“Dalam Putusannya, Majelis Hakim Pengadilan Militer Menolak Seluruh Permohonan Pemohon dr. Maedy Christiyani Bawolje Terkait Restitusi Ganti Rugi Sebesar Rp158 Juta Kepada Suaminya Selaku Termohon Juga Terdakwa. Dan Majelis Hakim Juga Menyatakan Bahwa Apa Yang Dialami Korban (dr. Maedy Christiyani Bawolje) Bukan Hanya Akibat Dari Perbuatan Dari Terdakwa Tetapi Dari Perkwinan Sebelumnya (Suami Pertama dr. Maedy Christiyani Bawolje Adalah AKBP Pol. Hendrik Aswan Aprilianto, SH Sedangkan Terdakwa Adalah Suami Ketiga)”
BERITAKORUPSI.CO -Majelis Hakim Pengadilan Militer (Dilmil) III-12 Surabaya, pada Kamis, 09 Januari 2025, membacakan putusannya dengan menjatuhkan hukuman (Vonis) terhadap Terdakwa Lettu Laut (K) dr. Raditya Bagus Kusuma Eka Putra dengan pidana penjara selama 6 (enam) bulan dengan percobaan selama 8 (delapan) bulan karena terbukti melakukan tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau mata pencaharian atau kegiatan sehari hari terhadap istrinya, dr. Maedy Christiyani Bawolje (anak mantan Komandan Lantamal V Surabaya Alm. Laksma TNI Ismail Bawilje dengan Hidayati.Red) dan kedua anak tirinya yaitu Christia Sanika Putri Aprilia (24 tahun/10 Mei 2000/Mahasiswa) dan Adisha Satya Putri Aprilia (20 tahun/ 15 Mei 2003/Mahasiswa) pada tanggal 29 April 2024 di Jalan Semolowaru Bahari, Kelurahan Medokan Semampir, Kecamatan Sukolilo, Kota Surabaya
Baca juga :
Odmil Pada Oditorat Militer III-11 Surabaya Menuntut Lettu Laut (K) dr. Raditya Sebagai Terdakwa Kasus Dugaan KDRT Dengan Pidana Penjara Selama 8 Bulan - https://www.beritakorupsi.co/2024/11/odmil-pada-oditorat-militer-iii-11.html
Odmil III-11 Sby Bacakan Revisi Tuntutan Pidana Perkara Dugaan KDRT Di Dilmil III-12 Surabaya Setelah Tanggapan Pemohon dan Pembuktikan Permohonan Restitusi - https://www.beritakorupsi.co/2024/12/odmil-iii-11-sby-bacakan-revisi.html
Putusan tersebut dibacakan oleh Majelis Hakim yang diketuai Letkol (CHK) Arif Sudibya, SH., MH dengan dibantu 2 Hakim anggota, yaitu Letkol (CHK) Muhammad Saleh, SH dan Letkol (Kum) Wing Eko Joedha H, SH., MH diruang sidang utama Pengadilan Militer III-12 Surabaya Jalan Raya Juanda Sidoarjo terhadap Terdakwa Lettu Laut (K) dr. Raditya Bagus Kusuma Eka Putra yang didampingi Tim Penasehat Hukum-nya, Mayor Laut (H) Teguh Iman S, SH dan Serka Mar. Khaerul Bahro, SH., MH dari Lasmar Surabaya serta dihadiri Oditur Militer (Odmil) pada Oditorat Militer III-11 Surabaya Letkol CHK Yadi Mulyadi dkk
Selain itu, dari pantauan beritakorupsi.co, persidangan juga diliput puluhan Wartawan dari berbagai Media baik TV, Radio, Harian Cetak maupun Media Online sesuai daftar yang tercantum di daftar Piket Pengadilan Militer III-12 Surabaya serta dihadiri istri Terdakwa, dr. Maedy Christiyani Bawolje dan anak sabung Terdakwa termasuk Tim Pencagacara dr. Maedy Christiyani Bawolje
Dalam putusannya, Majelis Hakim Pengadilan Militer III-12 Surabaya mengatakan, bahwa Terdakwa Lettu Laut (K) dr. Raditya Bagus Kusuma Eka Putra terbukti melakukan tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau mata pencaharian atau kegiatan sehari hari sebagaimana dalam pasal 44 ayat (4) dan pasal 45 ayat (1) jo Pasal 5 huruf a UU RI Nomor 23 Tahun 2004 tentang penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga Hal inipun sesuai dengan dengan hasil Visum et Repertum dari rumah sakit Al Irsyad Surabaya Nomor 06 / VIS / RSAI / IV / 2024 tanggal 29 April 2024, saksi-1 (dr. Maedy Christiyani Bawolje) mengalami luka memar pada lengan kanan dan kiri sesuai dengan Visum et Repertum dari rumah sakit Al Irsyad Surabaya Nomor 07 / VIS / RSAI / IV / 2024 tanggal 30 April 2024, dan saksi-3 (Adisha Satya Putri Aprilia) mengalami luka memar di punggung dada dan lengan sesuai Visum et Repertum dari rumah sakit Al Irsyad Surabaya Nomor 08 / VIS / RSAI / IV / 2024 tanggal 29 April 2024 namun saksi-1, saksi-2 (Christia Sanika Putri Aprilia) dan saksi-3 tidak mendatangkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan mata pencaharian atau kegiatan sehari hari.
