#Setelah Mustofa Kamal Pasa atau MPK diadili dalam 3 Perkara (Korupsi Suap, Gratifikasi dan TPPU), giliran Nano Santoso Hudiarti alias Nono mantan Kades itu menunggu waktu saja#
BERITAKORUPSI.CO - Kalimat disamping adalah sebuah puisi yang berjudul “Nikmat Membawa Sengsara”, oleh Jentar (Wartawan senior)”. Dan barangkali seperti puisi inilah yang ada dibenak para Koruptor di negeri ini, salah satunya Mustofa Kamal Pasa atau yang akrab disapa MPK selaku Bupati Mojokerto sejak tahun 2010 - 2015 dan 2016 - 2021Banyangkan. Sebelum MKP menjabat sebagai Bupati, hidupnya sudah bergelimang harta karena sebagai pengusaha mengelola perusahaan keluarga yang didirikan orang tuanya sejak tahun 1980 an, yaitu CV Musika yang diambila dari nama Mustofa dan Ika (Ika Puspitasari), adik kandung MKP yang saat ini menjabat Wali Kota Mojokerto, sedangkan istrinya, dr. Ikfina Fahmawati, M.Si adalah Bupati Mojoketo, ibarat wilayah kerajaan pula
Baca juga: MKP (Ex. Bupati Mojokerto) Kembali Diadili Dalam Perkara Korupsi Gratifikasi dan TPPU Rp48.1 M - http://www.beritakorupsi.co/2022/01/mkp-ex-bupati-mojokerto-kembali-diadili.html
Berita yang sama: Lanjutan..... MKP (Ex. Buapti Mojokerti) Kembali Diadili, Wali Kota Mojokerto Jadi Saksi - http://www.beritakorupsi.co/2022/01/lanjutan-mkp-ex-buapti-mojokerti.html
Namun perjalanan MKP menjadi Bupati di Mojokerto sejak tahun 2010 hingga 2015, dan 2015 - 2021, ternyata tidak senikmat hidupnya sebagai pengusaha yang terkenal dan disegani di Mojokerto, karena ditengah perjalannya sebagai Bupati Mojokerto untuk periode kedua yaitu tahun 2016 - 2021, MKP masuk ke “kubagan lumpur kotor” alias Korupsi
Sekalipun MKP saat ini sudah meringkuk di Lapas (Lembaga Pemasyarakatan) Porong sebagai keluarga Koruptor sejak tahun 2018, MKP mungkin masih “punya kuasa” di Mojokerto karena istrinya, dr. Ikfina Fahmawati, M.Si menjabat sebagai Bupati, dan adik kandungnya, Ika Puspitasari sebagai Walikota Mojokerto.
Suami Bupati Mojokerto dr. Ikfina Fahmawati, M.Si, Mustofa Kamal Pasa terseret dalam 4 kasus Korupsi, yaitu 3 ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dan 1 ditangani Polda Jatim.
Kasus yang menyeret Mustofa Kamal Pasa berawal pada pertemgahan 2018 lalu, dimana MKP diseret KPK ke Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Surabaya untuk diadili dalam perkara Korupsi yang I (pertama), yaitu kasus Perkara Tindak Korupsi suap sebesar Rp2.250 miliar dari dari Onggo Wijaya terkait pemberia 11 ijin Prinsip Pemanfataan Ruang (IPPR) dan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) 11 Tower Telekomunikasi milik PT Tower Bersama Infrastructure/Tower Bersama Grup (TBG), dan PT Profesional Telekomunikasi Indonesia (Protelindo) di wilayah Kabupaten Mojokerto pada tahun 2015.
