan Majelis Hakim juga menyebutkan, adanya aliran uang dari Dinas PU ke Suharminto, adinda terdakwa sebesar Rp1,2 milliar yang belum dikembalikan
Selain itu pula, beberapa waktu lalu, juru bicara Komisi pemberantasan Korupsi (KPK) Ali Fikri mengatakan kepada beritakorupsi.co, KPK memastikan akan melakukan pengembangan dengan menetapkan pihak lain sebagai tersangka setelah ditemukan bukti permulaan yang cukup sebagaimana ketentuan dalam Undang-Undang
“Bahwa fakta-fakta hukum dalam persidangan tentu sudah dicatat dengan baik oleh JPU dan akan menjadi bahan analisa yuridis di dalam surat tuntutannya. KPK memastikan akan melakukan pengembangan dengan menetapkan pihak lain sebagai tersangka setelah ditemukan bukti permulaan yang cukup sebagaimana ketentuan UU. Perkembangannya tentu nanti KPK sampaikan kepada masyarakat dan rekan-rekan media,” kata Ali Fikri
Selain akan menyeret anggota DPRD Tulungagung periode2014 – 2019, bisa jadi akan menyeret pejabat Pemprov Jatim sesuai fakta yang terungkap dalm persidangan terkait pencairan DAU (Dana Alokasi Umum), DAK (Dana Alokasi Khusus) dan BK Prov (Bantuan Keuangan Provinsi) ke 25 Kabupaten/Kota di Jawa Timur.
Dimana pencairan tersebut ada uang “siluman” alias fee sebesar 7 persen dari jumlah anggaran yang dicairkan ke setiap Kabupaten/Kota diantaranya, Kabupaten Tulungagung, Kota Blitar, Probolinggo Hal itu sesuai pengakuan dari Budi Juniarto selaku Kepala Bidang Fisik Sarana dan Prasarana yang saat ini sudah pensiun dini, dan Budi Setiyawan selaku Kepala Bapeda (Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah) Provinsi Jawa Timur yang saat ini menjabat sebagai Komisaris Bank Jatim, saat keduanya dihadirkan sebagai saksi di persidangan untuk terdakwa Supriyono, pada Selasa, 9 Juni 2020
Saat itu (Selasa, 9 Juni 2020), kedua pejabat Pemprov Jatim ini (Budi Juniarto dan Budi Setiyawan) mengakui telah menerima uang, namun lupa berapa jumlah yang diterimanya. Budi Setiawan hanya mengingat bahwa jumlah uang yang dinikmatinya adalah sebesar 2.5 milliar rupiah
Supriyono, selaku Ketua DPRD Kab. Tulungagung Periode 2014 – 2019, diseret oleh JPU KPK ke pengadilan Tipikor Surabaya untuk diadili sebagai terdakwa Korupsi Suap uang “ketok palu” Pembahasan/Pengesahan APBD dan APBD-Perubahan Kabupaten Tulungagung Tahun Anggaran (TA) 2015, 2016, 2017 dan 2018 dan fee pokir yang totalnya sebesar Rp4.8 milliar.
Tersertnya si Supriyono yang disebut-sebut sebagai “Powerful atau orang yang berkuasa” di Kabupaten Tulungagung ini, bermula dari pengakuan (Terpidana) Sutrisno selaku Kepala Dinas PU Kab. Tulungagung di hadapan Majelis Hakim pada tahun 2018 lalu
Pada tahun 2018, Sutrisno dan Syahri Mulyo selaku Bupati Tulungagung (keduaya sudah terpidana) bersama seoarng pengusaha kontraktor yaitu Susilo Prabowo alias Embun (mantan Terpidana), ditangkap KPK karena diketahui melakukan Tindak Pidana Korupsi menerima uang suap.
Sutrisno dan Syahri Mulyo menerima uang suap yang totalnya sebesar Rp138 miliar dari Embun (mantan terpidana) dan beberapa kontraktor lainnya, diantaranya Abror selaku pengurus Gapeksindo (Gabungan Perusahaan Konstruksi Nasional Indonesia) Kabupaten Tulungagung, Anjar Handriyanto selaku pengurus Gapensi (Gabungan Pelaksana Konstruksi Seluruh Indonesia) Kabupaten Tulungagung, Santoso selaku pengurus Apeksindo (Asosiasi Pengusaha Kontraktor Seluruh Indonesia) Kabupaten Tulungagung, Rohmat selaku pengurus Gapeknas (Gabungan Pengusaha Konstruksi Nasional) Kabupaten Tulungagung, Hendro Basuki (pengurus Gapensinas) Kabupaten Tulungagung, dan pengurus Asosiasi lainnya di Kabupaten Tulungagung termasuk Ari Kusumawati selaku Ketua Gapeksindo. Pemberian uang oleh para kontraktor terhadap Kepala Dinas PU dan Bupati Syahri Mulyo adalah sebagai fee proyek APBD sebesar 15 persen dari nilai anggaran pekerjaan yang didapat dan dikerjakan oleh para kontrakor di Tulungagung itu.
Pada saat Syahri Mulyo dan Sutrisno diadili terungkap dalam fakta persidangan, bahwa total uang fee proyek yang diterima (terpidana) Syahri Mulyo dari beberapa Kontraktor dan Asosiasi Konstruksi di Kab. Tulungagung sejak 2014 sampai 2018 adalah sebesar Rp138 milliar.
Dalam persidangan itu pula terungkap, bahwa uang haram tidak hanya dinikmati oleh Syahri Mulyo dan Sutrisno, melinkan mengalir juga jug ke DPRD Kabupaten Tulungagung sebagai uang “ketok palu” untuk pembahasan/pengesahan APBD dan APBD-Perubahan Kab. Tulungagung Tahun Anggaran (TA) 2015, TA 2016, TA 2017 dan TA 2018
Selain itu, juga terungkap dalam persidangan terkait aliran uang haram ke beberapa pejabat lainnya melalui Yamani (Kabid BPPKAD) dan Sukarji (Kabid Dinas PUPPRR) Kab. Tulungagung, diantaranya Sekda Indra Fauzi, Kepala BPAKD Hendry Setiyawan, Sudigdo (Kepala Bapeda)
Sementara Budi Juniarto selaku Kepala Bidang Fisik Prasarana Bappeda Provinsi Jawa Timur dan Budi Setiyawan selaku Kepala Bapeda Provinsi Jawa Timur menikmati uang haram dari pencairan DAU (Dana Alokasi Umum), DAK (Dana Alokasi Khusus) dan BK Prov (Bantuan Keuangan Provinsi) ke 25 Kabupaten/Kota di Jawa Timur sebesar 7 persen
Terpidana Sutrisno (terpidana) selaku Kepala Dinas PU juga membeberkan dalam persidangan, adanya permintaan proyek-proyek oleh terdakwa Supriyono selaku Ketua DPRD termasuk Suharminto selaku Ketua Fraksi PDIP DPRD Tulungagung serta Komisi D. Supriyono dan Suharminto adalah saudara kandung yang sama-sama dijuluki sebagai “Powerful atau orang kuat” di Kab. Tulungagung
Sedangkan Terpidana Syahri Mulyo selaku Bupati Tulunagung mengatakan (juga pada persidangan yang sama, 14 April 202), kalau terdakwa Supriyono selalu menekan pihak eksekutif setiap pembahasan APBD. Bila permintaannya tidak dikabulkan, maka pihak Dewan akan menggunakan haknya. Sutrisno bersama Syahri Mulyo diadili sebagai terdakwa kasus Korupsi Suap Tangkap Tangan KPK pada tahun 2018, yang membeberkan permintaan proyek-proyek APBD oleh terdakwa Supriyono selaku Ketua DPRD kab. Tulungagung kepada Dinas PU dengan nilai puluhan milliaran, dan prorek-proyek tersebut dikerjakan oleh beberapa rekanan, diantaranya Ari Kusumawati selaku Ketua Aspeksindo Kab. Tulungagung
Keterangan Ari Kusumawati saat dihadirkan sebagai saksi untuk terdakwa Sutrsino mengatakan (Sidang pada tanggal 12 Mei 2020), bahwa ada kewajiban yang belum dibayar oleh Ari Kusumawati ke Dinas PU. Alasan Ari Kusumawati saat itu, bahwa Supriyono dan Suhermanto meminta sejumlah dana.
