1

Oditur Militer (Odmil) III-11 Surabaya Letkol CHK Yadi Mulyadi : “Pengacara-nya (dr. Maedy Christiyani Bawolje) tidak ada yang pake Toga, dan tadi saya minta file softcopy dalam bentuk word bukan PDF tapi katanya itu rahasia. Kalau rahasia ia sudah, saya fokus dalam tunutan pidananya saja”

BERITAKORUPSI.CO –
Untuk kedua kalinya, Majelis Hakim Pengadilan Militer (Dilmil) III-12 Surabaya yang diketuai Letkol (CHK) Arif Sudibya, SH., MH dengan dibantu 2 Hakim anggota yaitu Letkol (CHK) Muhammad Saleh, SH dan Letkol (Kum) Wing Eko Joedha H, SH., MH, pada Senin, 02 Desember 2024, kembali menunda sidang perkara kasus dugaan KDRT yang dilakukan oleh Terdakwa Lettu Laut (K) dr. Raditya Bagus Kusuma Eka Putra kepada istrinya, dr. Maedy Christiyani Bawolje dan kedua anak tirinya, yaitu Christia Sanika Putri Aprilia (24) dan Adisha Satya Putri Aprilia (21) pada tanggal 29 April 2024 di Jalan Semolowaru Bahari Kel. Medokan Semampir Kec. Sukolilo Surabaya dengan agenda pembacaan revisi surat tuntutan oleh Oditur Militer (Odmil) pada Oditorat Militer III-11 Surabaya terkait Permohonan Restitusi Ganti Rugi yang diajukan oleh dr. Maedy Christiyani Bawolj selaku Pemohon atau korban melalui Tim Pengacara-nya dan juga dari LPSK pada Selasa, 26 November 2024

Sebelumnya (Selasa, 26 November 2024), Majelis Hakim Pengadilan Militer (Dilmil) III-12 Surabaya juga sudah menunda persidangan yang sudah ditetapkan agendanya pada Selasa, 19 Nopember 2024 adalah pembacaan Pledoi atau Pembelaan dari Tim Penasehat Hukum Terdakwa atas surat Tuntutan dari Oditur Militer (Odmil) pada Oditorat Militer III-11 Surabaya terhadap Terdakwa Lettu Laut (K) dr. Raditya Bagus Kusuma Eka Putra yang menuntut Terdakwa dengan piadana penajar selama 8 (delapan) bulan
 
Ditundanya persidangan untuk yang kedua kalinya, karena hingga hari ini (Snin, 02 Desember 024), Tim Pengacara dari dr. Maedy Christiyani Bawolj belum menyerahkan dokumen asli  bukti-bukti yang tercantum dalam surat permohonan restitusi ganti rugi kepada Majelis Hakim Pengadilan Militer (Dilmil) III-12 Surabaya. Sehingga persidangan akan dilanjutkan pada Rabu, 4 Desember 2024

Sementara Oditur Militer (Odmil) III-11 Surabaya Letkol CHK Yadi Mulyadi saat ditemui beritakorupsi.co seusai persidangan mengatakan, bahwa Pencagara dari dr. Maedy Christiyani Bawolje tidak ada yang memakai Toga dan juga belum menyerahkan file softcopy dalam bentuk word dengan alasan rahasi

“Pengacara-nya (dr. Maedy Christiyani Bawolje) tidak ada yang pake Toga. Dan tadi saya minta file softcopy dalam bentuk word bukan PDF tapi katanya itu rahasia. Kalau rahasia ia sudah, saya fokus dalam tunutan pidananya saja,” kata Letkol CHK Yadi Mulyadi

Permohonan Restitusi Ganti Rugi yang diajukan oleh dr. Maedy Christiyani Bawolje selaku korban melalui Tim Penasehat Hukum-nya dan LPSK kepada Terdakwa Lettu Laut (K) dr. Raditya Bagus Kusuma Eka Putra yang didampingi Tim Penasehat Hukum-nya, Mayor Laut (H) Teguh Iman S, SH dan Serka Mar. Khaerul Bahro, SH., MH adalah sesuai dengan Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) RI No. 1 Tahun 2022 Tentang Tata Cara Penyelesaian Permohonan dan Pemberian Restitusi dan Kompensasi kepada Korban Tindak Pidana 
Namun sebelum pembacaan Pledoi, Tim Penasehat Hukum dari dr. Maedy Christiyani Bawolje selaku Pemohon dan juga dari LPSK (Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban), baru menyerahkan Surat Permohonan Restitusi Ganti Rugi kepada Terdakwa Lettu Laut (K) dr. Raditya Bagus Kusuma Eka Putra melalui Majelis Hakim Pengadilan Militer (Dilmil) III-12 Surabaya pada Selasa, 26 November 2024,

