#Setelah Terdakwa Ir. Miftahul Arifin selaku PPK dituntut pidana penjara selama 2,6 tahun, apakah Kejari Pacitan dan Kejati Jatim akan menyeret Very Purwo Nugroho selaku Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK), Yulianto dan M. Faraihan Febrianto alias Rere selaku pelaksana proyek pekerjaan Pelabuhan Perikanan Tamperan (PPT) Kabupaten Pacitan pada tahun 2021 mewakili CV. Liga Utama sebagai pemenang lelang serta Dr. Ir. Dyah Wahyu Ernawati, MA selaku Pengguna Anggaran (PA) sekaligus selaku Kepala Dinas Kelautan Pemprov Jatim yang sekarang menjabat sebagai Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Pemprov Jatim? Atau mereka sudah terselamatkan???#
BERITAKORUPSI.coLama ada yang ditunggu, cepat ada yang dikejar. Mungkin seperti kalimat inilah yang dilakukan oleh Kejaksaan Negeri Pacitan dibawah kendali Kejaksaan Tinggi Jawa Timur dalam penanganan kasus perkara Korupsi proyek pekerjaan pembangunan Pelabuhan Perikanan Tamperan (PPT) Kabupaten Pacitan pada tahun 2021 yang menelan anggaran dari ABPD Provinsi Jawa Timur melalui Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jawa Timur Tahun Anggaran 2021 sebesar Rp8.544.367.000 dan anggaran untuk pekerjaan Pengawasan sebesar Rp760.000.000 yang tidak sesuai dengan spesifikasi hingga merugikan keuangan/perekonomian negara sebesar Rp2.647.750.393,50 sesuai hasil audit Inspektorat Kabupaten Pacitan Nomor : X.760/80/408.49/2022 tanggal 10 Oktober 2022 di Vonis berbeda oleh Majelis Hakim Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Senin, 27 Maret 2023
Sebab pada tahun 2021, Kejari Pacitan sudah menyeret Dua Terdakwa dari pihak swasta, yaitu Mohammad Jasuli, Direktur CV. Liga Utama selaku pemenang lelang (Kontraktor), dan Drs. Warji, ST (berkas perkara penuntutan terpisah), Direktur CV. Dinamika Raya selaku Konsultan Pengawas pada pekerjaan tersebut dan sudah berstatus Terpidana/Narapidana
Namun baru awal Maret 2024, Kejari Pacitan menyeret Satu Tersangka/Terdakwa lagi yaitu Ir. Miftahul Arifin, MM selaku Pejabat Pembuatan Komitmen atau PPK proyek pekerjaan pembangunan Pelabuhan Perikanan Tamperan (PPT) Kabupaten Pacitan pada tahun 2021 dari Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jawa Timur Dan hari ini (Rabu, 14 Mei 224), Jaksa Penuntut Umum dari Kejari Pacitan telah membacakan surat tuntutannya terhadap Terdakwa Ir. Miftahul Arifin, MM yang menuntut Terdakwa dengan pidana penjara selama 2 (dua) tahun dan 6 (enam) bulan denda sebesar Rp100 juta subsider 4 (empat) bulan kurungan dan menyita uang sebesar Rp1.819.965.159,90 yang dititipkan kepada Kejaksaan Negeri Paciatan yang diperhitungkan sebagai uang pengganti karena Terdakwa Ir. Miftahul Arifin, MM dianggap terbukti melakukan Tindak Pidana Korupsi Proyek pekerjaan pembangunan Pelabuhan Perikanan Tamperan (PPT) Kabupaten Pacitan pada tahun 2021 yang menelan anggaran dari ABPD Provinsi Jawa Timur melalui Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jawa Timur Tahun Anggaran 2021 sebesar Rp8.544.367.000 dan anggaran untuk pekerjaan Pengawasan sebesar Rp760.000.000 yang tidak sesuai dengan spesifikasi hingga merugikan keuangan/perekonomian negara sebesar Rp2.647.750.393,50
Baca juga:
Ir. Miftahul Arifin, MM Selaku PPK Dinas Kelautan dan Perikanan Pemrov. Jatim Diadili Karena Dugaan Korupsi Rp2,6 M - https://www.beritakorupsi.co/2024/03/ir-miftahul-arifin-mm-selaku-ppk-dinas.html
Majelis Hakim Perintahkan JPU Kejari Pacitan Untuk Mencari Tahu Siapa Abdul Qodir - https://www.beritakorupsi.co/2024/04/majelis-hakim-perintahkan-jpu-kejari.html