Menurut Ari Kusumawati, itu adalah hanya alasannya agar tidak membayar fee proyek ke Dinas PU. Sebab, jika menyebutkan kedua orang “kuat dan berpengaruh” di Tulungagung, tak mungkin akan ditagih oleh Dinas PU. Sedangkan Ari Kusumawati dan terdakwa Supriyono serta Suharminto adalah hubungan yang sangat dekat.
“Itu hanya alasan saya agar tidak membayar fee. Kalau menyebutkan nama Keduanya, tak mungkin ditagih,” kata Ari Kusumawati pada persidandan (tanggal 12 Mei 2020).
Sedangkan pemberian uang oleh Kepala Dinas PU ke Kepala BPPKAD Kabupaten Tulungagung adalah berasal dari kegiatan belanja modal sejak tahun 2014 hngga 2018 sebesar Rp25.518 miliar dengan rincian, tahun 2014 sebesar Rp2.507 M, tahun 2015 sebesar Rp4.405 milliar, tahun 2016 sejumlah Rp5.381 M dan tahun 2017 sejumlah Rp6.740 M serta tahun tahun 2018 sebanyak Rp4.500. Selain itu, juga diambil dari sumber dana kegiatan rutin mulai dari tahun 2014 - 2018 sebesar Rp2.985 M
Keterangan Sutrisno, Sukarji dan Yani adalah saling berkaitan terkait pemberian uang dari Dinas PU ke BPPKAD, dan dari BPPKAD ke beberapa pihak lainnya termasuk ke terdakwa Supriyono selaku Ketua DPRD
Dalam fakta perisidangan sejak terdakwa Supriyono diadili terungkap dari keterangan saksi-saksi yang dihadirkan JPU KPK sebanyak 48 orang, yang terdiri dari beberapa pejabat Kab. Tulungagung dan anggota DPRD Tulungagung periode 2014 – 2019
Ke-48 saksi itu adalah, 1. Hendry Setiawan (Kepala BPPKAD),; 2. Yamani (Kabid di BPPKAD),; 3. Sukarji selaku Kabid Dinas PU Sutrisno (Sidang pada 14 April 2020),
Saksi ke 4. Imam Kambali, 5. Adib Makarim (keduanya selaku Wakil Ketua DPRD Tulungagung periode 2014 – 2019), 6. Budi Fatahilah Mansyur (Sekwan), 7. Sudigdo (Kepala Bapeda), 8. Wiyono selaku staf Sekwan (persidangan pada 21 April 2020).
Kemudian saksi ke- 9, Indra Fauzi selaku Sekda (Sekretaris Daerah) sekaligus sebagai Ketua TAPD (Tim Anggaran Pemerintah Daerah) Kabupaten Tulungagung,; 10. Imam Sopingi (anggota DPRD Kabupaten Tulungagung Komisi D dari Fraksi Grindra),; 11. Agus Budiarto selaku Wakil Ketua DPRD Kabupaten Tulungagung sekaligus Wakil Ketua Banggar (sidang pada 5 Mei 2020),
Dan saksi ke- 12, Pendi Kristian selaku ajudan terdakwa Supriyono,; 13. Kardiyanto (Kepala SMPN Tulungagung),; 14. Mat Yani (Kabid di Dispendikbud Kab. Tulungagung),; 15. Agus Budiarto selaku Wakil Ketua DPRD Tulungagung (sidang pada 12 Mei 2020),
Saksi ke- 16. Haryo Dewanto (Kepala Seksi Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kab. Tulungagung),; 17. Suparlan (Kepala Sekolah SMPN Tulungagung),; 18. Sri wahyuni (Kepala Sekolah SMPN Tulungagung),; 19. Syaipudin Jufri (Kepala Bidang Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kab. Tulungagung),; 20. Hj. Susilowati selaku anggota DPRD Kabu. Tulungagung dari Fraksi PDIP (persidangan Selasa, 2 Juni 2020),
Selanjutnya saksi ke- 21 adalah Sofian Heryanto, 22. Wiwik Tri Asmoro,; 23. Widodo Prasetyo, Imam N,; 24. Ansoro,; 25. Samsul Huda,; 26. Suprajito,; 27. Subani Sirat,; 28. Agung Darmanto,; 29. Marikan,; 30. Sumarno (persidangan Selasa, 9 Juni 2020),
Serta saksi ke- 31. Sutomo,; 32. Sunarko,; 33. Maicel Utomo,; 34. Mashut,; 35. A. Baharudin,; 36. Ferdi Yuniar,; 37. Gunawan,; 38. Farouk,; 39. Khoirul Rohim,; 40. Basroni,; 41. Saiful Anwar,; 42. Heru Santoso,; 43. Rianah,; 44. Nurhamim,; 45. Muti’in,; 46. Leman Dwi Prasetyo (Wakil Ketu Komisi C),; 47. Joko Tri asmoro,; 48. Imam Choirudin (persidangan Selasa, 16 Juni 2020)
1. Pada persidangan pada tanggal 14 April 2020
Keterangan Hendrik Setiawan menjelaskan kepada Majelis Hakim, bahwa yang mengendalikan APBD Tulungagung adalah terdakwa Supriyono selaku Ketua DPRD. Hendrikpun membeberkan penyerahan uang ke terdakwa, yang sebelumnya ada permintaan dari terdakwa ke Bupati Syahri Mulyo (terpidana)
“Pertemuan di Hotel Safana Malang, dihadiri 21 orang dalam pembahasan anggaran. Terdakwa meminta ke Bupati. Penyerahan uang biasanya 3 kali setahun, yang pertama antara bulan Maret atau April, hari raya dan akhir tahun. Tahun 2014 sebesar 500 juta, 2015 sebesar 1 milliar, tahun 2016 1 milliar, tahun 2017 1 milliar, tahun 2018 sebesar 500 juta untuk pembahaasan PBD, yang menyerahkan Yamni. Uang itu dari Dinas PU,” kata Hendrik saat itu
Dan apa yang disampaikan oleh Hendry Setyawan, juga dibenarkan oleh Yamani selaku Kabid di BPPKAD. Yamani menjelaskan kepada Majelis Hakim, bahwa uang itu diterima dari Dinas PU melalui Sukarji. Hal itupun tidak dibantah oleh Sukarji selaku Kabid di Dinas PU.
Sukarji membeberkan asal usul sejumlah uang yang diserahkan ke BPPKAD, yaitu berasal sebagai fee proyek APBD Kab. Tulungagung sebesar 15 persen (5 persen dibayar di awal dan 10 persen dibayar setelah pekerjaan selesai) “Itu sebagai fee proyek APBD sebesar 15 persen, yang dibayar didepan sebesaar 5 persen dan sisanya di akhir setelah dikurangi pajak,” kata Sukarji pada persidangan yang sama (14 April 2020)
2. Persidangan pada tanggal 21 April 2020
JPU KPK menghadirkan 5 orang saksi, yaitu Imam Kambali, Adib Makarim (Keduanya selaku Wakil Ketua DPRD), Budi Fatahilah Mansyur (Sekwan), Sudigdo (Kepala Bapeda) dan Wiyono (Staf Sekwan)
Kepada Majelis Hakim saat itu, Imam Kambali mengakui telah menerima uang terkait pembahasan APBD. Uang yang diterimanya sebesar Rp190 juta setiap tahun untuk 25 orang anggota Banggar (Badan Anggaran) DPRD Tulunagung periode 2014 – 2019.
“Saya kenal. Saya lupa Bu, tapi terima. Kalau saya tidak salah sebesar seraatus sembilan puluh juta (Rp190 juta) untuk dua puluh lima (25 orag) Badan Anggaran,” kata si Imam.
