#Begitu mudahkah seorang Warga Negara Indonesia (WNI) menyandang gelar pahlawan dan dimakamkan di Taman Makan Pahlawan (TMP)? Lalu bagaimana dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2009 Tentang Gelar (Pasal 4), Tanda Jasa (Pasal 5) dan Tanda Kehormatan (Pasal 6, 7 dan 8) termasuk pemberi Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan dengaan penyeraha oleh Presiden (Pasal 10)? Apakah Undang-Undang ini sudah tidak berlaku?
BERITAKORUPSI.CO -Mantan Narapidana Korupsi 5.6 tahun penjara dan Narapidana Korupsi 7 (tujuh) tahun pejara Eddy Rumpoko mantan Wali Kota Batu periode 2007 - 2012 dan 2012 – 2017 meninggal dunia pada Kamis, 30 November 2023 di Rumah Sakit dr. Kariadi Semarang, Jawa Tengah, dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan (TMP) Kota Batu, Jawa Timur pada Kamis, 30 November 2023. Kabar tersebut diterima Tim beritakorupsi.co dari narasumber yang berada di Kota Batu dan mengikuti prosesi pemakaman
Eddy Rumpoko sedang menjalani hukuman pidana penjara selama 7 (tujuh) tahun di Lapas Krobokan Semarang, Jawa Tengah untuk perkara yang kedua setelah selesai menjalani hukuman pidana penjara selama 5 (lima) tahun dan 6 (enam) bulan untuk perkara yang pertama
“Meninggal di rumah sakit Semarang setelah sempat di rawat beberapa hari karena mengalami diare. Pemakamana di taman makam pahlawan,” kata sumber memalui pesan WhastApp (Kamis, 30 November 2023, pukul 10.09WIB)
Apa alasan atau pertimbangan Pemkot Batu untuk pemakaman Eddy Rumpko di TMP?
Taman Makam Pahlawan Kota Batu |
Namun anehnya, kedua pejabat publik Pemerintah Kota (Pemkot) Batu itu tak bersedia memberikan tanggapan apapun hingga berita ini ditayangkan
Dikutip dari Kompas.com, pertimbangan almarhum dimakamkan di TMP Kota Batu karena dinilai telah berjasa kepada LVRI Kota Batu.
"Pertimbangan LVRI beliau juga berjasa, beliau juga memperhatikan LVRI, mulai dari perhatian kepada penambahan biaya hidup, perumahan, mobil operasional untuk melakukan cek kesehatan, aktivitas LVRI, sampai dengan insentif yang diberikan kepada LVRI," katanya (dikutip dari Kompas.com, Sabtu, 2 Desember 2023)
Dasar hukum pemberian Gelar, Tanda Jasa dan Tanda Kehormatan serta Penyerahannya
Apakah pemberian gelar atau pemakaman seorang warga negara Indonesia (WNI) di Taman Makam Pahwlan sekalipun orang tersebut sedang berstatus narapidana Korupsi seperti yang dilaksanakan kepada almarhum Eddy Rumpko atas usulan dari Legiun Veteran Republik Indonesia (LVRI) Kota Batu karena almarhum Eddy Rumpoko semasa menjabat Walikota Batu periode 2007 - 2012 dan 2012 – 2017 memperhatikan LVRI Kota Batu?
Apakah bentuk bantuan dan atau perhatian almahum Eddy Rumpoko kepada LVRI Kota Batu sebagai pribadi atau masyarakat biasa dengan menggunakan uang pribadi atau sebagai Kepala Daerah (Walikota Batu) dengan menggunakan anggaran APBD?
Lalu bagaimana dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 35 Tahun 2010 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2009 Tentang Gelar (Pasal 4), Tanda Jasa (Pasal 5) dan Tanda Kehormatan (Pasal 6, 7 dan 8) termasuk pemberi Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan oleh Presiden (Pasal 10)? Apakah Undang-Undang ini sudah tidak berlaku?
Pasal 4 ayat (1); Gelar berupa Pahlawan Nasional. Ayat (2); Pemberian Gelar dapat disertai dengan pemberian Tanda Jasa dan/atau Tanda Kehormatan.
Pasal 5 ayat (1); Tanda Jasa berupa Medali. Ayat (2); Tanda Jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas: a. Medali Kepeloporan; b. Medali Kejayaan; dan c. Medali Perdamaian. Ayat (3); Medali sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memiliki derajat sam
Pasal 6 ayat (1); Tanda Kehormatan bempa: a. Bintang; b, Satyalancana; dan c . Samkaryanugraha. Ayat (2) ; Tanda Kehormatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b diberikan kepada perseorangan. Ayat (3); Tanda Kehormatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c diberikan kepada kesatuan, institusi pemerintah, atau organisasi.
Pasal 7 ayat (1); Tanda Kehormatan Bintang sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 6 ayat (1) huruf a terdiri atas Bintang sipil dan Bintang militer. Ayat (2) ; Tanda Kehormatan Bintang sipil terdiri atas: a. Bintang Republik Indonesia; b. Bintang Mahaputera; c. Bintang Jasa; d. Bintang Kemanusiaan; e. Bintang Penegak Demokrasi; f. Bintang Budaya Farama Dharma; dan g. Bintang Bhayangkara. Ayat (3); Tanda Kehormatan Bintang militer terdiri atas: a. Bintang Gerilya; b. Bintang Sakti; c . Bintang Dharma; d. Bintang Yudha Dharma; e. Bintang Kartika Eka Pakqi; f. Bintang Jalasena; dan g. Bintang Swa Bhuwana Paksa.
