“Pledoi Penasehat Hukum (PH) Mengungkap Fakta, Diantaranya : Bahwa Saksi Korban dr. Maedy Christiyani Bawolje, Anak Mantan Komandan Lantamal V Sby Alm. Laksma TNI Ismail Bawilje/Hidayati Telah Punya Anak Pada Tahun 2000 Sebelum Menikah Dengan Suami Pertamanya AKBP Polisi Hendrik Aswan Aprilianto, SH pada Tahun 2001, Ketidak Harmonisan Antara Korban dan Ketiga Anaknya Dengan Hidayati (ibu Korban) Sebelum Menikah Dengan Terdakwa dan Sumpah Profesi Dokter Menurut Kode Etik Kedokteran”
BERITAKORUPSI.CO -Sidang perkara kasus dugaan KDRT (Kekerasan Dalam Rumah Tangga) yang dilakukan oleh Terdakwa Lettu Laut (K) dr. Raditya Bagus Kusuma Eka Putra terhadap istrinya, dr. Maedy Christiyani Bawolje, dan kedua anak tirinya yaitu Christia Sanika Putri Aprilia (24 tahun/10 Mei 2000/Mahasiswa) dan Adisha Satya Putri Aprilia (20 tahun/ 15 Mei 2003/Mahasiswa) pada tanggal 29 April 2024 di Jalan Semolowaru Bahari, Kelurahan Medokan Semampir, Kecamatan Sukolilo, Kota Surabaya, kembali digelar di Pengadilan Militer (Dilmil) III-12 Sby dengan agenda pembacaan Pledoi atau Pembelaan dari Penasehat Hukum (PH) Terdakwa, Mayor Laut (H) Teguh Iman S, SH dan Serka Mar. Khaerul Bahro, SH., MH atas tuntutan Oditur Militer (Odmil) pada Oditorat Militer III-11 Surabaya Letkol CHK Yadi Mulyadi Terhadap Terdakwa dengan pidana penjara selama 8 (delapan) bulan dan Restitusi Ganti Rugi sebesar Rp158 juta lebih
Persidangan yang berlangsung di Ruang Sidang Utama Dilmil III-12 Surabaya diketuai Majelis Hakim Letkol (CHK) Arif Sudibya, SH., MH dengan dibantu 2 Hakim anggota, yaitu Letkol (CHK) Muhammad Saleh, SH dan Letkol (Kum) Wing Eko Joedha H, SH., MH
Dalam Pledoinya, Penasehat Hukum (PH) Terdakwa, Mayor Laut (H) Teguh Iman S, SH dan Serka Mar. Khaerul Bahro, SH., MH menjelaskan, bahwa keterangan Saksi-1 (dr. Maedy Christiyani Bawolje) pada urut nomor 1 sampai dengan nomor 5 diatas, dapat disimpulkan bahwa keterangan Saksi-1, Saksi-2 (Christia Sanika Putri Aprilia, 24 tahun/10 Mei 2000/Mahasiswa) dan Saksi-3 (Adisha Satya Putri Aprilia, 20 tahun/ 15 Mei 2003/Mahasiswa) patut diragukan kebenarannya karena tidak mungkin ada dua pernyataan yang saling bertentangan dianggap benar semua, sehingga Keterangan Saksi-1, Saksi-2 dan Saksi-3 harus diabaikan. Serka Mar. Khaerul Bahro, SH., MH menjelaskan, meskipun dalam Pasal 185 (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP (Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana) menyebutkan bahwa “Keterangan saksi sebagai alat bukti ialah apa yang saksi nyatakan di sidang pengadilan”. Akan tetapi, di Pasal yang sama pada ayat (6) menyebutkan bahwa, dalam perkara ini, keterangan saksi dari pihak keluarga pelapor tidak dapat dijadikan dasar yang kuat, karena adanya hubungan emosional yang erat sehingga memiliki potensi untuk memberikan keterangan yang subjektif dan tidak netral. Keterangan saksi keluarga tidak didukung oleh saksi lain yang independen atau netral, sehingga menimbulkan keraguan atas kebenaran materiil yang disampaikan dalam persidangan.
Serka Mar. Khaerul Bahro, SH., MH juga menjelaskan terkait keterangan 2 orang ahli yaitu dr. I.K. Tirka Nandaka, Sp. KJ, Subsp. For., SH., MM, dokter Spesialis Kedokteran Jiwa, Subspesialis Foresik (Konsultan) dinas di RSPAL dr Ramelan Surabaya dan ahli dari LPSK yaitu Riza Wahyuni, S. Psy., M.Si, Psikolog (tidak ada dalam BAP, dan pada persidangan saat itu bersamaan dengan penyerahan surat Permohonan Restitusi Ganti Rugi dari Pemohon dr. Maedy Christiyani Bawolje yang diwakili Kuasa Hukum-nya kepada Termohon Lettu Laut (K) dr. Raditya Bagus Kusuma Eka Putra melalui Majelis Hakim)
Serka Mar. Khaerul Bahro, SH., MH menjelaskan, “Kedua Ahli, dalam hal ini psikolog, tidak mempertimbangkan latar belakang Terperiksa secara menyeluruh. Harus dicatat bahwa korban juga pernah mengalami kekerasan fisik dan psikis pada perikahan dengan suami pertamanya, perceraian dengan suami kedua serta hubungan yang tidak haronis antara Ibu dengan Anak dan Nenek dengan cucu-cucunya yang tentunya dapat mempengaruhi kondisi psikologis dan persepsi Terperiksa terhadap hubungan yang ada saat ini. Tesimoni dari saksi ahli seharusnya mencakup analisis menyeluruh terhadap riwayat psikologis Para Terperiksa agar tidak menimbulkan kesimpulan yang sepihak yang hanya menekankan pada perbuatan Terdakwa saja. Kesimpulan yang diambil dari data-data yang tidak akurat maka hasilnya bisa sangat menyesatkan sehingga dalam hal ini Keterangan Saksi-Saksi Ahli tersebut harus dikesampingkan” Dalam proses pembuktian, lanjut Serka Mar. Khaerul Bahro, SH., MH, saksi fakta yang berada di lokasi kejadian sangat penting untuk memberikan gambaran objektif mengenai peristiwa yang sebenarnya. Namun dalam perkara ini, Oditur tidak menghadirkan saksi fakta. Saksi fakta yang dimaksud adalah Hidayati, ibu dari dr. Maedy Christiyani Bawolje selaku Korban atau metua Terdakwa
“Tidak adanya saksi yang menyaksikan langsung kejadian pada saat peristiwa berlangsung, menunjukkan lemahnya upaya pembuktian Oditur. Demikian juga dengan Pelapor yang tidak menghadirkan saksi yang relevan. Hal ini semakin memperkuat bahwa dakwaan hanya didasarkan pada klaim pelapor tanpa pendukung fakta yang kuat,” ungkapnya
Dalam Pledoinya, Penasehat Hukum Terdakwa juga menjelaskan, bahwa 2 saksi meringankan yang dihadirkan oleh Penasehat Hukum Terdakwa adalah Djunaedi Abdullah dan Hoesniati. Kedua Saksi ini adalah adik kandung Hidayati. Semula, Hidayati bersedia menjadi saksi yang meringkan Terdakwa. Namun sepertinya ada sesuatu saat Hidayati tinggal di Pantai Jompo. Namun sebelumnya, Hidayati bersedia di wanwancari oleh Tim Penasehat Hukum Terdakwa, dan hasil rekaman wawancara itu kemudian dserahkan kepada Majelis Hakim
Serka Mar. Khaerul Bahro, SH., MH menjelaskan, dalam berkas perkara, keterangan Saksi-Saksi yang dihadirkan dalam hal ini Saksi-1, Saksi-2, Saksi-3 dan Saksi-4, cenderung berpihak kepada Pelapor/korban, yaitu dr. Maedy Christiyani Bawolje.
“Namun hasil pendalaman lebih lanjut terhadap keterangan para saksi menunjukkan adanya beberapa ketidaksesuaian yang terungkap dan adanya bias yang perlu dipertanyakan,” pungkasnya Yang mengejutkan dari Pledoi Penasehat Hukum Terdakwa adalah, bahwa saksi korban dr. Maedy Christiyani Bawolje, anak mantan Komandan Lantamal V Sby Alm. Laksma TNI Ismail Bawilje/Hidayati, telah punya anak pada tahun 2000, sebelum dr. Maedy Christiyani Bawolje menikah dengan suami pertamanya, AKBP Pol. Hendrik Aswan Aprilianto, SH pada Tahun 2001, dan ketidak harmonisan antara Korban dan Ketiga anaknya dDengan Hidayati (ibu Korban) sebelum menikah dengan terdakwa serta Ssumpah profesi dokter menurut Kode Etik Kedokteran
Dalam Pledoinya Serka Mar. Khaerul Bahro, SH., MH menjelaskan didahapan Majelis Hakim, bahwa yang melatarbelakangi permasalah ini adalah masalah kesehatan Ibu Hidayati (Ibu Kandung Saksi-1), dimana yang bersangkutan meminta untuk diantar berobat ke RSAL. Terdakwa menyampaikan kepada Saksi-2 sebanyak 2 kali untuk mengantarkan berobat ke RSAL.
Namun dilarang oleh Saksi-1 dengan alasan, hubungan Saksi-2 dengan neneknya tidak baik. Hal inilah yang memicu terjadinya percekcokan dan emosi dari Terdakwa, sehingga berlanjut dengan dilaporkannya Terdakwa ke Pom Lantamal V.
Saksi-1 sebagai seorang dokter seharusnya mengesampingkan urusan pribadi, dan menganggap Ibu Kandungnya sebagai seorang pasien. Hal ini tentu melanggar kode etik kedokteran dan sumpah profesi seorang dokter.
Perhimpunan Dokter Indonesia telah mengeluarkan Kode Etika kedokteran dengan Surat Keputusan Nomor : 111/PB/A.4/02/2013 tanggal 15 Februari 2013 tentang Penerapan Kode Etik Kedokteran Indonesia. Selain Kode etik dan sumpah profesi dokter, dalam fakta persidangan juga terungkap bahwa anak pertama dari Saksi-1 dilahirkan sebelum Saksi-1 dan mantan suami pertama melangsungkan pernikahan.
Anak pertama dilahirkan pada tanggal 10 Mei 2000, sedangkan Saksi-1 menikah dengan suami pertama tanggal 19 November 2001 sesuai yang tercatat di Kantor Catatan Sipil Kabupaten Malang. Hal ini dapat menunjukan bahwa Saksi-1 telah melanggar kesusilaan dengan hamil diluar nikah.
Dari seluruh isi Pledoi Penasehat Hukum Terdakwa, Wartawan beritakorupsi.co mengutip beberapa bagian dari isinya termasuk yang dijelaskan diatas. Hal ini untuk menghindari adanya interpensi atau intimidasi dari pihak-pihak tertentu.
Dari beberapa isi Pledoi Penasehat Hukum Terdakwa yaitu;
Fakta-Fakta Yang Terungkap Dalam Persidangan
Majelis Hakim yang kami hormati, setelah melalui pemeriksaan sidang, telah didengar keterangan Saksi, dimana para Saksi yang hadir di persidangan ini, sebelum didengar keterangannya telah disumpah lebih dahulu menurut agama masing-masing.
Telah didengar pula keterangan Terdakwa yang berkaitan dengan pengakuan beserta penyangkalan atas keterangan saksi-saksi yang diajukan kepada dirinya. Secara singkat dijelaskan tentang fakta-fakta yang lengkap dipersidangan. Saksi-saksi yang diperiksa yaitu :
Majelis Hakim yang kami hormati, setelah melalui pemeriksaan sidang, telah didengar keterangan Saksi, dimana para Saksi yang hadir di persidangan ini, sebelum didengar keterangannya telah disumpah lebih dahulu menurut agama masing-masing.
Telah didengar pula keterangan Terdakwa yang berkaitan dengan pengakuan beserta penyangkalan atas keterangan saksi-saksi yang diajukan kepada dirinya. Secara singkat dijelaskan tentang fakta-fakta yang lengkap dipersidangan. Saksi-saksi yang diperiksa yaitu :
1. Keterangan Saksi Saksi- 1 (dr. Maedy Christiyani Bawolje, Surabaya, 14 Juli 1980 / PNS/Dokter Balai besar karantina Kesehatan Surabaya)
2. Saksi- 2 (Christia Sanika Putri Aprilia, Sidoarjo, 10 Mei 2000/Mahasiswa)
3. Saksi- 3 (Adisha Satya Putri Aprillia, Surabaya, 15 Mei 2003/Mahasiswa). Saksi- 2 dan 3 adalah anak dari saksi- 1 dari penikahannya pada tahun 2001 dengan suami pertama, yaitu AKBP Po. Hendrik Aswan Aprilianto, S.H pada tahun
4. Saksi 4 (Nathalia Christiyana (Surabaya, 25 Desember 1983). Saksi- 4 adalah adik dari saksi- 1 Saksi 5 atau Ahli
dr. I.K. Tirka Nandaka, Sp. KJ, Subsp. For., S.H., M.M. sebagai Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa.Subspesialis Foresik (Konsultan) dinas di RSPAL dr Ramelan Surabaya
dr. I.K. Tirka Nandaka, Sp. KJ, Subsp. For., S.H., M.M melakukan pemeriksaan kesehatan jiwa terhadap Sdri dr. Maedy Christiyani Bawolje bersama anaknya, yaitu Christia Sanika Putri Aprillia dan Adisha Satya Putri Aprillia berdasarkan Surat Danpom Lantamal V Nomor R / 528 / V / 2024 tanggal 07 mei 2024 perihal permohonan pemeriksaan kesehatan jiwa / psikiatri
Kesimpulan hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh dr. I.K. Tirka Nandaka, Sp. KJ, Subsp. For., S.H., M.M terhadap Saksi- 1, Saksi-2 dan Saksi-3 yaitu ; bahwa kondisi sdri. dr. Maedy Christiyani Bawolje, sdri. Christia Sanika Putri Aprillia dan Adisha Satya Putri Aprillia mengalami depresi sedang dan depresi berat yang termasuk dalam klasifikasi gangguan jiwa, dimana klasifikasi gangguan jiwa dikategorikan menjadi 2 (dua) yaitu gangguan jiwa waras dan gangguan jiwa tidak waras,
Untuk sdri. dr. Maedy Christiyani Bawolje, sdri. Christia Sanika Putri Aprillia dan Adisha Satya Putri Aprillia dapat dikategorikan gangguan jiwa waras karena pasien mampu bertanggung jawab atas semua yang disampaikan dan semua yang dilakukan
Bahwa pada saat pemeriksaan kejiwaan, ditanyakan riwayat hidup Saksi-1 yang sifatnya formal. Namun para Terperiksa tidak terlalu banyak menceritakan peristiwa-peristiwa masa lalu dan latar belakang Bahwa saksi-1 pernah menikah 2 kali sebelum menikah dengan Terdakwa dan kehidupan landai-landai masa lalunya saja. Saksi-1 hanya menyampaikan bahwa Perceraian pada 2 (dua) pernikahan sebelumnya hanya masalah ketidakcocokan. Tidak terlalu banyak informasi yang diberikan para Terperiksa seperti yang terungkap di fakta persidangan tentang kehidupan keluarga sebelum Saksi-1 menikah dengan Terdakwa termasuk hubungan yang tidak harmonis antara Saksi-1 dengan Ibu Kandungnya, Saksi-2 dan Saksi-3 dengan neneknya (Ibu kandung Saksi-1). Dan anak-anak Saksi-1 juga tidak menunjukan adanya gejolak apa-apa dan tidak pernah mengalami hal yang sama seperti yang dilakukan oleh Terdakwa.