Apa yang dijelaskan si Imam, tak jauh beda dengan keterangan si Adib Makarim. Si Imam dan di Adib sama-sama menerima uang “suap”.
“Uang pokir juga tapi saya lupa berapa. Saya sudah kembalikan 230 juta,” jawab si Adib.
Si Adib juga mengakui menerima uang dari Yamani pada tahun 2014 sebesar Rp190 juta untuk anggota Banggar sebagai uang ketok palu APBD tahun 2015. Sementara tahun 2016, diterima melalui stafnya di Dewan, yaitu dari si Wiyono
“Saya dikasih oleh Pak Yamani, katanya untuk Banggar. Uang itu dikasih sebelum sidang paripurna,” kata si Adib mengakui.
3. Sidang pada tanggal 2 Juni 2020
Keterangan si Budi Fatahila Mansyur selaku Sekretaris DPRD Kab. Tulungagung kepada Majelis Hakim mengakui, bahwa dirinya pernah menerima uang di kantor BPPKAD pada tahun 2017 sebesar Rp200 juta dari Yamani, Staf BPPKAD. Uang itu diberikan kepada terdakwa
Dan pada tahun 2018 sehari setelah KPK meringkus si Syahri Mulyo, si Budi Fatahilah Mansyur kembali menerima uang di kantor BPPKAD sbesar Rp500 juta dari Hendry Setiawan selaku Kepala BPPKAD. Dan uang tersebut diserahkan ke ajudan terdakwa, yaitu si Pendi Kristian atas persetujuan terdakwa
4. Pada persidangan pada Selasa, 5 Mei 2020
Tim JPU KPK Indra Fauzi selaku Sekda (Sekretaris Daerah) sekaligus Ketua TAPD (Tim Anggaran Pemerintah Daerah) Kabupaten Tulungagung, Imam Sopingi (anggota DPRD Kabupaten Tulungagung, Komis D dari Fraksi Hanura)
Kepada Majelis Hakim, Imam Sopingi selaku anggota Dewan yang terhormat ini mengakui menerima uang, tapi tidak tau sumbernya dari mana, walau awalnya si Imam Sopingi “pura-pura pikun” namu akhirnya tak dapat mengelak setelah JPU KPK membacakan keterangannya dalam BAP Nomor 15.
Tak hanya itu. Anggota Banggar DPRD Kab. Tulungagung ini juga tak mengakui aliran uang dari Dinas PU maupun uang Pokir, yang masing-masing anggota Dewan menerima uang pokir sebesaar Rp150 juta.
“Ya betul sekali, tapi tidak tau sumbernya dari mana,” jawab si Imam Sopingi.
5. Persidangan pada Selasa, 12 Mei 2020
JPU KPK menghadirkan si Pendi Kristian selaku ajudan terdakwa, si Kardiyanto (Kepala SMPN Tulungagung), si Mat Yani (Kabid di Dispendikbud Kab. Tulungagung) dan si Agus Budiarto selaku Wakil Ketua DPRD Tulungagung (sidang pada 12 Mei 2020)
Kepada Majelis Hakim, si Pendi mengakui pernah menerima uang sebesar Rp500 juta. Uang itu diambilnya dari rumah Budi Fatahila Mansyur selaku Sekwan atas perintah Sekwan. Dan atas perintah Big Bos pula, si Pendi pun menyimpan uang “panas” itu hingga saat ini (maksudnya hingga persidangan, Selasa, 12 Mei 2020)
“Pernah, lima ratus juta. Saya ambil ke rumah Pak Budi karena diminta untuk mengambilnya. Saya diminta untuk menyimpan. Uang itu sehari setelah OTT (Operasi Tangkap Tangan) di Tulungagung. Masih saya simpan sampai sekarang. Apakah saya kembalikan dari mana uang itu saya terima atau saya kembalikan ke KPK?,” tanya si Pendi “pura-pura bego”.
Giliran si Mat Yani dan si Kardiyanto memberikan keterangan justru “memalukan”. Bayangkan saja, sebagai Pendidik Akhlak, moral dan Budi Pekerti bagi ratusan anak-anak sekolah di Kabupaten Tulungagung, ternyata “Hobby berindehoi” bersama terdakwa di Kafe Dinasti yang ada di Tulungagung
“Saya sebelumnya tidak kenal dengan terdakwa. Saya kenal dari Mat Yani yang menunjukan saat di Kafe. Uang yang saya berikan lima puluh tiga juta ke Mat Yani,” kata Kardiyanto. Terkait jumlah uang untuk “membeli” jabatan Kepala Sekolah, Kardianto mengakui telah menyerahkan uang sebanyak Rp53 juta, salah satunya melalui Mat Yani. Dan apa yang katakan si Kardiyanto, diakui si Mat Yani.
Mat Yani adalah kawan dekatnya si terdakwa. Melalui Mat Yani yang merekomondasikan almarhum Suharno ke terdakwa Supriyono selaku Ketua DPRD untuk diangkat menjadi Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kab. Tulungagung.
Jumlah uang yang diterima si Mat Yani dari beberapa guru yang akan diangkat menjadi Kepala Sekolah adalah sebesar Rp395 juta. Para guru tersebut diantaranya adalah Suparlan, Kardiyanto, Syamsuri, Sri Wahyuni, Efendi Sumaini, Nanang Supriyanto dan Tarmuji
Dari Rp395juta, Mat Yani menyerahkan ke terdakwa Supriyono sebesar Rp250 juta. Dan Rp145 diserahkan ke si Bedud alias Suharminto. Manurut Mat Yani, bahwa Suharminto adalah salah satu Powerful atau orang yang berkuasa di Tulungagung bersama terdakwa Supriyono. Tapi ada bagian “Makelar” yang diambil Mat Yani yaitu sebesar Rp35 juta. Dan Mat Yani berjanji akan mengembalikannya dalam waktu sebulan
“Jumlahnya Rp395 juta. Saya serhkan ke terdakwa sebesar Rp250 juta. Dan Rp145 juta, saya serahkan ke Suharminto. Dia Powerful di Tulungagung,” kata Mat Yani.
Sedangkan si Agus Budiarto selaku Wakil Ketua DPPRD, terkadang “pikun atau tiba-tiba terserang penyakit lupa” saat ditanya JPU KPK terkait uang ketok palu saat pembahasan APBD Kab. Tungagung
Tapi sepandai-pandainya orang menyembunyikan yang bau, suatu saat akan tercium juga. Peribahasa inilah yang tepat bagi anggota Dewan ini. Sebab saat si Budi berusaha mengatakan tidak ada menerima, atau kadang menjawab lupa, tapi akhirnya diakui juga. Uang suap yang diterima si Budi sebesar Rp270 juta, dan sudah dikembalikan ke KPK.
“Yang saya terima sebesar Rp270 juta dan sudah saya kembalikan,” jawab si Budi.
6. Persidangan Selasa, 2 Juni 2020
JPU KPK menghadirkan 9 orang saksi, yaitu 1. Anjar Handriyanto selaku pengurus Gapensi (Gabungan Pelaksana Konstruksi Seluruh Indonesia),; 2. Nanang Supriyanto (Pengusaha Kontraktor),; 3. Ari Kusumawati selaku pengurus Gapeksindo (Gabungan Pengusaha Konstruksi Indonesia),; 4. Haryo Dewanto (Kepala Seksi Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kab. Tulungagung),; 5. Susilo Prabowo alias Embun (pengsaha Kontraktor),; 6. Suparlan (Kepala Sekolah SMPN Tulungagung),; 7. Sri wahyuni (Kepala Sekolah SMPN Tulungagung),; 8. Syaipudin Jufri (Kepala Bidang Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kab. Tulungagung),; 9. Hj. Susilowati (anggota DPRD Kabu. Tulungagung dari Fraksi PDIP).