Majelis Hakim Pengadilan Militer III-12 Surabaya juga mengatakan bahwa tuntutan Oditur Militer (yang menuntut Terdakwa dengan pidana penjara selama 8 bulan) terlalu berat, karena apa yang dialami Korban bukan hanya akibat dari perbuatan Terdakwa tetapi disebabkan multi factorial (banyak faktor) dan adanya kekerasan dalam rumah tangga dari perkainan sebelumnya
“Tuntutan Oditur Militer terlalu berat karena bukan hanya akibat dari perbuatan Terdakwa tetapi disebabkan multi factorial dan adanya kekerasan dalam rumah tangga dari perkainan sebelumnya,” kata Ketua Majelis Hakim Letkol (CHK) Arif Sudibya, SH., MH saat membacakan putusan
Baca juga :
Sidang Perkara KDRT Di Dilmil III-12 Sby, PH Terdakwa Ungkap Fakta Mengejejutkan Saat Membacakan Pledoi - https://www.beritakorupsi.co/2024/12/sidang-perkara-kdrt-di-dilmil-iii-12.html
Apa yang disebutkan oleh Majelis Hakim Militer III-12 Surabaya ini, sudah disampaikan oleh Tim Penasehat Hukum Terdakwa pada saat membacakan Pledoi atau Pembelaan pada pesidangan selumnya (Selasa, 17 Desember 2024) sesuai keterangan Saksi tambahan I yaitu Djunaedi Abdulla, adik kandung Hidayati, Ibu kandung dari dr. Maedy Christiyani Bawolje atau mertua Terdakwa. Saksi Djunaedi Abdulla juga wali dalam pernikahan antara Terdakwa dengan sdri. dr. Maedy Christiyani Bawolje pada tahun 2021 lalu
Pledoi Penasehat Hukum Terdakwa pada halaman 23 poin 10 terkait keterangan Saksi Djunaedi Abdulla dijelaskan, “Bahwa Saksi (Djunaedi Abdulla) menerangkan, pernah melihat sendiri kekerasan yang dialami oleh Saksi-1 atau dr. Maedy Christiyani Bawolje yang dilakukan oleh mantan suami pertama (AKBP Pol. Hendrik Aswan Aprilianto, SH) berupa penodongan pistol ke arah kepala saksi-1, kemudian pistol itu diambil oleh Saksi. Kejadian itu terjadi di rumah Jl. Maspati sewaktu Saksi-1 masih kuliah”.
Yang jadi pertanyaan adalah, apakah dr. Maedy Christiyani Bawolje pernah menjelaskan apa yang dijelaskan Djunaedi Abdulla kepada penyidik Pomal V Surabaya, Oditur Militer III-11 Surabaya baik kepada Ahli Spesialis kedokteran Jiwa termasuk dari LPSK (Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban) yang mendamping dr. Maedy Christiyani Bawolje dan kedua anaknya? Laalu adakah kaitanya sehingga Penyidik Pomal V Surabaya tidak memeriksa atau meminta keterangan dari Djunaedi Abdulla saat diajukan oleh Tersangka/Terdakwa Lettu Laut (K) dr. Raditya Bagus Kusuma Eka Putra sebagai saksi yang meringkan?