Pasal 10 ayat (1); Presiden Republik Indonesia sebagai pemberi Gelar, Tanda
Jasa, dan Tanda Kehormatan merupakan pemilik pertama seluruh Tanda Kehormatan Bintang ; Yang menjadi pertanyaan adalah, pemakaman almarhum Eddy Rumpoko di Taman Makam Pahlawan Kota Batu termasuk dalam Pasal berapa Undang-Undang di Nomor 20 Tahun 2009 Tentang Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan?
Di Jawa Timur ada 38 Kabupaten Kota atau Bupati/Walikota. Dari 38 Bupati/Walikota tersebut, 17 diantaranya termasuk almarhum Eddy Rumpoko sudah berstatus mantan Narapidana atau Narapidana dan sedang menjalani hukuman pidana penjara, bahkan masih ada yang dalam proses hukum untuk kedua kalinya
Pertanyaan adalah, kalau hanya berdasarkan usulan tanpa memperhatikan UU No. 20 Tahun 2009, apakah 16 mantan Kepala Daerah (Bupati/Walikota) lainnya boleh menyandang gelar pahlawan dan di makamkan di Taman Makam Pahlwan?
Dilansir dari Wikipedia dan sumber lainnya, Eddy Rumpoko lahir pada tanggal 8 Agustus 1960 di Manado, Sulawesi Utara, putra sulung almarhum Brigjen TNI (Purn) Sugiyono dan Egnie Rumambe Sugiyono
Pada Juni 1983, Eddy Rumpoko menikah dengan Aprilia Sulistyowati di Kantor Urusan Agama (KUA) Ngantang, Kabupaten Malang dengan dikaruniai seorang anak
Pada November 1986, Eddy Rumpoko berpisah dengan Aprilia Sulistyowati sesuai dengan penetapan Pengadilan Agama Kota Malang Nomor PA.m/19/K.a/384/86
Setahun berikutnya, yaitu pada Januari 1987, Eddy Rumpoko menikah dengan Dra. Dewanti Rumpoko, M.Si dan dikarunia 3 orang anak Riwayat pendidikan
• SDK Xaverius Surabaya
• SMP Taman Dewasa Perguruan Taman Siswa Surabaya
• SMA Negeri 5 Malang
Kiprah politik
• Wali Kota Batu tahun 2007 - 2012 dan 2012 – 2017
• Ketua DPC PDIP Kabupaten Malang tahun 2015 - 2020
• Anggota Tim Transisi PSSI tahun 2015
Karier
• Wali kota Kota Batu (2007-2017)
• Pimpinan Umum Harian Suara Indonesia (1985-1990).
• Direktur Utama PT.Jenaka Agung (1995-sekarang).
• Direktur Utama PT.Duta Perkasa Unggul Lestari (2002-sekarang).
• Direktur PT.Tanjung Pura Resort (2004-sekarang).
• Komisaris PT.Karunia Bumi Matahari (2003-sekarang).
• Manager Director PT.Tlogomas Primatama (2006-sekarang).
• Komisaris Utama PT.Ijen Sarana Media (2006-sekarang)
Organisasi
• Ketua DPW Pemuda Pancasila Jawa Timur (1990-1995)
• DPD REI Jatim (1996-2000).
• Ketua Pengda Ikatan Motor Indonesia Jatim (2000-2005).
• Ketua Generasi Muda FKPPI Jatim (1999-2006).
• Kabid Alam dan Lingkungan DPP Pemuda Pancasila (2002-sekarang)
• Pengurus Kadin Jatim 2004-skrg
• Ketua PSSI Kota Batu Periode 2010-skrg
• Wakil Ketua KONI Jatim 2011-skrg
• Ketua Dewan Pembina Yayasan Arema Indonesia (2011-sekarang)
Kasus Korupsi yang menyeret Eddy Rumpoko
I. Kasus Suap OTT KPK
Berawal pada tanggal 16 September 2017 lalu sekitar pukul 12.30 WIB, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan tangkap tangan atau OTT terhadap Eddy Rumpoko menjelang masa jabatannya berakhir sebagai Walikota Batu,
Selain Eddy Rumpoko, KPK jugamengamankan Edi Setiawan selaku Kepala Bagian Unit Layanan Pengadaan (Kabag ULP) Kota Batu dengan menyita barang bukti berupa uang sebesar Rp 95 juta dan Filipus Djab selaku Direktur CV Amarta Wisesa dengan menyita uang sebagai barang bukti sebesar Rp 200 juta yang akan diserahkan ke Walikota Batu Eddy Rumpoko
Saat Filipus Djab, Edi Setiawan dan Eddy Rumpoko di adili di Pengadilan Tipikor pada PN Surabaya, JPU KPK membeberkan perbuatan ke- 3 Terdakwa/Terpidana/mantan Terpidana dengan menunjukkan barang bukti termasuk menghadirkan beberapa saksi, diantaranya Direktur PT Dailbana Prima Indonesia Esther Tedjakusuma, Yunaedi (anggota TNI AD yang menjadi supir pribadi Wali Kota Batu Eddy Rumpoko), Lila Widya Rahajeng (Sekretaris pribadi Wali Kota Batu Eddy Rumpoko), Diah selaku staf di Pemkot Batu dan dari Cabang Dealer Toyota PT Kartika Sari. Dan fakta yang terukap dalam persidangan, bahwa Eddy Rumpoko selaku Walikota Batu tahun 2012 sampai dengan 2017, bersama-sama dengan Edy Setiawan yang menjabat Kepala Bagian Unit Layanan Pengadaan, pada bulan Mei 2016 sampai dengan hari Sabtu tanggal 16 September 2017, bertempat di ruang kerja Walikota Batu di lantai 5 Gedung Balai Kota Among Tani Kota Batu, Jalan Panglima Sudirman Nomor 507 Kota Batu,
Di Hotel Amarta Hills Jalan Abdul Gani Atas Komplek Amarta Hills Kota Batu, serta di rumah dinas Walikota Batu Jalan Panglima Sudirman Nomor 98 Kota Batu, telah melakukan atau turut serta melakukan beberapa perbuatan berlanjut, menerima hadiah atau janji berupa 1 unit mobil merk Toyota New Alphard Nomor Polisi N 507 BZ seharga Rp 1,6 miliar, dan uang sebesar Rp 95 juta serta Rp 200 juta dari Filipus Djab
Pada sekitar tahun 2012, Terdakwa Eddy Rumpoko berkenalan dengan Fiilipus Djab, seorang pengusaha yang sedang mengurus ijin mendirikan Hotel miliknya, yakni Hotel Amarta Hills di Kota Batu.