Keterangan saksi Anjar Handriyanto, Nanang, Ari Kusumawati dan Susilo Prabowo alias Embun pada persidangan saat itu, tak jauh beda dengan keterangannya pada saat dihadirkan sebagai saksi untuk terdakwa Syahri Mulyo selaku Bupati Tulungagung
Kepada Majelis Hakim, Anjar Handriyanto, Nanang, Ari Kusumawati dan Susilo Prabowo alias Embun menjelaskan, bahwa fee proyek yang mereka berikan ke Bupati melalui Kepala Dinas PU maupun Sukarji selaku Kabid Dinas PU adalah sebesar 15% dari besaran anggarann proyek yang dibayarkan sebayak dua kali, yaitu 10% diawal dan 5 persen setelah proyek selesai dikerjakan.
“Besarnya lima belas persen. Sepuluh persen dibayar di awal dan lima persen diakhir,” kata para saksi.
Sedangkan keterangan Ari Kusumawati juga demikian. Namun Ari Kusumawati tidak memberikan fee proyek ke Dinas PU melainkan ke Supriyono dan Suharminto
Sementara si Suparlan dan Sri wahyuni yang Keduanya selaku Kepala Sekolah SMPN Tulungagung ini tak membantah telah memberikan sejumlah uang ke terdakwa Supriyono melalui Mat Yani. Mat Yani adalah orang kepercayaan Si Supriyono. Terdakwa Supriyono dan Suharminto alia Bedud adalah kakak beradik yang sama-sama dijuluki sebagai Powerfulnya Kabupaten Tulungung.
Sementara Hj. Susilowati mengakui menerima uang sebesar Rp34 juta dari Yuono selaku staf Sekawan, yang menurutnya bahwa uang tersebut sudah dikembalikan ke kas negara melalui KPK
7. Persidangan tanggal 9 Juni 2020
JPU KPK menghadirkan 11 orang anggota DPRD Tulungagung periode 2014 – 2019, yiatu Sofian Heryant, Wiwik Tri Asmoro, Widodo Prasetyo, Imam N, Ansoro, Samsul Huda, Suprajito, Subani Sirat, Agung Darmanto, Marikan dan Sumarno,
Kepada Majelis Hakim, ke- 11 anggota Dewan yang terhormat ini juga mengakui menerima uang ketok palu Pembahasan/pengesahan APBD Kabupatena Tulungagung dan uang POKIR (Pokok Pokok Pikiran)
Dan 8. Persidangan pada Selasa, 16 Juni 2020
JPU KPK menghadirkan 18 orang anggota DPRD Kab. Tulungagung periode 2014 – 2019, yaitu ; 1. Sutomo, 2. Sunarko, 3. Maicel Utomo, 4. Mashut, 5. A. Baharudin, 6. Ferdi Yuniar, 7. Gunawan, 8. Farouk , 9. Khoirul Rohim, 10. Basroni, 11. Saiful Anwar, 12. Heru Santoso, 13. Rianah, 14. Nurhamim, 15. Muti’in, 16. Leman Dwi Prasetyo (Wakil Ketu Komisi C), 17. Joko tri asmoro, 18. Imam Choirudin
Ke- 18 anggota Dewan yang terhormat ini juga mengakui kepada Majelis Hakim, menerima uang ketok palu dan fee Pokir, uang tersebut sudah dikembalikan oleh para anggota dewan yang terhormat ini ke kas negara melalui KPK.
9. Kemudian persidangan pada tanggal 7 Juli 2020.
Sesuai fakta dalam persidangan, akhirnya Tim JPU KPK membacakan surat tuntutan terhadap terdakwa Supriyono dengan pidana penjara selama 8 (delapan) tahun denda sebesar Rp500 juta subsidair 6 (enam) bulan kuraungan dan membayar uang pengganti sebesar Rp4.8 mlliar subsidair pidana penjara selama 2 (dua) tahun serta pencabutan hak politik terdakwa selama 5 (lima) tahun setelah terpidana selesai menjalani hukuman.
Supriyono dijerat sebagai terdakwa penerima suap sebagaimana dalam pasal 12 huruf a (Dakwaan Kesatu alternatif Pertama ) dan sebagai terdakwa penerima gratifikasi sebagaimana dalam pasal 12 huruf B (Dakwaan Kumulatif Kedua) UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Rl Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana Jo. Pasal 64 ayat (1) KUHPidana
10. Kemudian persidangan pada tanggal 4 Agustus 2020.
Sesuai fakta dalam persidangan pula, Majelis Hakim pun menjerat terdakwa Supriyono sama dengan dakwaan JPU KPK, dan menjatuhkan hukuman pidana penjara selama 8 (delapan) tahun denda sebesar Rp500 juta subsidair 6 (enam) bulan kuraungan dan membayar uang pengganti sebesar Rp4.8 mlliar subsidair pidana penjara selama 1 (satu) tahun dan 6 (enam) bulan serta pencabutan hak politik terdakwa selama 4 (empat) tahun setelah terpidana selesai menjalani hukuman. (Jent)
Harapan Terdakwa Supriyono mantan Ketua DPRD Tulungagung untuk bebas dari balik jeruji besi alias penjara dan berkuasa telah ‘keok’, karena Majelis Hakim Mahkamah Agung (MA) Republik Indoneisa menolak permohonan kasasi yang diajukan oleh Terdakwa Supriyono melalui Panasehat Hukumnya dalam perkara Tindak Pidana Korupsi Suap Ketuk Palu Pembahasan/Pengesahan APBD dan APBD Perubahan Kabupaten Tulungagung Tahun Anggaran (TA) 2015, 2016, 2017 dan 2018 sebesar Rp4.8 milliar.
Ditolaknya Kasasi Terdakwa Supriyono oleh MA, dikatakan langsung Panitra Muda (Panmud) Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Surabaya Akhmad Nur, SH., MH saat ditemui beritakorupsi.co di ruang kerjanya, Kamis, 21 April 2022
“Ya, ini ada petikan putusan MA yang sudah turun atas nama Terdakwa Supriyono,” kata A. Nur.
Dalam petikan putusan Kasasi MA Nomor 487. K/PID.SUS/2021 tanggal 28 Maret 2021 menyatakan ; Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi Terdakwa Supriyono. Memperbaiki Putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Tinggi Surabaya Nomor 30/Pid.Sus/TPK/2020/PT.SBY tanggal 1 Oktober 2020 atas putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negari Surabaya Nomor 17/Pid.Sus/TPK/2020/Pn.Sby
Pada tingkat pertama, yaitu putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negari Surabaya, maupun tingkat ke dua di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Tinggi Surabaya Jawa Timur, Majelis Hakim menjatuhkan hukuman (Vonis) terhadap Terdakwa Supriyono dengan pidana penjaraselama 8 (delapan) tahun dan pidana denda sebesar lima ratus juta rupiah (Rp500.000.000) dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama 6 (enam) bulan.
Selain hukuman badan, Terdakwa Supriyono juga dihukum untuk mengembalikan dut korupsi sebesar Rp4.850.000.000 selambat-lambalnya 1 (satu) bulan setelah putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap. Jika dalam jangka waktu tersebut Terdakwa tidak membayar uang pengganti maka harta bendanya dapat disita oleh Jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut. Dalam hal terpidana tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti maka dipidana penjara selama 1 (tahun) tahun dan 6 (enam) bulan.
Kemuidan mantan Ketua DPRD Kabupaten Tulungagung ini juga dihukum berupa mencabutan hak Terdakwa untuk dipilih dan menduduki dalam jabatan publik selama 4 (empat) tahun terhitung sejak terpidana selesai menjalani huuman pokok
Sedangkan dalam putusan Kasasi tidak ada yang berubah kecuali hukuman tambahan berupa mencabutan hak (politik) Terdakwa untuk dipilih dan menduduki dalam jabatan publik selama 4 (empat) tahun menjadi 5 (lima) tahun terhitung sejak terpidana selesai menjalani human pokok
Terdakwa Supriyono terbukti bersalah melakukan Tindak Pidana Kejahatan sebagaimana ketentuan Pasal 12 huruf a dan Pasal 12 huruf B Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Rl Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana Jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP sebagaimana Dakwaan Kesatu alternatif Pertama.
