“Negara Akan Mendapat Kucuran Dana Sebesar Rp45 Juta Melalui JPU Kejari Surabaya Atas Perkara Korupsi Dengan Terdakwa Ferri Jacom, S.Sos., M.Si selaku Kabid Trantib Sat Pol PP Kota Surabaya Karena Menjual Barang Sitaan Milik Masyarakat Pelanggar Perda Sebesar Rp500 Juta”
BERITAKORUPSI.CO -
Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Surabaya, Rabu, 16 Nopember 2022, menuntut Terdakwa Ferri Jacom, S.Sos., M.Si selaku Kepala Bidang (Kabid) Ketertiban Umum dan Ketentraman (Trantib) Masyarakat Satuan Polisi Pamong Praja (Sat Pol PP) Kota Surabaya dengan pidana penjara selama lima (5) tahun denda sebesar Rp100 juta Subsider kurangan selama enam (6) bulan dan uang sebesar Rp45 juta rampas untuk negara karena Terdakwa dianggap Terbukti melakukan Tindak Pidana Korupsi penyalahgunaan jabatan menjual Barang-barang Hasil Sitaan Petugas Sat Pol PP (Satuan Polisi Pamong Praja) Kota Surabaya dari gudang penyimpanan milik Sat Pol PP di Jalan Tanjung Sari No. 11 - 15 Surabaya pada bulan Mei 2022 sebesar Rp500 juta
Menurut JPU, bahwa perbuatan Terdakwa Ferri Jacom yang menjual barang-barang hasil Sitaan Petugas Sat Pol PP Kota Surabaya yang sewaktu-waktu dapat diambil kembali adalah melanggar (Dakwaan Primer) Pasal 10 huruf (a) jo pasal 15 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana dirubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 53 ayat (1) KUHPidana
Baca juga: Kabid Trantib Sat Pol PP Surabaya Diadili Korupsi Karena Jual Barang Sitaan Sebesar Rp500 Juta - http://www.beritakorupsi.co/2022/09/kabid-trantib-sat-pol-pp-surabaya.html Pertanyaannya adalah, mengapa penyidik dan JPU Kejaksaan Negeri Suarabaya hanya menyeret Ferri Jacom untuk diadili sebagai Terdakwa, sementara penyidik dan JPU menyertakan Pasal 53 ayat (1) KUHP yang berbunyi “....bukan semata-mata disebabkan karena kehendaknya sendiri”.
Pasal 10 berbunyi: Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp350.000.000,00 (tiga ratus lima puluh juta rupiah) pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang diberi tugas menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara waktu, dengan sengaja :
Huruf a berbunyi: Menggelapkan, menghancurkan, merusakkan, atau membuat tidak dapat dipakai barang, akta, surat, atau daftar yang digunakan untuk meyakinkan atau membuktikan di muka pejabat yang berwenang, yang dikuasai karena jabatannya; atau
Pasal 15 berbunyi: Setiap orang yang melakukan percobaan, pembantuan, atau pemufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana korupsi, dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud Pasal 2, Pasal 3, Pasal 5 sampai dengan Pasal 14.
Pasal 53 ayat (1) KUHP berbunyi: Mencoba melakukan kejahatan dipidana, jika niat untuk itu telah ternyata dari adanya permulaan pelaksanaan, dan tidak selesainya pelaksanaan itu, bukan semata-mata disebabkan karena kehendaknya sendiri
Yang menarik dari kasus ini adalah negara akan mendapat kucuran dana sebesar Rp45 juta melalui JPU Kejari Surabaya atas perkara korupsi penjualan barang-barang hasil sitaan Petugas Sat Pol PP Kota Surabaya dari gudang penyimpanan milik Sat Pol PP di Jalan Tanjung Sari No. 11 - 15 Surabaya pada bulan Mei 2022 sebesar Rp500 juta yang dilakukan oleh Terdakwa Ferri Jacom, S.Sos., M.Si selaku Kabid Trantib Sat Pol PP Kota Surabaya bila tuntutan JPU dikabulkan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Surabaya
Kasus inipun menarik, menggelitik dan mengundang berbagai pertaanyan diantaranya adalah, apakah barang-barang milik masyarakat yang melanggar Perda (Peraturan Darah) lalu disita oleh petugas Sat Pol PP Kota Surabaya yang sewaktu-waktu dapat diambil oleh pemiliknya sudah sah sesuai hukum menjadi barang milik negara atau Pemkot / Sat Pol PP Surabaya sehingga uang sebesar Rp45 juta itu dirampas untuk negara?