Dan Filipus Djab pun mejadi rekanan di Kota Batu yang mengikuti beberapa proyek pengadaan Meubelair dan seragam kantor Pemkot Batu menggunakan CV Amarta Wisesa miliknya dan PT Dailbana Prima Indonesia milik istrinya, Esther Tedjakusuma (dalam persidangan ternyata Esther Tedjakusuma bukan istri Filipus Djab namun tinggal serumah bertahun-tahun).
Pada Mei 2016, terdakwa Eddy Rumpoko ingin memiliki mobil mewah merek Toyota Alphard seri terbaru untuk dipergunakan melayani tamunya yang berkunjung ke Kota Batu. Untuk mewujudkan keinginannya itu, terdakwa Eddy Rumpoko memanggil Filipus Djab ke ruang kerjanya di lantai 5 Gedung Balai Kota Among Tani Kota Batu, dan menyampaikan agar Filipus Djab membayar terlebih dahulu pembelian mobil Toyota Alphard tersebut yang harganya Rp1.600.000.000, dan sebagai gantinya Eddy Rumpoko akan memberikan proyek-proyek atau paket pekerjaan yang didanani dari APBD Kota Batu, dan permintaan itupun disanggupi oleh Filipus Djab.
Pada tanggal 17 Mei 2016, terdakwa memanggil Filipus Djab dan Haryanto Iskandar selaku Kepala Cabang Dealer Toyota PT Kartika Sari untuk datang ke ruang kerjanya guna membicarakan type-type terbaru kendaraan Toyota Alphard.
Dari pertemuan dan pembicaraan ketiganya, kemudian memutuskan untuk memilih Toyota New Alphard type 3.5 Q A/T Tahun 2016 warna hitam dengan harga yang disepakati Rp 1,6 miliar. Dan saa itu juga, terdakwa menyampaikan kepada Hariyanto Iskandar, bahwa yang akan membayar adalah Filipus Djab.
Beberapa hari kemudian, Filipus Djab melunasi pembayaran harga mobil kepada Dealer Toyota PT Kartika Sari dengan cara dua kali angsuran, pertama pada tanggal 19 Mei 2016 sebesar Rp 300 juta, dan kedua tanggal 3 Juni 2016 sebesar Rp 1,3 milliar.
Dan pada tanggal 20 Mei 2016, terdakwa memerintahkan Haryanto Iskandar agar nama pemilik dalam STNK dan BPKB mobil tersebut dibuat atas nama perusahaan PT Duta Perkasa Unggul Lestari (PT DPUL), karena terdakwa Eddy Rumpoko ternyata mantan orang PT DPUL Ket. Foto dalam sidang adalah salah saki yaitu Founder Jatim Theme Park Paul Sastro Sendjojo
Kemudian pada tanggal 21 Mei 2016, Yunedi yang merupakan sopir pribadi terdakwa sejak tahun 2008 yang juga anggota TNI AD yang masih aktif itu, lalu mengambil mobil tersebut dari dealer Toyota PT Kartika Sari membawa ke rumah dinas Wali Kota Batu (dalam fakta persidangan, Yunedi ikut menandatangani dokumen pengambilan mobil di daeler. Dan besoknya mobil tersebut digunakan untuk mengantarkan Megawati Soekarno Putri ke Blitar dengan membuat Nomor Polisi palsu N 507 BZ).
Pada pertengahan Mei 2016, di ruang rapat Walikota Batu, Eddy Rumpoko memperkenalkan Filipus Djab kepada Edi Setiawan yang saat itu menjabat sebagai Kepala Sub Bidang Pengadaan dan Distribusi Aset Badan Keuangan Daerah (BKD) Kota Batu sekaligus merangkap sebagai Sekretaris Unit Layanan Pengadaan (ULP) dengan mengatakan, “Ed, Ini teman saya, dan Dia sebagai pemenang lelang Pekerjaan Meubelair, kamu pandu atau arahkan agar pekerjaannya bagus, yang kemudian dijawab oleh Edi Setiawan, siap.,” kata JPU KPK menirukan.