Yang menarik dari perkara ini adalah berakhirnya “Kekuasaan” Supriyono yang disebut-sebut sebagai “Poweful atau orang yang berkuasa” di Kabupaten Tulungagung bersama adindanya yaitu Suharminto yang saat ini masih menjadi anggota DPRD Kab. Tulungagung periode 2014 – 2019 dan 2019 – 2024
Saking berkuasanya Suharminto di Kabupaten Tulungagung, Kapolresta dan Kajari Kabupaten Tulungagung “tak” berani memenjarakan Suharminto yang membuat tindakan memalukan dengan merusak meja, memecahkan Toples Nastar yang ada diatasnya dan juga memecahkan Botol Bir yang dibawanya bersama temannya saat hendak menemu Bupati Maryoto Birowo namun tak berhasil karena Bupati saat itu sedang berada di luar pendopo, Jumat, 29 Mei 2020
Dan anehnya, Kapolresta dan Kajari Kabupaten Tulungagung hanya menyeret temannya Suharminto ke Pengadilan Negeri Tulungagung untuk diadili. Sementara Suharminto hanya didamaikan oleh Kapolresta Tulungagung dengan Bupati.
Jadi dengan ditolaknya Kasasi Terdakwa Supriyono oleh MA RI, berakhirlah sejarah bagi Supriyono selaku Ketua Dewan yang terhormat (DPRD) sekaligus Ketua Banggar (Badan Anggaran) DPRD yang juga sebagai “Powerful” di Kabupaten Tulungung
Berakhirnya sejarah kekuasaan Supriyono, bukan berarti berhenti sampai disini saja. Bisa jadi akan menyeret tersangka baru dalam kasus Korupsi suap Ketuk Palu pembahasan/pengesahan APBD dan APBD Perubahan Kabupaten Tulungagung Tahun Anggaran (TA) 2015, 2016, 2017 dan 2018.
Sebab dalam putusan Majelis Hakim menyatakan, barang bukti (BB) tetap dalam berkas untuk pembuktian dalam perkara lain. Hanya saja, apakah KPK akan menunjukan ‘taringnya’?
Selain itu, sesuai fakta yang terungkap dalam persidangan, yang menikmati uang haram ketuk palu bukan hanya Terdakwa Supriyono, meliankan para anggota DPRD Kabupatena Tulungagung lainnya di periode 2014 – 2019 dan bahkan masih ada yang duduk sebagai anggota Legislator hingga 2024 seperi Suharminto
Saksi para anggota DPRD Kab. Tulungagung (Dok. BK) |
Bahkan uang suap yang telah dinikmati para anggota Dewan yang terhormat itu, sudah dikembalikan ke kas negara melalui rekening KPK pada saat penyidikan maupun selam proses persidangan
Sehingga Majelis Hakim mengatakan kepada para anggota Dewan yang terhormat itu saat dihadirkan sebagai saksi untuk terdakwa Supriyono, pengembalian uang tidak menghilangkan pidana sesuai pasal 4 UU No 31/1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Dan Majelis Hakim juga menyebutkan, adanya aliran uang dari Dinas PU ke Suharminto, adinda terdakwa sebesar Rp1,2 milliar yang belum dikembalikan
Selain itu pula, beberapa waktu lalu, juru bicara Komisi pemberantasan Korupsi (KPK) Ali Fikri mengatakan kepada beritakorupsi.co, KPK memastikan akan melakukan pengembangan dengan menetapkan pihak lain sebagai tersangka setelah ditemukan bukti permulaan yang cukup sebagaimana ketentuan dalam Undang-Undang
“Bahwa fakta-fakta hukum dalam persidangan tentu sudah dicatat dengan baik oleh JPU dan akan menjadi bahan analisa yuridis di dalam surat tuntutannya. KPK memastikan akan melakukan pengembangan dengan menetapkan pihak lain sebagai tersangka setelah ditemukan bukti permulaan yang cukup sebagaimana ketentuan UU. Perkembangannya tentu nanti KPK sampaikan kepada masyarakat dan rekan-rekan media,” kata Ali Fikri
Selain akan menyeret anggota DPRD Tulungagung periode2014 – 2019, bisa jadi akan menyeret pejabat Pemprov Jatim sesuai fakta yang terungkap dalm persidangan terkait pencairan DAU (Dana Alokasi Umum), DAK (Dana Alokasi Khusus) dan BK Prov (Bantuan Keuangan Provinsi) ke 25 Kabupaten/Kota di Jawa Timur.
Dimana pencairan tersebut ada uang “siluman” alias fee sebesar 7 persen dari jumlah anggaran yang dicairkan ke setiap Kabupaten/Kota diantaranya, Kabupaten Tulungagung, Kota Blitar, Probolinggo Hal itu sesuai pengakuan dari Budi Juniarto selaku Kepala Bidang Fisik Sarana dan Prasarana yang saat ini sudah pensiun dini, dan Budi Setiyawan selaku Kepala Bapeda (Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah) Provinsi Jawa Timur yang saat ini menjabat sebagai Komisaris Bank Jatim, saat keduanya dihadirkan sebagai saksi di persidangan untuk terdakwa Supriyono, pada Selasa, 9 Juni 2020
Saat itu (Selasa, 9 Juni 2020), kedua pejabat Pemprov Jatim ini (Budi Juniarto dan Budi Setiyawan) mengakui telah menerima uang, namun lupa berapa jumlah yang diterimanya. Budi Setiawan hanya mengingat bahwa jumlah uang yang dinikmatinya adalah sebesar 2.5 milliar rupiah
Supriyono, selaku Ketua DPRD Kab. Tulungagung Periode 2014 – 2019, diseret oleh JPU KPK ke pengadilan Tipikor Surabaya untuk diadili sebagai terdakwa Korupsi Suap uang “ketok palu” Pembahasan/Pengesahan APBD dan APBD-Perubahan Kabupaten Tulungagung Tahun Anggaran (TA) 2015, 2016, 2017 dan 2018 dan fee pokir yang totalnya sebesar Rp4.8 milliar.
Tersertnya si Supriyono yang disebut-sebut sebagai “Powerful atau orang yang berkuasa” di Kabupaten Tulungagung ini, bermula dari pengakuan (Terpidana) Sutrisno selaku Kepala Dinas PU Kab. Tulungagung di hadapan Majelis Hakim pada tahun 2018 lalu
Pada tahun 2018, Sutrisno dan Syahri Mulyo selaku Bupati Tulungagung (keduaya sudah terpidana) bersama seoarng pengusaha kontraktor yaitu Susilo Prabowo alias Embun (mantan Terpidana), ditangkap KPK karena diketahui melakukan Tindak Pidana Korupsi menerima uang suap.
Sutrisno dan Syahri Mulyo menerima uang suap yang totalnya sebesar Rp138 miliar dari Embun (mantan terpidana) dan beberapa kontraktor lainnya, diantaranya Abror selaku pengurus Gapeksindo (Gabungan Perusahaan Konstruksi Nasional Indonesia) Kabupaten Tulungagung, Anjar Handriyanto selaku pengurus Gapensi (Gabungan Pelaksana Konstruksi Seluruh Indonesia) Kabupaten Tulungagung, Santoso selaku pengurus Apeksindo (Asosiasi Pengusaha Kontraktor Seluruh Indonesia) Kabupaten Tulungagung, Rohmat selaku pengurus Gapeknas (Gabungan Pengusaha Konstruksi Nasional) Kabupaten Tulungagung, Hendro Basuki (pengurus Gapensinas) Kabupaten Tulungagung, dan pengurus Asosiasi lainnya di Kabupaten Tulungagung termasuk Ari Kusumawati selaku Ketua Gapeksindo. Pemberian uang oleh para kontraktor terhadap Kepala Dinas PU dan Bupati Syahri Mulyo adalah sebagai fee proyek APBD sebesar 15 persen dari nilai anggaran pekerjaan yang didapat dan dikerjakan oleh para kontrakor di Tulungagung itu.
