#Kalau pemberi Suap dianggap tidak bersalah, mengapa Pasal bagi pemberi dalam Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi tidak hapus saja? Apakah hanya sebagai jebakan Batman? Kalau dianggap salah, bagaimana nasib Moawi Arifin (Kadis Perhubungan); Wibowo Suharta (Kadinsos); Anang Yulianto (Kadis DLH); Iskandar Ahadiyat (Kadis Koperasi dan UMKM); Andang Pradana (Kepala BPP); Abdul Kepala (BKAD); Eko Setiawan (Kepala BPPD); dr. Nunuk Kristiani (Direktur RSUD); Ahmad Roniyun Hamid (Sekretaris DPRD). Bagaimanapula nasib Mohammad Sodiq salah satu Wartawan yang mengatur proses lelang di 12 OPD (Dinas) dan mengumpulkan fee proyek dari para Kontraktor untuk diserahkan ke Terdakwa KH. R. Abdul Litif Amin Imron Selaku Bupati?#
BERITAKORUPSI.CO -
Majelis Hakim Pengadilan Tipikor pada PN Surabaya, Selasa, 22 Agustus 2023 pukul 21.55 Wib, menjatuhkan hukuman (Vonis) terhadap Terdakwa KH. R. Abdul Litif Amin Imron Selaku Bupati Bangkalan periode 2018 - 2023 dengan pidana penjara selama sembilan (9) tahun denda sebesar Rp300 juta subsider pidana kurungan selama emapt (4) bulan dan membayar uang pengganti sejumlah Rp9.700.000.000 (sembilan miliar tujuh ratus juta rupiah) subsider pidana penjara selama empat (4) tahun serta pencabutan hak memilih dan dipilih dalam jabatan publik (hak politik) selama lima (5) tahun setelah selesai menjalani hukuman pidana pokok karena Terdakwa terbukti melakukan Tindak Pidana Korupsi (TPK) Suap, menerima janji atau hadiah berupa uang yang juga dianggap Suap dan menerima gratifikasi berupa uang hasil jual beli jabatan, setoran para pejabat, setoran rumah sakit maupun fee proyek APBD Kabupaten Bangkalan yang totalnya sebesar Rp9.700.000.000 (sembilan miliar tujuh ratus juta rupiah) sejak tahun 2020 hingga 2022 melaui M. Sodiq (Wartawan yang saat ini Komisioner Komisi Informasi periode 2018 - 2023)); R. Moh. Taufan Zairinsjah (Sekda); Roosli Soeliharjono (Plt. Kepala BKD); Erwin Yoesoef (Kabag Protokol dan Komunikasi)
Baca juga:
Terdakwa KH. R. Abdul Litif Amin Imron Selaku Bupati Bangkalan Dituntut “17” Tahun Penjara Karena Korupsi - http://www.beritakorupsi.co/2023/07/terdakwa-kh-r-abdul-litif-amin-imron.html
Diduga Terima Suap Rp15.6 Miliar, KH. R. Abd. Latif Amin Imron Selaku Bupati Bangkalan Diadili - http://www.beritakorupsi.co/2023/04/diduga-terima-suap-rp156-miliar-kh-r_18.html
Terdakwa KH. R. Abd. Latif Amin Imron Selaku Bupati Bangkalan Diadili Karena Dugaan Korupsi Rp15.6 Miliar - http://www.beritakorupsi.co/2023/04/apakah-kpk-akan-menyeret-tersangka-baru.html
Menurut Majelis Hakim, bahwa Perbuatan Terdakwa KH. R. Abdul Litif Amin Imron Selaku Bupati Bangkalan bertentangan dengan jabatan dan kewajibannya sebagai penyelenggara negara sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 12 huruf a (dakwaan pertama), Pasal 12 huruf b (dakwaan kedua) dan Pasal 12 huruf B (dakwaan ketiga) jo Pasal 18 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Pasal 12 berbunyi: Dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah);
Huruf a berbunyi: pegawai negeri atau penyelenggaran negara yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya;
Huruf b berbunyi: pegawai negeri atau penyelenggaran negara yang menerima hadiah, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya;
Pasal 12 B ayat (1) berbunyi: Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggaran negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya, dengan ketentuan sebagai berikut :
Huruf a: yang nilainya Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) atau lebih, pembuktian bahwa gratifikasi tersebut bukan merupakan suap dilakukan oleh penerima gratifikasi;
Huruf b: yang nilainya kurang dari Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah), pembuktian bahwa gratifikasi tersebut suap dilakukan oleh penuntut umum.
