0

#Terungkap Dalam Persidangan Sebelumnya, Adanya Aliran Uang Sebesar Rp650 Juta Ke Andrie Dwi Subianto Selaku Kasi Intel Kejari Sidoarjo. Apakah perbuatan Andrie Dwi Subianto selaku Kasi Intel Kejari Sidoarjo yang menerima uang sebesar Rp650 juta dibenarkan secara Undang-Undang Kejaksaan atau Undang-Undang Pegawai Negeri Sipil/Aparatur Sipil Negara (PNS/ASN) atau Undang-Undang Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi? Atau Sangsinya Cukup Dipindahkan Saja?#

BERITAKORUPSI.CO –
Majelis Hakim Pengadilan Tipikor pada PN Surabaya, Senin, 23 Desember 2024, menjatuhkan hukuman (Vonis) terhadap Terdakwa Ahmad Muhdlor atau yang sering disapa Gus Muhdlor selaku Bupati Sidoarjo periode 2021 – 2024 dengan pidana penjara selama 4 tahun dan 6 bulan denda sebesar Rp300 juta subsider pidana kurungan selama 4 bulan dan membayar uang pengganti sebesar Rp1.406.533.819 Subsider pidana penjara selama 1 tahun dan 6 bulan karena Terdakwa terbukti melakukan Tindak Pidana Korupsi Pemotongan Insentif Pajak terhadap pegawai di Badan Pelayanan Pajak Daerah (BPPD) Kabupaten Sidoarjo per Triwulan sejak Triwulan IV tahun 2021 sampai dengan Triwulan IV 2023 sejumlah Rp8.544.126.100 (delapan miliar lima ratus empat puluh empat juta seratus dua puluh enam ribu seratus rupiah), dengan rincian Terdakwa menerima sebesar Rp1.406.533.819 (satu miliar empat ratus enam juta lima ratus tiga puluh tiga ribu delapan ratus sembilan belas rupiah) dan Ari Suryono selaku Kepala BPPD sebesar Rp7.137.592.281 (tujuh miliar seratus tiga puluh tujuh juta lima ratus sembilan puluh dua ribu dua ratus delapan puluh satu rupiah)

Baca juga :
Ahmad Muhdlor Selaku Bupati Sidoarjo Diadili Karena Dugaan Korupsi Sebesar Rp8,544 M - https://www.beritakorupsi.co/2024/09/ahmad-muhdlor-selaku-bupati-sidoarjo.html

Ahmad Muhdlor Selaku Bupati Sidoarjo Dituntut 6,4 Tahun Penjara dan Membayar UP Rp1,4 M Yang Diduga Dari Hasil Korupsi - https://www.beritakorupsi.co/2024/12/ahmad-muhdlor-selaku-bupati-sidoarjo.html 

Hukuman pidana penjara yang dijatuhkan Majelis Hakim terhadap Terdakwa Ahmad Muhdlor lebih ringan dari tuntutan JPU KPK yaitu dengan pidana penjara selama 6 (enam) tahun dan 4 (empat) bulan denda sebesar Rp300 juta subsider pidana kurungan selama 6 (enam) bulan dan membayar uang pengganti sebesar Rp1.406.533.819 (satu miliar empat ratus enam juta lima ratus tiga puluh tiga ribu delapan ratus sembilan belas rupiah) subsider pidana penjara selama 3 (tiga) tahun

Menurut Majelis Hakim saat membacakan putusannya mengatakan, bahwa Terdakwa Ahmad Muhdlor terbuti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana Korupsi secara bersama-sama dan berlanjut sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 12 huruf e UU No 31/1999 Tentang pemberantasan Tindak Pidana Korporasi sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 atas perubahan UU No 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP

Sebelum Majelis Hakim menjatuhkan hukuman (Vonis) terhadap Terdakwa Ahmad Muhdlor, terlebih dahulu mempertimbangkan hal-hal yang meringankan dan memberatkan. Hal-hal yang memberatkan adalah bahwa Terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan Korupsi. Dan hal-hal yang meringankan, bahwa terdakwa telah banyak berbuat kebaikan dalam pembangunan Kabupaten Sidoarjo.

