“Putusan Majelis Hakim “membingungkan”, sebab dikatakan tidak ada yang dirugikan tetapi Majelis Hakim mengatakan bahwa Terdakwa Terbukti Korupsi dan duit dibagi-bagi termasuk ke warga di RW 01 dan RW 02 Kelurahan Babatan, Kecamatan Wiyung, Surabaya maing-masing sebesar Rp2.5 juta”
BERITAKORUPSI.co -Mungkin untuk yang pertama di Pengadilan Tipikor pada PN Surabaya, Majelis Hakim memutus (Vonis) sidang perkara Tindak Pidana Korupsi penjualan aset Pemkot Surabaya berupa Waduk Persil 39 seluas 11.000 m2 (bagian dari Waduk seluas + 20.200 m2) di Jalan Raya Babatan-Unesa, Kelurahan Babatan, Kecamatan Wiyung, Surabaya tanpa ada kerugian negara atau tidak ada yang dirugikan, namun 2 (dua) Terdakwa jatuhi hukuman pidana penjara yang berbeda
Kedua Terdakwa itu adalah Suismanto selaku Ketua Panitia Pelepasan Tanah Waduk Babatan Surabaya yang juga Ketua RW 02 Kelurahan Babatan, Kecamatan Wiyung, Surabaya tahun 2003, dan Dulali selaku Ketua Panitia Pelepasan Tanah Waduk Babatan Surabaya (tahap selanjutnya)
Terdakwa Suismanto dijatuhi hukuman pidana penjara selama 2 (dua) tahun dan 6 bulan dan denda Rp500 juta subsider 3 (tiga) bulan kurungan. Sedangkan Terdakwa Dulali dihukum pidana penjara selama 2 (dua) tahun dan denda Rp500 juta subsider 3 (tiga) bulan kurungan
Majelis Hakim mengatakan, bahwa Terdakwa Suismanto (dan Terdakwa Dulali, berkas perkara penuntutan terpisah) terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan Tindak Pidana Korupsi secara bersama-sama sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal Pasal 3 Jo. Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor : 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang RI Nomor : 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang RI Nomor : 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP
Pasal 3 berbunyi : Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan atau denda paling sedikit Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah) Anehnya, Majelis Hakim mengatakan bahwa Terdakwa Suismanto dan Terdakwa Dulali terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan Tindak Pidana Korupsi secara bersama-sama. Yang lebih anehnya lagi adalah, Majelis Hakim mengatakan tidak ada yang dirugikan baik Pemkot Surabaya ataupun pihak lain, karena Waduk di Jalan Raya Babatan-Unesa, Kelurahan Babatan, Kecamatan Wiyung, Surabaya sudah ada secara alami sejak tahun 1940 an.
Disisi lain, penyidik Kejaksaan Tinggi Jawa Timur (Kejati Jatim) yang menggandeng BPKP menyebutkan, penjualan Waduk Persil 39 seluas 11.000 m2 yang berlokasi di Jalan Raya Babatan-Unesa, Kelurahan Babatan, Kecamatan Wiyung, Surabaya ada kerugian keuangan negara sebesar Rp5,5 miliar dan kemudian menetapkan Suismanto dan Dulali sebagai Tersangka
Pertanyaannya adalah, kalau tidak ada kerugian negara atau tidak ada yang dirugikan, lalu apakah kasus ini hanya untuk memenjarakan Terdakwa Suismanto dan Terdakwa Dulali agar Pemkot Surabaya dapat mengambil alih Waduk Persil 39 seluas 11.000 m2 (bagian dari Waduk seluas + 20.200 m2) yang berlokasi di Jalan Raya Babatan-Unesa, Kelurahan Babatan, Kecamatan Wiyung, Surabaya ?