Atau ada kaitannya apa yang disampaikan Djunaedi Abdulla dalam persidangan dan juga termuat dalam Pledoi yang dibacakan Penasehat Hukum Terdakwa terkait kekerasan dalam rumah tangga yang dialami dr. Maedy Christiyani Bawolje dari suami pertamanya agar tidak terungkap sehingga Penyidik Pomal V Surabaya tidak memeriksa ibu kandung dr. Maedy Christiyani Bawolje yaitu Hidayati sebagai saksi?
Padahal fakta yang terungkap dalam persidangan adalah bahwa sejak pernikahan ketiga antara dr. Maedy Christiyani Bawolje dan Lettu Laut (K) dr. Raditya Bagus Kusuma Eka Putra (Terdakwa) bersama anak-anaknya tinggal di rumah Hidayati, orang tua kandung dr. Maedy Christiyani Bawolje di di Jalan Semolowaru Bahari, Kelurahan Medokan Semampir, Kecamatan Sukolilo, Kota Surabaya Dan dalam fakta persidangan juga terungkap, bahwa timbulnya pertengkaran antara Lettu Laut (K) dr. Raditya Bagus Kusuma Eka Putra (Terdakwa) dengan istrinya, dr. Maedy Christiyani Bawolje (Korban) pada tanggal 29 April 2024 adalah bermula dari kesehatan dari Hidayati yang mau kontrol ke Rumah Sakit. Hal inipun disampaikan Penasehat Hukum Terdakwa dalam Pledoinya
Dalam Pledoinya Penasehat Hukum Terdakwa dijelaskan, “bahwa yang melatarbelakangi permasalah ini adalah masalah kesehatan Ibu Hidayati (Ibu Kandung Saksi -1 atau dr. Maedy Christiyani Bawolje) dimana yang bersangkutan meminta untuk diantar berobat ke RSAL. Terdakwa menyampaikan kepada Saksi-2 (Christia Sanika Putri Aprilia) sebanyak dua kali untuk mengantarkan (Hidayati) berobat ke RSAL namun dilarang oleh Saksi-1 dengan alasan hubungan Saksi-2 dengan neneknya tidak baik. Hal inilah yang memicu terjadinya percekcokan dan emosi dari Terdakwa sehingga berlanjut dengan dilaporkannya Terdakwa ke Pom Lantamal V”
Bahkan dalam Pledoinya, Penasehat Hukum Terdakwa menjelaskan, bahwa dr. Maedy Christiyani Bawolje telah punya anak pada tahun 2000, menikah dengan suami pertamanya, AKBP Pol. Hendrik Aswan Aprilianto, SH pada Tahun 2000, dan ketidak harmonisan antara dr. Maedy Christiyani Bawolje dan anaknya dengan Hidayati (ibu kandung dr. Maedy Christiyani Bawolje) sebelum dr. Maedy Christiyani Bawolje menikah dengan Terdakwa pada tahun 2021, serta sumpah profesi dokter menurut Kode Etik Kedokteran sesuai Surat Keputusan Nomor : 111/PB/A.4/02/2013 tanggal 15 Februari 2013 tentang Penerapan Kode Etik Kedokteran Indonesia yang tidak dijalankan oleh dr. Maedy Christiyani Bawolje terkait dengan kesehatan ibu kandungnya,. Majelis Hakim juga menolak seluruh Permohonan Restitusi Ganti Rugi sebesar Rp158 juta lebih yang diajukan oleh dr. Maedy Christiyani Bawolje selaku Pemohon kepada suaminya, Lettu Laut (K) dr. Raditya Bagus Kusuma Eka Putra selaku Termohon yang juga Terdakwa
“Secara formal menerima Permohonan Restitusi Ganti Rugi dan menolak seluruhnya Permohonan Restitusi Ganti Rugi,” ucap Ketua Majelis Hakim Letkol (CHK) Arif Sudibya, SH., MH
Majelis Hakim menjelaskan dalam pertimbangan putusannya, terkait pendampingan hukum sudah diatur dalam Peraturan Panglima TNI Nomor 46 Tahun 2023 tentang Bantuan Hukum dan Peraturan Kasal Nomor 1 tahun 2020 tentang Bantuan Hukum di lingkungan TNI Angkatan Laut
Namun faktanya yang terungkap dalam persidangan, bahwa pendampingan Hukum terhadap dr. Maedy Christiyani Bawolje bukan dari lingkungan TNI AL melainkan dari Kumdam V Brawijaya Malang dan dari Kantor Pencara lainnya