Lalu apakah hukuman ringan terhadap Terdakwa Korupsi adalah termasuk mendukung program pemerintah maupun aspirasi rakyat Indonesia dalam pemberantasan Korupsi?
Baca juga :
Bupati, Wakil Bupati Sidoarjo dan Sejumlah Pebat ‘Ajak Suami/Istri’ Ke Bali Ditengah Pandemi Covid19 - https://www.beritakorupsi.co/2022/01/bupati-wakil-bupati-sidoarjo-dan.html

Terdakwa Ari Suryono selaku Kepala BPPD Kab. Sidoarjo ivonis 5 Tahun Penjara dan Membayar Uang Pengganti Sebesar Rp2,701 M - https://www.beritakorupsi.co/2024/10/terdakwa-ari-suryono-selaku-kepala-bppd.html


Dalam perkara ini, Dua Terdakwa sebelumnya sudah dijatuhi hukuman (vonis) pidana penjara, yaitu Terdakwa Ari Suryono selaku Kepala Badan Pelayanan Pajak Daerah (BPPD) Kabupaten Sidoarjo dihukum 5 tahun penjara denda sebesar Rp500 juta subsider 3 bulan kurungan dan membayar uang pengganti sebesar Rp2,701 miliar subsider 2 tahun penjara

Dan Terdakwa Siska Wati selaku Kasubag Umum dan Kepegawaian BPPD Kab. Sidoarjo (perkara masing-masing terpisah), divonis lebih ringan yaitu 4 tahun penjara denda sebesar Rp300 juta subsider 3 bulan kurungan tanpa membayar uang pengganti.

Total uang hasil korupsi atau yang disebut istilah “Sodaqoh” adalah sebesar Rp8.544.126.100 dari hasil pemotongan insentif pajak milik pegawai BPPD Kab. Sidoarjo sejak tahun 2021 hingga tahun 2023 yang besarnya 10% - 30%.

Menurut JPU KPK, bahwa dari jumlah uang tersebut, sebesar Rp7.137.592.281 dinikmati Ooleh Terdakwa Ari Suryono selaku Kepala BPPD, dan sebesar Rp1.406.533.819 diserahkan kepada Terdakwa  Ahmad Muhdlor Selaku Bupati Sidoarjo.  
Namun dalam putusan Majelis Hakim terhadap Terdakwa Ari Suryono, hanya menghukum Terdakwa untuk membayar uang pengganti sebesar Rp2,701 miliar. Itulah salah satu sebabnya, JPU KPK melakukan upaya hukum banding ke Pengadilan Tinggi (PT) Surabaya Jawa Timur

Yang menarik adalah, terungkapnya dalam persidangan adanya aliran uang sebesar Rp650 juta ke Andrie Dwi Subianto selaku Kasi Intel Kejari Sidoarjo

Pertanyaannya adalah, apakah uang sebesar Rp650 juta sudah dikembalikan oleh Andrie Dwi Subianto selaku Kasi Intel Kejari Sidoarjo? Kalau sudah dikembalikan, mengapa JPU KPK maupun Majelis Hakim tidak menjelaskan dalam persidangan?

Apakah perbuatan Andrie Dwi Subianto selaku Kasi Intel Kejari Sidoarjo yang menerima uang sebesar Rp650 juta dibenarkan secara Undang-Undang Kejaksaan atau Undang-Undang Pegawai Negeri Sipil/Aparatur Sipil Negara (PNS/ASN) atau Undang-Undang Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi?

Kalau dibenarkan, diatur dalam Pasal berapa, ayat berapa, UU tahun berapa dan tentang apa? Kalau tidak dibenarkan, apakah ada proses hukum terhadap Andrie Dwi Subianto selaku Kasi Intel Kejari Sidoarjo atau cukup hanya dipindahkan saja dari Kajaksaan Negeri Sidoarjo, sementara pihak lain yang melakukan hal yang sama walaupun jumlahnya berbeda diadili?
Sementara kasus yang menyeret Terdakwa Ahmad Muhdlor selaku Bupati Sidoarjo ini berawal dari kegiatan tangkap tangan atau OTT yang dilakukan oleh KPK di Sidoarjo pada  tanggal 25 - 26 Januari 2024 lalu

Saat itu (Senin, 25 dan 26 Januari 2024), Tim penyidik KPK mengamankan sebanyak 11 orang, yaitu 1. Siska Wati selaku Kepala Sub Bagian (Kasubag) Umum dan Kepegawaian BPPD Kabupaten Sidoarjo bersama anaknya, yakni Nur Ramadan dan suami Siska Wati, yaitu Agung Sugiarto selaku Kepala Bagian (Kabag) Pembangunan Sekretaris Daerah (Setda) Kabupaten Sidoarjo.