Sehingga persidangan dengan agenda pembacaan Pledoi atau Pembelaan pun ditunda, dan Ketua Majelis Hakim memerintahhkan Oditur Militer (Odmil) pada Oditorat Militer III-11 Surabaya Letkol CHK Yadi Mulyadi untuk merevisi surat tuntutan terkait Permohonan Restitusi Ganti Rugi sesuai dengan ayat (10) Pasal 8 Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) RI No. 1 Tahun 2022 Tentang Tata Cara Penyelesaian Permohonan dan Pemberian Restitusi dan Kompensasi kepada Korban Tindak Pidana yang berbunyi : “Penuntut Umum wajib mencantumkan permohonan Restitusi dalam tuntutan pidana”

Anehnya, Permohonan Restitusi Ganti Rugi yang diajukan oleh dr. Maedy Christiyani Bawolje selaku Pemohon melalui Tim Pengacaranya dan LPSK diajukan setelah Oditur Militer (Odmil) pada Oditorat Militer III-11 Surabaya Letkol CHK Yadi Mulyadi selesai membacakan surat tuntutan atau pada saat agenda pembacaan Pledoi atau Pembelaan dari Penasehat Hukum Terdakwa

Pertanyaannya adalah, mengapa Perma Nomor 1 Tahun 2022 Tentang Tata Cara Penyelesaian Permohonan dan Pemberian Restitusi dan Kompensasi Kepada Korban Tindak Pidana baru dibahas setelah sepekan Oditur Militer membacakan surat tuntutan pidana atau pada saat agenda sidang pembacaan Pledoi atau Pembelaan dari Penasehat Hukum Terdakwa?

Padahal ayat (2) Pasal 8 Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) RI No. 1 Tahun 2022 berbunyi : Dalam hal permohanan diajukan melalui penyidik atau LPSK, penyidik atau LPSK menyampaikan berkas permohanan Restitusi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 kepada Penuntut Umum disertai Keputusan LPSK mengenai besaran nilai Restitusi jika terdapat Keputusan dan pertimbangan LPSK mengenai besaran nilai Restitusi sebelum berkas perkara dilimpahkan ke Pengadilan atau paling lambat sebelum Penuntut Umum membacakan tuntutan pidana.

Pada ayat (3) berbunyi : Dalam hal permohanan Restitusi diajukan sebelum berkas perkara dilimpahkan, Penuntut Umum wajib memuat permahanan tersebut ke dalam surat dakwaan dan memasukkan berkas permahanan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ke dalam berkas perkara dan segera menyampaikan salinannya kepada terdakwa atau penasihat hukumnya.

Dan ayat (4) berbunyi : Dalam hal Karban Restitusi dan Karban tidak mengajukan dihadirkan dalam permohanan Persidangan sebagai saksi, Hakim memberitahukan hak Karban untuk memperoleh Restitusi yang dapat diajukan sebelum Penuntut Umum mengajukan tuntutan atau setelah putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap.

Apakah berita acara persidangan di Pengadilan Militer berbeda dengan Peradilan Umum (Pengadilan Negeri) tentang sidang perkara Tindak Pidana berdasarkan UU RI Nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), sehingga surat tuntutan yang sudah dibacakan dalam persidangan yang terbuka untuk umum dan persidanganpun sudah ditutup oleh Majelis Hakim serta menetapkan agenda persidangan selanjutnya, namun surat tuntutan itu dapat di revisi kembali terkait permohonan restitusi ganti rugi sesuai dengan PERMA RI No. 1 Tahun 2022 ?.
  
Lebih lanjut Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) RI No. 1 Tahun 2022 Tentang Tata Cara Penyelesaian Permohonan dan Pemberian Restitusi dan Kompensasi kepada Korban Tindak Pidana, dalam Pasal 8 berbunyi ;

Pasal 8 ayat (1) berbunyi : Permahanan Restitusi kepada Pengadilan selain diajukan melalui LPSK, 
                     penyidik, atau Penuntut Umum, dapat  diajukan aleh Karban.
 
ayat (2) berbunyi : Dalam hal permohanan diajukan melalui penyidik atau LPSK, penyidik atau LPSK 
           menyampaikan berkas permohanan Restitusi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 kepada    
           Penuntut Umum disertai Keputusan LPSK mengenai besaran nilai Restitusi jika terdapat 
           Keputusan dan pertimbangan LPSK mengenai besaran nilai Restitusi sebelum berkas perkara 
           dilimpahkan ke Pengadilan atau paling lambat sebelum Penuntut Umum membacakan tuntutan  
           pidana.