Majelis Hakim juga menjelaskan dalam pertimbangan putusannya, terkait pemeriksaan kesehatan oleh Pemohon dr. Maedy Christiyani Bawolje dan anak-anaknya ke Rumah Sakit yang ditentukannya, sementara dr. Maedy Christiyani Bawolje adalah berstatus PNS (Pegawai Negeri Spil) Atau ASN (Aparatur Negeri Spil), dan selain itu juga terdafar dalam tanggungan Terdakwa selaku Anggota TNI AL dan terdaftar dalam Kartu Keluarga TNI AL, dan Pemohon masih menerima gaji dari Terdakwa “Pemohon selain berstatus sebagai PNS, Pemohon juga masih berstatus istri sah dari Termohon dan anak-anak Pemohon juga tercatat dalam Kartu Keluarga yang dikeluarkan oleh Dinas TNI AL. Pemohon dan anak-anak Pemohon masih menjadi tanggungan Termohon selaku anggota TNI AL dan berhak mendapatkan perawatan kesehatan baik perawatan medis maupun psikologi secara gratis dari Fasilitas kesehatan TNI AL,” ucap Ketua Majelis Hakim Letkol (CHK) Arif Sudibya, SH., MH
Hal inipun sudah disampaikan oleh Penasehat Hukum Terdakwa saat membacakan Pledoinya yang menjelaskan, “Pemohon dan anak-anak juga memenuhi syarat sebagai penerima Bantuan Hukum dari Dinas TNI AL. Jika Pemohon memilih menggunakan jasa PH / Pengacara dari luar TNI AL maka hal tersebut sudah menjadi rekiso sendiri dan diluar tanggung jawab dari Termohon selalu anggota TNI AL. Hal ini sesuai dengan Peraturan Panglima TNI Nomor 46 Tahun 2023 tentang Bantuan Hukum dan Peraturan Kasal Nomor 1 tahun 2020 tentang Bantuan Hukum di lingkungan TNI Angkatan Laut”. Dalam Pledoinya, Penasehat Hukum Terdakwa mengatakan, “Hak dan kepentingan Pemohon sebagai Pelapor sudah diwadahi oleh Penyidik dari POM TNI AL dan kepentingannya diwakili oleh Oditur Militer selaku Penuntut Umum. Sehingga tidak ada alasan lagi untuk mendapatkan pendampingan dari pihak lain. Dalam hal Pelapor merasa perlu mendapatkan pendampingan dari Pengacara atau Kuasa Hukum, Pemohon dapat mengajukan permohonan bantuan hukum dari dinas TNI AL dan bebas memilih dari kantor Dinas Hukum TNI AL manapun yang berada di Surabaya. Hal ini karena Pemohon masih berstatus istri sah dari Termohon dan anak-anak Pemohon juga masuk dalam Kartu Keluarga yang dikeluarkan oleh Dinas TNI AL. Dengan demikian Pemohon dan anak-anak juga memenuhi syarat sebagai penerima Bantuan Hukum dari Dinas TNI AL. Jika Pemohon memilih menggunakan jasa PH / Pengacara dari luar TNI AL maka hal tersebut sudah menjadi rekiso sendiri dan diluar tanggung jawab dari Termohon selalu anggota TNI AL. Hal ini sesuai dengan Peraturan Panglima TNI Nomor 46 Tahun 2023 tentang Bantuan Hukum dan Peraturan Kasal Nomor 1 tahun 2020 tentang Bantuan Hukum di lingkungan TNI Angkatan Laut”.
Kemudian Penasehat Hukum Terdakwa mengatakan, “Dengan demikian Pemohon dan anak-anak Pemohon masih menjadi tanggungan Termohon selaku anggota TNI AL dan berhak mendapatkan perawatan kesehatan baik perawatan medis maupun psikologi secara gratis dari Fasilitas kesehatan TNI AL. Jika Pemohon memilih berobat di luar Fasilitas kesehatan TNI AL atau Fasilitas Kesehatan diluar rujukan, maka hal tersebut sudah menjadi resiko sendiri dan diluar tanggung jawab dari Termohon selalu anggota TNI AL”. (Jnt)
Yang jadi pertanyaan adalah, apakah dr. Maedy Christiyani Bawolje pernah menjelaskan apa yang dijelaskan Djunaedi Abdulla kepada penyidik Pomal V Surabaya, Oditur Militer III-11 Surabaya baik kepada Ahli Spesialis kedokteran Jiwa termasuk dari LPSK (Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban) yang mendamping dr. Maedy Christiyani Bawolje dan kedua anaknya? Laalu adakah kaitanya sehingga Penyidik Pomal V Surabaya tidak memeriksa atau meminta keterangan dari Djunaedi Abdulla saat diajukan oleh Tersangka/Terdakwa Lettu Laut (K) dr. Raditya Bagus Kusuma Eka Putra sebagai saksi yang meringkan?