Yang menggelitik dari kasus ini adalah, Terdakwa Ferri Jacom, S.Sos., M.Si didakwa melakukan penjualan barang-barang milik masyarakat yang melanggar Perda, tetapi uang sebesar Rp45 juta itu disita penyidik Kejari Surabaya dari tangan Abdul Mu’in bukan dari Terdakwa
Abdul Mu’in mendapat uang sebesar Rp45 juta dari PT Reksa dari penjualan barang-barang milik masyarakat pelanggar Perda berupa besi tower dan besi utilitas yang diangkut dari gudang penyimpanan milik Sat Pol PP di Jalan Tanjung Sari No. 11 - 15 Surabaya pada tanggal 19 Mei 2022 atas peritah Terdakwa Ferri Jacom, S.Sos., M.Si
Anehnya adalah, pemilik PT Reksa “terselamatkan” tidak dihadirkan sebagai saksi di persidangan untuk menjelaskan bagaimana proses jual beli barang tersebut. Anehnya lagi, Abdul Mu’in pun “terselamatkan” tidak terseret sebagai ‘Tersangka’ bersama Terdakwa Ferri Jacom karena menjual barang barang-barang sitaan milik masyarakat pelanggar Perda oleh Sat Pol PP Surabaya.
Yang tak kalah menggelitiknya adalah terkait penyerahan uang sebesar Rp500 juta sebagai hasil penjulan barang oleh Sunadi (Cak Sun), saksi Yateno (Yatno), saksi M Mohammad S Hanjaya (abah Yaya), dan saksi Slamet Sugianto (Sugi) kepada Terdakwa Ferri Jacom, S.Sos adalah diruang kerja Lurah Pradah Kali Kendal, Hajar Sulistyono, S.Sos,M.Si
Mengapa penyerahan uang sebanyak Rp500 juta dari hasil penjulan barang-barang sitaan Sat Pol PP Surabaya oleh Sunadi (Cak Sun), saksi Yateno (Yatno), saksi M Mohammad S Hanjaya (abah Yaya), dan saksi Slamet Sugianto (Sugi) kepada Terdakwa Ferri Jacom, S.Sos., M.Si di ruang kerja Lurah Pradah Kali Kendal, Hajar Sulistyono, S.Sos,M.Si?
Apakah sudah pembicaraan sebelumnya antara Terdakwa Ferri Jacom Lurah Pradah Kali Kendal, Hajar Sulistyono terkait pelaksanaan penyerahan uang sehingga Lurah memberikan kunci pintu ruang kerjanya?
Apakah kasus yang menjerat Terdakwa Ferri Jacom merugikan keuangan atau perekonomian negara dalam hal ini Pemkot/Sat Pol PP Surabaya sehingga uang sebesar Rp45 juta itu dirampas untuk negara? Atau perbuatan Terdakwa merugikan masyarakat karena tidak akan mendapatkan lagi barang miliknya bila denda sesuai Perda dibayar? Atau kasus ini hanya untuk memenjarakan Terdakwa Ferri Jacom saja?