Bahwa hasil pemeriksaan dan kesimpulan yang disampaikan dapat disebabkan oleh banyak faktor (Multi factorial) termasuk peristiwa kekerasan dan trauma di masa lalu dari para Terperiksa, stress akibat pekerjaan, masalah rumah tangga, keuangan dan lain-lain. Perbuatan Terdakwa hanya salah satu pemicu.
Dan kekerasan fisik dan psikis masa lalu yang dialami para Terperiksa, jika tidak dilaksanakan pengobatan, treatmen dan interfensi psikologis akan tetap membekas sampai sekarang. Bahkan dampaknya akan lebih berat jika dibandingkan dengan apa yang dilakukan oleh Terdakwa.
Saksi Tambahan-1 : Djunaedi Abdullah (Surabaya, 12 April 1961) yang dalam keterangannya menjelaskan;
1. Bahwa Saksi kenal dengan Terdakwa saat sebagai wali dalam pernikahan antara Terdakwa dengan sdri. dr. Maedy Christiyani Bawolje dan hubungan saksi dengan sdri. dr. Maedy Christiyani Bawolje sebagai Om karena saksi adalah adik kandung dari ibunya sdri. dr. Maedy Christiyani Bawolje / mertua Terdakwa.
2. Bahwa pada tanggal 29 April 2024 malam hari saksi ditelpon oleh ibu kandung sdri. dr. Maedy Christiyani Bawolje a.n. Ny Hidayati yang mengatakan ada ribut ribut dirumah karena Terdakwa dimintai tolong untuk minta antar rujukan kerumah sakit, kemudian saksi juga mendapat telepon dari sdri. dr. Maedy Christiyani Bawolje yang mengatakan kalau mau kerumah jangan menemui mama dulu, temui saksi-1 dulu ( sdri. dr. Maedy Christiyani Bawolje )
3. Bahwa saksi mengetahui hubungan antara Ny Hidayati dengan sdri. dr. Maedy Christiyani Bawolje dan anak anaknya tidak harmonis.
4. Bahwa saksi tidak mengetahui kejadian pada saat itu karena saksi tidak ada di tempat kejadian dan saksi tidak tahu akibat dari perbuatan yang dilakukan oleh Terdakwa kepada sdri. dr. Maedy Christiyani Bawolje sdri. Christia Sanika Putri Aprillia dan Adisha Satya Putri Aprillia
5. Bahwa saksi mengetahui anaknya sdri. dr. Maedy Christiyani Bawolje selalu berkata kasar pada neneknya ( Ny Hidayati ) namun saksi tidak mengetahui apa yang menyebabkan cucunya berani kepada neneknya ( Ny Hidayati )
6. Bahwa Saksi menceritakan pada tanggal 29 April 2024 sekira pukul 18.30 WIB ketika Saksi sedang mengemudikan mobil dihubungi oleh Ibu Saksi-1 (Ibu Hidayati), meminta untuk datang kerumah Semolo Waru karena ada ribut-ribut antara Terdakwa dengan Saksi-1 dan anak-anaknya.
Di tengah perjalanan Saksi dihubungi oleh Saksi-1 dan menceritakan kejadian versi Saksi-1, kemudian Saksi menyampaikan bahwa tadi ibu Saksi-1 juga menghubungi meminta untuk datang, kemudian Saksi-1 menyampaikan, sebelum bertemu dengan ibu hidayati supaya menemui saksi-1 terlebih dahulu.
Kemudian Saksi menanyakan “ ada apa ? ” kemudian dibelakang suara Saksi-1, terdengar suara anak Saksi-1 berkata dengan nada keras dan tidak sopan terhadap Saksi. Karena Saksi sudah mengenal karakter dari Saksi-1, saksi langsung menanyakan kepada saksi-1. ” Kamu masih suka sama Radit tidak ?” kemudian telepon tersebut dimatikan oleh Saksi dan mengurungkan niatnya untuk datang ke rumah kakaknya.
7. Bahwa saksi kemudian menghubungi kakaknya lagi, dan menanyakan ada apa ? kemudian Kakaknya bercerita bahwa awalnya Ibu Hidayati meminta rujukan untuk ke RSPAL dan minta di anatar oleh Saksi-2, namun dilarang oleh Saksi- 1.
8. Bahwa saksi menerangkan bahwa hubungan antara saksi-1, saksi-2 dan Saksi-3 tidak harmonis dengan ibu Hidayati sebelum menikah dengan Terdakwa.
9. Bahwa Saksi selalu hadir di persidangan bersama dengan Saksi Tambahan 2 dan mengetahui seluruh keterangan Saksi-1, Saksi-2, Saksi-3 dan Saksi-4. Kemudian Saksi menanyakan langsung ke Ibu Hidayati apakah semua keterangan itu benar? Dan Ibu Hidayati menyangkal dan tidak membenarkan keterangan para Saksi tersebut. Ibu Hidayati juga menceritakan bahwa pengancaman dengan pisau juga tidak terjadi, yang sebenarnya terjadi adalah Terdakwa mengancam menusuk dirinya sendiri sambil mengancam akan bunuh diri.
Bahkan Ibu Hidayati menceritakan kekerasan yang terjadi malam itu yang menimpa dirinya, yaitu pelemparan botol air mineral yang masih ada isinya, dilemparkan ke arah dirinya dan mengenai tubuh Ibu Hidayati yang dilakukan oleh Saksi-3 dan dibiarkan oleh Saksi-1. Bahkan Saksi-1 juga mengucapkan kata-kata kasar kepada Ibunya “gara-gara hidayati. Semua Jadi seperti ini, enaknya diapakan orang ini?”. Kemudian Saksi-3 menimpali dengan kata-kata “Pateni ae”. Kemudian Saksi-1 menutup mulut Saksi 3 dengan tangannya.
10. Bahwa saksi menerangkan, pernah melihat sendiri kekerasan yang dialami oleh Saksi-1 yang dilakukan oleh mantan suami pertama berupa penodongan pistol ke arah kepala saksi-1, kemudian pistol itu diambil oleh Saksi. Kejadian itu terjadi di rumah Jl. Maspati sewaktu Saksi-1 masih kuliah.
11. Bahwa saksi menerangkan sebelum pristiwa tersebut terjadi kehidupan rumah tangga saksi-1 dan Terdakwa baik-baik saja dan harmonis, dibuktikan dengan seringnya Terdakwa bepergian dengan saksi-1 dan anak-anaknya, bahkan Saksi pernah diajak pergi keluar.
12. Bahwa saksi menerangkan hubungan antara Terdakwa dengan Ibu Mertua selalu baik, namun dikarenakan Saksi-1 tidak menyukai hal tersebut, maka Terdakwa selalu memberikan perhatian tanpa sepengetahuan Saksi-1 dan anak-anaknya. 13. Bahwa saksi menerangkan tidak mengetahui anak-anak Saksi-1 mengalami penyakit. Namun Saksi pernah melihat Saksi-2 mengalami histeris dan kejang-kejang sejak kecil jauh sebelum saksi-1 menikah dengan Terdakwa.
14. Bahwa Saksi menerangkan bahwa ibu Hidayati tidak pernah dimintai keterangan oleh penyidik Pomal Lantamal V.
15. Bahwa Saksi menerangkan kondisi ibu Hidayati dalam kondisi sehat terbatas karena usia namun masih dapat berkomunikasi dengan baik dan dapat menceritakan kronologis kejadian malam itu dengan baik.
16. Bahwa Saksi menerangkan bahwa ibu Hidayati takut dengan anak-anaknya untuk menceritakan yang sebenarnya kepada penyidik. Takut ditawur / di musuhi sama anak-anaknya. Selain itu tidak ingin menambah runyam hubungan yang sudah tidak baik anatara ibu hidayati dengan anak-anak dan cucu-cucunya.
17. Bahwa Saksi memberikan keterangan bahwa Ibu Hidayati saat ini sudah tidak di rumah Semolo Waru Bahari lagi melainkan tinggal bersama adiknya beberapa hari dan kemudian tinggal di Panti Lansia. Saksi Tambahan 2 (Hoesniati, Surabaya, 19 September 1954) yang dalam keterangannya menjelaskan;
1. Bahwa Saksi kenal dengan Terdakwa karena saksi adalah adik kandung dari Ny Hidayati, ibunya dari sdri. dr. Maedy Christiyani Bawolje / mertua Terdakwa.
2. Bahwa saksi tidak mengetahui secara langsung kejadian pada tanggal 29 April 2024 yang dilakukan oleh Terdakwa terhadap sdri. dr. Maedy Christiyani Bawolje.
3. Bahwa saksi mengetahui hubungan antara Ny Hidayati dengan sdri. dr. Maedy Christiyani Bawolje dan anak anaknya tidak harmonis.
4. Bahwa saksi tidak mengetahui apa akibat dari perbuatan yang dilakukan oleh Terdakwa kepada sdri. dr. Maedy Christiyani Bawolje sdri. Christia Sanika Putri Aprillia dan Adisha Satya Putri Aprillia
5. Bahwa saksi mengetahui adanya keributan antara Terdakwa dengan sdri. dr. Maedy Christiyani Bawolje dan ketiga anaknya dari Ny Hidayati.
6. Bahwa Saksi membenarkan seluruh keterangan dari Saksi tambahan 1 dan ikut mendengarkan keterangan langsung ibu Hidayati.
7. Bahwa Saksi bersama saksi tambahan 1 selalu hadir di persidangan dan mengetahui seluruh keterangan dari Saksi-1, Saksi-2, Saksi-3 dan Saksi-4. Kemudian dengan didampingi oleh Saksi tambahan 1 dan Ibu Elli (Adik kandung Ibu Hidayati), Saksi menanyakan langsung ke Ibu Hidayati apakah semua keterangan itu benar? Kemudian Ibu Hidayati menyangkal dan tidak membenarkan keterangan para Saksi tersebut. Ibu Hidayati juga menceritakan bahwa pengancaman dengan pisau juga tidak terjadi, yang sebenarnya terjadi adalah Terdakwa mengancam menusuk dirinya sendiri sambil mengancam akan bunuh diri.
Bahkan Ibu Hidayati menceritakan kekerasan yang terjadi malam itu yang menimpa dirinya, yaitu pelemparan botol air mineral yang masih ada isinya, dilemparkan ke arah dirinya dan mengenai tubuh Ibu Hidayati yang dilakukan oleh Saksi-3 dan dibiarkan oleh Saksi-1.
Bahkan Saksi-1 juga mengucapkan kata-kata kasar kepada Ibunya “gara-gara hidayati. Semua Jadi seperti ini, enaknya diapakan orang ini?”. Kemudian Saksi-3 menimpali dengan kata-kata “Pateni ae”. Kemudian Saksi-1 menutup mulut Saksi-3 dengan tangannya.
8. Bahwa Saksi memberikan keterangan bahwa Ibu Hidayati saat ini sudah tidak di rumah Semolo Waru Bahari lagi melainkan tinggal bersama adiknya untuk eberapa dan kemudian tinggal di Panti Lansia.
Saksi Ahli / LPSK dihadirkan oleh Oditur (tidak ada dalam BAP, dan pada persidangan saat itu bersamaan dengan penyerahan surat Permohonan Restitusi Ganti Rugi dari Pemohon dr. Maedy Christiyani Bawolje yang diwakili Kuasa Hukum-nya kepada Termohon Lettu Laut (K) dr. Raditya Bagus Kusuma Eka Putra melalui Majelis Hakim) menerangkan; 1. Bahwa Ahli tidak kenal dengan Terdakwa dan tidak ada hubungan keluarga.
2. Bahwa Ahli pernah memeriksa sdri. dr. Maedy Christiyani Bawolje dan ketiga anaknya yaitu sdri. Christia Sanika Putri Aprillia dan Adisha Satya Putri Aprillia dan sdr Abraham Athar berdasarkan rujukan dari lembaga perlindungan saksi dan korban ( LPSK ) Nomor R-4073/5.2.HSMPP/LPSK/9/2024 tanggal 30 September 2024 dalam kasus KDRT.
3. Bahwa ahli melakukan pemeriksaan pada tanggal 1 dan 7 September 2024 dengan metode pemeriksaan Observasi, wawancara kognitif dan Psikologi.
4. Bahwa atas pertanyaan Oditur, Ahli menyebutkan mendapatkan tugas dari LPSK, bekerja dengan metode wawancara kepada Saksi-1 dan ketiga anaknya.