Apakah Tangisan Dyah Wahyu Ernawati Selaku Kadis Kelautan Dalam Persidangan Karena Takut Akan Jadi Tersangka? - https://www.beritakorupsi.co/2024/04/apakah-tangisan-dyah-wahyu-ernawati.html Mengurai Fakta Dalam Persidangan
Terseretnya Terdakwa Ir. Miftahul Arifin sesuai fakta hukum yang terungkap dalam persidangan saat Terpidana Mohammad Jasuli selaku Direktur CV. Liga Utama sebagai pemenang lelang (Kontraktor) dan Terpidana Drs. Warji, ST (berkas perkara penuntutan terpisah) selaku Direktur CV. Dinamika Raya sebagai Konsultan Pengawas maupun saat Terdakwa Ir. Miftahul Arifin sendiri diadili
Fakta yang terungkap di persidangan maupun dalam putusan Majelis Hakim menyebutkan, bahwa proyek pekerjaan pembangunan Pelabuhan Perikanan Tamperan (PPT) Kabupaten Pacitan pada tahun 2021 yang tidak sesuai dengan spesifikasi, ada keterilibatan pihak-pihak lain, diantaranya Ir. Miftahol Arifin selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK); Very Purwo Nugroho selaku Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) dan Yulianto serta M. Faraihan Febrianto alias Rere selaku pelaksana atau yang mengerjakan langsung proyek tersebut mewakili CV. Liga Utama
Keterlibatan Ir. Miftahol Arifin selaku PPK dan PPTK adalah membuat progres pekerjaan menjadi 52,293 persen, sementara progres pekerjaan yang sesebenarnya sesuai laporan konsultan adalah 46 persen hingga batas akhir perjanjian kontrak kerja sesuai SK Nomor: 523/23407/120.3/2021 tanggal 14 Desember 2021 yang ditandatangani pada tanggal tanggal 16 September 2021 berdasarkan SPK (surat perjanjian kerja) No.16602/SPK-TGKP/120.3/2021 Anehnya, sekalipun Terdakwa Ir. Miftahol Arifin selaku PPK telah melakukan pemutusan kontrak dengan CV. Liga Utama dan CV Dinamika Raya sesuai SK Nomor: 523/23407/120.3/2021 tanggal 14 Desember 2021 dan CV. Liga Utama dan memasukan ke dalam dafta hitam atau Blacklist, namun Terdakwa Ir. Miftahol Arifin selaku PPK tetap memerintahkan CV. Liga Utama (Yulianto dan M. Faraihan Febrianto alias Rere) dan CV. Dinamika Raya untuk melanjutkan pekerjaan hingga akhir tahun 2021
Tidak hanya itu, terungkap juga dalam persidangan bahwa Ir. Miftahol Arifin selaku PPK menerima sejumlah uang sebanyak dua kali dari CV. Liga Utama melalui M. Faraihan Febrianto alias Rere pada September 2021 yaitu yang pertama di di parkiran kantor Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jawa Timur dan di Banyuwangi dan sejumlah uang tersebut diletakan Rere di mobil milik Ir. Miftahol Arifin
Sementara peran Yulianto dan M. Faraihan Febrianto alias Rere adalah orang yang langsung mengerjakan proyek pembangunan Pelabuhan Perikanan Tamperan (PPT) Kabupaten Pacitan Tahun 2021 serta menandatangani kontrak dengan salah satu perusahaan kapal di Semarang dengan alasan atas perintah Mohammad Jasuli selaku CV. Liga Utama yang tidak pernah sama sekali ke Pacitan dan tidak mengetahui bagamana hasil pekerjaan proyek tersebut Pertanyaannya adalah, kalau proyek pekerjaan pembangunan Pelabuhan Perikanan Tamperan (PPT) Kabupaten Pacitan pada tahun 2021 tidak sesuai dengan spesifikasi, apakah yang dianggap salah hanya Mohammad Jasuli selaku Direktur CV. Liga Utama sebagai pemenang lelang (Kontraktor) dan Terpidana Drs. Warji, ST (berkas perkara penuntutan terpisah) selaku Direktur CV. Dinamika Raya sebagai Konsultan Pengawas maupun serta Terdakwa Ir. Miftahul Arifin sehingga diadili?
Apakah penyidik Kejari Pacitan dan Kejaksaan Tinggi Jawa Timur menilai bahwa Very Purwo Nugroho selaku Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK), Yulianto dan M. Faraihan Febrianto alias Rere selaku pelaksana proyek yang mewakili CV. Liga Utama dianggap hanya sebagai pengunjung sehinga ‘terselamatkan’?