Kemudian kakak ipar Ahmad Muhdlor (Bupati Sidoarjo) yaitu, Robith Fuadi, 5. Aswin Reza Sumantri selaku Asisten Pribadi Bupati Sidoarjo (Terdakwa Ahmad Muhdlor). Lalu 6. Rizqi Nourma Tanya selaku Bendahara BPPD Sidoarjo, dan 7. Umi Laila selaku Kepala Bank Jatim Cabang Sidoarjo,  8. Heri Sumarko selaku Bendahara BPPD Sidoarjo, 9. Rahma Fitri Cristiani pegawai fungsional BPPD Sidoarjo dan 10. Tholib selaku Kepala Bidang BPPD Sidoarjo serta 11. Ari Suryono selaku Kepala Badan Pelayanan Pajak Daerah (BPPD) Kabupaten Sidoarjo

Tiga dari 11 orang yang diamanakan penyidik KPK saat itu kemudian ditetapkan sebagai Tersangka/Terdakwa kasus perkara Tindak Pidana Korupsi Pemotongan dan Penerimaan Uang atau insentif pajak pegawai (ASN) Badan Pelayanan Pajak Daerah (BPPD) Kabupaten Sidoarjo antara 10 hingga 30 persen yang berlangsung sejak tahun 2021 hingga 2023 yang totalnya sebesar Rp8.544.126.100

Dalam surat dakwaan, tuntutan JPU KPK maupun putusan Majelis Hakim dijelaskan, pada sekitar bulan Oktober 2021, setelah Ari Suryono dilantik Bupati Sidoarjo (Terdakwa Ahmad Muhdlor) sebagai Kepala BPPD Kabupaten Sidoarjo, lalu Ari Suryono dipanggil oleh Terdakwa Ahmad Muhdlor untuk menghadap dan bertemu di Pendopo atau Rumah Dinas Bupati Sidoarjo. 
Selanjutnya Terdakwa Ahmad Muhdlor Ali menanyakan mengenai pemotongan insentif pegawai penerimaan pajak daerah di lingkungan Kabupaten Sidoarjo kepada Ari Suryono yang kemudian dijawab oleh Ari Suryono bahwa pemotongan insentif tersebut masih berlangsung.

Kemudian Terdakwa Ahmad Muhdlor meminta Ari Suryono agar memberikan uang sebesar Rp50 juta  setiap bulannya dari hasil pemotongan insentif, yang digunakan untuk kepentingan pribadi Terdakwa Ahmad Muhdlor melalui supirnya, yaitu Achad Masruri, dan atas permintaan tersebut Ari Suryono menyanggupinya.

Kemudian Ari Suryono menunjuk Siska Wati selaku Kepala Sub Bagian Umum dan Kepegawaian BPPD Kabupaten Sidoarjo untuk mengumpulkan serta mengatur besaran pemotongan insentif terhadap pegawai penerimaan insentif pajak daerah dilingkungan Kabupaten Sidoarjo yang dikenal dengan istilah “Sodaqoh”.

Selanjutnya Siska Wati membuat draft Surat Keputusan Bupati Sidoarjo tentang Penerimaan dan Besaran Insentif Pajak Daerah Kabupaten Sidoarjo Triwulan IV Tahun Anggaran 2021 beserta lampirannya, kemudian draft tersebut disetujui oleh Ari Suryono, dengan besaran maksimal pemberian insentif sebagai berikut:

1. Untuk Bupati, Wakil Bupati, Sekretaris Daerah, dan Pegawai BPPD dari unsur Pegawai Negeri Sipil Daerah dan Calon Pegawai Negeri Sipil Daerah, sebesar 7 (tujuh) kali gaji pokok dan tunjangan masing-masing yang melekat per bulan;

2. Untuk Pegawai BPPD dari unsur Pegawai Non Aparatur Sipil Negara, sebesar 1 (satu) kali gaji pokok dan tunjangan yang melekat per triwulan.  
Sebelum uang insentif penerimaan pajak masuk ke rekening masing-masing pegawai penerima, Ari Suryono meminta Siska Wati untuk melakukan penghitungan pemotongan atau “Sodaqoh” yang akan dikenakan kepada pegawai penerima insentif pajak di BPPD Kabupaten Sidoarjo dengan ketentuan cara perhitungan yaitu besaran pemotongan 10% - 30% dari jumlah insentif yang diterima dengan tetap memperhatikan jumlah insentif yang diterima tidak akan kurang dari triwulan sebelumnya.

Perhitungan pemotongan pajak tersebut dilakukan terhadap 77 orang pegawai penerima insentif pajak di BPPD Kabupaten Sidoarjo yang sudah berstatus Pegawai Negeri Sipil (PNS) / Aparatur Sipil Negara (ASN), kecuali Terdakwa Ari Suryono selaku Kepala BPPD Kabupaten Sidoarjo, Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) dan Non Aparatur Sipil Negara (ASN).