Ibarat barang promo, beli satu dapat dua. Karena pada saat MKP diadili di Pengadilan Tipikor pada PN Surabaya sebagai Terdakwa kasus Korupsi Suap pemberian 11 ijin IPPR dan 11 ijin IMB tahun 2015 sebesar Rp2.250 miliar, terungkap bahwa ternyata uang haram yang diterima MKP bukan hanya dari pemberian 11 ijin IPPR dan 11 ijin IMB kepada pengusaha Onggo Wijaya, melainkan dari berbagai pihak, baik “bisnis jual beli jabatan” maupun dari pihak lain
Itulah sebabnya KPK melakukan pengembangan sejak tahun 2019, dan hasilnya KPK kembali menetapakan MKP sebagai Tersangka kasus Korupsi Gratifikasi penerimaan hadiah berupa uang yang dianggap Suap sebesar Rp46.192.714.586 sejak MKP menjabat sebagai Bupati Mojokerto
Merasa bergelimang uang, MKP membeli puluhan ribuan meter lahan atau tanah, tanah dan bangunan yang terdiri dari 12 SHM (sertifikat hak milik atas nama Fatimah, ibunda MKP) dan 19 lokasai berada di Jawa Tengah serta 1 di Sumatra Barat. Selain tanah dan bangunan, MKP membeli sebanyak 50 mobil dari berbagai merek, 3 sepeda motor, 1 Fotokopi dan 8 Jet sky. Dan semuanya disita oleh KPK pada saat dilakukannya penyidikan sejak tahun 2019 hingga 2021
MKP tidak beraksi sendiri, melainkan melibatkan beberapa pihak baik ajudannya si Mifta, terutama sahabat karibnya yaitu Nano Santoso Hudiarti alias Nono mantan Kades yang juga sebagai Tim Sukses MKP pada saat mencalonkan diri sebagai Bupati
Dalam perkara yang Pertama, yaitu kasus Korupsi Suap pemberian 11 ijin IPPR dan 11 ijin IMB tahun 2015 sebesar Rp2.250 miliar, MKP di Vonis pidana penjara selama 8 tahun dari 12 tahun tuntutan KPK (sidang pada Jum'at, 28 Desember 2018), denda sebesar Rp500 juta subsider 4 bulan kurungan dan membayar uang pengganti sejumlah Rp2.250.000.000 subsider pidana penjara selama satu (1) tahun serta pencabutan hak politik selama 5 tahun (Sidang pada Senin, 21 Januari 2019)
MKP dinyatakan terbukti melanggar Pasal 12 huruf a Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagalmana telah dlubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tlndak Pidana Korupsl juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 65 ayat (1) KUHPidana
Pada saat KPK masih melakukan penyidikan dalam kasus Korupsi Gratifikasi dan TPPU, Polda Jawa Timur bersama Kejaksaan menyeret MKP ke Pengadilan Tipikor pada PN Surabaya (Desember 2020) untuk diadili sebagai Terdakwa kasus Korupsi Penerimaan Daerah dari hasil Normalisasi Sungai Landaian dan Sungai Jurang Cetot di Kecamatan Jatirejo dan Kecamatan Gondang, Kabupaten Mojokerto pada tahun 2016 - 2017 yang merugikan keuangan negara sebesar Rp1.030.135.995
Dalam perkara ini, MKP di Vonis pidana penjara selama 1 tahun dan 4 bulan denda sebesar Rp50 juta subsider 1 bulan kurungan (Rabu, 19 Januari 2022). Sedangkan tuntutan KPK adalah pidana penjara selama 2 tahun denda sebesar Rp100 juta subsider 3 bulan kuruan. Untuk kerugian keuangan negara sebesar Rp1.030.135.995 sudah ditanggung oleh Ir. Didik Pancaning Argo, M.Si, selaku Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Pengairan (DPUP) Kabupaten Mojokerto yang sudah di Vonis terlebih (Kamis, 10 Desember 2020)
MKP dinyatakan terbukti melanggar Pasal 11 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagalmana telah dlubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tlndak Pidana Korupsl juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP
Kedua perkara inipun sudah berkuatan hukum tetap. Hukuman pidana penjara yang sedang dijalani Mustofa Kamal Pasa di Lapas Porong Sidoarjo, Jawa Timur adalah selama 9 tahun dan 4 bulan.
