“Permohonan Restitusi Ganti Rugi Baru Diajukan Oleh dr. Maedy Christiyani Bawolj Selaku Pemohon Atau Korban Melalui Penasehat Hukum-nya Bersama LPSK Setelah Oditur Militer Selesai Membacakan Surat Tuntutannya Terhadap Terdakwa Pada Persidangan Pekan Lalu (Selasa, 19 Nopember 2024). Lalu Mengapa Perma Nomor 1 Tahun 2022 Tentang Tata Cara Penyelesaian Permohonan dan Pemberian Restitusi dan Kompensasi Kepada Korban Tindak Pidana Baru Dibahas Untuk Merevisi Surat Tuntutan?”
BERITAKORUPSI.CO –Majelis Hakim Pengadilan Militer (Dilmil) III-12 Surabaya yang diketuai Letkol (CHK) Arif Sudibya, SH., MH dengan dibantu 2 Hakim anggota yaitu Letkol (CHK) Muhammad Saleh, SH dan Letkol (Kum) Wing Eko Joedha H, SH., MH, pada Selasa, 26 November 2024, menunda sidang agenda pembacaan Pledoi atau Pembelaan dari Tim Penasehat Hukum Terdakwa atas surat Tuntutan Pidana, dan memerintah Oditur Militer (Odmil) pada Oditorat Militer III-11 Surabaya Letkol CHK Yadi Mulyadi untuk merevisi surat tuntutan terkait Permohonan Restitusi Ganti Rugi yang diajukan oleh dr. Maedy Christiyani Bawolj selaku Pemohon atau korban melalui Tim Penasehat Hukum-nya dan LPSK sesuai dengan Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) RI No. 1 Tahun 2022 dalam perkara kasus dugaan KDRT (Kekerasan Dalam Rumah Tangga) yang dilakukan oleh Terdakwa Lettu Laaut (K) dr. Raditya Bagus Kusuma Eka Putra kepada istrinya, dr. Maedy Christiyani Bawolje dan kedua anak tirinya, yaitu Christia Sanika Putri Aprilia (24) dan Adisha Satya Putri Aprilia (21) pada tanggal 29 April 2024 di Jalan Semolowaru Bahari Kel. Medokan Semampir Kec. Sukolilo Surabaya
“Tuntutannya untuk di revisi terkait dengan rsetitusi ganti rugi,” ucap Ketua Majelis Hakim Letkol (CHK) Arif Sudibya, SH., MH
Oditur Milter Letkol CHK Yadi Mulyadi sepertinya terlihat bingung sehingga memanyakkan Ketua Majelis Hakim. “Apakah permohonannya terpisah,” tanya Oditur Milter Letkol CHK Yadi Mulyadi. Dengan Tegas Ketua Majelis Hakim Letkol (CHK) Arif Sudibya, SH., MH menjelaskan isi PERMA RI No. 1 Tahun 2022
“Dalam Perma ini jelas, penuntut umum wajib mencantumkan permohonan restitusi dalam tuntutan pidana,” ucap Ketua Majelis Hakim Letkol (CHK) Arif Sudibya, SH., MH
Permohonan restitusi ganti rugi dalam perkara Tindak Pidana KDRT yang disidangkan di Dilmil III-12 Surabaya, baru diajukan atau disampaikan oleh dr. Maedy Christiyani Bawolj selaku Pemohon atau korban melalui Tim Penasehat Hukum-nya dan LPSK (Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban) kepada Majelis Hakim setelah Oditur Militer selesai membacakan surat tuntutannya terhadap Terdakwa Lettu Laaut (K) dr. Raditya Bagus Kusuma Eka Putra pada persidangan pekan lalu, Selasa, 29 Oktober 2024
Seusai persidangan, Wartawan beritakorupsi.co meminta tanggapan dari Tim Panasehat Hukum Terdakwa, Mayor Laut (H) Teguh Iman S, SH dan Serka Mar. Khaerul Bahro, SH., MH terkait dengan nilai restitusi khususnya revisi surat tuntutan yang diperinthkan Ketua Majelis Hakim kepada Oditur Milter Letkol CHK Yadi Mulyadi
“Saya juga baru pertama kali tau, dan ini akan menjadi pertimbangan kami dalam Pembelaan kami. Kalu menegenai restitusi ganti rugi nanti saja setelah persidangan permohonan itu ya,” kata Mayor Laut (H) Teguh Iman S, SH
Sementara Oditur Milter Letkol CHK Yadi Mulyadi belum dapat diminta tanggapannya karena langsung bersidangan bersama Ke-3 Majelis Hakim dalam perkara yang lain Wartawan beritakorupsi.co berusaha hendak menemui Ketua atau Humas ataun Panitra Pengadilan Militer (Dilmil) III-12 Surabaya, namun tidak berhasil karena menurut salah seorang petugas bahwa ketiga pejabat itu sedang dinas luar kantor
Terkait dengan Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) RI No. 1 Tahun 2022 Tentang Tata Cara Penyelesaian Permohonan dan Pemberian Restitusi dan Kompensasi kepada Korban Tindak Pidana, dalam Pasal 8 berbunyi ;
(1) Permahanan Restitusi kepada Pengadilan selain diajukan melalui LPSK, penyidik, atau Penuntut
Umum, dapat diajukan aleh Karban.