Pada saat Syahri Mulyo dan Sutrisno diadili terungkap dalam fakta persidangan, bahwa total uang fee proyek yang diterima (terpidana) Syahri Mulyo dari beberapa Kontraktor dan Asosiasi Konstruksi di Kab. Tulungagung sejak 2014 sampai 2018 adalah sebesar Rp138 milliar.
Dalam persidangan itu pula terungkap, bahwa uang haram tidak hanya dinikmati oleh Syahri Mulyo dan Sutrisno, melinkan mengalir juga jug ke DPRD Kabupaten Tulungagung sebagai uang “ketok palu” untuk pembahasan/pengesahan APBD dan APBD-Perubahan Kab. Tulungagung Tahun Anggaran (TA) 2015, TA 2016, TA 2017 dan TA 2018
Selain itu, juga terungkap dalam persidangan terkait aliran uang haram ke beberapa pejabat lainnya melalui Yamani (Kabid BPPKAD) dan Sukarji (Kabid Dinas PUPPRR) Kab. Tulungagung, diantaranya Sekda Indra Fauzi, Kepala BPAKD Hendry Setiyawan, Sudigdo (Kepala Bapeda)
Sementara Budi Juniarto selaku Kepala Bidang Fisik Prasarana Bappeda Provinsi Jawa Timur dan Budi Setiyawan selaku Kepala Bapeda Provinsi Jawa Timur menikmati uang haram dari pencairan DAU (Dana Alokasi Umum), DAK (Dana Alokasi Khusus) dan BK Prov (Bantuan Keuangan Provinsi) ke 25 Kabupaten/Kota di Jawa Timur sebesar 7 persen
Terpidana Sutrisno (terpidana) selaku Kepala Dinas PU juga membeberkan dalam persidangan, adanya permintaan proyek-proyek oleh terdakwa Supriyono selaku Ketua DPRD termasuk Suharminto selaku Ketua Fraksi PDIP DPRD Tulungagung serta Komisi D. Supriyono dan Suharminto adalah saudara kandung yang sama-sama dijuluki sebagai “Powerful atau orang kuat” di Kab. Tulungagung
Sedangkan Terpidana Syahri Mulyo selaku Bupati Tulunagung mengatakan (juga pada persidangan yang sama, 14 April 202), kalau terdakwa Supriyono selalu menekan pihak eksekutif setiap pembahasan APBD. Bila permintaannya tidak dikabulkan, maka pihak Dewan akan menggunakan haknya. Sutrisno bersama Syahri Mulyo diadili sebagai terdakwa kasus Korupsi Suap Tangkap Tangan KPK pada tahun 2018, yang membeberkan permintaan proyek-proyek APBD oleh terdakwa Supriyono selaku Ketua DPRD kab. Tulungagung kepada Dinas PU dengan nilai puluhan milliaran, dan prorek-proyek tersebut dikerjakan oleh beberapa rekanan, diantaranya Ari Kusumawati selaku Ketua Aspeksindo Kab. Tulungagung
Keterangan Ari Kusumawati saat dihadirkan sebagai saksi untuk terdakwa Sutrsino mengatakan (Sidang pada tanggal 12 Mei 2020), bahwa ada kewajiban yang belum dibayar oleh Ari Kusumawati ke Dinas PU. Alasan Ari Kusumawati saat itu, bahwa Supriyono dan Suhermanto meminta sejumlah dana.
Menurut Ari Kusumawati, itu adalah hanya alasannya agar tidak membayar fee proyek ke Dinas PU. Sebab, jika menyebutkan kedua orang “kuat dan berpengaruh” di Tulungagung, tak mungkin akan ditagih oleh Dinas PU. Sedangkan Ari Kusumawati dan terdakwa Supriyono serta Suharminto adalah hubungan yang sangat dekat.
“Itu hanya alasan saya agar tidak membayar fee. Kalau menyebutkan nama Keduanya, tak mungkin ditagih,” kata Ari Kusumawati pada persidandan (tanggal 12 Mei 2020).
Sedangkan pemberian uang oleh Kepala Dinas PU ke Kepala BPPKAD Kabupaten Tulungagung adalah berasal dari kegiatan belanja modal sejak tahun 2014 hngga 2018 sebesar Rp25.518 miliar dengan rincian, tahun 2014 sebesar Rp2.507 M, tahun 2015 sebesar Rp4.405 milliar, tahun 2016 sejumlah Rp5.381 M dan tahun 2017 sejumlah Rp6.740 M serta tahun tahun 2018 sebanyak Rp4.500. Selain itu, juga diambil dari sumber dana kegiatan rutin mulai dari tahun 2014 - 2018 sebesar Rp2.985 M
Keterangan Sutrisno, Sukarji dan Yani adalah saling berkaitan terkait pemberian uang dari Dinas PU ke BPPKAD, dan dari BPPKAD ke beberapa pihak lainnya termasuk ke terdakwa Supriyono selaku Ketua DPRD
Dalam fakta perisidangan sejak terdakwa Supriyono diadili terungkap dari keterangan saksi-saksi yang dihadirkan JPU KPK sebanyak 48 orang, yang terdiri dari beberapa pejabat Kab. Tulungagung dan anggota DPRD Tulungagung periode 2014 – 2019
Ke-48 saksi itu adalah, 1. Hendry Setiawan (Kepala BPPKAD),; 2. Yamani (Kabid di BPPKAD),; 3. Sukarji selaku Kabid Dinas PU Sutrisno (Sidang pada 14 April 2020),
Saksi ke 4. Imam Kambali, 5. Adib Makarim (keduanya selaku Wakil Ketua DPRD Tulungagung periode 2014 – 2019), 6. Budi Fatahilah Mansyur (Sekwan), 7. Sudigdo (Kepala Bapeda), 8. Wiyono selaku staf Sekwan (persidangan pada 21 April 2020).
Kemudian saksi ke- 9, Indra Fauzi selaku Sekda (Sekretaris Daerah) sekaligus sebagai Ketua TAPD (Tim Anggaran Pemerintah Daerah) Kabupaten Tulungagung,; 10. Imam Sopingi (anggota DPRD Kabupaten Tulungagung Komisi D dari Fraksi Grindra),; 11. Agus Budiarto selaku Wakil Ketua DPRD Kabupaten Tulungagung sekaligus Wakil Ketua Banggar (sidang pada 5 Mei 2020),
Dan saksi ke- 12, Pendi Kristian selaku ajudan terdakwa Supriyono,; 13. Kardiyanto (Kepala SMPN Tulungagung),; 14. Mat Yani (Kabid di Dispendikbud Kab. Tulungagung),; 15. Agus Budiarto selaku Wakil Ketua DPRD Tulungagung (sidang pada 12 Mei 2020),
Saksi ke- 16. Haryo Dewanto (Kepala Seksi Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kab. Tulungagung),; 17. Suparlan (Kepala Sekolah SMPN Tulungagung),; 18. Sri wahyuni (Kepala Sekolah SMPN Tulungagung),; 19. Syaipudin Jufri (Kepala Bidang Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kab. Tulungagung),; 20. Hj. Susilowati selaku anggota DPRD Kabu. Tulungagung dari Fraksi PDIP (persidangan Selasa, 2 Juni 2020),
Selanjutnya saksi ke- 21 adalah Sofian Heryanto, 22. Wiwik Tri Asmoro,; 23. Widodo Prasetyo, Imam N,; 24. Ansoro,; 25. Samsul Huda,; 26. Suprajito,; 27. Subani Sirat,; 28. Agung Darmanto,; 29. Marikan,; 30. Sumarno (persidangan Selasa, 9 Juni 2020),
Serta saksi ke- 31. Sutomo,; 32. Sunarko,; 33. Maicel Utomo,; 34. Mashut,; 35. A. Baharudin,; 36. Ferdi Yuniar,; 37. Gunawan,; 38. Farouk,; 39. Khoirul Rohim,; 40. Basroni,; 41. Saiful Anwar,; 42. Heru Santoso,; 43. Rianah,; 44. Nurhamim,; 45. Muti’in,; 46. Leman Dwi Prasetyo (Wakil Ketu Komisi C),; 47. Joko Tri asmoro,; 48. Imam Choirudin (persidangan Selasa, 16 Juni 2020)
1. Pada persidangan pada tanggal 14 April 2020
Keterangan Hendrik Setiawan menjelaskan kepada Majelis Hakim, bahwa yang mengendalikan APBD Tulungagung adalah terdakwa Supriyono selaku Ketua DPRD. Hendrikpun membeberkan penyerahan uang ke terdakwa, yang sebelumnya ada permintaan dari terdakwa ke Bupati Syahri Mulyo (terpidana)
“Pertemuan di Hotel Safana Malang, dihadiri 21 orang dalam pembahasan anggaran. Terdakwa meminta ke Bupati. Penyerahan uang biasanya 3 kali setahun, yang pertama antara bulan Maret atau April, hari raya dan akhir tahun. Tahun 2014 sebesar 500 juta, 2015 sebesar 1 milliar, tahun 2016 1 milliar, tahun 2017 1 milliar, tahun 2018 sebesar 500 juta untuk pembahaasan PBD, yang menyerahkan Yamni. Uang itu dari Dinas PU,” kata Hendrik saat itu
Dan apa yang disampaikan oleh Hendry Setyawan, juga dibenarkan oleh Yamani selaku Kabid di BPPKAD. Yamani menjelaskan kepada Majelis Hakim, bahwa uang itu diterima dari Dinas PU melalui Sukarji. Hal itupun tidak dibantah oleh Sukarji selaku Kabid di Dinas PU.