Ayat (2) berbunyi: Pidana bagi pegawai negeri atau penyelenggaran negara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun, dan pidana denda paling sedikit Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah). Baca juga:
Terbukti Korupsi ‘Jual Beli’ Jabatan, Lima Terdakwa Penyuap Bupati Bangkalan Di Vonis 2 Tahun Penjara - http://www.beritakorupsi.co/2023/05/terbukti-korupsi-jual-beli-jabatan-lima.html
dr. Nunuk Kristiani Direktur RSUD Bangkalan Mengakui Ada Setoran Uang Setiap Bulan Ke Bupati Yaitu Terdakwa R. Abdul Latif Amin Imron - http://www.beritakorupsi.co/2023/05/dr-nunuk-kristiani-direktur-rsud.html
Sidang Korupsi Suap Bupati Bangkalan Terungkap Adanya Aliran Uang Rp1.5 M Ke Jaksa Untuk Mengamankan Mantan Bupati R. Makmun Ibnu Fuad - http://www.beritakorupsi.co/2023/05/sidang-korupsi-suap-bupati-bangkalan.html Ada yang menggelitik dan sekaligus menjadi pertanyaan dalam perkara ini, yaitu terkait pihak-pihak yang memberikan uaang haram kepada Terdakwa KH. R. Abdul Litif Amin Imron Selaku Bupati Bangkalan diantaranya Moawi Arifin (Kadis Perhubungan); Wibowo Suharta (Kadinsos); Anang Yulianto (Kadis DLH); Iskandar Ahadiyat (Kadis Koperasi dan UMKM); Andang Pradana (Kepala BPP); Abdul Kepala (BKAD); Eko Setiawan (Kepala BPPD); dr. Nunuk Kristiani (Direktur RSUD); Ahmad Roniyun Hamid (Sekretaris DPRD).
Dan Mohammad Sodiq salah satu Wartawan yang boleh dibilang punya jabatab dibawah Bupati diatas Kepala Dinas atau setara dengan Sekretaris Daerah (Sekda) sebab Mohammad Sodiq lah yang diminta oleh Terdakwa KH. R. Abdul Litif Amin Imron Selaku Bupati Bangkalan untuk mengatur proses lelang di 12 OPD atau Dinas dan mengumpulkan fee proyek dari para Kontraktor untuk diserahkan ke Terdakwa KH. R. Abdul Litif Amin Imron Selaku Bupati
Pertanyaannya adalah, kalau Terdakwa KH. R. Abdul Litif Amin Imron Selaku Bupati Bangkalan dianggap bersalah dan dihukum dengan pidana penjara selama 9 tahun karena menerima Suap, menerima janji atau hadiah berupa uang yang juga dianggap Suap dan menerima gratifikasi berupa uang hasil jual beli jabatan, setoran para pejabat, setoran rumah sakit maupun fee proyek APBD Kabupaten Bangkalan yang totalnya sebesar Rp9.700.000.000, lalu bagaimana dengan pihak-pihak pemberi uang haram tersebut?
Pertanyaan selanjutnya adalah, kalau penerima suap, hadia atau janji yang dianggap Suap dan menerima gratifikasi yaitu Terdakwa KH. R. Abdul Litif Amin Imron Selaku Bupati Bangkalan
dijerat Pasal 11, 12 a, Pasal 12 b dan atau Pasal 12 B Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Lalu bagaimana dengan pihak-pihak pemberi yang diatur dalam Pasal 5, Pasal 8 dan atau Pasal 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Kalau memang Peberi Suapa dianggap tidak bersalah atau diperboleh seseorang memberi uang, hadiah atau lainnya dan tidak melanggar huukum, mengapa Pasal 5, Pasal 8 dan atau Pasal 13 dalam Undang-Undang Pemberantasan Korupsi tidak dihapus atau dihilangkan saja? Apakah hanya sebagai jebakan Batman yang dilakukan oleh pemerintah melalui aparat penegak hukum diantaranya Komis Pemberantasan Korupsi (KPK), Kejaksaan dan Kepolisian terhadap seseorang Pemberi?
Pasal 5 ayat (1) berbunyi: Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) setiap orang yang :
huruf a. memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya; atau
huruf b. memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara karena atau berhubungan dengan sesuatu yang bertentangan dengan kewajiban, dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatannya.
Pasal 8 berbunyi: Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda sedikit Rp150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah), pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang ditugaskan menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara waktu, dengan sengaja menggelapkan uang atau surat berharga yang disimpan karena jabatannya, atau membiarkan uang atau surat berharga tersebut diambil atau digelapkan oleh orang lain, atau membantu dalam melakukan perbuatan tersebut.