5. Bahwa atas pertanyaan PH Terdakwa, Ahli menjelaskan:
a. Bahwa tindakan kekerasan yang dilakukan oleh Terdakwa adalah pencetus atau trigger kejadian yang dialami Saksi-1 dan ketiga anaknya.
b. Bahwa Ahli tidak menyebutkan dengan jelas peristiwa masa lalu apa saja yang dialami Saksi-1 sebelum menikah dengan Terdakwa.
c. Bahwa Ahli hanya mewawancarai Saksi-1 dan ketiga anaknya tanpa memeriksa Terdakwa dan tidak membaca hasil pemeriksaan BAP sebagai pembanding sebagaimana yang dilakukan oleh Ahli dari Psikologi dari RSPAL dr Ramelan Surabaya.
d. Bahwa Ahli tidak mengetahui siapa yang meminta pemeriksaan, Ahli hanya menjalankan perintah dari LPSK. Analisa Fakta Dan Yuridis
a. Keterangan Terdakwa Lettu Laut (K) dr. Raditya Bagus Kusuma.Eka Putra (Madiun, 04 September 1988) menjelaskan ;
1. Bahwa Terdakwa menikah dengan Sdri dr. Maedy Christiyani Bawolje pada tanggal 27 April 2021, dan belum belum dikaruniai anak. Sebelum Terdakwa menikah dengan saksi-1 (dr. Maedy Christiyani Bawolje), status Terdakwa adalah seorang duda yang mempunyai 1 ( satu ) orang anak dari pernikahan yang pertama yaitu RAFA (11 thn) dan diasuh oleh mantan istri Terdakwa.
Sedangkan saksi-1 sebelum menikah dengan Terdakwa, berstatus seorang Janda yang mempunyai 2 (dua) anak kandung bernama Christia Sanika Putri Aprilia (24 tahun /10 Mei 2000/Mahasiswa) dan Adisha Satya Putri Aprillia (umur 20 tahun/15 Mei 2003/Mahasiswa) dari hasil pernikahannya yang pertama dengan AKBP Polisi Hendrik Aswan Aprilianto, S.H. Dan 1 (satu) anak angkat, yaitu AAE (11 tahun)
2. Bahwa setelah menikah, Terdakwa tinggal bersama saksi-1 dan ketiga anak dari saksi-1 dirumah orang tua saksi-1 di Semolowaru Bahari AA/2 RT 007 RW 002 Medokan Semampir Sukolilo Surabaya. Dan awal pernikahan rumah tangga Terdakwa dengan saksi-1 sering terjadi permasalahan akan tetapi semua permasalahan bisa diatasi secara kekeluargaan.
3. Bahwa pada tanggal 28 April 2024 sekira pukul 09.00 WIB Terdakwa dimintai tolong oleh ibu mertua Terdakwa (ibu kandung saksi-1) untuk mengantar kontrol ke RSPAL dr Ramelan Surabaya
Dikarenakan Terdakwa dan saksi-1 sedang ada kegiatan, kemudian Terdakwa meminta tolong kepada saksi-2 untuk mengantar neneknya mengurus rujukan ke RSPAL. Namun saksi-2 menjawab “tidak dijinkan oleh mama (saksi-1)” dikarenakan hubungan saksi-2 dengan neneknya tidak baik / tidak akur karena neneknya sering melakukan kekerasan fisik terhadap saksi-2, sehingga untuk menjaga mental anak saksi-1 tidak mengijinkannya.
4. Bahwa dapat dijelaskan awal mula kejadian tersebut yaitu pada tanggal 28 April 2024, Terdakwa menyampaikan ke Saksi 2 untuk mengantarkan Ibu Hidayati untuk berobat ke RSAL, namun Saksi 2 dilarang oleh Saksi 1. Kemudian pada tanggal 29 April 2024, melalui telepon, Terdakwa meminta lagi kepada Saksi 2 untuk mengantarkan Neneknya ke RSAL namun lagi-lagi dilarang oleh Saksi 1 dan Terdakwapun dilarang oleh Saksi 1 untuk mengantar Ibunya ke RSAL. dengan alasan hubungan Saksi 1, Saksi 2 tidak harmonis dengan Ibu Hidayati bahkan jauh sebelum Terdakwa menikah dengan Saksi 1 walaupun sudah dibantu oleh keluarga Terdakwa dan saudara-saudara ibunya namun tidak berhasil.
Melhat kondisi seperti itu akhirnya Ibu Hidayati tidak jadi berobat ke RSPAL dan akhirnya minta tolong untuk diambilkan obat dengan memberiksan daftar obat yang diminta sesuai dari RSPAL.
5. Bahwa selesai sholat maghrib Terdakwa pulang kerumah dan sampai rumah menjelang isya, kemudian hendak berganti baju, kemudian mengambil obat dari kantong dan menyerahkan kepada Saksi 2 dengan berkata “ini obat buat Mamah”. Saat itu Saksi 1 bilang “Kenapa kok kamu masih peduli dengan Mamah?” kemudian dijelaskan oleh Terdakwa dengan cara baik-baik sampai akhirnya terjadi perdebatan.
Namun karena kondisi Terdakwa sedang capek, secara spontan mengambil guling dan melempar ke arah Saksi 1 dengan tujuan untuk meredam dan mengakhiri perdebatan dan peringatan supaya berbicara dengan nada yang rendah.
Namun saat itu Saksi 3 melihat dan berusaha menyerang Terdakwa. Terdakwa berusaha melindungi badannya dengan melakukan Body cover dalam posisi berdiri dan mendorong Saksi 2 ke belakang dan tidak jatuh. Kemudian Saksi 3 masuk ke kamar dan berusaha melerai. Karena suasana masih ribut akhirnya Saksi 1 dan ketiga anaknya turun kebawah menuju ke ruang tengah. 6. Bahwa kejadian malam itu tidak ada pemukulan terhadap para saksi sebagaimana disebutkan oleh saksi-1, saksi-2 dan saksi-3 dalam keterangannya, sedangkan memar-memar berwarna kebiruan ditubuh para saksi adalah karena Saksi 1 dan anak-anaknya mempunyai penyakit kelainan darah yang disebut Glukosa 6 Posphat Dehidrogenase (G6PD) dimana badan Saksi 1, Saksi 2 dan Saksi 3 akan dengan mudah menjadi biru-biru jika kena benturan, tekanan ataupun capek-capek bisa terjadi di paha, di lengan dan bagian tubuh lain.
7. Bahwa kemudian Terdakwa selang beberapa menit turun kebawah menuju ruang tengah namun semua pintu dikunci, akhirnya menuju pintu belakang melalui dapur dan bertemu dengan ibu mertua karena posisi kamar ibu mertua berdekatan dengan ruang tamu, hanya dibatasi dengan jembatan kecil.
Akhirnya Ibu dimasukan oleh Terdakwa ke ruang tengah melalui pintu dapur dan Ibu Mertua duduk di sofa tengah. Di seberang ada Saksi 1 dengan 3 anaknya. Tiba-tiba Saksi 1 menunjuk dan berkata kepada ibunya yang intinya “gara-gara orang tua ini rumah tangga saya jadi berantakan, enaknya diapain ?” kemudian secara spontan Saksi 3 mengatakan “Pateni ae” kemudian Saksi 3 melempar botol air mineral yang masih ada isinya ke arah neneknya dan mengenai dada kiri neneknya.
Saat itulah Terdakwa merasa tidak dihargai sebagai seorang ayah, akhirnya Terdakwa berjalan kearah dapur dan mengambil pisau dapur 2 buah dan mengarahkan kearah perut Terdakwa dengan tujuan untuk menakut-nakuti Saksi 1 dan anak-anaknya dan berkata yang pada intinya “Jika kalian tidak menghargai saya, menghargai orang tua, lebih baik saya mati saja” Dan tidak ada pengancaman kepada Saksi 1 dan anak-anaknya karena posisi Terdakwa tetap berseberangan dalam jarak yang cukup jauh. Kejadian tersebut disaksikan langsung oleh Ibu mertua Terdakwa yang saat itu sedang duduk di Sofa di ruang tersebut.
8. Bahwa Selang beberapa saat Saksi 3 keluar entah kemana dan beberapa saat kemudian datang adik ipar Terdakwa (Saksi 4) dan menanyakan ada apa? Kemudian diceritakan oleh Terdakwa kronologis kejadiannya. Terdakwa sempat menerima telpon dari mantan suami pertama Saksi 1 dan bertanya “Ada apa?” dan dijawab oleh Terdakwa “tidak ada apa-apa”. Saat itu diluar sudah banyak orang dan anggota Pomal. Setelah itu saya berpakaian dan dibawa Pomal ke kantor Pomal Lantamal V.
9. Bahwa Selain kronologi diatas Terdakwa juga menerangkan hal-hal sebagai berikut :
a) Bahwa Terdakwa menikahi saksi-1 didasari oleh rasa cinta dan kasih sayang hal ini dibuktikan dengan :
1) Terdakwa dan saksi menjalin hubungan asmara/pacaran selama 2 (dua) tahun sebelum menikah
2) Saksi-1 pernah merawat terdakwa pada saat sakit.
3) Saksi-1 dan Terdakwa setelah menikah pernah mengagendakan program bayi tabung dengan bekonsultasi dan melakukan pemeriksaan di National Hospital.
4) Saksi-1 pada saat mau menikah berkeinginan mengadakan resepsi dan upacara pedang pura, namun ibu saksi-1 menyarankan untuk tidak dilakukan dan lebih baik biaya tersebut dipakai untuk pengobatan kesehatan Terdakwa.
5) Terdakwa sering menemani saksi-1 bekerja sampai dengan menginap di kantor saksi-1 b) Terdakwa menerangkan bahwa saat kejadian tersebut tidak dalam kondisi mabuk atau habis minum-minuman keras sebagaimana yang disebutkan dalam keterangan saksi-1.
c) Terdakwa menerangkan bahwa di rumah tersebut terdapat Mini Bar yang berisi minuman dan minuman yang berada di mobil digunakan untuk mengisi slot minuman yang kosong di Mini Bar tersebut.
d) Terdakwa menerangkan bahwa terkadang meminum minuman tersebut sifatnya hanya untuk hiburan bukan untuk mabuk-mabukan, dan Saksi-1 juga mempunyai kebiasaan minum-minuman keras, kadang mereka minum bersama di rumah.
e) Terdakwa menerangkan bahwa botol-botol minuman yang ada di mobil adalah sisa-sisa minuman beberapa hari yang lalu dan botol itu digunakan untuk souvenir.
f) Terdakwa menerangkan bahwa saat ini dalam kondisi mengidap pembengkakan pembuluh jantung sesuai hasil pemeriksaan dari dokter rumah sakit RSAB Harapan kita pada tahun 2018 s.d. sekarang, dan sakit kelenjar getah bening terdeteksi 2019 s.d. sekarang, dan sudah 6 ( enam ) kali menjalani kemoterapi di rumah sakit Siloam Jakarta dan sampai dengan sekarang masih memerlukan perhatian khusus secara medis.
g) Terdakwa menyampaikan penyakit yang dideritanya sangat berpengaruh kepada kondisi psikologis terdakwa ditambah beban berat keluarga yang harus ditanggung. h) Terdakwa menerangkan bahwa Saksi-1 pernah menceritakan masa lalu kehidupan rumah tangganya dimana suami pertama sering melakukan kekerasan fisik dan psikis dengan cara mengancam, membentak, berselingkuh sampai dengan penodongan pistol ke kepala saksi-1 dan tidak pernah di konsultasikan ke psikologi.
i) Terdakwa pernah diancam oleh saksi-1 apabila terdakwa sampai meninggalkan saksi-1 maka Terdakwa akan di buat ndlosor ( sengsara seumur hidup)
j) Terdakwa selama menikah memberikan nafkah lahir maupun bathin sesuai dengan kebutuhan bahkan terdakwa memberikan penghasilan / gaji lebih kepada saksi-1 diperkuat dengan bukti-bukti transfer.
k) Terdakwa juga telah merawat dan memperbaiki mobil dinas merk Camry peninggalan alm ayah dari saksi1, perbaikan rumah, membelikan jam tangan saksi-1, biaya kuliah saksi-1, saksi-2 dan saksi-3, serta membelikan lap top saksi2 dan saksi 3,
l) Terdakwa juga membeli mobil Honda CRV dari penghasilan diluar gaji Terdakwa yang sampai saat ini kendaraan tersebut dikuasai dan dipakai oleh saksi-1 untuk aktifitas sehari hari
m) Terdakwa juga seringkali membantu meyelesaikan permasalahan anak anak di sekolah dan menyelesaikan permasalahan saksi-3 terkait perkara asusila dengan teman laki-lakinya
n) Bahwa saksi-1 dan anak anak saksi-1 dengan ibu Hidayati sudah tidak bertegur sapa kurang lebih 1 (satu) tahun dan sudah diupayakan untuk memperbaiki dibantu oleh adik-adiknya ibu Hidayati namun tidak berhasil.
o) Bahwa barang barang milik terdakwa seperti dokumen pribadi, perlengkapan pribadi mobil CRV masih berada dirumah saksi-1 dan terdakwa awal kejadian pernah meminta barang barang tersebut namun hanya diberikan beberapa seragam dinas. p) Bahwa dari pihak kesatuan Terdakwa (Lanmar Sby) sudah mengupayakan mediasi dengan cara memanggil secara patut kepada saksi-1 (tiga kali berturut turut) akan tetapi saksi-1 tidak pernah hadir dengan alasan saksi-1 mengalami trauma psikis.
q) Bahwa Terdakwa menyatakan saksi-1 pada saat saksi-1 tidak hadir memenuhi panggilan dari Lanmar Sby, saksi-1 ternyata masih beraktifitas menjalankan profesi sebagai seorang dokter seperti biasanya, bahkan didapati distatus sosmednya saksi-1 bergiat sebagai seorang dokter, kuliah bahkan aktifitas keluar kota.
r) Bahwa Terdakwa menyampaikan, ibu mertua pada tanggal 08 september 2024 sudah keluar dari rumahnya sendiri di Semolowaru Bahari AA/2 RT 007 RW 002 Medokan Semampir Sukolilo Surabaya ke rumah ibu Eli (adik kandung) di karenakan sudah tidak merasa nyaman dirumah tersebut.
t) Bahwa Terdakwa menyampaikan, setelah ibu mertua ada dirumah ibu Eli, Terdakwa pernah menemui ibu mertua di rumah ibu Eli. Terdakwa juga membesuk ibu mertua saat dirawat di RS Oepomo Lantamal V;
u) Bahwa Terdakwa menyampaikan saat ini ibu mertua berada di Panti Lansia/ Panti Jompo dengan alasan tidak mau merepotkan adik adiknya dan saksi-1 tidak pernah berusaha mencari, membesuk apalagi mengajak kembali kerumahnya sendiri;
v) Bahwa Dengan adanya permasalahan ini Terdakwa merasa sudah tidak dibutuhkan lagi oleh saksi-1 dan anak anaknya walaupun sudah banyak berbuat baik untuk mereka; dan
w) Atas permasalahan ini Terdakwa sudah tidak berharap untuk membina keutuhan rumah tangga dengan saksi-1. b. Keterangan Saksi-Saksi
Dalam proses pembuktian, saksi fakta yang berada di lokasi kejadian sangat penting untuk memberikan
gambaran objektif mengenai peristiwa yang sebenarnya. Namun, dalam perkara ini, Oditur tidak menghadirkan saksi fakta.