“Ya dirampas untuk negara,” kata JPU Nur Rachmansyah, SH., MH dari Kejari Surabaya seusai persidangan Sementara Iwan Harimurti selaku Penasehat Hukum Terdakwa mengatakan bahwa kasus yang menjerat kliennya tidak ada kerugian keuangan negara sebab barang-barang itu bukan milik negara melainkan masyarakat pelanggar Perda yang sewaktu-waktu dapat diambil kembali
Tetapi bisa jadi kalau kasus ini hanya untuk memenjarakan Terdakwa karena tidak ada kerugian keuangan negara dan bila dibandingkan dengan kasus Tangkap Tangan oleh Polrestabes Surabaya terhadap (mantan) Lurah Lidah Kulon, Kecamatan Lakarsantri Surabaya Budi Santoso dengan barang bukti berupa uang sebesar Rp35 juta karena melakukan pungli atau pungutan liar PTSL (program Pendaftaran Tanah Sistem Lengkap) yang dilakukan Budi Santoso selaku Lurah Lidah Kulon, Kecamatan Lakarsantri Surabaya yang terjadi pada Juli 2019 lalu
Budi Santoso yang saat itu menjabat selaku Lurah tertangkap tangan keran menerima suap yang jelas-jelas bertentangan dengan Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang diatur dalam Pasal 11 atau Pasal 12 namun nasibnya sangat mujur dibandingkan dengan Terdakwa Ferri Jacom yang menjual barang-barang sitaan milik masyarakat pelanggar Perda yang sekwatu-waktu masih dapat diambil bila membayar denda sesuai Perda dimaksud
Nasib mujur Budi Santoso adalah tidak dipenjarakan melainkan hanya dipecat sebagai PNS Pemkot Surabaya sehingga mudah untuk mencari pekerjaan atau membuka usaha lain bersama keluarganya dan tidak “menerima gelar Korutor”
Sedangkan Terdakwa Ferri Jacom yang saat ini meringkuk dibalik jeruji besi sebagai tembok pemisah kehidupanya dengan anak istri dan keluarganya akibat menjual barang-barang sitaan milik masyarakat pelanggar Perda yang sekwatu-waktu masih dapat diambil bila membayar denda sesuai Perda dimaksud namun dianggap lebih melanggar Undang-Undang tentang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Apakah karena jumlah uang yang berbeda dari kedua kasus tersebut diatas sehingga Kejari dan Polrestabes Surabaya enggan melakukan proses hukum terhadap Budi Santoso? Atau mengandung unsur 5 W 1 H yaitu what (apa), who (siapa), when (kapan), where (di mana), why (mengapa) dan how (bagaimana)? Dan tidak hanya disitu. Kejari Surabaya pun enggan menindak lanjuti laporan masyarakat yang masuk ke Kejari Surabaya pada tahun 2019 terkait salah satu Kepala SMPN di Surabaya yang bekerja sama dengan salah satu pengurus almuni SMPN tersebut membuat surat dengan Kop Surat Pemkot Surabaya Dinas Pendidikan Surabaya untuk mengumpulkan uang gunakan pembelian sarana prasana Mesjid yang di bangun Pemkot Surabaya di lokasi SMPN tersebut
Padahal, pengurus alumni SMPN yang tercantum dalam surat permintaan bantuan tersebut bukanlah pengurus resmi, sebab Ketua alumni sesuai akta Notaris adalah salah satu Hakim Tipikor Surabaya yang kini menjadi Hakim HAM di Pengadilan Tinggi untuk menangani Pelanggaran HAM Berat di Indonesia
Sementara tuntutan pidana penjara terhadap Terdakwa Ferri Jacom dibacakan oleh JPU Nur Rachmansyah, SH., MH dari Kejari Surabaya dalam persidangan yang berlangsung secara Virtual (Zoom) diruang sidang Candra Pengadilan Tipikor pada PN Suarabaya, Rabu, 16 November 2022 dihadapan Majelis Hakim yang diketuai Hakim A.A. Gd Agung Parnata, SH., CN dengan dibantu 2 Hakim Ad Hoc masing-masing sebagai anggota yaitu Fiktor Panjaitan, SH., MH dan Alex Cahyono, SH., MH serta Panitra Pengganti (PP) Achmad Fajarisman, S.Kom., SH., MH yang dihadiri Tim Penasehat Hukum-nya, Iwan Harimurti dan Abd. Saleh dan dihadiri pula oleh Terdakwa secara Teleconference (Zoom) dari Rutan (rumah tahanan negera) Kejaksaan Tinggi Jatinggi – Jawa Timur Cabang Surabaya
Sebelum JPU membacakan tuntutan pidana terhadap Terdakwa, terlebih dahulu JPU menyampaikan hal-hal yang memberatkan perbuatan Terdakwa yaitu tidak mendukung program pemerintah tentang pemberantasan Korupi. Sedangkan yang meringankan adalah bahwa Terdakwa bersikap sopan, belum pernah di hukum dan menjadi tulang punggung kelaurga
Hal-hal yang memberatkan dan meringankan perbuatan Terdakwa yang disebutkan oleh JPU adalah sama dengan perbuatan ratusan bahkan ribuan Terdakwa-Terdakwa lainnya dan tidak ada hal yang berbeda.