Atau ada kaitannya apa yang disampaikan Djunaedi Abdulla dalam persidangan dan juga termuat dalam Pledoi yang dibacakan Penasehat Hukum Terdakwa terkait kekerasan dalam rumah tangga yang dialami dr. Maedy Christiyani Bawolje dari suami pertamanya agar tidak terungkap sehingga Penyidik Pomal V Surabaya tidak memeriksa ibu kandung dr. Maedy Christiyani Bawolje yaitu Hidayati sebagai saksi?
Padahal fakta yang terungkap dalam persidangan adalah bahwa sejak pernikahan ketiga antara dr. Maedy Christiyani Bawolje dan Lettu Laut (K) dr. Raditya Bagus Kusuma Eka Putra (Terdakwa) bersama anak-anaknya tinggal di rumah Hidayati, orang tua kandung dr. Maedy Christiyani Bawolje di di Jalan Semolowaru Bahari, Kelurahan Medokan Semampir, Kecamatan Sukolilo, Kota Surabaya Dan dalam fakta persidangan juga terungkap, bahwa timbulnya pertengkaran antara Lettu Laut (K) dr. Raditya Bagus Kusuma Eka Putra (Terdakwa) dengan istrinya, dr. Maedy Christiyani Bawolje (Korban) pada tanggal 29 April 2024 adalah bermula dari kesehatan dari Hidayati yang mau kontrol ke Rumah Sakit. Hal inipun disampaikan Penasehat Hukum Terdakwa dalam Pledoinya
Dalam Pledoinya Penasehat Hukum Terdakwa dijelaskan, “bahwa yang melatarbelakangi permasalah ini adalah masalah kesehatan Ibu Hidayati (Ibu Kandung Saksi -1 atau dr. Maedy Christiyani Bawolje) dimana yang bersangkutan meminta untuk diantar berobat ke RSAL. Terdakwa menyampaikan kepada Saksi-2 (Christia Sanika Putri Aprilia) sebanyak dua kali untuk mengantarkan (Hidayati) berobat ke RSAL namun dilarang oleh Saksi-1 dengan alasan hubungan Saksi-2 dengan neneknya tidak baik. Hal inilah yang memicu terjadinya percekcokan dan emosi dari Terdakwa sehingga berlanjut dengan dilaporkannya Terdakwa ke Pom Lantamal V”
Bahkan dalam Pledoinya, Penasehat Hukum Terdakwa menjelaskan, bahwa dr. Maedy Christiyani Bawolje telah punya anak pada tahun 2000, menikah dengan suami pertamanya, AKBP Pol. Hendrik Aswan Aprilianto, SH pada Tahun 2000, dan ketidak harmonisan antara dr. Maedy Christiyani Bawolje dan anaknya dengan Hidayati (ibu kandung dr. Maedy Christiyani Bawolje) sebelum dr. Maedy Christiyani Bawolje menikah dengan Terdakwa pada tahun 2021, serta sumpah profesi dokter menurut Kode Etik Kedokteran sesuai Surat Keputusan Nomor : 111/PB/A.4/02/2013 tanggal 15 Februari 2013 tentang Penerapan Kode Etik Kedokteran Indonesia yang tidak dijalankan oleh dr. Maedy Christiyani Bawolje terkait dengan kesehatan ibu kandungnya,. Majelis Hakim juga menolak seluruh Permohonan Restitusi Ganti Rugi sebesar Rp158 juta lebih yang diajukan oleh dr. Maedy Christiyani Bawolje selaku Pemohon kepada suaminya, Lettu Laut (K) dr. Raditya Bagus Kusuma Eka Putra selaku Termohon yang juga Terdakwa
“Secara formal menerima Permohonan Restitusi Ganti Rugi dan menolak seluruhnya Permohonan Restitusi Ganti Rugi,” ucap Ketua Majelis Hakim Letkol (CHK) Arif Sudibya, SH., MH
Majelis Hakim menjelaskan dalam pertimbangan putusannya, terkait pendampingan hukum sudah diatur dalam Peraturan Panglima TNI Nomor 46 Tahun 2023 tentang Bantuan Hukum dan Peraturan Kasal Nomor 1 tahun 2020 tentang Bantuan Hukum di lingkungan TNI Angkatan Laut