Tidak adanya saksi yang menyaksikan langsung kejadian pada saat peristiwa berlangsung, menunjukkan lemahnya upaya pembuktian Oditur. Demikian juga dengan Pelapor yang tidak menghadirkan saksi yang relevan. Hal ini semakin memperkuat bahwa dakwaan hanya didasarkan
pada klaim pelapor tanpa pendukung fakta yang kuat.
Dalam Berkas Perkara, Keterangan Saksi-Saksi yang dihadirkan dalam hal ini Saksi 1, Saksi 2, Saksi 3 dan Saksi 4 cenderung berpihak kepada Pelapor/korban, yaitu dr. Maedy Christiyani Bawolje. Namun hasil pendalaman lebih lanjut terhadap keterangan para saksi menunjukkan adanya beberapa ketidaksesuaian yang terungkap dan adanya bias yang perlu dipertanyakan, diantaranya :
1. Dalam Berkas Perkara, Saksi-1 dibawah sumpah menerangkan bahwa alasan pernikahan dengan Terdakwa atas dasar saling mencintai dan tidak ada paksaan dari pihak manapun. Hal ini bersesuaian dengan keterangan Saksi-2 dan keterangan Terdakwa dalam Berkas Perkara. Keterangan Saksi tambahan-1, Saksi tambahan-2 dan Keterangan Terdakwa dalam persidangan. Namun dalam fakta Persidangan, Saksi-1 dibawah sumpah menerangkan bahwa alasan menikah karena iba, kasihan dan merasa diancam oleh Terdakwa.
2. Dalam Berkas Perkara, Saksi-1 dibawah sumpah menerangkan bahwa Terdakwa memukul Saksi-2 sebanyak 2 kali, di kepala dan 1 kali di bahu. Hal ini dibenarkan oleh Saksi-2 dan Saksi-3 dalam fakta persidangan.
Namun keterangan Saksi-2 dalam Berkas Pemeriksaan menerangkan hal yang berbeda. Saksi-2 menerangkan bahwa Terdakwa memukul berkali-kali saat berada di kamar atas dan terus memukul-mukul pada saat Saksi-1 dan ketiga anaknya turun ke ruang tengah. Hal ini tidak bersesuaian dengan Keterangan Saksi Tambahan-1 dan Saksi tambahan-2, yang dibawah sumpah menerangkan bahwa tidak ada pemukulan yang terjadi sebagaimana yang diceritakan olehnHidayati (Ibu Kandung Saksi-1) yang pada saat kejadian berada di lokasi namun tidak dimintai keterangan oleh Penyidik dan Keterangan Terdakwa baik dalam Berkas Perkara maupun di Persidangan.
3. Dalam Persidangan, Saksi 1, Saksi 2 dan Saksi 3 menerangkan dibawah sumpah, bahwa Terdakwa adalah sosok yang temperamental, tidak pernah berbuat kebaikan baik, tidak pernah membantu permasalahan anak-anak dan tidak perhatian kepada keluarga.
Hal ini tidak bersesuaian dengan keterangan Saksi Tambahan-1 dan Saksi tambahan-2 dibawah sumpah yang menerangkan hal yang sebaliknya.
Hal ini sebagaimana yang diceritakan Ibu Hidayati (Ibu Kandung Saksi-1) yang pada saat kejadian berada di lokasi namun tidak dimintai keterangan oleh Penyidik dan diperkuat dengan Keterangan Terdakwa di ruang Sidang.
Dalam keterangannya, Terdakwa menerangkan antara lain : Bahwa Terdakwa merawat dan memperbaiki mobil dinas merk Camry peninggalan alm aya, memperbaiki dan merawat rumah, membelikan jam tangan saksi-1, membiayai kuliah saksi-1, saksi-2 dan saksi-3, serta membelikan laptop saksi2 dan saksi 3, membeli mobil Honda CRV dari penghasilan diluar gaji, seringkali membantu meyelesaikan permasalahan anak anak di sekolah dan menyelesaikan permasalahan saksi-3 terkait perkara asusila dengan teman laki-lakinya.
4. Dalam Persidangan, Saksi 1 dibawah sumpah menerangkan bahwa selama menikah hanya mendapatkan nafkah lahir sebanyak Rp2,5 juta pada awal bulan dan Rp1 juta sampai Rp1,8 juta saat dapat Tunkin. Hal ini tidak bersesuaian dengan Keterangan Terdakwa yang menerangkan bahwa terdakwa selalu memberikan penghasilan/gaji lebih kepada saksi-1. Hal ini diperkuat dengan bukti-bukti transfer yang sudah dijadikan barang bukti.
5. Didalam pemeriksaan kepada Ahli baik Ahli dari RSPAL maupun dari LPSK, Saksi-1 tidak menceritakan kepada pemeriksa perihal kekerasan fisik dan psikis di masa lalu yang dialami selama menikah dengan suami pertama.
Hal ini tidak bersesuaian dengan Keterangan Saksi-1 sendiri dibawah sumpah pada saat persidangan. Keterangan tersebut juga tidak bersesuaian dengan keterangan Saksi Tambahan-1 dan Saksi tambahan-2 yang dibawah sumpah menerangkan, bahwa Saksi-1 pernah mengalami kekerasan fisik dan psikis bahkan sempat ditodong Pistol oleh mantan suami pertama, dan Keterangan Terdakwa dalam di Persidangan.
Analisa Yuridis
Dari beberapa contoh uraian keterangan Saksi-1 pada urut nomor 1 sampai dengan nomor 5 diatas, dapat disimpulkan bahwa keterangan Saksi-1, Saksi-2, Saksi-3 patut diragukan kebenarannya karena tidak mungkin ada dua pernyataan yang saling bertentangan dianggap benar semua sehingga Keterangan Saksi-1, Saksi-2 dan Saksi-3 harus diabaikan.
Meskipun dalam pasal 185 (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP menyebutkan bahwa “Keterangan saksi sebagai alat bukti ialah apa yang saksi nyatakan di sidang pengadilan. Akan tetapi di pasal yang sama pada ayat (6) menyebutkan bahwa
“Dalam menilai kebenaran keterangan seorang saksi, hakim harus dengan sungguh-sungguh memperhatikan :”
a. persesuaian antara keterangan saksi satu dengan yang lain;
b .persesuaian antara keterangan saksi dengan alat bukti lain;
c. alasan yang mungkin dipergunakan oleh saksi untuk memberi keterangan yang tertentu;
Dalam perkara ini, keterangan saksi dari pihak keluarga pelapor tidak dapat dijadikan dasar yang kuat, karena adanya hubungan emosional yang erat sehingga memiliki potensi untuk memberikan keterangan yang subjektif dan tidak netral. Keterangan saksi keluarga tidak didukung oleh saksi lain yang independen atau netral, sehingga menimbulkan keraguan atas kebenaran materiil yang disampaikan dalam persidangan. Keterangan Ahli
a. Kedua Ahli dalam hal ini psikolog, tidak mempertimbangkan latar belakang Terperiksa secara menyeluruh. Harus dicatat bahwa korban juga pernah mengalami kekerasan fisik dan psikis pada perikahan dengan suami pertamanya, perceraian dengan suami kedua serta hubungan yang tidak haronis antara Ibu dengan Anak dan Nenek dengan cucu-cucunya yang tentunya dapat mempengaruhi kondisi psikologis dan persepsi Terperiksa terhadap hubungan yang ada saat ini.
Tesimoni dari saksi ahli seharusnya mencakup analisis menyeluruh terhadap riwayat psikologis Para Terperiksa agar tidak menimbulkan kesimpulan yang sepihak yang hanya menekankan pada perbuatan Terdakwa saja. Kesimpulan yang diambil dari data-data yang tidak akurat maka hasilnya bisa sangat menyesatkan sehingga dalam hal ini Keterangan Saksi-Saksi Ahli tersebut harus dikesampingkan.
Kesaksian ahli psikologi yang dihadirkan oleh Oditur tidak cukup mendukung adanya dampak psikis yang relevan, mengingat:
Kesaksian ahli psikologi yang dihadirkan oleh Oditur tidak cukup mendukung adanya dampak psikis yang relevan, mengingat:
1) Tidak adanya wawancara komprehensif : Ahli psikologi tidak melakukan pemeriksaan latar belakang pelapor dan anak-anak pelapor secara menyeluruh. Hal ini mengakibatkan data yang disampaikan bersifat parsial dan tidak menggambarkan keadaan sesungguhnya
2) Tidak adanya pemeriksaan independen : Penilaian dampak psikis hanya didasarkan pada pengakuan sepihak dari pelapor tanpa verifikasi lebih lanjut melalui alat ukur yang objektif.
b. Walaupun menggunakan metode yang hampir serupa, Kesimpulan kedua orang Ahli tersebut tidak bersesuaian. Hal ini membuktikan bahwa banyak faktor yang mempengaruhi dalam menentukan kesimpulan pemeriksaan. Saksi ahli diharapkan untuk memberikan keterangan yang mendasarkan pada fakta dan pengetahuan, bukan pada kepentingan pihak tertentu. Jika salah satu saksi dianggap lebih obyektif, maka keterangannya mungkin lebih diutamakan. c. Dalam kasus di mana terdapat dua keterangan saksi ahli yang bertentangan dalam persidangan, pengadilan harus mempertimbangkan beberapa faktor untuk menentukan mana keterangan yang lebih dapat dipercaya. Beberapa hal yang biasanya diperhatikan dalam situasi seperti ini antara lain:
- Kredibilitas Saksi Ahli: Pengadilan akan menilai latar belakang, pengalaman, dan kredibilitas kedua saksi ahli. Saksi yang memiliki pengalaman dan reputasi yang lebih baik di bidangnya mungkin dianggap lebih dapat dipercaya.
- Dasar Argumentasi : Pengadilan akan menganalisis argumen dan alasan yang diajukan oleh masing-masing saksi ahli. Argumen yang lebih logis dan didukung oleh bukti yang lebih kuat akan memiliki bobot lebih.
- Kesesuaian dengan Fakta-Fakta Kasus : Keterangan yang lebih sesuai dengan fakta-fakta lain yang terungkap dalam persidangan mungkin akan dipertimbangkan lebih serius.
- Pemeriksaan Silang : Bagaimana saksi-saksi tersebut berperilaku selama pemeriksaan silang juga dapat mempengaruhi penilaian pengadilan.
- Prinsip Keadilan : Pengadilan harus juga mempertimbangkan prinsip keadilan secara keseluruhan dalam keputusan yang diambil.
Kami ingin menyoroti bahwa Saksi Tambahan 1 dan Saksi Tambahan 2 telah dihadirkan untuk memberikan keterangan yang meringankan Terdakwa. Keterangan mereka tidak membenarkan semua klaim yang diajukan oleh Saksi 1, Saksi 2 dan Saksi 3 dalam BAP dan persidangan. Dalam kenyataannya, mereka telah memberikan gambaran yang lebih objektif mengenai situasi yang terjadi dan menunjukkan bahwa banyak dari pernyataan yang diberikan oleh saksi-1/Pelapor, Saksi-2 dan Saksi-3 tidak benar adanya. Dari Keterangan Saksi Tambahan 1 dan Saksi Tambahan 2 dibawah sumpah didapat keterangan yang pada intinya menerangkan sebagai berikut :
- Bahwa Saksi Tambahan 1 dan Saksi Tambahan 2 adalah adik kandung dari Ibu Hidayati (Ibu kandung Saksi 1) yang sudah mengenal Saki 1 dan Terdakwa sejak sebelum menikah dan mengetahui bagaimana kondisi keluarga Saksi 1 dengan Terdakwa serta hubungan yang tidak harmonis anatara Ibu Hidayati dengan anak dan cucu-cucnya.
- Bahwa Saksi Tambahan 1 dan Saksi tambahan 2 membantah keterangan Saksi 1, Saksi 2 dan Saksi 3 baik keterangan dalam Berkas Pemeriksaan maupun Fakta dalam persidangan kecuali yang dengan tegas diakui.
- Bahwa Saksi Tambahan 1 dan Saksi Tambahan 2 mengikuti persidangan sejak awal sehingga mengetahui keterangan Saksi-Saksi khususnya Saksi 1, Saksi 2 dan Saksi 3.
- Bahwa Saksi Tambahan 1 dan Saksi tambahan 2 mengkonfirmasi seluruh keterangan kepada Ibu Hidayati yang pada saat kejadian berada di lokasi akan tetapi tidak dimintai keterangan oleh Penyidik.
- Dengan disaksikan oleh Saksi Tambahan 1, Saksi Tambahan 2 dan Ibu Elli (Adik kandung Ibu Hidayati), Ibu Hidayati menyangkal keterangan Saksi 1, Saksi 2 dan Saksi 3, diperkuat dengan rekaman percakapan yang sudah diserahkan kepada Majelis Hakim.