Menurut Muhammad Basir, salah satu dari Tim Penasehat Hukum Terdakwa Suismianto seusai persidangan (Senin, 01 April 2024) menjelaskan kepada beritakorupsi.co, beberapa tahun lalu sebelum kasus ini ditangani penyidik Kejaksaan Tinggi Jawa Timur (Kejati Jatim) dan kemudian diadili di Pengadilan Tipikor pada PN Surabaya, Pemkot Surabaya sudah menggugat Suismanto dan Dulali dalam perkaara perdata. Namun hasilnya, Pemkot Surabaya kalah hingga putuan PK (Peninjauan Kembali) ke Mahkamah Agung RI Dalam putusan PK, bahwa Waduk Persil 39 seluas 11.000 m2 yang berlokasi di Jalan Raya Babatan-Unesa, Kelurahan Babatan, Kecamatan Wiyung, Surabay adalah milik warga. Namun menjelang eksekusi, Pemkot Surabaya membuat laporan ke Kejaksaan Tinggi Jawa Timur
“Sudah ada putusan PK yang memenangkan Pak Suismianto, yang menggugat Pemkot. Sebelumnya Pak Dulali (tidak ikut Pak Suismianto) yang menggugat Pemkot, Pemkot juga kalah. Setelah itulah, barulah Pemkot menggugat Pak Suismianto dan Pak Dulali. Dan pada saat menjelang eksekusi, pemkot melaporkan kasus Korupsi,” kata M. Basir menjelaskan
“Inikan sudah sejak Wali Kota Surabaya dijabat Bambang DH menggantikan Soenarto (alm). Bambang DH digantikan Risma (Tri Rismaharini), dan Bu Risma digantikan Eri Cahyadi. Jadi ada surat dari DPRD Surabaya yang mengatakan kalau waduk itu milik warga. Inilah salah satu bukti,” lanjut M. Basir
M. Basir menjelaskan, tahun 2003, Warga RW 01 dan RW 02 Kelurahan Babatan, Kecamatan Wiyung, Surabaya membentuk rapat pemilihan panitia lelang penjulan Waduk, dan terpilihlah Suismianto sebagai Ketua yang juga Ketua RW 02
“Yang memilih Pak Suismianto sebagai Ketua Panitia adalah warga bersama para Ketua RT, kalau Pak Dulila sebagai warga. Waduk yang dijual tahun 2003 tidak terdaftar dalam tanah Pemkot. Karena jauh sebelumnya waduk ini sudah dikelola oleh warga. Pemkot Surabaya mengklain bahwa itu tanah Pemkot sekitar tahun 80 an saat Wali Kota Surabaya dijabat Poernomo Kasidi,” kata M. Basir
“Waduk itu dilelang dan pemenangnya adalah Agus, dengan harga lima miliar lima ratus juta (Rp5.500.000.000). Uang itu dibagi-bagi ke masing-masing warga sebesar dua juta lima ratus (Rp2.500.000) seperti putusan tadi. Ketua RT sepuluh juta (Rp10.000.000) dan Pak Suismanto sebesar empat puluh juta (Rp40.000.000),” lanjut M. Basir M. Basir melanjutkan, pada saat penjualan waduk di tahun 2003 saat Suismianto sebagai Ketua, Dulali hanya sebagai warga biasa. Namum pada tahap selanjutnya, beberapa warga dan orang-orangnya Dulali membentuk panitia dan Duali sebagai Ketua Panitia
“Waduk yang dijual pada saat Pak Dulali sebagai Ketua Panitia lelang, wadung itu masuk dalam daftar TN (tanah negara). Uangnya dibagi ke warga masing-masing sebesar satu juta,” pungkasnya.
Namun yang tak kalah anehnya adalah, dalam surat dakwaan JPU Kejati Jatim mengatakan, bahwa Terdakwa Suismianto didakwa memalsukan dokumen bersama Lurah Bababatan. Tetapi dalam surat tuntutan, hal itu tidak muncul termasuk jumlah kerugian negara sebesar Rp5,5 miliar termasuk dalam putusan Majelis Hakim.
Itulah sebabnya, Terdakwa Suismianto dan Terdakwa Dulali mengatakan pikir-pikir. Sebab bisa jadi akan melakukan upaya hukum banding ke Pengadilan Tinggi Surabaya Jawa Timur, Kasasi hingga PK (Peninjauan Kembali) ke Mahkamah Agung RI. (Jnt)
Pasal 3 berbunyi : Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan atau denda paling sedikit Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah) Anehnya, Majelis Hakim mengatakan bahwa Terdakwa Suismanto dan Terdakwa Dulali terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan Tindak Pidana Korupsi secara bersama-sama. Yang lebih anehnya lagi adalah, Majelis Hakim mengatakan tidak ada yang dirugikan baik Pemkot Surabaya ataupun pihak lain, karena Waduk di Jalan Raya Babatan-Unesa, Kelurahan Babatan, Kecamatan Wiyung, Surabaya sudah ada secara alami sejak tahun 1940 an.
Disisi lain, penyidik Kejaksaan Tinggi Jawa Timur (Kejati Jatim) yang menggandeng BPKP menyebutkan, penjualan Waduk Persil 39 seluas 11.000 m2 yang berlokasi di Jalan Raya Babatan-Unesa, Kelurahan Babatan, Kecamatan Wiyung, Surabaya ada kerugian keuangan negara sebesar Rp5,5 miliar dan kemudian menetapkan Suismanto dan Dulali sebagai Tersangka
Pertanyaannya adalah, kalau tidak ada kerugian negara atau tidak ada yang dirugikan, lalu apakah kasus ini hanya untuk memenjarakan Terdakwa Suismanto dan Terdakwa Dulali agar Pemkot Surabaya dapat mengambil alih Waduk Persil 39 seluas 11.000 m2 (bagian dari Waduk seluas + 20.200 m2) yang berlokasi di Jalan Raya Babatan-Unesa, Kelurahan Babatan, Kecamatan Wiyung, Surabaya ?