Sejak pembelian mobil tersebut, PT Dailbana Prima Indonesia dan CV Amarta Wisesa memenangkan 7 proyek pengadaan di Pemkot Batu, antara lain di Dinas pendidikan, pengadaan batik siswa SD dengan pagu anggaran Rp1.204.740.000 dengan nilai penawaran Rp1.170.505.000 pemenang CV Amarta Wisesa,; 2. Pengadaan Batik untuk siswa SMP dengan pagu anggaran Rp632.100.000, nilai penawaran Rp614.190.000 pemenang lelang CV Amarta Wisesa,; 3. Dinas Pendidikan pengadaan batik untuk siswa SMA/SMK dengan pagu anggaran Rp657.370.000, nilai penawaran Rp640.466.000 pemenang CV Amarta Wisesa,;
Ke 4. Di BPKAD pengadaan mebeleur berupa meja dan kursi dengan pagu anggaran Rp5.010.755.000, nilai penawaran Rp4.929.404.000 pemenang PT Dailbana Prima Indonesai,; 5. Di Dinas Pendidikan pengadaan Almari Sudut BacaSDN dengan pagu anggaran Rp2.125.000.000 nilai penawaran Rp2.033.570.000 pemenang CV Amarta Wisesa,;
Dan 6. Di Dinas Pendidikan Belanja seragam bawahan SMA/MA/SMK dengan pagu anggaran Rp852.372.500 nilai penawaran Rp851.919.500 pemenang CV Amarta Wisesa, dan ke- 7 di Dinas Pendidikan Belanja seragam bawahan SMP/MTs dengan pagu anggaran Rp728.612.500 nilai penawaran Rp710.066.000 pemenang CV Amarta Wisesa
Pada bulan April 2017, Edi Setiawan dan Filipus Djab mengadakan pertemuan diruang kerja Edi Setiawan sebelum proses lelang pengadaan dimulai. Dalam pertemuan tersbut, Filipus menyampaikan akan mengikuti lelang dengan memakai PT Dailbana Prima Indonesia dan CV Amarta Wisesa. Selain itu, Filipus Djab juga menyampaikan kepada terdakwa Eddy Rumpoko, bagaimana cara pelunasan mobil Toyota Alphard. Yang dijawab oleh Eddy Rumpoko, bahwa pelunasan mobil sebesar Rp 650 juta, akan diselesaikan dengan pengadaan TA 2017.
Pada tanggal 23 Mei 2017, setelah Edi Setiawan diangkat menjadi Kepala Bagian Layanan Pengadaan Pemkot Batu lalu menindaklanjuti perintah terdakwa Eddy Rumpoko dengan cara melakukan pembicaraan dengan Filipus Djab, untuk membantu pekerjaan dalam memenangkan lelang pengadaan barang di Pemkot Batu TA 2017, sekaligus membicarakan fee yang harus diberikan kepada terdakwa Eddy Rumpoko sebesar 10 persen, dan untuk Edi Setiawan sebesar 2 persen dari nilai kontrak.
Pada tanggal 23 Agustus 2017 bertempat di kedai roti di Bandara Abdul Rahman Saleh Malang, terdakwa Eddy Rumpoko bertemu dengan Filipus Djap yang menanyakan kepada terdakwa Eddy Rumpoko, “Pak, untuk fee meubeler ini mau dipotong untuk Si Hitam berapa, Bapak berkenan tunai berapa ?”.
Yang di jawab oleh terdakwa Eddy Rumpoko, “Udah, Edi Setiawan yang atur”. Selanjutnya, sekitar pukul 13.00 WIB, Filipus Djab menghubungi Edi Setiawan untuk membicarakan penyerahan fee 10 persen dari nilai kontrak pekerjaan pengadaan meubelair sebesar Rp500 juta Dalam pembicaraan tersebut, disampaikan bahwa dari fee Rp500 juta akan diperhitungkan Rp300 juta yang sudah dikelaurkan Filipus Dajb untuk pembayaran Si Hitam.
Sehingga sisa kekuragan Rp650 juta setelah dikurangi Rp300 juta menjadi Rp350 juta, dan akan diperhitungkan dari pengadaan lainnya pada tahun anggaran 2017 yang dikerjakan oleh Filipus Djap.
Selanjutnya sisa uang sejumlah Rp200 juta diminta oleh terdakwa Eddy Rumpoko untuk diberikan secara tunai, dan Rp100 juta untuk Edi Setiawan sebagai fee 2 persen yang dijanjikan.
Pada tanggal 24 Agustus 2017 sekitar pukul 10.00 WIB, terdakwa Eddy Rumpoko menghubungi Filipus Djab dan menyampaikan pesan agar tidak melakukan transaksi terlebih dahulu karena sedang dipantau oleh tim Saber Pungli dan Komisi Pemberantasan Korupsi. Selain itu, terdakwa berpesan agar Filipus Djab mengingatkan Edi Setiawan terkait hal tersebut.
Pada siang harinya di tanggal 24 Agustus 2017, Filipus Djab dan Edi Setiawan mengadakan pertemuan di rumah makan Java Nine Malang dan menyepakati untuk menggunakan kata sandi undangan untuk uang, Atas untuk mengganti Hotel Amartha Hills, bawah untuk Cafe Java Nani dan Si Hitam untuk mobil Alphard, untuk digunakan dalam setiap komunikasi. Atas saran terdakwa, menunjuk Edi Setiawan sebagai orang tengah yang menjembatani komunikasi antara terdakwa dan Filipus Djap.
Pada tanggal 15 September 2017, setelah pembayaran pekerjaan meubelair masuk ke rekening BRI atas nama PT Dailbana Prima Indonesia sebesar Rp4.714.850.250 dari BKAD Kota Batu sekitar pukul 13.49 WIB, terdakwa dihubungi oleh Filipus Djab, yang menyampaikan “Oh Pak, besok saya mau ngantar undangan. Yang dijawab oleh terdakwa, “iya iya saya tunggu ya”. Kemudian dijawab Filipus Djap “he he he. saya kontak Bapak besok ya”. Dan dijawab oleh terdakwa “Nggeh maturnuwun”,” kata JPU KPK menirukannya. Masih di hari yang sama sekitar pukul 13. 59 WIB, Filipus Djap menghubungi Edi Setiawan, mengajak bertemu di atas (hotel) untuk menyerahkan undangan (uang). Selain itu Filipus Djap juga menyampaikan, sudah menghubungi terdakwa Eddy Rumpoko akan memberikan undangan secara langsung.