Sebagaimana diketahui, Pasal 1 angka 26 dan 27 KUHAP dihubungkan dengan Pasal 65 jo Pasal 116 ayat (3) dan (4) jo Pasal 184 ayat (1a) KUHAP yang mengatur hak Tersangka untuk menghadirkan saksi yang menguntungkan. Pasal-pasal itu secara bersyarat dinilai bertentangan dengan Pasal 1 ayat (3), 27 ayat (1), Pasal 28 D ayat (1), 28 H ayat (2), dan 28 J UUD 1945.
Dengan demikian tidak ada alasan bagi Majelis Hakim untuk tidak mempertimbangkan keterangan Saksi Tambahan 1 dan Saksi Tambahan 2 dan keterangan tersebut wajib dijadikan alat bukti yang sah dalam persidangan.
e. Etika dan Kesusilaan.
Bahwa yang melatarbelakangi permasalah ini adalah masalah kesehatan Ibu Hidayati (Ibu Kandung Saksi 1) dimana yang bersangkutan meminta untuk diantar berobat ke RSAL. Terdakwa menyampaikan kepada Saksi 2 sebanyak 2 kali untuk mengantarkan berobat ke RSAL namun dilarang oleh Saksi 1 dengan alasan hubungan Saksi 2 dengan neneknya tidak baik. Hal inilah yang memicu terjadinya percekcokan dan emosi dari Terdakwa sehingga berlanjut dengan dilaporkannya Terdakwa ke Pom Lantamal V.
Saksi 1 sebagai seorang dokter seharusnya mengesampingkan urusan pribadi dan menganggap Ibu Kandungnya sebagai seorang pasien. Hal ini tentu melanggar kode etik kedokteran dan sumpah profesi seorang dokter.
Perhimpunan Dokter Indonesia telah mengeluarkan Kode Etika kedokteran dengan Surat Keputusan nomor : 111/PB/A.4/02/2013 tanggal 15 Februari 2013 tentang Penerapan Kode Etik Kedokteran Indonesia. Kode Etik yang dilanggar oleh Saksi 1 diantaranya adalah ketentuan-ketentuan sebagai berikut :
Bahwa yang melatarbelakangi permasalah ini adalah masalah kesehatan Ibu Hidayati (Ibu Kandung Saksi 1) dimana yang bersangkutan meminta untuk diantar berobat ke RSAL. Terdakwa menyampaikan kepada Saksi 2 sebanyak 2 kali untuk mengantarkan berobat ke RSAL namun dilarang oleh Saksi 1 dengan alasan hubungan Saksi 2 dengan neneknya tidak baik. Hal inilah yang memicu terjadinya percekcokan dan emosi dari Terdakwa sehingga berlanjut dengan dilaporkannya Terdakwa ke Pom Lantamal V.
Saksi 1 sebagai seorang dokter seharusnya mengesampingkan urusan pribadi dan menganggap Ibu Kandungnya sebagai seorang pasien. Hal ini tentu melanggar kode etik kedokteran dan sumpah profesi seorang dokter.
Perhimpunan Dokter Indonesia telah mengeluarkan Kode Etika kedokteran dengan Surat Keputusan nomor : 111/PB/A.4/02/2013 tanggal 15 Februari 2013 tentang Penerapan Kode Etik Kedokteran Indonesia. Kode Etik yang dilanggar oleh Saksi 1 diantaranya adalah ketentuan-ketentuan sebagai berikut :
KEWAJIBAN UMUM
Pasal 1
Setiap dokter wajib menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan sumpah dan atau janji dokter.
Pasal 2
Seorang dokter wajib selalu melakukan pengambilan keputusan profesional secara independen, dan mempertahankan perilaku profesional dalam ukuran yang tertinggi.
Pasal 3
Dalam melakukan pekerjaan kedokterannya, seorang dokter tidak boleh dipengaruhi oleh sesuatu yang mengakibatkan hilangnya kebebasan dan kemandirian profesi.
Pasal 11
Setiap dokter wajib senantiasa mengingat kewajiban dirinya melindungi hidup makhluk insani.
Pasal 12
Dalam melakukan pekerjaannya seorang dokter wajib memperhatikan keseluruhan aspek pelayanan kesehatan (promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif ), baik fisik maupun psiko-sosial-kultural pasiennya serta berusaha menjadi pendidik dan pengabdi sejati masyarakat.
KEWAJIBAN DOKTER TERHADAP PASIEN
Pasal 14
Pasal 14
Seorang dokter wajib bersikap tulus ikhlas dan mempergunakan seluruh keilmuan dan ketrampilannya untuk kepentingan pasien, yang ketika ia tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau pengobatan, atas persetujuan pasien/ keluarganya, ia wajib merujuk pasien kepada dokter yang mempunyai keahlian untuk itu.
Pasal 17
Setiap dokter wajib melakukan pertolongan darurat sebagai suatu wujud tugas perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada orang lain bersedia dan mampu memberikannya. Sedangkan bunyi Sumpah Profesi dokter menurut Kode Etik Kedokteran dalam Keputusan tersebut diatas adalah sebagai berikut :
Demi Allah saya bersumpah, bahwa
Analisa Yuridis :
Pasal 185 ayat (1) dan ayat (6) huruf d Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP menjelaskan bahwa :
ayat (1) : Keterangan saksi sebagai alat bukti ialah apa yang saksi nyatakan di sidang pengadilan.
ayat (6) : Dalam menilai kebenaran keterangan seorang saksi, hakim harus dengan sungguh-sungguh memperhatikan
huruf d : cara hidup dan kesusilaan saksi serta segala sesuatu yang pada umumnya dapat mempengaruhi dapat tidaknya keterangan itu dipercaya;
Dengan demikian keterangan Saksi-1 patut diragukan kebenarannya dan keterangan Saksi-1 tidak dapat dipercaya dan harus diabaikan. Begitu juga dengan keterangan Saksi-2 dan Saksi-3 yang membenarkan dan bersesuaian dengan keterangan saksi-1.
f. Visum Et Repertum.
Terkait Visum Et Repertum dari RS Al Irsyad Surabaya nomor 07/VIS/RSAI/IV/2024 dan nomor 08/VIS/RSAI/IV/2024 tertanggal 30 April 2024, Dokter yang memeriksa berpendapat bahwa terdapat luka memar pada beberapa bagian yaitu lengan kiri, lengan kanan pada Saksi 1 dan luka memar pada bagian atas punggung dan dada di bawah payudara. Dalam Fakta persidangan dan Berkas Pemeriksaan di bawah sumpah, Saksi 3 menerangkan bahwa tidak ada pemukulan yang dialami oleh Saksi 3. Pemukulan hanya disampaikan oleh Saksi 1 dan Saksi 2 sehingga hasil pemeriksaan pada Saksi 3 bukan akibat perbuatan dari Terdakwa. Hal ini bersesuaian dengan keterangan Saksi Tambahan 1 dan Saksi Tambahan 2 di bawah sumpah dan keterangan Terdakwa.
Dalam fakta persidangan, Saksi-1 di bawah sumpah juga menerangkan bahwa mengalami penyakit kelainan darah dimana kulitnya akan mudah menjadi biru jika terkena tekanan dan benturan. Hal ini bersesuaian dengan keterangan Terdakwa yang disebut Defisiensi G6PD.
Berdasarkan Jurnal Medis pada situs www.alodokter.com/defisiensi-glukjosa-6-fosfat-dihidrogenase disebutkan bahwa Defisiensi G6PD disebabkan oleh mutasi atau perubahan gen penghasil enzim G6PD. Mutasi pada gen tersebut, penderita penyakit ini kekurangan atau tidak memiliki enzim G6PD sama sekali. Kondisi tersebut cukup mempengaruhi keberlangsungan hidup sel darah. Bila tidak memiliki enzim G6PD dalam jumlah yang cukup, sel darah merah akan lebih mudah pecah.
Sel darah merah juga akan mudah pecah bila dipicu oleh beberapa faktor sebagai berikut :
a. Infeksi yang disebabkan bakteri atau virus.
b. Senyawa yang terdapat dalam kamper, obat-obatan seperti antibiotic serta obat nyeri defisiensi G6PD.
Gejala Defisiensi G6PD kadang tidak menimbulkan gejala apapun namun bila banyak sel darah merah yang pecah, penderita dapat mengalami gejala dan tanda anemia seperti :
a. Kulit Pucat
b. Tubuh mudah lelah.
c. Urine berwarna gelap
d. Kulit bagian mata menguning
e. Jantung berdebar dan sesak nafas. Penyakit Defisiensi G6PD adalah kondisi genetic yang dapat diturunkan dari orang tua ke anak. Hal ini disebabkan oleh mutasi pada gen G6PD yang terletak pada kromosom X. Anak perempuan yang memiliki kromosom X yang tidak normal baik dari ayah atau ibu akan menjadi pembawa, tetapi tidak menunjukan gejala. Namun jika mewarisi kromosom X yang tidak normal dapat mengalami gejala G6PD.
Dari hasil Visum Et Repertum tersebut tidak disebutkan dengan jelas bahwa kondisi memar pada saksi 1 dan Saksi 3 adalah akibat kekerasan fisik yang disebabkan oleh Terdakwa.
Bahwa pada saat kejadian, Saksi 1, Saksi 2 dan Saksi 3 saling berpelukan mulai dari ruang atas sampai ruang tengah dan tidak menutup kemungkinan membentur benda-benda tumpul yang ada di rumah tersebut. Termasuk pada saat perjalanan dari rumah ke kantor penyidik dan ke RS Al Irsyad.
Dengan demikian hasil Visum et Repertum tersebut harus diabaikan dan tidak dapat dijadikan alat bukti jika dikaitkan dengan kekerasan fisik yang diduga dilakukan oleh Terdakwa.
g. Dakwaan Oditur.
Mengenai dakwaan Oditur dengan dakwaan pertama pasal pasal 44 ayat (4) dan pasal 45 ayat (1) jo Pasal 5 huruf a UURI Nomor 23 tahun 2004 dan tentang penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga. perkenankanlah kami selaku penasehat hukum dari Terdakwa mengajukan beberapa tanggapan dan sanggahan dalam rangka mencari kebenaran materiil maupun formil dengan alasan sebagai berikut:
Terhadap dakwaan pertama Pasal 44 ayat (4), kami tidak sependapat dengan bapak Oditur, bahwa kejadian malam itu terdakwa tidak melakukan pemukulan terhadap para saksi sebagaimana disebutkan oleh saksi-1, saksi-2 dan saksi-3 dalam keterangannya, Terdakwa pada saat kejadian secara spontan mengambil guling dan melempar ke arah Saksi-1 dengan tujuan untuk meredam dan mengakhiri perdebatan dan peringatan supaya berbicara dengan nada yang rendah,
Hal tersebut dilakukan terdakwa semata mata untuk memberikan pelajaran agar saksi-1 lebih menghormati Terdakwa sebagai seorang kepala rumah tangga, sedangkan memar-memar berwarna kebiruan ditubuh para saksi adalah karena Saksi-1 dan anak-anaknya mempunyai penyakit kelainan darah yang disebut Glukosa 6 Posphat Dehidrogenase (G6PD), dimana badan Saksi-1, Saksi-2 dan Saksi-3 akan dengan mudah menjadi biru-biru jika kena benturan, tekanan ataupun capek-capek bisa terjadi di paha, di lengan dan bagian tubuh lain,
Berdasarkan hal tersebut diatas, kami menganggap dakwaan pertama Pasal 44 ayat (4) tersebut kabur (obscurlibel)
Terhadap Pasal 45 ayat (1) jo Pasal 5 huruf a UURI Nomor 23 tahun 2004 perkenankanlah kami menanggapi hal-hal sebagai berikut:
Unsur-unsur Pasal 45 ayat (1)
1. Setiap orang
2. Yang melakukan perubatan kekerasan psikis dalam lingkup rumah tangga
1.”Setiap orang”
Bahwa terhadap unsur 1 ini kami sependapat dengan Oditur Militer, oleh karena itu kami tidak perlu menguraikan kembali terhadap unsur ini.
2. ”Yang melakukan perbuatan kekerasan psikis dalam lingkup rumah tangga.”
Bahwa terhadap unsur ini benar apa yang telah diuraikan oleh Oditur Militer namun demikian perlu kita cermati dan fahami apa akibat yang dialami oleh Saksi-1 tesebut.
Bahwa dapat dijelaskan awal mula kejadian tersebut yaitu pada tanggal 28 April 2024, Terdakwa menyampaikan ke Saksi-2 untuk mengantarkan Ibu Hidayati untuk berobat ke RSAL, namun Saksi-2 dilarang oleh Saksi-1. Kemudian pada tanggal 29 April 2024, melalui telepon, Terdakwa meminta lagi kepada Saksi-2 untuk mengantarkan Neneknya ke RSAL namun lagi-lagi dilarang oleh Saksi-1 dan Terdakwapun dilarang oleh Saksi-1 untuk mengantar Ibunya ke RSAL dengan alasan hubungan Saksi-1, Saksi-2 tidak harmonis dengan Ibu Hidayati
Bahkan jauh sebelum Terdakwa menikah dengan Saksi-1, walaupun sudah dibantu oleh keluarga Terdakwa dan saudara-saudara ibunya namun tidak berhasil. Melhat kondisi seperti itu akhirnya Ibu Hidayati tidak jadi berobat ke RSPAL dan akhirnya minta tolong untuk diambilkan obat dengan memberiksan daftar obat yang diminta sesuai dari RSPAL.
Bahwa selesai sholat maghrib Terdakwa pulang kerumah dan sampai rumah menjelang isya, kemudian hendak berganti baju, kemudian mengambil obat dari kantong dan menyerahkan kepada Saksi 2 dengan berkata “ini obat buat Mamah”. Saat itu Saksi 1 bilang “Kenapa kok kamu masih peduli dengan Mamah?”, kemudian dijelaskan oleh Terdakwa dengan cara baik-baik sampai akhirnya terjadi perdebatan.
Namun karena kondisi Terdakwa sedang capek, secara spontan mengambil guling dan melempar ke arah Saksi-1 dengan tujuan untuk meredam dan mengakhiri perdebatan dan peringatan supaya berbicara dengan nada yang rendah.