Menurut Muhammad Basir, salah satu dari Tim Penasehat Hukum Terdakwa Suismianto seusai persidangan (Senin, 01 April 2024) menjelaskan kepada beritakorupsi.co, beberapa tahun lalu sebelum kasus ini ditangani penyidik Kejaksaan Tinggi Jawa Timur (Kejati Jatim) dan kemudian diadili di Pengadilan Tipikor pada PN Surabaya, Pemkot Surabaya sudah menggugat Suismanto dan Dulali dalam perkaara perdata. Namun hasilnya, Pemkot Surabaya kalah hingga putuan PK (Peninjauan Kembali) ke Mahkamah Agung RI Dalam putusan PK, bahwa Waduk Persil 39 seluas 11.000 m2 yang berlokasi di Jalan Raya Babatan-Unesa, Kelurahan Babatan, Kecamatan Wiyung, Surabay adalah milik warga. Namun menjelang eksekusi, Pemkot Surabaya membuat laporan ke Kejaksaan Tinggi Jawa Timur
“Sudah ada putusan PK yang memenangkan Pak Suismianto, yang menggugat Pemkot. Sebelumnya Pak Dulali (tidak ikut Pak Suismianto) yang menggugat Pemkot, Pemkot juga kalah. Setelah itulah, barulah Pemkot menggugat Pak Suismianto dan Pak Dulali. Dan pada saat menjelang eksekusi, pemkot melaporkan kasus Korupsi,” kata M. Basir menjelaskan
“Inikan sudah sejak Wali Kota Surabaya dijabat Bambang DH menggantikan Soenarto (alm). Bambang DH digantikan Risma (Tri Rismaharini), dan Bu Risma digantikan Eri Cahyadi. Jadi ada surat dari DPRD Surabaya yang mengatakan kalau waduk itu milik warga. Inilah salah satu bukti,” lanjut M. Basir
M. Basir menjelaskan, tahun 2003, Warga RW 01 dan RW 02 Kelurahan Babatan, Kecamatan Wiyung, Surabaya membentuk rapat pemilihan panitia lelang penjulan Waduk, dan terpilihlah Suismianto sebagai Ketua yang juga Ketua RW 02
“Yang memilih Pak Suismianto sebagai Ketua Panitia adalah warga bersama para Ketua RT, kalau Pak Dulila sebagai warga. Waduk yang dijual tahun 2003 tidak terdaftar dalam tanah Pemkot. Karena jauh sebelumnya waduk ini sudah dikelola oleh warga. Pemkot Surabaya mengklain bahwa itu tanah Pemkot sekitar tahun 80 an saat Wali Kota Surabaya dijabat Poernomo Kasidi,” kata M. Basir
“Waduk itu dilelang dan pemenangnya adalah Agus, dengan harga lima miliar lima ratus juta (Rp5.500.000.000). Uang itu dibagi-bagi ke masing-masing warga sebesar dua juta lima ratus (Rp2.500.000) seperti putusan tadi. Ketua RT sepuluh juta (Rp10.000.000) dan Pak Suismanto sebesar empat puluh juta (Rp40.000.000),” lanjut M. Basir M. Basir melanjutkan, pada saat penjualan waduk di tahun 2003 saat Suismianto sebagai Ketua, Dulali hanya sebagai warga biasa. Namum pada tahap selanjutnya, beberapa warga dan orang-orangnya Dulali membentuk panitia dan Duali sebagai Ketua Panitia
“Waduk yang dijual pada saat Pak Dulali sebagai Ketua Panitia lelang, wadung itu masuk dalam daftar TN (tanah negara). Uangnya dibagi ke warga masing-masing sebesar satu juta,” pungkasnya.
Namun yang tak kalah anehnya adalah, dalam surat dakwaan JPU Kejati Jatim mengatakan, bahwa Terdakwa Suismianto didakwa memalsukan dokumen bersama Lurah Bababatan. Tetapi dalam surat tuntutan, hal itu tidak muncul termasuk jumlah kerugian negara sebesar Rp5,5 miliar termasuk dalam putusan Majelis Hakim.
Itulah sebabnya, Terdakwa Suismianto dan Terdakwa Dulali mengatakan pikir-pikir. Sebab bisa jadi akan melakukan upaya hukum banding ke Pengadilan Tinggi Surabaya Jawa Timur, Kasasi hingga PK (Peninjauan Kembali) ke Mahkamah Agung RI. (Jnt)
Posting Komentar
Tulias alamat email :