Sabtu tanggal 16 September 2017 sekitar pukul 10.14 WIB, Filipus Djap menelepon Edi Setiawan meminta untuk mengecek keberadaan terdakwa Eddy Rumpoko. Atas permintaan tersebut, selanjutnya Edi Setiawan menghubungi Lila Widya Rahajeng, sekretaris pribadi terdakwa Eddy Rumpoko dengan menggunakan aplikasi WhatsApp untuk mempertanyakan keberadaan terdakwa.
Menurut Lila Widya Rahajeng, bahwa terdakwa berada di rumah dinas, dan selanjutnya Edy Setiawan menyampaikan informasi tersebut kepada Filipus Djap
Di hari yang sama sekitar pukul 11.00 WIB, Filipus Djab menghubungi Edi Setiawan untuk bertemu di atas.
Selanjutnya, sekitar pukul 11.29 WIB, Filipus Djab menghubungi terdakwa Eddy Rumpoko dan menanyakkan apakah di rumah atau tidak, yang dijawab oleh terdakwa Eddy Rumpoko “di rumah belum mandi, belum makan”.
Lalu Filipus Djab menyampaikan ingin bertemu 4 mata terlebih dahulu karena akan menyampaikan undangan, yang dijawab oleh terdakwa Eddy Rumpoko, “ya, ya, ya pak”.
Tanggal 16 September 2017 Sekitar pukul 12.30 WIB, Filipus Djab bertemu dengan Edi Setiawan di halam parkir Hotel Amarta Hills, lalu sekitar pukul 12.45 WIB, Filipus Djap menyerahkan paper bag BRI prioritas berisi uang sebesar Rp95 juta, sambil mengatakan ini titipannya.
Setelah menyerahkan uang kepada Edi Setiawan, Filipus Djap kemudian pergi ke rumah dinas Walikota Batu di Jalan Panglima Sudirman Nomor 98 Kota Batu dengan membawa paper bag BRI prioritas yang berisi uang sebesar Rp200 juta untuk diserahkan langsung terhadap Eddy Rumpoko, dan sesampainya di rumah dinas Wali Kota Batu saat itu langsung diamankan oleh KPK
Dalam kasus ini, Terdakwa Eddy Rumpoko dinyatakan bersalah menurut hukum melakukan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 11 UU RI Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU RI Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP juncto pasal 64 ayat (1) KUHAP.
Terdakwa Eddy Rumpoko pun dijatuhi hukuman pidana penjara selama 3 (tiga) tahun dan denda sebesar Rp 300 juta subsider pidana kurungan selama 3 (tiga) bulan dan pencabutan hak untuk dipilih dan memili dalam jabatan publik selama 3 (tiga) tahun. sedangkan tuntutan JPU KPK adalah penjara 8 (delapan) tahun
Sedangkan barang bukti berupa satu unit mobil Toyota New Alphard type 3.5 Q A/T Tahun 2016 warna hitam dan uang sebesar Rp 295 juta dirampas untuk negara.
Hingga akhirnya Terdakwa Eddy Rumpoko di hukum pidana penjara selama 5 (lima) tahun dan 6 (enam) bulan oleh Mahkamah Agung RI setelah JPU KPK melakukan upaya Kasasi. Eddy Rumpoko pun dipindah dari Lapas Sidoarjo ke Lapas Krobokan Semarang, Jawa Tengah.
Walau sebahagian masyarakat Kota Batu mengatakan bahwa kasus Tangkap Tangan yang dilakukan KPK terhadap Wali Kota Batu Eddy Rumpoko adalah rekayasa. Dan andai saja Eddy Rumpoko bebas, maka issu yang beredar di masyarakat Kota Batu bisa jadi ada benarnya.
Namun kenyataannya, Hakim Agung pada Mahkamah Agung Republik Indonesia mengatakan bahwa Eddy Rumpoko terbukti bersalah melakukan Tindak Pidana Korupsi dan di Vonis pidana penjara selama 5 (lima) tahun dan 6 (enam) bulan. Dan upaya hukum Peninjauan Kembali (PK) yang dilakukan Terdakwa Eddy Rumpoko pun ditolak. Masihkah dianggap ada rekayasa???
II. Kasus Korupsi Gratifikasi sebesar Rp45.923.231.400
Kasus perkara yang menyeret Eddy Rumpoko selaku Walikota Batu untuk yang kedua kalinya adalah Korupsi Gratifikasi sebesar Rp45.923.231.400 sebagai pengembangan dari kasus perkara yang pertama yaitu Korupsi suap OTT Tanggal 16 September 2017 Sekitar pukul 12.30 WIB
Dalam kasus ini, Eddy Rumpoko dijerat Pasal 12 huruf B UU RI Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU RI Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 64 ayat (1) KUHAPidana
Dalam fakta yang terungkap dalam persidangan, duit ‘haram’ sebesar Rp45.923.231.400 ini adalah berasal dari beberapa pengusaha di Kota Batu dan Malang, diantranya Paul Sastro Sendjojo selaku Pendiri atau Founder Jatim Theme Park sebesar Rp3.1 M (1 miliar rupiah sudah dikembalikan);
Dari Arif Setiodo pemilik CV. Kalifa Muda yang juga adik ipar Terdakwa Eddy Rumpoko sebesar Rp2.380 M; H. Moh. Zaini Ilyas (Pengusaha Kontraktor) sebesar Rp8.1 M; Yusuf, ST (Pengusaha Kontraktor) sebesar Rp2.2 M; Ferryanto Tjokro (Pengusaha Kontraktor) sebesar Rp3.520 M; Iwan Budianto (Direktur dan pemegang Saham PT Agit Perkasa, Direktur PT Arema Aremania, Direktur PT. Duta Perkasa Unggul Lestari, Direktur PT. Lembu Nusantara Jaya dan CV Bimasakti) sebesar Rp4.75 M serta beberapa pihak lainnya.