Lalu siapapula Abdul Qodir dan apa perannya dalam Proyek pekerjaan pembangunan Pelabuhan Perikanan Tamperan (PPT) Kabupaten Pacitan pada tahun 2021 hingga rela mengelurakan biaya untuk pengacara kedua Terpidana (Mohammad Jasuli dan Terpidana Drs. Warji, ST) mulai dari tinggat pertama (Pengadilan Tipikor pada PN Surabaya), Pengadilan Tinggi hingga Kasasi seperti yang disampaikan sumber beritakorupsi.co dan dibenarkan oleh Penasehat Hukum Terdakwa (Terpidana)?
“Ya, yang bayar sampai banding (Abdul Qodir) tapi kalau PH (Panasehat Hukum.Red) untuk Kasasinya Jasuli bukan saya, ada yang lain,” kata Zamroni, SH., MH kepada beritakorupsi.co beberapa waktu lalu di Pengadilan Tipikor saat menyerahkan memori kasasi
“Memang kalau dalam putusan disebutkan ada pihak lain,” lanjut Zamroni, SH., MH Nah, apa yang dikatakan Zamroni, SH., MH tak jauh beda dengan informasi dari sumber beritakorupsi.co yang menjelaskan bahwa Mohammad Jasuli masih berstatus bujangan dan hidup dari keluarga yang tidak berkecukupan sehingga Terdakwa Mohammad Jasuli tidak mungkin bisa membayar pengacara maulai dari tngkat pertama hingga kasasi
Sumber beritakorupsi.co yang tidak bersedia disebutkan namanya demi keslamatan jiawanya mengatakan, bahwa Abdul Qodir adalah salah satu pengusaha kontraktor dan pengurus salah satu Assosiasi Kontrusi di Surabaya/Jawa Timur termasuk pemilik CV. Liga Uatama yang membiyayai proyek di Paciyan dan juga disebut orang yang punya kekuatan atau pengaruh
Menurut sumber, bahwa Mohammad Jasuli, Yulianto dan M. Faraihan Febrianto alias Rere adalah orangnya Abdul Qodir. Dan Abdul Qodir inilah yang berkomunikasi dengan berbagai pihak termmasuk membiayai pekerjaan proyek di Pacitan, sedangkan Julianto meminjam CV Liga Utama ke Mohammad Jasuli Direktur CV. Liga Utama
“Pak Qodir itu juga kontraktor, CV itu milinya, Dia yang membiyayai proyek di Pacitan. Dia juga yang membiayayai pengacaranya Jasuli. Jasuli, Yulianto dan Rere adalah orang-orangnya. Jasuli itu tidak tau apa-apa karena CV itu dipinjam Yulianto. Pak Qodir itu punya pengaruh loh. Dia yang menghubungi orang-orang supaya hanya Jasuli yang diadili. Jasuli dikorbankan,” ucap sumber sambil minta namanya tidak disebutkan demi keselamatan nyanya Apa yang disampaikan oleh sumber beritakorupsi.co ini, berkaitan pula dengan pertanyaan Majelis Hakim dan memerintahkan JPU untuk mencari tau saiapa Abdul Qodir pada persidangan (Selasa, 02 April 2024), saat JPU Kejari Pacitan menghadirkan saksi dalam perkara Tindak Pidana Korupsi Proyek pekerjaan pembangunan Pelabuhan Perikanan Tamperan (PPT) Kabupaten Pacitan pada tahun 2021 dengan Terdakwa Ir. Miftahul Arifin selaku PPK (Pejabat Pembuat Komitmen), yaitu Very Purwo Nugroho (PPTK), A. Sihabul Millah, Praptono, M. Kurnia Akbar, Alan Wahyu Putra dan Teguh Wicaksono semuanya dari Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jawa Timur
Dalam persidangan saat itu (Selasa, 02 April 2024), Majelis Hakim menanyakan ke para saksi “siapa Abdul Qodir”, namun tidak satupun saksi yang menjawab atau tidak ada yang mengenalnya. Sehingga Majelis Hakim pun memerintahkan JPU Kejari Pacitan untuk mencari tau tentang “siapa Abdul Qodir”.