JPU mengatakan dalam tuntuntannya, bahwa perbuatan Terdakwa Ferri Jacom sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 10 huruf a jo pasal 15 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana dirubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 53 ayat (1) KUHPidana
“MENUNTUT: Supaya Majelis Hakim Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Suarabaya menjatuhkan hukuman:
1. Menyatakan Terdakwa Ferri Jacom, S.Sos., M.Si terbukti bersalah melakukan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam 10 huruf a jo pasal 15 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana dirubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 53 ayat (1) KUHPidana sebagaimana dakwaan Primer;
2. Menghukum Terdakwa Ferri Jacom, S.Sos., M.Si dengan pidana penjara selama lima (5) tahun dikurangkan selama terdakwa ditahan dengan perintah agar terdakwa tetap dalam tahanan dan membayar denda sebesar Rp200.000.000 (dua ratus juta rupiahSubsider enam (6) bulan kuruang;
3. Menyatakan barang bukti berupa uang sebesar Rp45 juta (empat puluh lima juta rupiah) dirampas untuk negara,” ucap JPU Nur Rachmansyah, SH., MH
Atas tuntutan JPU tersebut, Ketua Majelis Hakim memberikan kesempatan terhadap Terdakwa maupun melalui Penasehat Hukum-nya untuk menyampaikan Pembelaan atau Pledoinya pada persidangan berikutnya yang akan di gelar pekan depan. (Jnt)
BERITAKORUPSI.CO -
Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Surabaya, Rabu, 16 Nopember 2022, menuntut Terdakwa Ferri Jacom, S.Sos., M.Si selaku Kepala Bidang (Kabid) Ketertiban Umum dan Ketentraman (Trantib) Masyarakat Satuan Polisi Pamong Praja (Sat Pol PP) Kota Surabaya dengan pidana penjara selama lima (5) tahun denda sebesar Rp100 juta Subsider kurangan selama enam (6) bulan dan uang sebesar Rp45 juta rampas untuk negara karena Terdakwa dianggap Terbukti melakukan Tindak Pidana Korupsi penyalahgunaan jabatan menjual Barang-barang Hasil Sitaan Petugas Sat Pol PP (Satuan Polisi Pamong Praja) Kota Surabaya dari gudang penyimpanan milik Sat Pol PP di Jalan Tanjung Sari No. 11 - 15 Surabaya pada bulan Mei 2022 sebesar Rp500 juta
Menurut JPU, bahwa perbuatan Terdakwa Ferri Jacom yang menjual barang-barang hasil Sitaan Petugas Sat Pol PP Kota Surabaya yang sewaktu-waktu dapat diambil kembali adalah melanggar (Dakwaan Primer) Pasal 10 huruf (a) jo pasal 15 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana dirubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 53 ayat (1) KUHPidana
Baca juga: Kabid Trantib Sat Pol PP Surabaya Diadili Korupsi Karena Jual Barang Sitaan Sebesar Rp500 Juta - http://www.beritakorupsi.co/2022/09/kabid-trantib-sat-pol-pp-surabaya.html Pertanyaannya adalah, mengapa penyidik dan JPU Kejaksaan Negeri Suarabaya hanya menyeret Ferri Jacom untuk diadili sebagai Terdakwa, sementara penyidik dan JPU menyertakan Pasal 53 ayat (1) KUHP yang berbunyi “....bukan semata-mata disebabkan karena kehendaknya sendiri”.