Sebahagian duit itu dipergunakan untuk keperluan kampanye istri Eddy Romopok, Dewanti Rompoko yaitu pada bulan Juli 2015, uang senilai Rp100 untuk membeli Kaos dan bulan Nopember 2015, Eddy Rumpoko memerintahkan H. Moh. Zaini Ilyas untuk membayar transportasi kampanye Dewanti Rompko sebesar Rp500 juta serta pada tahun 2016, Eddy Rompoko meminta uang sebesar Rp500 juta kepada H. Moh. Zaini Ilyas dan duit itu diberikan kepada istrinya, Dewanti Rumpoko
Pada Kamis, 19 Mei 2022, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor pada PN Surabaya dalam putusannya mengatakan, bahwa perbuatan Eddy Rumpoko selaku Wali Kota Batu sebagaimana diancam pidana dalam Pasal 12 huruf B Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Junckto Pasal 64 ayat (1) KUHP
Karena terbukti bersalah, Majelis Hakim pun menjatuhkan hukuman terhadap Eddy Rumpoko dengan pidana penjara selama 7 (tujuh) tahun denda sebesar Rp500.000.000 subsider pidana kurungan selama 6 (enam) bulan
Selain itu, Eddy Rumpoko pun dihukum untuk membayar uang pengganti sebesar Rp45.923.231.400 (empat puluh lima miliar sembilan ratus dua puluh tiga juta dua ratus tiga puluh satu ribu empat ratus rupiah) subsider pidana penjara selama 3 (tahun) tahun
Berharap bisa bebas dalam perkara yang kedua ini, Eddy Rumpoko melakukan upaya hukum Peninjauan Kembali (PK) namun gagal alias ditolak oleh Hakim Agung pada Mahkamah Agung Republik Indonesia. (C1/Jn)
Pada pertengahan Mei 2016, di ruang rapat Walikota Batu, Eddy Rumpoko memperkenalkan Filipus Djab kepada Edi Setiawan yang saat itu menjabat sebagai Kepala Sub Bidang Pengadaan dan Distribusi Aset Badan Keuangan Daerah (BKD) Kota Batu sekaligus merangkap sebagai Sekretaris Unit Layanan Pengadaan (ULP) dengan mengatakan, “Ed, Ini teman saya, dan Dia sebagai pemenang lelang Pekerjaan Meubelair, kamu pandu atau arahkan agar pekerjaannya bagus, yang kemudian dijawab oleh Edi Setiawan, siap.,” kata JPU KPK menirukan.
Sejak pembelian mobil tersebut, PT Dailbana Prima Indonesia dan CV Amarta Wisesa memenangkan 7 proyek pengadaan di Pemkot Batu, antara lain di Dinas pendidikan, pengadaan batik siswa SD dengan pagu anggaran Rp1.204.740.000 dengan nilai penawaran Rp1.170.505.000 pemenang CV Amarta Wisesa,; 2. Pengadaan Batik untuk siswa SMP dengan pagu anggaran Rp632.100.000, nilai penawaran Rp614.190.000 pemenang lelang CV Amarta Wisesa,; 3. Dinas Pendidikan pengadaan batik untuk siswa SMA/SMK dengan pagu anggaran Rp657.370.000, nilai penawaran Rp640.466.000 pemenang CV Amarta Wisesa,;
Ke 4. Di BPKAD pengadaan mebeleur berupa meja dan kursi dengan pagu anggaran Rp5.010.755.000, nilai penawaran Rp4.929.404.000 pemenang PT Dailbana Prima Indonesai,; 5. Di Dinas Pendidikan pengadaan Almari Sudut BacaSDN dengan pagu anggaran Rp2.125.000.000 nilai penawaran Rp2.033.570.000 pemenang CV Amarta Wisesa,;
Dan 6. Di Dinas Pendidikan Belanja seragam bawahan SMA/MA/SMK dengan pagu anggaran Rp852.372.500 nilai penawaran Rp851.919.500 pemenang CV Amarta Wisesa, dan ke- 7 di Dinas Pendidikan Belanja seragam bawahan SMP/MTs dengan pagu anggaran Rp728.612.500 nilai penawaran Rp710.066.000 pemenang CV Amarta Wisesa
Salah satu aset milik Eddy Rumpoko di Kota Batu yang sudaah disita KPK |
Pada tanggal 23 Mei 2017, setelah Edi Setiawan diangkat menjadi Kepala Bagian Layanan Pengadaan Pemkot Batu lalu menindaklanjuti perintah terdakwa Eddy Rumpoko dengan cara melakukan pembicaraan dengan Filipus Djab, untuk membantu pekerjaan dalam memenangkan lelang pengadaan barang di Pemkot Batu TA 2017, sekaligus membicarakan fee yang harus diberikan kepada terdakwa Eddy Rumpoko sebesar 10 persen, dan untuk Edi Setiawan sebesar 2 persen dari nilai kontrak.