Sukarji membeberkan asal usul sejumlah uang yang diserahkan ke BPPKAD, yaitu berasal sebagai fee proyek APBD Kab. Tulungagung sebesar 15 persen (5 persen dibayar di awal dan 10 persen dibayar setelah pekerjaan selesai) “Itu sebagai fee proyek APBD sebesar 15 persen, yang dibayar didepan sebesaar 5 persen dan sisanya di akhir setelah dikurangi pajak,” kata Sukarji pada persidangan yang sama (14 April 2020)
2. Persidangan pada tanggal 21 April 2020
JPU KPK menghadirkan 5 orang saksi, yaitu Imam Kambali, Adib Makarim (Keduanya selaku Wakil Ketua DPRD), Budi Fatahilah Mansyur (Sekwan), Sudigdo (Kepala Bapeda) dan Wiyono (Staf Sekwan)
Kepada Majelis Hakim saat itu, Imam Kambali mengakui telah menerima uang terkait pembahasan APBD. Uang yang diterimanya sebesar Rp190 juta setiap tahun untuk 25 orang anggota Banggar (Badan Anggaran) DPRD Tulunagung periode 2014 – 2019.
“Saya kenal. Saya lupa Bu, tapi terima. Kalau saya tidak salah sebesar seraatus sembilan puluh juta (Rp190 juta) untuk dua puluh lima (25 orag) Badan Anggaran,” kata si Imam.
Apa yang dijelaskan si Imam, tak jauh beda dengan keterangan si Adib Makarim. Si Imam dan di Adib sama-sama menerima uang “suap”.
“Uang pokir juga tapi saya lupa berapa. Saya sudah kembalikan 230 juta,” jawab si Adib.
Si Adib juga mengakui menerima uang dari Yamani pada tahun 2014 sebesar Rp190 juta untuk anggota Banggar sebagai uang ketok palu APBD tahun 2015. Sementara tahun 2016, diterima melalui stafnya di Dewan, yaitu dari si Wiyono
“Saya dikasih oleh Pak Yamani, katanya untuk Banggar. Uang itu dikasih sebelum sidang paripurna,” kata si Adib mengakui.
3. Sidang pada tanggal 2 Juni 2020
Keterangan si Budi Fatahila Mansyur selaku Sekretaris DPRD Kab. Tulungagung kepada Majelis Hakim mengakui, bahwa dirinya pernah menerima uang di kantor BPPKAD pada tahun 2017 sebesar Rp200 juta dari Yamani, Staf BPPKAD. Uang itu diberikan kepada terdakwa
Dan pada tahun 2018 sehari setelah KPK meringkus si Syahri Mulyo, si Budi Fatahilah Mansyur kembali menerima uang di kantor BPPKAD sbesar Rp500 juta dari Hendry Setiawan selaku Kepala BPPKAD. Dan uang tersebut diserahkan ke ajudan terdakwa, yaitu si Pendi Kristian atas persetujuan terdakwa
4. Pada persidangan pada Selasa, 5 Mei 2020
Tim JPU KPK Indra Fauzi selaku Sekda (Sekretaris Daerah) sekaligus Ketua TAPD (Tim Anggaran Pemerintah Daerah) Kabupaten Tulungagung, Imam Sopingi (anggota DPRD Kabupaten Tulungagung, Komis D dari Fraksi Hanura)
Kepada Majelis Hakim, Imam Sopingi selaku anggota Dewan yang terhormat ini mengakui menerima uang, tapi tidak tau sumbernya dari mana, walau awalnya si Imam Sopingi “pura-pura pikun” namu akhirnya tak dapat mengelak setelah JPU KPK membacakan keterangannya dalam BAP Nomor 15.
Tak hanya itu. Anggota Banggar DPRD Kab. Tulungagung ini juga tak mengakui aliran uang dari Dinas PU maupun uang Pokir, yang masing-masing anggota Dewan menerima uang pokir sebesaar Rp150 juta.
“Ya betul sekali, tapi tidak tau sumbernya dari mana,” jawab si Imam Sopingi.
5. Persidangan pada Selasa, 12 Mei 2020
JPU KPK menghadirkan si Pendi Kristian selaku ajudan terdakwa, si Kardiyanto (Kepala SMPN Tulungagung), si Mat Yani (Kabid di Dispendikbud Kab. Tulungagung) dan si Agus Budiarto selaku Wakil Ketua DPRD Tulungagung (sidang pada 12 Mei 2020)
Kepada Majelis Hakim, si Pendi mengakui pernah menerima uang sebesar Rp500 juta. Uang itu diambilnya dari rumah Budi Fatahila Mansyur selaku Sekwan atas perintah Sekwan. Dan atas perintah Big Bos pula, si Pendi pun menyimpan uang “panas” itu hingga saat ini (maksudnya hingga persidangan, Selasa, 12 Mei 2020)
“Pernah, lima ratus juta. Saya ambil ke rumah Pak Budi karena diminta untuk mengambilnya. Saya diminta untuk menyimpan. Uang itu sehari setelah OTT (Operasi Tangkap Tangan) di Tulungagung. Masih saya simpan sampai sekarang. Apakah saya kembalikan dari mana uang itu saya terima atau saya kembalikan ke KPK?,” tanya si Pendi “pura-pura bego”.
Giliran si Mat Yani dan si Kardiyanto memberikan keterangan justru “memalukan”. Bayangkan saja, sebagai Pendidik Akhlak, moral dan Budi Pekerti bagi ratusan anak-anak sekolah di Kabupaten Tulungagung, ternyata “Hobby berindehoi” bersama terdakwa di Kafe Dinasti yang ada di Tulungagung
“Saya sebelumnya tidak kenal dengan terdakwa. Saya kenal dari Mat Yani yang menunjukan saat di Kafe. Uang yang saya berikan lima puluh tiga juta ke Mat Yani,” kata Kardiyanto. Terkait jumlah uang untuk “membeli” jabatan Kepala Sekolah, Kardianto mengakui telah menyerahkan uang sebanyak Rp53 juta, salah satunya melalui Mat Yani. Dan apa yang katakan si Kardiyanto, diakui si Mat Yani.
Mat Yani adalah kawan dekatnya si terdakwa. Melalui Mat Yani yang merekomondasikan almarhum Suharno ke terdakwa Supriyono selaku Ketua DPRD untuk diangkat menjadi Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kab. Tulungagung.