Pasal 10 berbunyi: Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp350.000.000,00 (tiga ratus lima puluh juta rupiah) pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang diberi tugas menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara waktu, dengan sengaja :
Huruf a berbunyi: Menggelapkan, menghancurkan, merusakkan, atau membuat tidak dapat dipakai barang, akta, surat, atau daftar yang digunakan untuk meyakinkan atau membuktikan di muka pejabat yang berwenang, yang dikuasai karena jabatannya; atau
Pasal 15 berbunyi: Setiap orang yang melakukan percobaan, pembantuan, atau pemufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana korupsi, dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud Pasal 2, Pasal 3, Pasal 5 sampai dengan Pasal 14.
Pasal 53 ayat (1) KUHP berbunyi: Mencoba melakukan kejahatan dipidana, jika niat untuk itu telah ternyata dari adanya permulaan pelaksanaan, dan tidak selesainya pelaksanaan itu, bukan semata-mata disebabkan karena kehendaknya sendiri
Yang menarik dari kasus ini adalah negara akan mendapat kucuran dana sebesar Rp45 juta melalui JPU Kejari Surabaya atas perkara korupsi penjualan barang-barang hasil sitaan Petugas Sat Pol PP Kota Surabaya dari gudang penyimpanan milik Sat Pol PP di Jalan Tanjung Sari No. 11 - 15 Surabaya pada bulan Mei 2022 sebesar Rp500 juta yang dilakukan oleh Terdakwa Ferri Jacom, S.Sos., M.Si selaku Kabid Trantib Sat Pol PP Kota Surabaya bila tuntutan JPU dikabulkan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Surabaya
Kasus inipun menarik, menggelitik dan mengundang berbagai pertaanyan diantaranya adalah, apakah barang-barang milik masyarakat yang melanggar Perda (Peraturan Darah) lalu disita oleh petugas Sat Pol PP Kota Surabaya yang sewaktu-waktu dapat diambil oleh pemiliknya sudah sah sesuai hukum menjadi barang milik negara atau Pemkot / Sat Pol PP Surabaya sehingga uang sebesar Rp45 juta itu dirampas untuk negara?
Yang menggelitik dari kasus ini adalah, Terdakwa Ferri Jacom, S.Sos., M.Si didakwa melakukan penjualan barang-barang milik masyarakat yang melanggar Perda, tetapi uang sebesar Rp45 juta itu disita penyidik Kejari Surabaya dari tangan Abdul Mu’in bukan dari Terdakwa
Abdul Mu’in mendapat uang sebesar Rp45 juta dari PT Reksa dari penjualan barang-barang milik masyarakat pelanggar Perda berupa besi tower dan besi utilitas yang diangkut dari gudang penyimpanan milik Sat Pol PP di Jalan Tanjung Sari No. 11 - 15 Surabaya pada tanggal 19 Mei 2022 atas peritah Terdakwa Ferri Jacom, S.Sos., M.Si
Anehnya adalah, pemilik PT Reksa “terselamatkan” tidak dihadirkan sebagai saksi di persidangan untuk menjelaskan bagaimana proses jual beli barang tersebut. Anehnya lagi, Abdul Mu’in pun “terselamatkan” tidak terseret sebagai ‘Tersangka’ bersama Terdakwa Ferri Jacom karena menjual barang barang-barang sitaan milik masyarakat pelanggar Perda oleh Sat Pol PP Surabaya.