Pada tanggal 23 Agustus 2017 bertempat di kedai roti di Bandara Abdul Rahman Saleh Malang, terdakwa Eddy Rumpoko bertemu dengan Filipus Djap yang menanyakan kepada terdakwa Eddy Rumpoko, “Pak, untuk fee meubeler ini mau dipotong untuk Si Hitam berapa, Bapak berkenan tunai berapa ?”.
Yang di jawab oleh terdakwa Eddy Rumpoko, “Udah, Edi Setiawan yang atur”. Selanjutnya, sekitar pukul 13.00 WIB, Filipus Djab menghubungi Edi Setiawan untuk membicarakan penyerahan fee 10 persen dari nilai kontrak pekerjaan pengadaan meubelair sebesar Rp500 juta Dalam pembicaraan tersebut, disampaikan bahwa dari fee Rp500 juta akan diperhitungkan Rp300 juta yang sudah dikelaurkan Filipus Dajb untuk pembayaran Si Hitam.
Sehingga sisa kekuragan Rp650 juta setelah dikurangi Rp300 juta menjadi Rp350 juta, dan akan diperhitungkan dari pengadaan lainnya pada tahun anggaran 2017 yang dikerjakan oleh Filipus Djap.
Selanjutnya sisa uang sejumlah Rp200 juta diminta oleh terdakwa Eddy Rumpoko untuk diberikan secara tunai, dan Rp100 juta untuk Edi Setiawan sebagai fee 2 persen yang dijanjikan.
Pada tanggal 24 Agustus 2017 sekitar pukul 10.00 WIB, terdakwa Eddy Rumpoko menghubungi Filipus Djab dan menyampaikan pesan agar tidak melakukan transaksi terlebih dahulu karena sedang dipantau oleh tim Saber Pungli dan Komisi Pemberantasan Korupsi. Selain itu, terdakwa berpesan agar Filipus Djab mengingatkan Edi Setiawan terkait hal tersebut.
Pada siang harinya di tanggal 24 Agustus 2017, Filipus Djab dan Edi Setiawan mengadakan pertemuan di rumah makan Java Nine Malang dan menyepakati untuk menggunakan kata sandi undangan untuk uang, Atas untuk mengganti Hotel Amartha Hills, bawah untuk Cafe Java Nani dan Si Hitam untuk mobil Alphard, untuk digunakan dalam setiap komunikasi. Atas saran terdakwa, menunjuk Edi Setiawan sebagai orang tengah yang menjembatani komunikasi antara terdakwa dan Filipus Djap.
Pada tanggal 15 September 2017, setelah pembayaran pekerjaan meubelair masuk ke rekening BRI atas nama PT Dailbana Prima Indonesia sebesar Rp4.714.850.250 dari BKAD Kota Batu sekitar pukul 13.49 WIB, terdakwa dihubungi oleh Filipus Djab, yang menyampaikan “Oh Pak, besok saya mau ngantar undangan. Yang dijawab oleh terdakwa, “iya iya saya tunggu ya”. Kemudian dijawab Filipus Djap “he he he. saya kontak Bapak besok ya”. Dan dijawab oleh terdakwa “Nggeh maturnuwun”,” kata JPU KPK menirukannya. Masih di hari yang sama sekitar pukul 13. 59 WIB, Filipus Djap menghubungi Edi Setiawan, mengajak bertemu di atas (hotel) untuk menyerahkan undangan (uang). Selain itu Filipus Djap juga menyampaikan, sudah menghubungi terdakwa Eddy Rumpoko akan memberikan undangan secara langsung.
Sabtu tanggal 16 September 2017 sekitar pukul 10.14 WIB, Filipus Djap menelepon Edi Setiawan meminta untuk mengecek keberadaan terdakwa Eddy Rumpoko. Atas permintaan tersebut, selanjutnya Edi Setiawan menghubungi Lila Widya Rahajeng, sekretaris pribadi terdakwa Eddy Rumpoko dengan menggunakan aplikasi WhatsApp untuk mempertanyakan keberadaan terdakwa.
Menurut Lila Widya Rahajeng, bahwa terdakwa berada di rumah dinas, dan selanjutnya Edy Setiawan menyampaikan informasi tersebut kepada Filipus Djap
Di hari yang sama sekitar pukul 11.00 WIB, Filipus Djab menghubungi Edi Setiawan untuk bertemu di atas.
Selanjutnya, sekitar pukul 11.29 WIB, Filipus Djab menghubungi terdakwa Eddy Rumpoko dan menanyakkan apakah di rumah atau tidak, yang dijawab oleh terdakwa Eddy Rumpoko “di rumah belum mandi, belum makan”.
Lalu Filipus Djab menyampaikan ingin bertemu 4 mata terlebih dahulu karena akan menyampaikan undangan, yang dijawab oleh terdakwa Eddy Rumpoko, “ya, ya, ya pak”.
Tanggal 16 September 2017 Sekitar pukul 12.30 WIB, Filipus Djab bertemu dengan Edi Setiawan di halam parkir Hotel Amarta Hills, lalu sekitar pukul 12.45 WIB, Filipus Djap menyerahkan paper bag BRI prioritas berisi uang sebesar Rp95 juta, sambil mengatakan ini titipannya.
Setelah menyerahkan uang kepada Edi Setiawan, Filipus Djap kemudian pergi ke rumah dinas Walikota Batu di Jalan Panglima Sudirman Nomor 98 Kota Batu dengan membawa paper bag BRI prioritas yang berisi uang sebesar Rp200 juta untuk diserahkan langsung terhadap Eddy Rumpoko, dan sesampainya di rumah dinas Wali Kota Batu saat itu langsung diamankan oleh KPK
Dalam kasus ini, Terdakwa Eddy Rumpoko dinyatakan bersalah menurut hukum melakukan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 11 UU RI Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU RI Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP juncto pasal 64 ayat (1) KUHAP.