Sedangkan perkara ke 3 dan 4 yaitu perkara Korupsi Gratifikasi dan TPPU, tinggal menunggu ‘suara Palu’ alias Vonis dari Majelis Hakim Pengadilan Tipikor pada PN Surabaya, karena Penuntut Umum dari KPK sudah membacakan tuntutannya pada Kamis, 4 Agustus 2022 terhada MKP yaitu dengan pidana penjara selama 6 tahun denda sebesar 5 mliar rupiah subsider pidana kurungan selama 1 tahun dan 4 bulan dan membayar uang pengganti sebesar Rp17.126.162.000 subsider pidana penjara selama 4 tahun
Nah, setelah Mustofa Kamal Pasa atau MPK diadili dalam 3 Perkara (Korupsi Suap, Gratifikasi dan TPPU), giliran Nano Santoso Hudiarti alias Nono mantan Kades itu tinggal menunggu waktu saja. Karena dalam perkara yang Pertama, yaitu Tindak Pidana Korupsi Korupsi Suap Pemberia 11 ijin Prinsip Pemanfataan Ruang (IPPR) dan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) 11 Tower Telekomunikasi milik PT Tower Bersama Infrastructure/Tower Bersama Grup (TBG), dan PT Profesional Telekomunikasi Indonesia (Protelindo) di wilayah Kabupaten Mojokerto pada tahun 2015 sebesar Rp2.250 miliar disebutkan bahwa Mustofa Kamal Pasa bersama-sama dengan Nano Santoso Hudiarti alias Nono
Hal ini disampaikan JPU KPK Arif Suhermanto seusai persidangan (Kamis, 4 Agustus 2022) menjawab pertanyaan beritakorupsi.co terkait peran mantan Kades itu dalam kasus yang menyeret MKPK sangat berperan penting
“Nama Nano Santoso Hudiarti alias Nono kan sudah disebutkan dalam perkara sebelumnya bahwa MKP bersama-sama dengan Nano Santoso Hudiarti alias Nono,” ucap JPU KPK Arif Suhermanto
Saat dintanya tentang pertimbangan apa KPK menuntut MKP selama 6 tahun penjara bila dibandingkan dengan perkara sebelumnya yang dituntut pidana penjara selama 12 tahun, dan juga terkait uang pengganti yang wajib dibayar oleh Terdakwa yang juga Terpidana Koruptor Mustofa Kamal Pasa
Menanngapi hal itu, JPU KPK Arif Suhermanto menjelaskan bahwa perkara ini adalah bagian dari perkara sebelumnya, dan pertimbangan lainnya Terdakwa MKP mengakui perbuatannya. Sedangkan barang bukti berupa SHM maupun kendaraan dalam tuntutan agar dirampas untuk negara
“Ini kan bagian dari perkara sebelumnya. Terdakwa Kooperatif dan mengakui perbuatannya. Kalau barang bukti berupa SHM sebanyak 17, hanya 12 SHM atas nama Fatima dirampas untuk negara sedangkan yang 5 SHM kita kembalikan dari mana disita karena pembelian itu sebelum MKP jadi bupati,” kata JPU KPK Arif Suhermanto
Terkait uang pengganti lanjut JPU KPK Arif Suhermanto, “Uang pengganti sebesar Rp17.126.162.000 4 tahun. Karena yang sudah disita untuk diperhitungkan sebagai uang pengganti adalah sebesar Rp29.066.552.586 yang terdiri dari Rp25 miliar berupa tanah dan bangunan sebanyak 12 SHM atas nama Fatima, 19 lokasi di Jawa Tengah dan 1 di Sumatra Selatan, 50 mobil, 3 Sepada Motor, 1 Foto Copi dan 8 Jet sky ditambah uang sebesar 4 miliar yang disita dari orang tua MKP. Jadi totalnya adalah 25 miliar”. (jnt)
Posting Komentar
Tulias alamat email :