Namun saat itu Saksi-3 melihat dan berusaha menyerang Terdakwa. Terdakwa berusaha melindungi badannya dengan melakukan Body cover dalam posisi berdiri dan mendorong Saksi-2 ke belakang dan tidak jatuh. Kemudian Saksi-3 masuk ke kamar dan berusaha melerai. Karena suasana masih ribut akhirnya Saksi-1 dan ketiga anaknya turun kebawah menuju ke ruang tengah. Bahwa kejadian malam itu tidak ada pemukulan terhadap para saksi sebagaimana disebutkan oleh saksi-1, saksi-2 dan saksi-3 dalam keterangannya. Sedangkan memar-memar berwarna kebiruan ditubuh para saksi adalah karena Saksi-1 dan anak-anaknya mempunyai penyakit kelainan darah yang disebut Glukosa 6 Posphat Dehidrogenase (G6PD) dimana badan Saksi-1, Saksi-2 dan Saksi-3 akan dengan mudah menjadi biru-biru jika kena benturan, tekanan ataupun capek-capek bisa terjadi di paha, di lengan dan bagian tubuh lain.
Bahwa kemudian Terdakwa selang beberapa menit turun kebawah menuju ruang tengah namun semua pintu dikunci, akhirnya menuju pintu belakang melalui dapur dan bertemu dengan ibu mertua karena posisi kamar ibu mertua berdekatan dengan ruang tamu, hanya dibatasi dengan jembatan kecil. Akhirnya Ibu dimasukan oleh Terdakwa ke ruang tengah melalui pintu dapur dan Ibu Mertua duduk di sofa tengah.
Di seberang ada Saksi-1 dengan 3 anaknya. Tiba-tiba Saksi-1 menunjuk dan berkata kepada ibunya yang intinya “gara-gara orang tua ini rumah tangga saya jadi berantakan, enaknya diapain?” kemudian secara spontan Saksi-3 mengatakan “Pateni ae”, kemudian Saksi-3 melempar botol air mineral yang masih ada isinya ke arah neneknya dan mengenai dada kiri neneknya.
Saat itulah Terdakwa merasa tidak dihargai sebagai seorang ayah, akhirnya Terdakwa berjalan kearah dapur dan mengambil pisau dapur 2 buah dan mengarahkan kearah perut Terdakwa dengan tujuan untuk menakut-nakuti Saksi-1 dan anak-anaknya dan berkata yang pada intinya “Jika kalian tidak menghargai saya, menghargai orang tua, lebih baik saya mati saja” dan tidak ada pengancaman kepada Saksi-1 dan anak-anaknya karena posisi Terdakwa tetap berseberangan dalam jarak yang cukup jauh. Kejadian tersebut disaksikan langsung oleh Ibu Mertua Terdakwa yang saat itu sedang duduk di Sofa di ruang tersebut. Bahwa Selang beberapa saat, Saksi-3 keluar entah kemana dan beberapa saat kemudian datang adik ipar Terdakwa (Saksi-4) dan menanyakan ada apa?. Kemudian diceritakan oleh Terdakwa kronologis kejadiannya.
Terdakwa sempat menerima telpon dari mantan suami pertama Saksi-1 dan bertanya “Ada apa?”, dan dijawab oleh Terdakwa “tidak ada apa-apa”. Saat itu diluar sudah banyak orang dan anggota Pomal. Setelah itu saya berpakaian dan dibawa Pomal ke kantor Pomal Lantamal V.
Bahwa dalam penerapan pasal 44 tersebut seharusnya tetap diperhatikan mengenai akibat dari perbuatan tersebut dan tidak hanya menitik beratkan pada perbuatannya, sehingga mengakibatkan tuntutan dalam dakwaan tersebut kabur (obscurlibel).
Dengan demikian unsur yang kedua yaitu : “Yang melakukan perbuatan kekerasan psikis dalam lingkup rumah tangga, tidak terbukti secara sah dan meyakinkan.”
Bahwa tujuan terbentuknya Undang-undang Nomor 23 tahun 2004 sebagaimana diatur pada pasal 4 huruf d adalah “memelihara keutuhan rumah tangga yang harmonis dan sejahtera”. Sehingga sangat relevan dengan tujuan berumahtangga sebagaimana diatur dalam undang-undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan.
Sebagaimana di disebutkan dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, yang dimaksud Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga/rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan ke Tuhan-an Yang Maha Esa. Jadi tujuan perkawinan adalah membentuk dan membina keluarga yang bahagia lahir dan batin. Perkawinan merupakan ikatan yang sakral dan harus selalu dihormati oleh suami dan istri. Oleh karena itu, harus tetap terjaga keharmonisannya dan diupayakan tetap langgeng (kekal), antara suami dan istri harus selalu saling menjaga, agar rumah tangga tetap harmonis. Karena perbedaan pendapat antara suami dan istri adalah suatu hal yang wajar, sehingga perlu adanya komunikasi yang sehat antara keduanya.
Dibentuknya Undang-Undang Nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan KDRT tidak terlepas dari beberapa ketentuan yang tertuang di dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Setiap orang di dalam kehidupan rumah tangga sedikit atau banyak tentunya pernah mengalami konflik, perselisihan pendapat, perdebatan, pertengkaran, hal tersebut merupakan hal yang biasa, namun demikian bukan berarti semua itu merupakan bentuk kekerasan dalam rumah tangga.
Adapun mengenai materi yang kami sampaikan sangat terkait dengan pembelaan atas perkara Terdakwa, demikian halnya mengenai upaya yang kami lakukan sama sekali tidak bermaksud untuk menutup-nutupi perbuatan Terdakwa, akan tetapi lebih dikarenakan untuk memberikan perlindungan dan hak-hak secara hukum bagi Terdakwa khususnya dan bagi para pencari keadilan dalam proses hukum itu sendiri, demikian halnya sangat terkait erat terhadap fakta dan bukti maupun Saksi yang terungkap dalam persidangan akan bermanfaat untuk mencari keadilan serta diharapkan dapat membantu Majelis Hakim dalam rangka mencari dan menemukan keadilan dan kebenaran tak terkecuali terhadap perkara Terdakwa sendiri.
c. Tanggapan permohonan Restitusi
Bahwa pada dasarnya kami selaku Termohon Restitusi dengan tegas menolak seluruh dalil-dalil Pemohon Restitusi sebagaimana tertuang dalam permohonannya, kecuali terhadap dalil-dalil yang secara tegas diakui kebenarannya oleh Termohon adalah sebagai berikut :
1. Bahwa Permohon memohon ganti kerugian atas kehilangan kekayaan atau penghasilan dimana pemohon mendalilkan adanya kerugian yang terjadi, Pemohon harus kehilangan pendapatan / penghasilan selaku dokter, baik penghasilan berupa gaji / tunjangan maupun Fee; 2. Bahwa Permohon memohon ganti kerugian Materiil maupun Imateriil yang ditimbulkan akibat penderitaan yang berkaitan langsung sebagai akibat tindak pidana, dimana Pemohon mendalilkan bahwa atas peristiwa kekerasan dalam rumah tangga yang dialami oleh Pemohon yang diduga dilakukan oleh Termohon, Pemohon telah merasa mengalami penderitaan dan mengajukan kerugian berupa biaya perawatan medis dan / atau psikologis;
3. Bahwa Permohon memohon ganti kerugian lain yang diderita Pemohon, dimana Pemohon mendalilkan bahwa telah mengeluarkan biaya operasional, jasa pendampingan oleh PH Kumdam V Brawijaya Malang dan Fee Jasa Pengacara yang menjadi penasehat hukum selama proses hukum berlangsung;
4. Bahwa atas dalil yang disampaikan Pemohon di point 1, Termohon tidak sependapat dikarenakan Resiko dan konsekwensi dari Pemohon dengan melaporkan Termohon kepada aparat penegak hukum. Dimana orang yang melaporkan selalu dan dipastikan menerima konsekwensi dalam proses mulai dari penyidikan sampai dengan persidangan yang memerlukan waktu, tenaga dan biaya;
5. Bahwa atas dalil yang disampaikan Pemohon di point 2, Termohon tidak sependapat dikarenakan Pemohon selain berstatus sebagai PNS, Pemohon juga masih berstatus istri sah dari Termohon dan anak-anak Pemohon juga tercatat dalam Kartu Keluarga yang dikeluarkan oleh Dinas TNI AL.
Dengan demikian Pemohon dan anak-anak Pemohon masih menjadi tanggungan Termohon selaku anggota TNI AL dan berhak mendapatkan perawatan kesehatan baik perawatan medis maupun psikologi secara gratis dari Fasilitas kesehatan TNI AL. Jika Pemohon memilih berobat di luar Fasilitas kesehatan TNI AL atau Fasilitas Kesehatan diluar rujukan maka hal tersebut sudah menjadi resiko sendiri dan diluar tanggung jawab dari Termohon selalu anggota TNI AL; 6. Bahwa atas dalil yang disampaikan Pemohon di point 3, Termohon tidak sependapat dikarenakan Hak dan kepentingan Pemohon sebagai Pelapor sudah diwadahi oleh Penyidik dari POM TNI AL dan kepentingannya diwakili oleh Oditur Militer selaku Penuntut Umum sehingga tidak ada alasan lagi untuk mendapatkan pendampingan dari pihak lain.
Dalam hal Pelapor merasa perlu mendapatkan pendampingan dari Pengacara atau Kuasa Hukum, Pemohon dapat mengajukan permohonan bantuan hukum dari dinas TNI AL dan bebas memilih dari kantor Dinas Hukum TNI AL manapun yang berada di Surabaya. Hal ini karena Pemohon masih berstatus istri sah dari Termohon dan anak-anak Pemohon juga masuk dalam Kartu Keluarga yang dikeluarkan oleh Dinas TNI AL.
Dengan demikian Pemohon dan anak-anak juga memenuhi syarat sebagai penerima Bantuan Hukum dari Dinas TNI AL. Jika Pemohon memilih menggunakan jasa PH / Pengacara dari luar TNI AL maka hal tersebut sudah menjadi rekiso sendiri dan diluar tanggung jawab dari Termohon selalu anggota TNI AL. Hal ini sesuai dengan Peraturan Panglima TNI Nomor 46 Tahun 2023 tentang Bantuan Hukum dan Peraturan Kasal Nomor 1 tahun 2020 tentang Bantuan Hukum di lingkungan TNI Angkatan Laut.
Bahwa didalam persidangan saksi ahli yang dihadirkan oleh Pemohon Restitusi telah menyampaikan ”bahwa ketika seorang PNS / seseorang yang dari tempat kerjanya telah mendapatkan fasilitas rawatan dari dinas / tempat bekerjanya, akan tetapi yang bersangkutan tidak memanfaatkannya maka segala biaya yang timbul akibat perbuatannya tersebut adalah resiko ditanggung sendiri”
Dan Kuasa Hukum Pemohon Restitusi juga tidak konsisten atau tidak ada itekad baik untuk menjalankan perintah dari Majelis Hakim yang telah memerintahkan untuk memberikan foto copy pembuktian mulai P1 sampai dengan P13 kepada kuasa Hukum Termohon Restitusi. Hal tersebut terkesan ada sesuatu yang ditutup-tutupi oleh Kuasa Hukum Pemohon. Kesimpulan
Dengan mengupas unsur-unsur tersebut dapatlah disimpulkan sebagai berikut :
Bahwa terhadap Terdakwa tidak dapat diterapkan ketentuan pasal 44 ayat (4) dan pasal 45 ayat (1) jo Pasal 5 huruf a UURI Nomor 23 tahun 2004 dan tentang penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga “Setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan fisik dalam lingkup rumah tangga yang dilakukan oleh suami terhadap isteri atau sebaliknya yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau mata pencaharian atau kegiatan sehari hari” dan pasal 45 ayat (1) jo Pasal 5 huruf a UURI Nomor 23 tahun 2004 dan tentang penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga “ Setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan Psikis dalam lingkup rumah tangga ”.
Berdasarkan uraian tentang unsur-unsur tersebut di atas, kami selaku Penasehat Hukum berkesimpulan bahwa Pasal tersebut diatas tidak terbukti secara sah dan meyakinkan. Karena Oditur dalam mengungkapkan fakta tidak relevan dengan unsur-unsur sebagaimana dirumuskan dalam pasal tersebut, oleh karenanya kami Penasehat Hukum menganggap tuntutan Oditur tidak sah dan batal demi hukum,
Kami berpendapat terkait permohonan Restitusi Pemohon, bahwa tidak semua kerugian yang diajukan oleh Pemohon Restitusi dapat dihubungkan langsung dengan tindak pidana yang diduga dilakukan oleh Termohon Restitusi. Hal tersebut juga disampaikan oleh saksi ahli yang dihadirkan oleh Pemohon ”bahwa ketika seorang PNS / seseorang yang dari tempat kerjanya telah mendapatkan fasilitas rawatan dari dinas / tempat bekerjanya akan tetapi yang bersangkutan tidak memanfaatkannya maka segala biaya yang timbul akibat perbuatannya tersebut adalah resiko ditanggung sendiri” Dengan demikian, permohonan restitusi harus didasarkan pada bukti dan fakta yang jelas.
Berdasarkan uraian-uraian diatas, kami selaku Penasehat Hukum dari Terdakwa, mohon kepada Majelis Hakim agar Terdakwa diberikan hukuman yang seringan-ringannya dan seadil-adilnya serta Kami memohon kepada yang mulia Majelis Hakim agar mempertimbangkan prinsip keadilan dan proporsionalitas dalam memutuskan permohonan Restitusi dari Pemohon, dengan mempertimbangkan kondisi sosial, ekonomi dan psikologis dari Termohon yang saat ini berstatus Terdakwa atas perkara yang sedang dijalani, sebagai berikut : a. Bahwa selama menjalani proses persidangan, Termohon masih secara rutin mengirimkan nafkah hidup kepada Pemohon sesuai kemampuan mengingat Termohon saat ini sudah tidak tinggal serumah lagi dengan Pemohon. Selain itu Termohon juga memiliki anak kandung dari pernikahan yang pertama yang masih menjadi tanggungan Termohon;
b. Bahwa Selama pernikahan, Termohon selalu memberikan nafkah hidup dengan jumlah yang melebihi dari gaji yang diterima Termohon sesuai dengan bukti-bukti transfer yang dijadikan barang bukti dalam persidangan perkara KDRT; dan
c. Kondisi kesehatan Termohon semakin menurun dan mengharuskan melakukan pengobatan secara mandiri karena beberapa Terapi dan tindakan medis atas penyakit yang diderita Termohon tidak tersedia di Fasilitas Kesehatan TNI AL dan tidak di cover oleh BPJS Kesehatan.