Selanjutnya Siska Wati menyampaikan hasil penghitungannya dalam bentuk print out excel dan menyampaikan kepada Ari Suryono, setelah disetujui oleh Ari Suryono, kemudian Siska Wati menulis inisial nama pegawai penerima insentif di BPPD Kabupaten Sidoarjo beserta besaran potongannya pada kertas kecil / kertas post it atau yang biasa disebut dengan isitlah “Kitir”.

Kemudian Siska Watii menyerahkannya kepada:
1.    Rizqi Nourma Tanya untuk memungut potongan terhadap penerima insentif pajak di Sekretariat BPPD Kabupaten Sidoarjo;
2.    Yulis Sarah Rizkya untuk memungut potongan terhadap penerima insentif pajak di Bidang Pajak Daerah
3.    Heri Sumaeko dan Sintya Nur Afrianti untuk memungut potongan terhadap penerima insentif pajak di Bidang Pajak Daerah II
4.    Rahma Fitri Christiani untuk memungut potongan terhadap penerima insentif pajak di Bidang Pajak Daerah III.  
Setelah dikumpulkan secara tunai, kemudian diserahkan kepada Siska Wati, lalu Siska Wati menyerahkan kepada Ari Suryono dan menyisakan sebagian untuk disimpan Siska Wati dengan penggunaan uangnya sesuai permintaan dan arahan Ari Suryono yang digunakan untuk kepentingan Terdakwa Ahmad Muhdlor dan Ari Suryono

Sementara surat putusan terhadap Terdakwa Ahmad Muhdlor selaku Bupati Sidoarjo yang didampingi Tim Penasehat Hukum-nya, Amir, Mustofa dkk, dibacakan oleh Majelis Hakim secara bergantian dalam persidangan yang berlangsung di ruang sidang Cakra Pengadilan Tipikor pada PN Surabaya Jalan Raya Juanda Sidoarjo, Senin, 23 Desember 2024 dengan Ketua Majelis Hakim Ni Putu Sri Indayani, SH., MH yang dibantu 2 Hakim anggota yaitu Athoillah, SH., MH dan Ibnu Abas Ali, SH., MH masing-masing Hakim Ad Hoc serta Panitra Pengganti (PP) Didik  Dwi Riyanto, SH., MH yang dihadiri Jaksa Penuntut Umum (JPU) Andry Lesmana dkk dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)

Menurut Majelis Hakim, bahwa perbuatan Terdakwa Ahmad Muhdlor sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 12 huruf e UU No 31/1999 Tentang pemberantasan Tindak Pidana Korporasi sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 atas perubahan UU No 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP

Sebelum Majelis Hakim menjatuhkan hukuman (Vonis) terhadap Terdakwa Ahmad Muhdlor, terlebih dahulu mempertimbangkan hal-hal yang meringankan dan memberatkan.

Menurut Majelis Hakim, hal-hal yang memberatkan adalah bahwa Terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan Korupsi. Dan hal-hal yang meringankan, bahwa terdakwa telah banyak berbuat kebaikan dalam pembangunan Kabupaten Sidoarjo. 
"MENGADILI ; 1. Menyatakan Terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana Korupsi secara bersama-sama dan berlanjut sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 12 huruf e UU No 31/1999 Tentang pemberantasan Tindak Pidana Korporasi sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 atas perubahan UU No 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP;

2. Menghukum Terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama 4 (empat) tahun dan 6 (enam) bulan dan membayar denda sebesar Rp300 juta dengan ketentuan apabila Terdakwa tidak membayar maka diganti dengan pidana kurungan selama 4 (empat) bulan;

3. Menetapkan masa penahanan yang dijalani Terdakwa dikurangkan seluruhnya dengan pidana yang diajtuhkan dengan perintah Terdakwa tetap ditahan;

4. Menghukum Terdakwa untuk membayar uang pengganti sebesar Rp1.406.533.819 (satu miliar empat ratus enam juta lima ratus tiga puluh tiga ribu delapan ratus sembilan belas rupiah) dengan ketentuan apabila Terdakwa tidak membayar uang pengganti tersebut dalam waktu 1 (satu) bulan setelah putusan Pengadilan berkekuatan hukum tetap maka harta benndanya dapat disita oleh Jaksa dan lelaung untuk menutupi uang pengganti tersebut. Apabila harta benda Terpidana tidak mencukupi maka diganti dengan pidana penjara selama 1 (satu) tahun dan 6 (enam) bulan),” ucap ketua Majelis Hakim Ni Putu Sri Indayani, SH., MH
 
Atas putusan tersebut, Terdakwa maupun JPU KPK sama-sama mengatakan “pikir-pikir”. (SJ)

Posting Komentar

Tulias alamat email :

 
Top