Pasal 13 berbunyi: Setiap orang yang memberi hadiah atau janji kepada pegawai negeri dengan mengingat kekuasaan atau wewenang yang melekat pada jabatan atau kedudukannya, atau oleh pemberi hadiah atau janji dianggap melekat pada jabatan atau kedudukan tersebut, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan atau denda paling banyak 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah). Menanggapi hal ini, JPU KPK Rikhi Benindo Maghaz kepada beritakorupsi.co mengatakan, belum bisa menjawab karena harus melaporkan terlebih dahulu ke pimpinan dan juga mempelajari putusan
“Kami belum bisa menjawab karena harus melaporkan terlebih dahulu ke pimpinan dan juga mempelajari putusan,” kata JPU KPK Rikhi Benindo Maghaz seusai persidangan Selasa, 22 Agustus 2023 pukul 22.05 Wib
Sementara hukuman (Vonis) pidana penjara terhadap Terdakwa KH. R. Abdul Latif Amin Imron selaku Bupati Bangkalan dibacakan oleh Majelis Hakim secara Virtual (Zoom) di ruang sidang Candra Pengadilan Tipikor pada PN Surabaya Jalan Raya Juanda Sidoarjo, Jawa Timur (Selasa, 22 Agusrus 2023 pukul 21.55 Wib) yang diketuai Majelis Hakim Darwanto, SH., MH dengan dibantu 2 Hakim anggota yaitu Fiktor Panjaitan, SH., MH dan Alex Cahyono, SH., MH masing-masing Hakim Ad Hoc serta Panitra Pengganti (PP) Sigit Nugroho, SH yang dihadiri Tim JPU KPK maupun Tim Penasehat Hukum Terdakwa, Suryono Pane, SH., MH dkk serta dihadiri pula oleh Terdakwa melalui Teleconference (Zoom) dari Rutan (rumah tahanan negera) gedung merah putih KPK Jakarta
Dalam putusannya Majelis Hakim mengatakan, bahwa berdasarkan fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan, bahwa Terdakwa Terdakwa R. Abdul Latif Amin Imron terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah menurut hukum melakukan Tindak Pidana Korupsi dakwaan pertama melanggar Pasal 12 huruf a dakwaan pertama, Pasal 12 huruf b dakwaan kedua dan Pasal 12 huruf B dakwaan ketiga jo Pasal 18 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.
“Mengadili: 1. Menyatakan Terdakwa R. Abdul Latif Amin Imron terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah menuruut hukum melakukan Tindak Pidana Korupsi secara bersama-sama dan berlanjut sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 12 huruf a, Pasal 12 huruf b dan Pasal 12 huruf B jo Pasal 18 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 65 ayat (1) KUHP sebagaimana dakwaan pertama, dakwaan kedua dan dakwaan ketiga
2. Menjatuhkan hukuman terhadap Terdakwa R. Abdul Latif Amin Imron dengan pidana penjara selama sembilan (9) tahun dikurangkan selama Terdakwa ditahan dengan perintah agar Terdakwa tetap dalam tahanan
3. Menghukung Terdakwan untuk membayar denda sebesar Rp300.000.000 (tiga ratus juta rupiah) dengan ketntuan apabila Terdakwa tidak membayar maka diganti dengan pidana kurungan selama empat (4) bulan;
3. Menghukum Terdakwa R. Abdul Latif Amin Imron untuk membayar uang pengganti sebesar Rp9.700.000.000 (sembilan miliar tujuh ratus juta rupiah) dengan ketentuan apa bila Terpidana tidak membayar uang pengganti tersebut dalam waktu satu (1) bulan setelah putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap maka harta bendanya dapat disita oleh Jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut. Dan jika Terpidana tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti tersebut maka diganti dengaan pidana penjara selama empat (4) tahun;
4. Hukuman tambahan berupa pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama lima (5) tahun sejak Terpidana selesai menjalani hukuman,” ucap Ketua Majelis Hakim Darwanto, SH., MH.
Pasal 12 berbunyi: Dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah);
Huruf a berbunyi: pegawai negeri atau penyelenggaran negara yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya;
Huruf b berbunyi: pegawai negeri atau penyelenggaran negara yang menerima hadiah, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya;
Pasal 12 B ayat (1) berbunyi: Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggaran negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya, dengan ketentuan sebagai berikut :
Huruf a: yang nilainya Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) atau lebih, pembuktian bahwa gratifikasi tersebut bukan merupakan suap dilakukan oleh penerima gratifikasi;
Huruf b: yang nilainya kurang dari Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah), pembuktian bahwa gratifikasi tersebut suap dilakukan oleh penuntut umum.