(2) Dalam hal permohanan diajukan melalui penyidik atau LPSK, penyidik atau LPSK menyampaikan berkas permohanan Restitusi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 kepada Penuntut Umum disertai Keputusan LPSK mengenai besaran nilai Restitusi jika terdapat Keputusan dan pertimbangan LPSK mengenai besaran nilai Restitusi sebelum berkas perkara dilimpahkan ke Pengadilan atau paling lambat sebelum Penuntut Umum membacakan tuntutan pidana.
(3) Dalam hal permohanan Restitusi diajukan sebelum berkas perkara dilimpahkan, Penuntut Umum wajib memuat permahanan tersebut ke dalam surat dakwaan dan memasukkan berkas permahanan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ke dalam berkas perkara dan segera menyampaikan salinannya kepada terdakwa atau penasihat hukumnya.
(4) Dalam hal Karban Restitusi dan Karban tidak mengajukan dihadirkan dalam permohanan Persidangan sebagai saksi, Hakim memberitahukan hak Karban untuk memperoleh Restitusi yang dapat diajukan sebelum Penuntut Umum mengajukan tuntutan atau setelah putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap.
(5) Permahanan dapat dicabut paling lambat sebelum hakim menjatuhkan putusan.
(6) Penuntut Umum mengajukan alat bukti di persidangan untuk membuktikan permohonan Restitusi.
(7) Hakim memberikan kesempatan pada Pemohon dan/ atau LPSK untuk menyampaikan keterangan serta alat bukti tambahan berdasarkan permintaan Pemohon, LPSK, dan/atau Penuntut Umum.
(8) Hakim memberikan kesempatan kepada terdakwa atau penasihat hukumnya untuk menyampaikan tanggapan atas permohonan Restitusi dan mengajukan alat bukti.
(9) Dalam hal Restitusi akan dibayarkan oleh Pihak Ketiga, Pihak Ketiga wajib dihadirkan dalam sidang untuk dimintai persetujuannya.
(10) Penuntut Umum wajib mencantumkan permohonan Restitusi dalam tuntutan pidana.
(11) Hakim memeriksa berkas permohonan Restitusi dan memberikan penilaian hukum terhadap alat bukti yang diajukan di persidangan serta mempertimbangkannya di dalam putusan.
(12) Putusan sebagaimana dimaksud pada ayat (11) wajib memuat:
a. pernyataan diterima atau tidaknya Permohonan Restitusi
b. alasan untuk menenma atau menolak, baik sebagian atau untuk seluruh permohonan Restitusi;
dan
c. besaran Restitusi yang harus dibayarkan terdakwa atau orang tua terdakwa dalam hal terdakwa
adalah anak, dan/ atau Pihak Ketiga.
(13) Dalam perkara tindak pidana perdagangan orang dan terorisme, putusan memuat pula lamanya pidana penjara atau kurungan pengganti sesuai dengan ketentuan Undang-Undang, yakni dalam hal harta kekayaan terdakwa dan/ atau Pihak Ketiga tidak mencukupi, yang dihitung secara proporsional berdasarkan jumlah Restitusi yang telah dibayarkan oleh terdakwa dan/ atau Pihak Ketiga.