Terdakwa Eddy Rumpoko pun dijatuhi hukuman pidana penjara selama 3 (tiga) tahun dan denda sebesar Rp 300 juta subsider pidana kurungan selama 3 (tiga) bulan dan pencabutan hak untuk dipilih dan memili dalam jabatan publik selama 3 (tiga) tahun. sedangkan tuntutan JPU KPK adalah penjara 8 (delapan) tahun
Sedangkan barang bukti berupa satu unit mobil Toyota New Alphard type 3.5 Q A/T Tahun 2016 warna hitam dan uang sebesar Rp 295 juta dirampas untuk negara.
Hingga akhirnya Terdakwa Eddy Rumpoko di hukum pidana penjara selama 5 (lima) tahun dan 6 (enam) bulan oleh Mahkamah Agung RI setelah JPU KPK melakukan upaya Kasasi. Eddy Rumpoko pun dipindah dari Lapas Sidoarjo ke Lapas Krobokan Semarang, Jawa Tengah.
Walau sebahagian masyarakat Kota Batu mengatakan bahwa kasus Tangkap Tangan yang dilakukan KPK terhadap Wali Kota Batu Eddy Rumpoko adalah rekayasa. Dan andai saja Eddy Rumpoko bebas, maka issu yang beredar di masyarakat Kota Batu bisa jadi ada benarnya.
Namun kenyataannya, Hakim Agung pada Mahkamah Agung Republik Indonesia mengatakan bahwa Eddy Rumpoko terbukti bersalah melakukan Tindak Pidana Korupsi dan di Vonis pidana penjara selama 5 (lima) tahun dan 6 (enam) bulan. Dan upaya hukum Peninjauan Kembali (PK) yang dilakukan Terdakwa Eddy Rumpoko pun ditolak. Masihkah dianggap ada rekayasa???
II. Kasus Korupsi Gratifikasi sebesar Rp45.923.231.400
Kasus perkara yang menyeret Eddy Rumpoko selaku Walikota Batu untuk yang kedua kalinya adalah Korupsi Gratifikasi sebesar Rp45.923.231.400 sebagai pengembangan dari kasus perkara yang pertama yaitu Korupsi suap OTT Tanggal 16 September 2017 Sekitar pukul 12.30 WIB
Dalam kasus ini, Eddy Rumpoko dijerat Pasal 12 huruf B UU RI Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU RI Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 64 ayat (1) KUHAPidana
Dalam fakta yang terungkap dalam persidangan, duit ‘haram’ sebesar Rp45.923.231.400 ini adalah berasal dari beberapa pengusaha di Kota Batu dan Malang, diantranya Paul Sastro Sendjojo selaku Pendiri atau Founder Jatim Theme Park sebesar Rp3.1 M (1 miliar rupiah sudah dikembalikan);
Dari Arif Setiodo pemilik CV. Kalifa Muda yang juga adik ipar Terdakwa Eddy Rumpoko sebesar Rp2.380 M; H. Moh. Zaini Ilyas (Pengusaha Kontraktor) sebesar Rp8.1 M; Yusuf, ST (Pengusaha Kontraktor) sebesar Rp2.2 M; Ferryanto Tjokro (Pengusaha Kontraktor) sebesar Rp3.520 M; Iwan Budianto (Direktur dan pemegang Saham PT Agit Perkasa, Direktur PT Arema Aremania, Direktur PT. Duta Perkasa Unggul Lestari, Direktur PT. Lembu Nusantara Jaya dan CV Bimasakti) sebesar Rp4.75 M serta beberapa pihak lainnya.
Sebahagian duit itu dipergunakan untuk keperluan kampanye istri Eddy Romopok, Dewanti Rompoko yaitu pada bulan Juli 2015, uang senilai Rp100 untuk membeli Kaos dan bulan Nopember 2015, Eddy Rumpoko memerintahkan H. Moh. Zaini Ilyas untuk membayar transportasi kampanye Dewanti Rompko sebesar Rp500 juta serta pada tahun 2016, Eddy Rompoko meminta uang sebesar Rp500 juta kepada H. Moh. Zaini Ilyas dan duit itu diberikan kepada istrinya, Dewanti Rumpoko
Pada Kamis, 19 Mei 2022, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor pada PN Surabaya dalam putusannya mengatakan, bahwa perbuatan Eddy Rumpoko selaku Wali Kota Batu sebagaimana diancam pidana dalam Pasal 12 huruf B Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Junckto Pasal 64 ayat (1) KUHP
Karena terbukti bersalah, Majelis Hakim pun menjatuhkan hukuman terhadap Eddy Rumpoko dengan pidana penjara selama 7 (tujuh) tahun denda sebesar Rp500.000.000 subsider pidana kurungan selama 6 (enam) bulan
Selain itu, Eddy Rumpoko pun dihukum untuk membayar uang pengganti sebesar Rp45.923.231.400 (empat puluh lima miliar sembilan ratus dua puluh tiga juta dua ratus tiga puluh satu ribu empat ratus rupiah) subsider pidana penjara selama 3 (tahun) tahun
Berharap bisa bebas dalam perkara yang kedua ini, Eddy Rumpoko melakukan upaya hukum Peninjauan Kembali (PK) namun gagal alias ditolak oleh Hakim Agung pada Mahkamah Agung Republik Indonesia. (C1/Jn)
Posting Komentar
Tulias alamat email :