Ayat (2) berbunyi: Pidana bagi pegawai negeri atau penyelenggaran negara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun, dan pidana denda paling sedikit Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah). Baca juga:
Terbukti Korupsi ‘Jual Beli’ Jabatan, Lima Terdakwa Penyuap Bupati Bangkalan Di Vonis 2 Tahun Penjara - http://www.beritakorupsi.co/2023/05/terbukti-korupsi-jual-beli-jabatan-lima.html
dr. Nunuk Kristiani Direktur RSUD Bangkalan Mengakui Ada Setoran Uang Setiap Bulan Ke Bupati Yaitu Terdakwa R. Abdul Latif Amin Imron - http://www.beritakorupsi.co/2023/05/dr-nunuk-kristiani-direktur-rsud.html
Sidang Korupsi Suap Bupati Bangkalan Terungkap Adanya Aliran Uang Rp1.5 M Ke Jaksa Untuk Mengamankan Mantan Bupati R. Makmun Ibnu Fuad - http://www.beritakorupsi.co/2023/05/sidang-korupsi-suap-bupati-bangkalan.html Ada yang menggelitik dan sekaligus menjadi pertanyaan dalam perkara ini, yaitu terkait pihak-pihak yang memberikan uaang haram kepada Terdakwa KH. R. Abdul Litif Amin Imron Selaku Bupati Bangkalan diantaranya Moawi Arifin (Kadis Perhubungan); Wibowo Suharta (Kadinsos); Anang Yulianto (Kadis DLH); Iskandar Ahadiyat (Kadis Koperasi dan UMKM); Andang Pradana (Kepala BPP); Abdul Kepala (BKAD); Eko Setiawan (Kepala BPPD); dr. Nunuk Kristiani (Direktur RSUD); Ahmad Roniyun Hamid (Sekretaris DPRD).
Dan Mohammad Sodiq salah satu Wartawan yang boleh dibilang punya jabatab dibawah Bupati diatas Kepala Dinas atau setara dengan Sekretaris Daerah (Sekda) sebab Mohammad Sodiq lah yang diminta oleh Terdakwa KH. R. Abdul Litif Amin Imron Selaku Bupati Bangkalan untuk mengatur proses lelang di 12 OPD atau Dinas dan mengumpulkan fee proyek dari para Kontraktor untuk diserahkan ke Terdakwa KH. R. Abdul Litif Amin Imron Selaku Bupati
Pertanyaannya adalah, kalau Terdakwa KH. R. Abdul Litif Amin Imron Selaku Bupati Bangkalan dianggap bersalah dan dihukum dengan pidana penjara selama 9 tahun karena menerima Suap, menerima janji atau hadiah berupa uang yang juga dianggap Suap dan menerima gratifikasi berupa uang hasil jual beli jabatan, setoran para pejabat, setoran rumah sakit maupun fee proyek APBD Kabupaten Bangkalan yang totalnya sebesar Rp9.700.000.000, lalu bagaimana dengan pihak-pihak pemberi uang haram tersebut?
Pertanyaan selanjutnya adalah, kalau penerima suap, hadia atau janji yang dianggap Suap dan menerima gratifikasi yaitu Terdakwa KH. R. Abdul Litif Amin Imron Selaku Bupati Bangkalan
dijerat Pasal 11, 12 a, Pasal 12 b dan atau Pasal 12 B Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Lalu bagaimana dengan pihak-pihak pemberi yang diatur dalam Pasal 5, Pasal 8 dan atau Pasal 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Kalau memang Peberi Suapa dianggap tidak bersalah atau diperboleh seseorang memberi uang, hadiah atau lainnya dan tidak melanggar huukum, mengapa Pasal 5, Pasal 8 dan atau Pasal 13 dalam Undang-Undang Pemberantasan Korupsi tidak dihapus atau dihilangkan saja? Apakah hanya sebagai jebakan Batman yang dilakukan oleh pemerintah melalui aparat penegak hukum diantaranya Komis Pemberantasan Korupsi (KPK), Kejaksaan dan Kepolisian terhadap seseorang Pemberi?
Pasal 5 ayat (1) berbunyi: Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) setiap orang yang :
huruf a. memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya; atau
huruf b. memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara karena atau berhubungan dengan sesuatu yang bertentangan dengan kewajiban, dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatannya.