(14) Pidana penjara atau kurungan pengganti sebagaimana dimaksud pada ayat (13) tidak dapat dijatuhkan kepada orang tua terdakwa, dalam hal terdakwa adalah anak.
(15) Dalam hal terdakwa lebih dari 1 (satu) orang, perincian besaran Restitusi yang harus dibayarkan ditetapkan untuk masing-masing terdakwa sesuai dengan peran dan kesalahan yang mengakibatkan timbulnya kerugian.
(16) Dalam hal Hakim memutus bebas atau lepas dari tuntutan hukum, permohonan Restitusi dinyatakan tidak dapat diterima.
(17) Dalam hal terdakwa dinyatakan bersalah namun permohonan restitusi ditolak sebagian atau seluruhnya, dengan atau tanpa permintaan Pemohon, Penuntut Umum dapat mengajukan permohonan banding dan/ atau kasasi.
Pertanyaannya adalah, mengapa Perma Nomor 1 Tahun 2022 Tentang Tata Cara Penyelesaian Permohonan dan Pemberian Restitusi dan Kompensasi Kepada Korban Tindak Pidana baru dibahas untuk merevisi surat Tuntutan yang sudah dibacakan oleh Oditur Militer pada saat agenda sidang pembacaan Pledoi atau Pembelaan dari Penasehat Hukum Terdakwa?
Mengapa Pemohon baru menyampaikan Permohonan Restitusi ganti rugi kepada Majelis Hakim dalam persidangan setelah Oditur Militer selesai membacakan surat tuntutan pidana, dan mengapa tidak sejak awal?
Diatur dalam Undang-Undang Nomor berapa dan tahun berapa, merevisi surat tuntuntutan sepekan setelah surat tuntutan itu dibacakan dalam persidangan yang terbuka untuk umum terkait permohonan Restitusi ganti rugi? Apakah berita acara persidangan di Pengadilan Militer berbeda dengan Peradilan Umum tentang sidang perkara Tindak Pidana KDRT sesuai dengan UURI Nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga?. (Jnt)
(14) Pidana penjara atau kurungan pengganti sebagaimana dimaksud pada ayat (13) tidak dapat dijatuhkan kepada orang tua terdakwa, dalam hal terdakwa adalah anak.
(15) Dalam hal terdakwa lebih dari 1 (satu) orang, perincian besaran Restitusi yang harus dibayarkan ditetapkan untuk masing-masing terdakwa sesuai dengan peran dan kesalahan yang mengakibatkan timbulnya kerugian.
(16) Dalam hal Hakim memutus bebas atau lepas dari tuntutan hukum, permohonan Restitusi dinyatakan tidak dapat diterima.
(17) Dalam hal terdakwa dinyatakan bersalah namun permohonan restitusi ditolak sebagian atau seluruhnya, dengan atau tanpa permintaan Pemohon, Penuntut Umum dapat mengajukan permohonan banding dan/ atau kasasi.
Pertanyaannya adalah, mengapa Perma Nomor 1 Tahun 2022 Tentang Tata Cara Penyelesaian Permohonan dan Pemberian Restitusi dan Kompensasi Kepada Korban Tindak Pidana baru dibahas untuk merevisi surat Tuntutan yang sudah dibacakan oleh Oditur Militer pada saat agenda sidang pembacaan Pledoi atau Pembelaan dari Penasehat Hukum Terdakwa?
Mengapa Pemohon baru menyampaikan Permohonan Restitusi ganti rugi kepada Majelis Hakim dalam persidangan setelah Oditur Militer selesai membacakan surat tuntutan pidana, dan mengapa tidak sejak awal?
Diatur dalam Undang-Undang Nomor berapa dan tahun berapa, merevisi surat tuntuntutan sepekan setelah surat tuntutan itu dibacakan dalam persidangan yang terbuka untuk umum terkait permohonan Restitusi ganti rugi? Apakah berita acara persidangan di Pengadilan Militer berbeda dengan Peradilan Umum tentang sidang perkara Tindak Pidana KDRT sesuai dengan UURI Nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga?. (Jnt)
Posting Komentar
Tulias alamat email :