“Silahkan dicari tau siapa Qodir. Karena Jasuli tidak tau dan hanya dikorbankan dalam kasus ini,” kata salah satu anggota Majelis Hakim kepada JPU
Nama Abdul Qodir pertama kali terdengar dalam persidangan (Selasa, 19 Maret 2024) adalah dari keterangan saksi Yulianto dan M. Faraihan Febrianto alias Rere saat keduanya dihadapkan JPU Kejari Pacitan sebagai saksi
Menurut Rere, bahwa Abdul Qodir adalah orang dekat Mohammad Jasuli. Dan sebelum persidangan, Rere mengakui kepada wartawan bahwa Abdul Qodir adalah pemilik CV. Liga Utama yang juga menjabat sebagai pengurus salah satu organinasi Konstruksi di Jawa Timur
Pertanyaannya adalah, mampukah penyidik Kejari Pacitan bersama Kejaksaan Tnggi Jawa Timur untuk mencari tau Abdul Qodir untuk mengetahui apa perannya dalam Proyek pekerjaan pembangunan Pelabuhan Perikanan Tamperan (PPT) Kabupaten Pacitan pada tahun 2021? Atau.....karena Abdul Qodir disebut punya pengaruh??? Nah, lalu bagaimana pula dengan Dr. Ir. Dyah Wahyu Ernawati, MA selaku Pengguna Anggaran (PA) dalam Proyek pekerjaan pembangunan Pelabuhan Perikanan Tamperan (PPT) Kabupaten Pacitan pada tahun 2021 sekaligus selaku Kepala Dinas Kelautan Pemprov Jatim yang sekarang menjabat sebagai Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Pemprov Jatim? Atau wanita yang pernah menangis sesengukan dipersidangan (Selasa, 23 April 2024) di hadapan Majelis Hakim saat dihadirkan sebagai saksi juga sudah ‘terselamatkan’?
Dalam persidangan saat itu (Selasa, 23 April 2024), anggota Majelis Hakim Manambus Pasaribu, SH., MH, menanyakkan saksi Dr. Ir. Dyah Wahyu Ernawati, MA tentang SPM atau surat perintah membayar sehingga uang pun dicairkan ke perusahaan yang mengerjakan proyek pekerjaan pembangunan Pelabuhan Perikanan Tamperan (PPT) Kabupaten Pacitan yang tidak sesuai dengan aturan, diantaranya progres pekerjaan yang sebenarnya hanya 46 persen namun dibuat oleh PPK menjadi 52 persen lebih dan juga tidak sesuai dengan spesifikasi
“Harusnya saudara ikut bertanggung jawab disini. Kegiatan ini hingga merugikan sebesar dua koma enam miliar (Rp2.647.750.393,50). Saudara menandatangani SPM kan, makanya cairlah barang (uang) itu,” kata Majelis Hakim Manambus Pasaribu, SH., MH kepada Dr. Ir. Dyah Wahyu Ernawati, MA
Tak lama setelah itu, saksi Dr. Ir. Dyah Wahyu Ernawati, MA yang memegang microfon ditangan kirinya tiba-tiba diletakan di samping kiri lalu terdengar suara tangisan sesengukan
“Maaf, saya terlau percaya,” ucap saksi Dr. Ir. Dyah Wahyu Ernawati, MA sambil menyeka air matanya dengan tissu Ada yang aneh dan sekaligus menjadi pertanyaan dari tangisan Dr. Ir. Dyah Wahyu Ernawati, MA, yaitu penyidik Kejari Pacitan hanya menjadikan Dr. Ir. Dyah Wahyu Ernawati, MA sebagai “penonton di kelas VVIP” alias saksi, sementara cairnya uang rakyat lewat APBD Pemerintah Provinsi Jawa Timur tahun anggran 2021 yang menimbulkan kerugian keuangan negara sebesar Rp2.6 miliar adalah karena tandatangan Dr. Ir. Dyah Wahyu Ernawati, MA di dokumen SPM (surat perintah membayar).
Andai saja Dr. Ir. Dyah Wahyu Ernawati, MA melakukan pengecekan kelapangan (Pacitan) untuk melihat hasil pekerjaan yang sebenarnya sebelum menandatangani SPM, maka kasus inipun tidak akan samapi ke meja Majelis Hakim Pengadilan Tipikor untuk diadili
Pertanyaannya adalah, apakah tangisan Dr. Ir. Dyah Wahyu Ernawati, MA karena merasa sedih menyaksikan manatan anak buahnya diadili sebagai Terdakwa atau karena Ia (Dr. Ir. Dyah Wahyu Ernawati, MA) sudah terselamtkan dengan hanya sebagai saksi? Atau tangisan itu karena takut akan dijadikan sebagai Tersangka bila suatu saat nanti penyidik Kejaksaan Negeri Pacitan dan Kejaksaan Tinggi Jawa Timur menyeretnya? (Jnt)
Posting Komentar
Tulias alamat email :