Jumlah uang yang diterima si Mat Yani dari beberapa guru yang akan diangkat menjadi Kepala Sekolah adalah sebesar Rp395 juta. Para guru tersebut diantaranya adalah Suparlan, Kardiyanto, Syamsuri, Sri Wahyuni, Efendi Sumaini, Nanang Supriyanto dan Tarmuji
Dari Rp395juta, Mat Yani menyerahkan ke terdakwa Supriyono sebesar Rp250 juta. Dan Rp145 diserahkan ke si Bedud alias Suharminto. Manurut Mat Yani, bahwa Suharminto adalah salah satu Powerful atau orang yang berkuasa di Tulungagung bersama terdakwa Supriyono. Tapi ada bagian “Makelar” yang diambil Mat Yani yaitu sebesar Rp35 juta. Dan Mat Yani berjanji akan mengembalikannya dalam waktu sebulan
“Jumlahnya Rp395 juta. Saya serhkan ke terdakwa sebesar Rp250 juta. Dan Rp145 juta, saya serahkan ke Suharminto. Dia Powerful di Tulungagung,” kata Mat Yani.
Sedangkan si Agus Budiarto selaku Wakil Ketua DPPRD, terkadang “pikun atau tiba-tiba terserang penyakit lupa” saat ditanya JPU KPK terkait uang ketok palu saat pembahasan APBD Kab. Tungagung
Tapi sepandai-pandainya orang menyembunyikan yang bau, suatu saat akan tercium juga. Peribahasa inilah yang tepat bagi anggota Dewan ini. Sebab saat si Budi berusaha mengatakan tidak ada menerima, atau kadang menjawab lupa, tapi akhirnya diakui juga. Uang suap yang diterima si Budi sebesar Rp270 juta, dan sudah dikembalikan ke KPK.
“Yang saya terima sebesar Rp270 juta dan sudah saya kembalikan,” jawab si Budi.
6. Persidangan Selasa, 2 Juni 2020
JPU KPK menghadirkan 9 orang saksi, yaitu 1. Anjar Handriyanto selaku pengurus Gapensi (Gabungan Pelaksana Konstruksi Seluruh Indonesia),; 2. Nanang Supriyanto (Pengusaha Kontraktor),; 3. Ari Kusumawati selaku pengurus Gapeksindo (Gabungan Pengusaha Konstruksi Indonesia),; 4. Haryo Dewanto (Kepala Seksi Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kab. Tulungagung),; 5. Susilo Prabowo alias Embun (pengsaha Kontraktor),; 6. Suparlan (Kepala Sekolah SMPN Tulungagung),; 7. Sri wahyuni (Kepala Sekolah SMPN Tulungagung),; 8. Syaipudin Jufri (Kepala Bidang Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kab. Tulungagung),; 9. Hj. Susilowati (anggota DPRD Kabu. Tulungagung dari Fraksi PDIP).
Keterangan saksi Anjar Handriyanto, Nanang, Ari Kusumawati dan Susilo Prabowo alias Embun pada persidangan saat itu, tak jauh beda dengan keterangannya pada saat dihadirkan sebagai saksi untuk terdakwa Syahri Mulyo selaku Bupati Tulungagung
Kepada Majelis Hakim, Anjar Handriyanto, Nanang, Ari Kusumawati dan Susilo Prabowo alias Embun menjelaskan, bahwa fee proyek yang mereka berikan ke Bupati melalui Kepala Dinas PU maupun Sukarji selaku Kabid Dinas PU adalah sebesar 15% dari besaran anggarann proyek yang dibayarkan sebayak dua kali, yaitu 10% diawal dan 5 persen setelah proyek selesai dikerjakan.
“Besarnya lima belas persen. Sepuluh persen dibayar di awal dan lima persen diakhir,” kata para saksi.
Sedangkan keterangan Ari Kusumawati juga demikian. Namun Ari Kusumawati tidak memberikan fee proyek ke Dinas PU melainkan ke Supriyono dan Suharminto
Sementara si Suparlan dan Sri wahyuni yang Keduanya selaku Kepala Sekolah SMPN Tulungagung ini tak membantah telah memberikan sejumlah uang ke terdakwa Supriyono melalui Mat Yani. Mat Yani adalah orang kepercayaan Si Supriyono. Terdakwa Supriyono dan Suharminto alia Bedud adalah kakak beradik yang sama-sama dijuluki sebagai Powerfulnya Kabupaten Tulungung.
Sementara Hj. Susilowati mengakui menerima uang sebesar Rp34 juta dari Yuono selaku staf Sekawan, yang menurutnya bahwa uang tersebut sudah dikembalikan ke kas negara melalui KPK
7. Persidangan tanggal 9 Juni 2020
JPU KPK menghadirkan 11 orang anggota DPRD Tulungagung periode 2014 – 2019, yiatu Sofian Heryant, Wiwik Tri Asmoro, Widodo Prasetyo, Imam N, Ansoro, Samsul Huda, Suprajito, Subani Sirat, Agung Darmanto, Marikan dan Sumarno,
Kepada Majelis Hakim, ke- 11 anggota Dewan yang terhormat ini juga mengakui menerima uang ketok palu Pembahasan/pengesahan APBD Kabupatena Tulungagung dan uang POKIR (Pokok Pokok Pikiran)
Dan 8. Persidangan pada Selasa, 16 Juni 2020
JPU KPK menghadirkan 18 orang anggota DPRD Kab. Tulungagung periode 2014 – 2019, yaitu ; 1. Sutomo, 2. Sunarko, 3. Maicel Utomo, 4. Mashut, 5. A. Baharudin, 6. Ferdi Yuniar, 7. Gunawan, 8. Farouk , 9. Khoirul Rohim, 10. Basroni, 11. Saiful Anwar, 12. Heru Santoso, 13. Rianah, 14. Nurhamim, 15. Muti’in, 16. Leman Dwi Prasetyo (Wakil Ketu Komisi C), 17. Joko tri asmoro, 18. Imam Choirudin
Ke- 18 anggota Dewan yang terhormat ini juga mengakui kepada Majelis Hakim, menerima uang ketok palu dan fee Pokir, uang tersebut sudah dikembalikan oleh para anggota dewan yang terhormat ini ke kas negara melalui KPK.
9. Kemudian persidangan pada tanggal 7 Juli 2020.
Sesuai fakta dalam persidangan, akhirnya Tim JPU KPK membacakan surat tuntutan terhadap terdakwa Supriyono dengan pidana penjara selama 8 (delapan) tahun denda sebesar Rp500 juta subsidair 6 (enam) bulan kuraungan dan membayar uang pengganti sebesar Rp4.8 mlliar subsidair pidana penjara selama 2 (dua) tahun serta pencabutan hak politik terdakwa selama 5 (lima) tahun setelah terpidana selesai menjalani hukuman.
Supriyono dijerat sebagai terdakwa penerima suap sebagaimana dalam pasal 12 huruf a (Dakwaan Kesatu alternatif Pertama ) dan sebagai terdakwa penerima gratifikasi sebagaimana dalam pasal 12 huruf B (Dakwaan Kumulatif Kedua) UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Rl Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana Jo. Pasal 64 ayat (1) KUHPidana
10. Kemudian persidangan pada tanggal 4 Agustus 2020.
Sesuai fakta dalam persidangan pula, Majelis Hakim pun menjerat terdakwa Supriyono sama dengan dakwaan JPU KPK, dan menjatuhkan hukuman pidana penjara selama 8 (delapan) tahun denda sebesar Rp500 juta subsidair 6 (enam) bulan kuraungan dan membayar uang pengganti sebesar Rp4.8 mlliar subsidair pidana penjara selama 1 (satu) tahun dan 6 (enam) bulan serta pencabutan hak politik terdakwa selama 4 (empat) tahun setelah terpidana selesai menjalani hukuman. (Jent)
Posting Komentar
Tulias alamat email :