Yang tak kalah menggelitiknya adalah terkait penyerahan uang sebesar Rp500 juta sebagai hasil penjulan barang oleh Sunadi (Cak Sun), saksi Yateno (Yatno), saksi M Mohammad S Hanjaya (abah Yaya), dan saksi Slamet Sugianto (Sugi) kepada Terdakwa Ferri Jacom, S.Sos adalah diruang kerja Lurah Pradah Kali Kendal, Hajar Sulistyono, S.Sos,M.Si
Mengapa penyerahan uang sebanyak Rp500 juta dari hasil penjulan barang-barang sitaan Sat Pol PP Surabaya oleh Sunadi (Cak Sun), saksi Yateno (Yatno), saksi M Mohammad S Hanjaya (abah Yaya), dan saksi Slamet Sugianto (Sugi) kepada Terdakwa Ferri Jacom, S.Sos., M.Si di ruang kerja Lurah Pradah Kali Kendal, Hajar Sulistyono, S.Sos,M.Si?
Apakah sudah pembicaraan sebelumnya antara Terdakwa Ferri Jacom Lurah Pradah Kali Kendal, Hajar Sulistyono terkait pelaksanaan penyerahan uang sehingga Lurah memberikan kunci pintu ruang kerjanya?
Apakah kasus yang menjerat Terdakwa Ferri Jacom merugikan keuangan atau perekonomian negara dalam hal ini Pemkot/Sat Pol PP Surabaya sehingga uang sebesar Rp45 juta itu dirampas untuk negara? Atau perbuatan Terdakwa merugikan masyarakat karena tidak akan mendapatkan lagi barang miliknya bila denda sesuai Perda dibayar? Atau kasus ini hanya untuk memenjarakan Terdakwa Ferri Jacom saja?
“Ya dirampas untuk negara,” kata JPU Nur Rachmansyah, SH., MH dari Kejari Surabaya seusai persidangan Sementara Iwan Harimurti selaku Penasehat Hukum Terdakwa mengatakan bahwa kasus yang menjerat kliennya tidak ada kerugian keuangan negara sebab barang-barang itu bukan milik negara melainkan masyarakat pelanggar Perda yang sewaktu-waktu dapat diambil kembali
Tetapi bisa jadi kalau kasus ini hanya untuk memenjarakan Terdakwa karena tidak ada kerugian keuangan negara dan bila dibandingkan dengan kasus Tangkap Tangan oleh Polrestabes Surabaya terhadap (mantan) Lurah Lidah Kulon, Kecamatan Lakarsantri Surabaya Budi Santoso dengan barang bukti berupa uang sebesar Rp35 juta karena melakukan pungli atau pungutan liar PTSL (program Pendaftaran Tanah Sistem Lengkap) yang dilakukan Budi Santoso selaku Lurah Lidah Kulon, Kecamatan Lakarsantri Surabaya yang terjadi pada Juli 2019 lalu
Budi Santoso yang saat itu menjabat selaku Lurah tertangkap tangan keran menerima suap yang jelas-jelas bertentangan dengan Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang diatur dalam Pasal 11 atau Pasal 12 namun nasibnya sangat mujur dibandingkan dengan Terdakwa Ferri Jacom yang menjual barang-barang sitaan milik masyarakat pelanggar Perda yang sekwatu-waktu masih dapat diambil bila membayar denda sesuai Perda dimaksud
Nasib mujur Budi Santoso adalah tidak dipenjarakan melainkan hanya dipecat sebagai PNS Pemkot Surabaya sehingga mudah untuk mencari pekerjaan atau membuka usaha lain bersama keluarganya dan tidak “menerima gelar Korutor”
Sedangkan Terdakwa Ferri Jacom yang saat ini meringkuk dibalik jeruji besi sebagai tembok pemisah kehidupanya dengan anak istri dan keluarganya akibat menjual barang-barang sitaan milik masyarakat pelanggar Perda yang sekwatu-waktu masih dapat diambil bila membayar denda sesuai Perda dimaksud namun dianggap lebih melanggar Undang-Undang tentang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Apakah karena jumlah uang yang berbeda dari kedua kasus tersebut diatas sehingga Kejari dan Polrestabes Surabaya enggan melakukan proses hukum terhadap Budi Santoso? Atau mengandung unsur 5 W 1 H yaitu what (apa), who (siapa), when (kapan), where (di mana), why (mengapa) dan how (bagaimana)? Dan tidak hanya disitu. Kejari Surabaya pun enggan menindak lanjuti laporan masyarakat yang masuk ke Kejari Surabaya pada tahun 2019 terkait salah satu Kepala SMPN di Surabaya yang bekerja sama dengan salah satu pengurus almuni SMPN tersebut membuat surat dengan Kop Surat Pemkot Surabaya Dinas Pendidikan Surabaya untuk mengumpulkan uang gunakan pembelian sarana prasana Mesjid yang di bangun Pemkot Surabaya di lokasi SMPN tersebut