ayat (3) berbunyi : Dalam hal permohanan Restitusi diajukan sebelum berkas perkara dilimpahkan, 
          Penuntut Umum wajib memuat permahanan tersebut ke dalam surat dakwaan dan memasukkan              berkas permahanan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ke dalam berkas perkara dan segera 
          menyampaikan salinannya kepada terdakwa atau penasihat hukumnya.

ayat (4) berbunyi : Dalam hal Karban Restitusi dan Karban tidak mengajukan dihadirkan dalam 
       permohanan Persidangan sebagai saksi, Hakim memberitahukan hak Karban untuk memperoleh           Restitusi yang dapat diajukan sebelum Penuntut Umum mengajukan tuntutan atau setelah putusan 
       pengadilan berkekuatan hukum tetap.

ayat (5) berbunyi : Permahanan dapat dicabut paling lambat sebelum hakim menjatuhkan putusan.

ayat (6) berbunyi : Penuntut Umum mengajukan alat bukti di persidangan untuk membuktikan 
        permohonan   Restitusi.

ayat (7) berbunyi : Hakim memberikan kesempatan pada Pemohon dan/ atau LPSK untuk 
        menyampaikan keterangan serta alat bukti tambahan berdasarkan permintaan Pemohon, LPSK, 
        dan/atau Penuntut Umum.

ayat (8) berbunyi : Hakim memberikan kesempatan kepada terdakwa atau penasihat hukumnya untuk 
        menyampaikan tanggapan atas permohonan Restitusi dan mengajukan alat bukti.

ayat (9) berbunyi : Dalam hal Restitusi akan dibayarkan oleh Pihak Ketiga, Pihak Ketiga wajib 
        dihadirkan dalam sidang untuk dimintai persetujuannya.

ayat (10) berbunyi : Penuntut Umum wajib mencantumkan permohonan Restitusi dalam tuntutan 
        pidana.

ayat (11) berbunyi : Hakim memeriksa berkas permohonan Restitusi dan memberikan penilaian 
        hukum  terhadap alat bukti yang  diajukan di persidangan serta mempertimbangkannya di dalam 
        putusan.

ayat (12) berbunyi : Putusan sebagaimana dimaksud pada ayat (11) wajib memuat:
        a. pernyataan diterima atau tidaknya Permohonan Restitusi
        b. alasan untuk menenma atau menolak, baik sebagian atau untuk seluruh permohonan    
           Restitusi;  dan
        c. besaran Restitusi yang harus dibayarkan terdakwa atau orang tua terdakwa dalam hal 
           terdakwa  adalah anak, dan/ atau Pihak Ketiga.
 
ayat (13) berbunyi : Dalam perkara tindak pidana perdagangan orang dan terorisme, putusan memuat 
          pula lamanya pidana penjara atau kurungan pengganti sesuai dengan ketentuan Undang-
         Undang, yakni dalam hal harta kekayaan terdakwa dan/ atau Pihak Ketiga tidak mencukupi, yang
         dihitung secara proporsional berdasarkan jumlah Restitusi yang telah dibayarkan oleh terdakwa
         dan/ atau  Pihak Ketiga.

ayat (14) berbunyi : Pidana penjara atau kurungan pengganti sebagaimana dimaksud pada ayat (13) 
        tidak dapat dijatuhkan kepada orang tua terdakwa, dalam hal terdakwa adalah anak.

ayat (15) berbunyi : Dalam hal terdakwa lebih dari 1 (satu) orang, perincian besaran Restitusi yang 
        harus dibayarkan ditetapkan untuk masing-masing terdakwa sesuai dengan peran dan kesalahan
         yang mengakibatkan timbulnya kerugian.

ayat (16) berbunyi : Dalam hal Hakim memutus bebas atau lepas dari tuntutan hukum, permohonan
           Restitusi dinyatakan tidak dapat diterima.

ayat (17) berbunyi : Dalam hal terdakwa dinyatakan bersalah namun permohonan restitusi ditolak   
            sebagian atau seluruhnya, dengan atau tanpa permintaan Pemohon, Penuntut Umum dapat
             mengajukan permohonan banding dan/ atau kasasi. (Jnt)

Posting Komentar

  1. Wow... Koq seperti pertunjukan sirkus ya..... Ini mimbar sidang Terhormat lo.... Pemangku Keadilan hrs dapat menghadirkan Rasa Keadilan nya dimanaaaa...????

    BalasHapus

Tulias alamat email :

 
Top