Oleh karena itu kami memohon kepada Yang Mulia Majelis Hakim untuk mempertimbangkan dan menilai permohonan Restitusi Pemohon, dan menolak seluruh isi permohonan dari Pemohon Restitusi serta membebankan biaya perkara kepada Pemohon Restitusi.
Demikian pembelaan terhadap Terdakwa kami sampaikan kepada Majelis Hakim Yang Mulia dan sebelum mengakhiri Pembelaan ini, perkenankan kami menyampaikan beberapa Adagium Hukum :
1. In Criminalibus, Probationes Bedent Esse Luce Clariores dalam perkara pidana, bukti harus lebih terang dari cahaya/seterang cahaya. Artinya bukti yang diberikan atau diperlihatkan dalam persidangan harus jelas. Dengan demikian pentingnya, asas ini memberi penekanan bahwa bukti itu harus lebih terang dari cahaya dan ini harus dipegang teguh
2. "in dubio pro reo," yang berarti "dalam keraguan, berpihaklah pada terdakwa". Lebih baik membebaskan 1000 orang yang bersalah daripada menghukum seorang yang tidak bersalah. (jNT)
- Saya akan membaktikan hidup saya guna kepentingan perikemanusiaan.
- Saya akan menjalankan tugas dengan cara yang terhormat dan bersusila sesuai dengan martabat pekerjaan saya sebagai dokter.
- Saya akan memelihara dengan sekuat tenaga martabat dan tradisi luhur profesi kedokteran.
- Saya akan merahasiakan segala sesuatu yang saya ketahui karena keprofesian saya.
- Saya tidak akan menggunakan pengetahuan saya untuk sesuatu yang bertentangan dengan perikemanusiaan, sekalipun diancam.
- Saya akan menghormati setiap hidup insani mulai saat pembuahan.
- Saya akan senantiasa mengutamakan kesehatan pasien, dengan memperhatikan kepentingan masyarakat.
- Saya akan berikhtiar dengan sungguh-sungguh supaya saya tidak terpengaruh oleh pertimbangan keagamaan, kebangsaan, kesukuan, gender, politik, kedudukan sosial dan jenis penyakit dalam menunaikan kewajiban terhadap pasien.
- Saya akan memberi kepada guru-guru saya penghormatan dan pernyataan terima kasih yang selayaknya.
- Saya akan perlakukan teman sejawat saya seperti saudara kandung.
- Saya akan mentaati dan mengamalkan Kode Etik Kedokteran Indonesia.
- Saya ikrarkan sumpah ini dengan sungguh-sungguh dan dengan mempertaruhkan kehormatan diri saya.
Analisa Yuridis :
Pasal 185 ayat (1) dan ayat (6) huruf d Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP menjelaskan bahwa :
ayat (1) : Keterangan saksi sebagai alat bukti ialah apa yang saksi nyatakan di sidang pengadilan.
ayat (6) : Dalam menilai kebenaran keterangan seorang saksi, hakim harus dengan sungguh-sungguh memperhatikan
huruf d : cara hidup dan kesusilaan saksi serta segala sesuatu yang pada umumnya dapat mempengaruhi dapat tidaknya keterangan itu dipercaya;
Dengan demikian keterangan Saksi-1 patut diragukan kebenarannya dan keterangan Saksi-1 tidak dapat dipercaya dan harus diabaikan. Begitu juga dengan keterangan Saksi-2 dan Saksi-3 yang membenarkan dan bersesuaian dengan keterangan saksi-1.
f. Visum Et Repertum.
Terkait Visum Et Repertum dari RS Al Irsyad Surabaya nomor 07/VIS/RSAI/IV/2024 dan nomor 08/VIS/RSAI/IV/2024 tertanggal 30 April 2024, Dokter yang memeriksa berpendapat bahwa terdapat luka memar pada beberapa bagian yaitu lengan kiri, lengan kanan pada Saksi 1 dan luka memar pada bagian atas punggung dan dada di bawah payudara. Dalam Fakta persidangan dan Berkas Pemeriksaan di bawah sumpah, Saksi 3 menerangkan bahwa tidak ada pemukulan yang dialami oleh Saksi 3. Pemukulan hanya disampaikan oleh Saksi 1 dan Saksi 2 sehingga hasil pemeriksaan pada Saksi 3 bukan akibat perbuatan dari Terdakwa. Hal ini bersesuaian dengan keterangan Saksi Tambahan 1 dan Saksi Tambahan 2 di bawah sumpah dan keterangan Terdakwa.
Dalam fakta persidangan, Saksi-1 di bawah sumpah juga menerangkan bahwa mengalami penyakit kelainan darah dimana kulitnya akan mudah menjadi biru jika terkena tekanan dan benturan. Hal ini bersesuaian dengan keterangan Terdakwa yang disebut Defisiensi G6PD.
Berdasarkan Jurnal Medis pada situs www.alodokter.com/defisiensi-glukjosa-6-fosfat-dihidrogenase disebutkan bahwa Defisiensi G6PD disebabkan oleh mutasi atau perubahan gen penghasil enzim G6PD. Mutasi pada gen tersebut, penderita penyakit ini kekurangan atau tidak memiliki enzim G6PD sama sekali. Kondisi tersebut cukup mempengaruhi keberlangsungan hidup sel darah. Bila tidak memiliki enzim G6PD dalam jumlah yang cukup, sel darah merah akan lebih mudah pecah.
Sel darah merah juga akan mudah pecah bila dipicu oleh beberapa faktor sebagai berikut :
a. Infeksi yang disebabkan bakteri atau virus.
b. Senyawa yang terdapat dalam kamper, obat-obatan seperti antibiotic serta obat nyeri defisiensi G6PD.
Gejala Defisiensi G6PD kadang tidak menimbulkan gejala apapun namun bila banyak sel darah merah yang pecah, penderita dapat mengalami gejala dan tanda anemia seperti :
a. Kulit Pucat
b. Tubuh mudah lelah.
c. Urine berwarna gelap
d. Kulit bagian mata menguning
e. Jantung berdebar dan sesak nafas. Penyakit Defisiensi G6PD adalah kondisi genetic yang dapat diturunkan dari orang tua ke anak. Hal ini disebabkan oleh mutasi pada gen G6PD yang terletak pada kromosom X. Anak perempuan yang memiliki kromosom X yang tidak normal baik dari ayah atau ibu akan menjadi pembawa, tetapi tidak menunjukan gejala. Namun jika mewarisi kromosom X yang tidak normal dapat mengalami gejala G6PD.
Dari hasil Visum Et Repertum tersebut tidak disebutkan dengan jelas bahwa kondisi memar pada saksi 1 dan Saksi 3 adalah akibat kekerasan fisik yang disebabkan oleh Terdakwa.
Bahwa pada saat kejadian, Saksi 1, Saksi 2 dan Saksi 3 saling berpelukan mulai dari ruang atas sampai ruang tengah dan tidak menutup kemungkinan membentur benda-benda tumpul yang ada di rumah tersebut. Termasuk pada saat perjalanan dari rumah ke kantor penyidik dan ke RS Al Irsyad.
Dengan demikian hasil Visum et Repertum tersebut harus diabaikan dan tidak dapat dijadikan alat bukti jika dikaitkan dengan kekerasan fisik yang diduga dilakukan oleh Terdakwa.
g. Dakwaan Oditur.
Mengenai dakwaan Oditur dengan dakwaan pertama pasal pasal 44 ayat (4) dan pasal 45 ayat (1) jo Pasal 5 huruf a UURI Nomor 23 tahun 2004 dan tentang penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga. perkenankanlah kami selaku penasehat hukum dari Terdakwa mengajukan beberapa tanggapan dan sanggahan dalam rangka mencari kebenaran materiil maupun formil dengan alasan sebagai berikut:
Terhadap dakwaan pertama Pasal 44 ayat (4), kami tidak sependapat dengan bapak Oditur, bahwa kejadian malam itu terdakwa tidak melakukan pemukulan terhadap para saksi sebagaimana disebutkan oleh saksi-1, saksi-2 dan saksi-3 dalam keterangannya, Terdakwa pada saat kejadian secara spontan mengambil guling dan melempar ke arah Saksi-1 dengan tujuan untuk meredam dan mengakhiri perdebatan dan peringatan supaya berbicara dengan nada yang rendah,
Hal tersebut dilakukan terdakwa semata mata untuk memberikan pelajaran agar saksi-1 lebih menghormati Terdakwa sebagai seorang kepala rumah tangga, sedangkan memar-memar berwarna kebiruan ditubuh para saksi adalah karena Saksi-1 dan anak-anaknya mempunyai penyakit kelainan darah yang disebut Glukosa 6 Posphat Dehidrogenase (G6PD), dimana badan Saksi-1, Saksi-2 dan Saksi-3 akan dengan mudah menjadi biru-biru jika kena benturan, tekanan ataupun capek-capek bisa terjadi di paha, di lengan dan bagian tubuh lain,
Berdasarkan hal tersebut diatas, kami menganggap dakwaan pertama Pasal 44 ayat (4) tersebut kabur (obscurlibel)
Terhadap Pasal 45 ayat (1) jo Pasal 5 huruf a UURI Nomor 23 tahun 2004 perkenankanlah kami menanggapi hal-hal sebagai berikut:
Unsur-unsur Pasal 45 ayat (1)
1. Setiap orang
2. Yang melakukan perubatan kekerasan psikis dalam lingkup rumah tangga
1.”Setiap orang”
Bahwa terhadap unsur 1 ini kami sependapat dengan Oditur Militer, oleh karena itu kami tidak perlu menguraikan kembali terhadap unsur ini.
2. ”Yang melakukan perbuatan kekerasan psikis dalam lingkup rumah tangga.”
Bahwa terhadap unsur ini benar apa yang telah diuraikan oleh Oditur Militer namun demikian perlu kita cermati dan fahami apa akibat yang dialami oleh Saksi-1 tesebut.
Bahwa dapat dijelaskan awal mula kejadian tersebut yaitu pada tanggal 28 April 2024, Terdakwa menyampaikan ke Saksi-2 untuk mengantarkan Ibu Hidayati untuk berobat ke RSAL, namun Saksi-2 dilarang oleh Saksi-1. Kemudian pada tanggal 29 April 2024, melalui telepon, Terdakwa meminta lagi kepada Saksi-2 untuk mengantarkan Neneknya ke RSAL namun lagi-lagi dilarang oleh Saksi-1 dan Terdakwapun dilarang oleh Saksi-1 untuk mengantar Ibunya ke RSAL dengan alasan hubungan Saksi-1, Saksi-2 tidak harmonis dengan Ibu Hidayati
Bahkan jauh sebelum Terdakwa menikah dengan Saksi-1, walaupun sudah dibantu oleh keluarga Terdakwa dan saudara-saudara ibunya namun tidak berhasil. Melhat kondisi seperti itu akhirnya Ibu Hidayati tidak jadi berobat ke RSPAL dan akhirnya minta tolong untuk diambilkan obat dengan memberiksan daftar obat yang diminta sesuai dari RSPAL.
Bahwa selesai sholat maghrib Terdakwa pulang kerumah dan sampai rumah menjelang isya, kemudian hendak berganti baju, kemudian mengambil obat dari kantong dan menyerahkan kepada Saksi 2 dengan berkata “ini obat buat Mamah”. Saat itu Saksi 1 bilang “Kenapa kok kamu masih peduli dengan Mamah?”, kemudian dijelaskan oleh Terdakwa dengan cara baik-baik sampai akhirnya terjadi perdebatan.
Namun karena kondisi Terdakwa sedang capek, secara spontan mengambil guling dan melempar ke arah Saksi-1 dengan tujuan untuk meredam dan mengakhiri perdebatan dan peringatan supaya berbicara dengan nada yang rendah.
Namun saat itu Saksi-3 melihat dan berusaha menyerang Terdakwa. Terdakwa berusaha melindungi badannya dengan melakukan Body cover dalam posisi berdiri dan mendorong Saksi-2 ke belakang dan tidak jatuh. Kemudian Saksi-3 masuk ke kamar dan berusaha melerai. Karena suasana masih ribut akhirnya Saksi-1 dan ketiga anaknya turun kebawah menuju ke ruang tengah. Bahwa kejadian malam itu tidak ada pemukulan terhadap para saksi sebagaimana disebutkan oleh saksi-1, saksi-2 dan saksi-3 dalam keterangannya. Sedangkan memar-memar berwarna kebiruan ditubuh para saksi adalah karena Saksi-1 dan anak-anaknya mempunyai penyakit kelainan darah yang disebut Glukosa 6 Posphat Dehidrogenase (G6PD) dimana badan Saksi-1, Saksi-2 dan Saksi-3 akan dengan mudah menjadi biru-biru jika kena benturan, tekanan ataupun capek-capek bisa terjadi di paha, di lengan dan bagian tubuh lain.
Bahwa kemudian Terdakwa selang beberapa menit turun kebawah menuju ruang tengah namun semua pintu dikunci, akhirnya menuju pintu belakang melalui dapur dan bertemu dengan ibu mertua karena posisi kamar ibu mertua berdekatan dengan ruang tamu, hanya dibatasi dengan jembatan kecil. Akhirnya Ibu dimasukan oleh Terdakwa ke ruang tengah melalui pintu dapur dan Ibu Mertua duduk di sofa tengah.