Pasal 8 berbunyi: Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda sedikit Rp150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah), pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang ditugaskan menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara waktu, dengan sengaja menggelapkan uang atau surat berharga yang disimpan karena jabatannya, atau membiarkan uang atau surat berharga tersebut diambil atau digelapkan oleh orang lain, atau membantu dalam melakukan perbuatan tersebut.
Pasal 13 berbunyi: Setiap orang yang memberi hadiah atau janji kepada pegawai negeri dengan mengingat kekuasaan atau wewenang yang melekat pada jabatan atau kedudukannya, atau oleh pemberi hadiah atau janji dianggap melekat pada jabatan atau kedudukan tersebut, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan atau denda paling banyak 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah). Menanggapi hal ini, JPU KPK Rikhi Benindo Maghaz kepada beritakorupsi.co mengatakan, belum bisa menjawab karena harus melaporkan terlebih dahulu ke pimpinan dan juga mempelajari putusan
“Kami belum bisa menjawab karena harus melaporkan terlebih dahulu ke pimpinan dan juga mempelajari putusan,” kata JPU KPK Rikhi Benindo Maghaz seusai persidangan Selasa, 22 Agustus 2023 pukul 22.05 Wib
Sementara hukuman (Vonis) pidana penjara terhadap Terdakwa KH. R. Abdul Latif Amin Imron selaku Bupati Bangkalan dibacakan oleh Majelis Hakim secara Virtual (Zoom) di ruang sidang Candra Pengadilan Tipikor pada PN Surabaya Jalan Raya Juanda Sidoarjo, Jawa Timur (Selasa, 22 Agusrus 2023 pukul 21.55 Wib) yang diketuai Majelis Hakim Darwanto, SH., MH dengan dibantu 2 Hakim anggota yaitu Fiktor Panjaitan, SH., MH dan Alex Cahyono, SH., MH masing-masing Hakim Ad Hoc serta Panitra Pengganti (PP) Sigit Nugroho, SH yang dihadiri Tim JPU KPK maupun Tim Penasehat Hukum Terdakwa, Suryono Pane, SH., MH dkk serta dihadiri pula oleh Terdakwa melalui Teleconference (Zoom) dari Rutan (rumah tahanan negera) gedung merah putih KPK Jakarta
Dalam putusannya Majelis Hakim mengatakan, bahwa berdasarkan fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan, bahwa Terdakwa Terdakwa R. Abdul Latif Amin Imron terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah menurut hukum melakukan Tindak Pidana Korupsi dakwaan pertama melanggar Pasal 12 huruf a dakwaan pertama, Pasal 12 huruf b dakwaan kedua dan Pasal 12 huruf B dakwaan ketiga jo Pasal 18 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.
“Mengadili: 1. Menyatakan Terdakwa R. Abdul Latif Amin Imron terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah menuruut hukum melakukan Tindak Pidana Korupsi secara bersama-sama dan berlanjut sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 12 huruf a, Pasal 12 huruf b dan Pasal 12 huruf B jo Pasal 18 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 65 ayat (1) KUHP sebagaimana dakwaan pertama, dakwaan kedua dan dakwaan ketiga
2. Menjatuhkan hukuman terhadap Terdakwa R. Abdul Latif Amin Imron dengan pidana penjara selama sembilan (9) tahun dikurangkan selama Terdakwa ditahan dengan perintah agar Terdakwa tetap dalam tahanan
3. Menghukung Terdakwan untuk membayar denda sebesar Rp300.000.000 (tiga ratus juta rupiah) dengan ketntuan apabila Terdakwa tidak membayar maka diganti dengan pidana kurungan selama empat (4) bulan;
3. Menghukum Terdakwa R. Abdul Latif Amin Imron untuk membayar uang pengganti sebesar Rp9.700.000.000 (sembilan miliar tujuh ratus juta rupiah) dengan ketentuan apa bila Terpidana tidak membayar uang pengganti tersebut dalam waktu satu (1) bulan setelah putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap maka harta bendanya dapat disita oleh Jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut. Dan jika Terpidana tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti tersebut maka diganti dengaan pidana penjara selama empat (4) tahun;
4. Hukuman tambahan berupa pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama lima (5) tahun sejak Terpidana selesai menjalani hukuman,” ucap Ketua Majelis Hakim Darwanto, SH., MH.
Atas putusan dari Majelis Hakim tersebut, Terdakwa melalui Penasehat Hukum-nya, Surhoyono Pane maupun JPU KPK mengatakan "pikir-pikir". (Jnt)
Posting Komentar
Tulias alamat email :