Padahal, pengurus alumni SMPN yang tercantum dalam surat permintaan bantuan tersebut bukanlah pengurus resmi, sebab Ketua alumni sesuai akta Notaris adalah salah satu Hakim Tipikor Surabaya yang kini menjadi Hakim HAM di Pengadilan Tinggi untuk menangani Pelanggaran HAM Berat di Indonesia
Sementara tuntutan pidana penjara terhadap Terdakwa Ferri Jacom dibacakan oleh JPU Nur Rachmansyah, SH., MH dari Kejari Surabaya dalam persidangan yang berlangsung secara Virtual (Zoom) diruang sidang Candra Pengadilan Tipikor pada PN Suarabaya, Rabu, 16 November 2022 dihadapan Majelis Hakim yang diketuai Hakim A.A. Gd Agung Parnata, SH., CN dengan dibantu 2 Hakim Ad Hoc masing-masing sebagai anggota yaitu Fiktor Panjaitan, SH., MH dan Alex Cahyono, SH., MH serta Panitra Pengganti (PP) Achmad Fajarisman, S.Kom., SH., MH yang dihadiri Tim Penasehat Hukum-nya, Iwan Harimurti dan Abd. Saleh dan dihadiri pula oleh Terdakwa secara Teleconference (Zoom) dari Rutan (rumah tahanan negera) Kejaksaan Tinggi Jatinggi – Jawa Timur Cabang Surabaya
Sebelum JPU membacakan tuntutan pidana terhadap Terdakwa, terlebih dahulu JPU menyampaikan hal-hal yang memberatkan perbuatan Terdakwa yaitu tidak mendukung program pemerintah tentang pemberantasan Korupi. Sedangkan yang meringankan adalah bahwa Terdakwa bersikap sopan, belum pernah di hukum dan menjadi tulang punggung kelaurga
Hal-hal yang memberatkan dan meringankan perbuatan Terdakwa yang disebutkan oleh JPU adalah sama dengan perbuatan ratusan bahkan ribuan Terdakwa-Terdakwa lainnya dan tidak ada hal yang berbeda.
JPU mengatakan dalam tuntuntannya, bahwa perbuatan Terdakwa Ferri Jacom sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 10 huruf a jo pasal 15 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana dirubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 53 ayat (1) KUHPidana
“MENUNTUT: Supaya Majelis Hakim Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Suarabaya menjatuhkan hukuman:
1. Menyatakan Terdakwa Ferri Jacom, S.Sos., M.Si terbukti bersalah melakukan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam 10 huruf a jo pasal 15 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana dirubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 53 ayat (1) KUHPidana sebagaimana dakwaan Primer;
2. Menghukum Terdakwa Ferri Jacom, S.Sos., M.Si dengan pidana penjara selama lima (5) tahun dikurangkan selama terdakwa ditahan dengan perintah agar terdakwa tetap dalam tahanan dan membayar denda sebesar Rp200.000.000 (dua ratus juta rupiahSubsider enam (6) bulan kuruang;
3. Menyatakan barang bukti berupa uang sebesar Rp45 juta (empat puluh lima juta rupiah) dirampas untuk negara,” ucap JPU Nur Rachmansyah, SH., MH
Atas tuntutan JPU tersebut, Ketua Majelis Hakim memberikan kesempatan terhadap Terdakwa maupun melalui Penasehat Hukum-nya untuk menyampaikan Pembelaan atau Pledoinya pada persidangan berikutnya yang akan di gelar pekan depan. (Jnt)
Posting Komentar
Tulias alamat email :