Di seberang ada Saksi-1 dengan 3 anaknya. Tiba-tiba Saksi-1 menunjuk dan berkata kepada ibunya yang intinya “gara-gara orang tua ini rumah tangga saya jadi berantakan, enaknya diapain?” kemudian secara spontan Saksi-3 mengatakan “Pateni ae”, kemudian Saksi-3 melempar botol air mineral yang masih ada isinya ke arah neneknya dan mengenai dada kiri neneknya.
Saat itulah Terdakwa merasa tidak dihargai sebagai seorang ayah, akhirnya Terdakwa berjalan kearah dapur dan mengambil pisau dapur 2 buah dan mengarahkan kearah perut Terdakwa dengan tujuan untuk menakut-nakuti Saksi-1 dan anak-anaknya dan berkata yang pada intinya “Jika kalian tidak menghargai saya, menghargai orang tua, lebih baik saya mati saja” dan tidak ada pengancaman kepada Saksi-1 dan anak-anaknya karena posisi Terdakwa tetap berseberangan dalam jarak yang cukup jauh. Kejadian tersebut disaksikan langsung oleh Ibu Mertua Terdakwa yang saat itu sedang duduk di Sofa di ruang tersebut. Bahwa Selang beberapa saat, Saksi-3 keluar entah kemana dan beberapa saat kemudian datang adik ipar Terdakwa (Saksi-4) dan menanyakan ada apa?. Kemudian diceritakan oleh Terdakwa kronologis kejadiannya.
Terdakwa sempat menerima telpon dari mantan suami pertama Saksi-1 dan bertanya “Ada apa?”, dan dijawab oleh Terdakwa “tidak ada apa-apa”. Saat itu diluar sudah banyak orang dan anggota Pomal. Setelah itu saya berpakaian dan dibawa Pomal ke kantor Pomal Lantamal V.
Bahwa dalam penerapan pasal 44 tersebut seharusnya tetap diperhatikan mengenai akibat dari perbuatan tersebut dan tidak hanya menitik beratkan pada perbuatannya, sehingga mengakibatkan tuntutan dalam dakwaan tersebut kabur (obscurlibel).
Dengan demikian unsur yang kedua yaitu : “Yang melakukan perbuatan kekerasan psikis dalam lingkup rumah tangga, tidak terbukti secara sah dan meyakinkan.”
Bahwa tujuan terbentuknya Undang-undang Nomor 23 tahun 2004 sebagaimana diatur pada pasal 4 huruf d adalah “memelihara keutuhan rumah tangga yang harmonis dan sejahtera”. Sehingga sangat relevan dengan tujuan berumahtangga sebagaimana diatur dalam undang-undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan.
Sebagaimana di disebutkan dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, yang dimaksud Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga/rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan ke Tuhan-an Yang Maha Esa. Jadi tujuan perkawinan adalah membentuk dan membina keluarga yang bahagia lahir dan batin. Perkawinan merupakan ikatan yang sakral dan harus selalu dihormati oleh suami dan istri. Oleh karena itu, harus tetap terjaga keharmonisannya dan diupayakan tetap langgeng (kekal), antara suami dan istri harus selalu saling menjaga, agar rumah tangga tetap harmonis. Karena perbedaan pendapat antara suami dan istri adalah suatu hal yang wajar, sehingga perlu adanya komunikasi yang sehat antara keduanya.
Dibentuknya Undang-Undang Nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan KDRT tidak terlepas dari beberapa ketentuan yang tertuang di dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Setiap orang di dalam kehidupan rumah tangga sedikit atau banyak tentunya pernah mengalami konflik, perselisihan pendapat, perdebatan, pertengkaran, hal tersebut merupakan hal yang biasa, namun demikian bukan berarti semua itu merupakan bentuk kekerasan dalam rumah tangga.
Adapun mengenai materi yang kami sampaikan sangat terkait dengan pembelaan atas perkara Terdakwa, demikian halnya mengenai upaya yang kami lakukan sama sekali tidak bermaksud untuk menutup-nutupi perbuatan Terdakwa, akan tetapi lebih dikarenakan untuk memberikan perlindungan dan hak-hak secara hukum bagi Terdakwa khususnya dan bagi para pencari keadilan dalam proses hukum itu sendiri, demikian halnya sangat terkait erat terhadap fakta dan bukti maupun Saksi yang terungkap dalam persidangan akan bermanfaat untuk mencari keadilan serta diharapkan dapat membantu Majelis Hakim dalam rangka mencari dan menemukan keadilan dan kebenaran tak terkecuali terhadap perkara Terdakwa sendiri.
c. Tanggapan permohonan Restitusi
Bahwa pada dasarnya kami selaku Termohon Restitusi dengan tegas menolak seluruh dalil-dalil Pemohon Restitusi sebagaimana tertuang dalam permohonannya, kecuali terhadap dalil-dalil yang secara tegas diakui kebenarannya oleh Termohon adalah sebagai berikut :
1. Bahwa Permohon memohon ganti kerugian atas kehilangan kekayaan atau penghasilan dimana pemohon mendalilkan adanya kerugian yang terjadi, Pemohon harus kehilangan pendapatan / penghasilan selaku dokter, baik penghasilan berupa gaji / tunjangan maupun Fee; 2. Bahwa Permohon memohon ganti kerugian Materiil maupun Imateriil yang ditimbulkan akibat penderitaan yang berkaitan langsung sebagai akibat tindak pidana, dimana Pemohon mendalilkan bahwa atas peristiwa kekerasan dalam rumah tangga yang dialami oleh Pemohon yang diduga dilakukan oleh Termohon, Pemohon telah merasa mengalami penderitaan dan mengajukan kerugian berupa biaya perawatan medis dan / atau psikologis;
3. Bahwa Permohon memohon ganti kerugian lain yang diderita Pemohon, dimana Pemohon mendalilkan bahwa telah mengeluarkan biaya operasional, jasa pendampingan oleh PH Kumdam V Brawijaya Malang dan Fee Jasa Pengacara yang menjadi penasehat hukum selama proses hukum berlangsung;
4. Bahwa atas dalil yang disampaikan Pemohon di point 1, Termohon tidak sependapat dikarenakan Resiko dan konsekwensi dari Pemohon dengan melaporkan Termohon kepada aparat penegak hukum. Dimana orang yang melaporkan selalu dan dipastikan menerima konsekwensi dalam proses mulai dari penyidikan sampai dengan persidangan yang memerlukan waktu, tenaga dan biaya;
5. Bahwa atas dalil yang disampaikan Pemohon di point 2, Termohon tidak sependapat dikarenakan Pemohon selain berstatus sebagai PNS, Pemohon juga masih berstatus istri sah dari Termohon dan anak-anak Pemohon juga tercatat dalam Kartu Keluarga yang dikeluarkan oleh Dinas TNI AL.
Dengan demikian Pemohon dan anak-anak Pemohon masih menjadi tanggungan Termohon selaku anggota TNI AL dan berhak mendapatkan perawatan kesehatan baik perawatan medis maupun psikologi secara gratis dari Fasilitas kesehatan TNI AL. Jika Pemohon memilih berobat di luar Fasilitas kesehatan TNI AL atau Fasilitas Kesehatan diluar rujukan maka hal tersebut sudah menjadi resiko sendiri dan diluar tanggung jawab dari Termohon selalu anggota TNI AL; 6. Bahwa atas dalil yang disampaikan Pemohon di point 3, Termohon tidak sependapat dikarenakan Hak dan kepentingan Pemohon sebagai Pelapor sudah diwadahi oleh Penyidik dari POM TNI AL dan kepentingannya diwakili oleh Oditur Militer selaku Penuntut Umum sehingga tidak ada alasan lagi untuk mendapatkan pendampingan dari pihak lain.
Dalam hal Pelapor merasa perlu mendapatkan pendampingan dari Pengacara atau Kuasa Hukum, Pemohon dapat mengajukan permohonan bantuan hukum dari dinas TNI AL dan bebas memilih dari kantor Dinas Hukum TNI AL manapun yang berada di Surabaya. Hal ini karena Pemohon masih berstatus istri sah dari Termohon dan anak-anak Pemohon juga masuk dalam Kartu Keluarga yang dikeluarkan oleh Dinas TNI AL.
Dengan demikian Pemohon dan anak-anak juga memenuhi syarat sebagai penerima Bantuan Hukum dari Dinas TNI AL. Jika Pemohon memilih menggunakan jasa PH / Pengacara dari luar TNI AL maka hal tersebut sudah menjadi rekiso sendiri dan diluar tanggung jawab dari Termohon selalu anggota TNI AL. Hal ini sesuai dengan Peraturan Panglima TNI Nomor 46 Tahun 2023 tentang Bantuan Hukum dan Peraturan Kasal Nomor 1 tahun 2020 tentang Bantuan Hukum di lingkungan TNI Angkatan Laut.
Bahwa didalam persidangan saksi ahli yang dihadirkan oleh Pemohon Restitusi telah menyampaikan ”bahwa ketika seorang PNS / seseorang yang dari tempat kerjanya telah mendapatkan fasilitas rawatan dari dinas / tempat bekerjanya, akan tetapi yang bersangkutan tidak memanfaatkannya maka segala biaya yang timbul akibat perbuatannya tersebut adalah resiko ditanggung sendiri”
Dan Kuasa Hukum Pemohon Restitusi juga tidak konsisten atau tidak ada itekad baik untuk menjalankan perintah dari Majelis Hakim yang telah memerintahkan untuk memberikan foto copy pembuktian mulai P1 sampai dengan P13 kepada kuasa Hukum Termohon Restitusi. Hal tersebut terkesan ada sesuatu yang ditutup-tutupi oleh Kuasa Hukum Pemohon. Kesimpulan
Dengan mengupas unsur-unsur tersebut dapatlah disimpulkan sebagai berikut :
Bahwa terhadap Terdakwa tidak dapat diterapkan ketentuan pasal 44 ayat (4) dan pasal 45 ayat (1) jo Pasal 5 huruf a UURI Nomor 23 tahun 2004 dan tentang penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga “Setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan fisik dalam lingkup rumah tangga yang dilakukan oleh suami terhadap isteri atau sebaliknya yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau mata pencaharian atau kegiatan sehari hari” dan pasal 45 ayat (1) jo Pasal 5 huruf a UURI Nomor 23 tahun 2004 dan tentang penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga “ Setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan Psikis dalam lingkup rumah tangga ”.
Berdasarkan uraian tentang unsur-unsur tersebut di atas, kami selaku Penasehat Hukum berkesimpulan bahwa Pasal tersebut diatas tidak terbukti secara sah dan meyakinkan. Karena Oditur dalam mengungkapkan fakta tidak relevan dengan unsur-unsur sebagaimana dirumuskan dalam pasal tersebut, oleh karenanya kami Penasehat Hukum menganggap tuntutan Oditur tidak sah dan batal demi hukum,
Kami berpendapat terkait permohonan Restitusi Pemohon, bahwa tidak semua kerugian yang diajukan oleh Pemohon Restitusi dapat dihubungkan langsung dengan tindak pidana yang diduga dilakukan oleh Termohon Restitusi. Hal tersebut juga disampaikan oleh saksi ahli yang dihadirkan oleh Pemohon ”bahwa ketika seorang PNS / seseorang yang dari tempat kerjanya telah mendapatkan fasilitas rawatan dari dinas / tempat bekerjanya akan tetapi yang bersangkutan tidak memanfaatkannya maka segala biaya yang timbul akibat perbuatannya tersebut adalah resiko ditanggung sendiri” Dengan demikian, permohonan restitusi harus didasarkan pada bukti dan fakta yang jelas.
Berdasarkan uraian-uraian diatas, kami selaku Penasehat Hukum dari Terdakwa, mohon kepada Majelis Hakim agar Terdakwa diberikan hukuman yang seringan-ringannya dan seadil-adilnya serta Kami memohon kepada yang mulia Majelis Hakim agar mempertimbangkan prinsip keadilan dan proporsionalitas dalam memutuskan permohonan Restitusi dari Pemohon, dengan mempertimbangkan kondisi sosial, ekonomi dan psikologis dari Termohon yang saat ini berstatus Terdakwa atas perkara yang sedang dijalani, sebagai berikut : a. Bahwa selama menjalani proses persidangan, Termohon masih secara rutin mengirimkan nafkah hidup kepada Pemohon sesuai kemampuan mengingat Termohon saat ini sudah tidak tinggal serumah lagi dengan Pemohon. Selain itu Termohon juga memiliki anak kandung dari pernikahan yang pertama yang masih menjadi tanggungan Termohon;
b. Bahwa Selama pernikahan, Termohon selalu memberikan nafkah hidup dengan jumlah yang melebihi dari gaji yang diterima Termohon sesuai dengan bukti-bukti transfer yang dijadikan barang bukti dalam persidangan perkara KDRT; dan
c. Kondisi kesehatan Termohon semakin menurun dan mengharuskan melakukan pengobatan secara mandiri karena beberapa Terapi dan tindakan medis atas penyakit yang diderita Termohon tidak tersedia di Fasilitas Kesehatan TNI AL dan tidak di cover oleh BPJS Kesehatan.
Oleh karena itu kami memohon kepada Yang Mulia Majelis Hakim untuk mempertimbangkan dan menilai permohonan Restitusi Pemohon, dan menolak seluruh isi permohonan dari Pemohon Restitusi serta membebankan biaya perkara kepada Pemohon Restitusi.
Demikian pembelaan terhadap Terdakwa kami sampaikan kepada Majelis Hakim Yang Mulia dan sebelum mengakhiri Pembelaan ini, perkenankan kami menyampaikan beberapa Adagium Hukum :
1. In Criminalibus, Probationes Bedent Esse Luce Clariores dalam perkara pidana, bukti harus lebih terang dari cahaya/seterang cahaya. Artinya bukti yang diberikan atau diperlihatkan dalam persidangan harus jelas. Dengan demikian pentingnya, asas ini memberi penekanan bahwa bukti itu harus lebih terang dari cahaya dan ini harus dipegang teguh
2. "in dubio pro reo," yang berarti "dalam keraguan, berpihaklah pada terdakwa". Lebih baik membebaskan 1000 orang yang bersalah daripada menghukum seorang yang tidak bersalah. (jNT)
Posting Komentar
Tulias alamat email :