Namun faktanya yang terungkap dalam persidangan, bahwa pendampingan Hukum terhadap dr. Maedy Christiyani Bawolje bukan dari lingkungan TNI AL melainkan dari Kumdam V Brawijaya Malang dan dari Kantor Pencara lainnya
Majelis Hakim juga menjelaskan dalam pertimbangan putusannya, terkait pemeriksaan kesehatan oleh Pemohon dr. Maedy Christiyani Bawolje dan anak-anaknya ke Rumah Sakit yang ditentukannya, sementara dr. Maedy Christiyani Bawolje adalah berstatus PNS (Pegawai Negeri Spil) Atau ASN (Aparatur Negeri Spil), dan selain itu juga terdafar dalam tanggungan Terdakwa selaku Anggota TNI AL dan terdaftar dalam Kartu Keluarga TNI AL, dan Pemohon masih menerima gaji dari Terdakwa “Pemohon selain berstatus sebagai PNS, Pemohon juga masih berstatus istri sah dari Termohon dan anak-anak Pemohon juga tercatat dalam Kartu Keluarga yang dikeluarkan oleh Dinas TNI AL. Pemohon dan anak-anak Pemohon masih menjadi tanggungan Termohon selaku anggota TNI AL dan berhak mendapatkan perawatan kesehatan baik perawatan medis maupun psikologi secara gratis dari Fasilitas kesehatan TNI AL,” ucap Ketua Majelis Hakim Letkol (CHK) Arif Sudibya, SH., MH
Hal inipun sudah disampaikan oleh Penasehat Hukum Terdakwa saat membacakan Pledoinya yang menjelaskan, “Pemohon dan anak-anak juga memenuhi syarat sebagai penerima Bantuan Hukum dari Dinas TNI AL. Jika Pemohon memilih menggunakan jasa PH / Pengacara dari luar TNI AL maka hal tersebut sudah menjadi rekiso sendiri dan diluar tanggung jawab dari Termohon selalu anggota TNI AL. Hal ini sesuai dengan Peraturan Panglima TNI Nomor 46 Tahun 2023 tentang Bantuan Hukum dan Peraturan Kasal Nomor 1 tahun 2020 tentang Bantuan Hukum di lingkungan TNI Angkatan Laut”. Dalam Pledoinya, Penasehat Hukum Terdakwa mengatakan, “Hak dan kepentingan Pemohon sebagai Pelapor sudah diwadahi oleh Penyidik dari POM TNI AL dan kepentingannya diwakili oleh Oditur Militer selaku Penuntut Umum. Sehingga tidak ada alasan lagi untuk mendapatkan pendampingan dari pihak lain. Dalam hal Pelapor merasa perlu mendapatkan pendampingan dari Pengacara atau Kuasa Hukum, Pemohon dapat mengajukan permohonan bantuan hukum dari dinas TNI AL dan bebas memilih dari kantor Dinas Hukum TNI AL manapun yang berada di Surabaya. Hal ini karena Pemohon masih berstatus istri sah dari Termohon dan anak-anak Pemohon juga masuk dalam Kartu Keluarga yang dikeluarkan oleh Dinas TNI AL. Dengan demikian Pemohon dan anak-anak juga memenuhi syarat sebagai penerima Bantuan Hukum dari Dinas TNI AL. Jika Pemohon memilih menggunakan jasa PH / Pengacara dari luar TNI AL maka hal tersebut sudah menjadi rekiso sendiri dan diluar tanggung jawab dari Termohon selalu anggota TNI AL. Hal ini sesuai dengan Peraturan Panglima TNI Nomor 46 Tahun 2023 tentang Bantuan Hukum dan Peraturan Kasal Nomor 1 tahun 2020 tentang Bantuan Hukum di lingkungan TNI Angkatan Laut”.
Kemudian Penasehat Hukum Terdakwa mengatakan, “Dengan demikian Pemohon dan anak-anak Pemohon masih menjadi tanggungan Termohon selaku anggota TNI AL dan berhak mendapatkan perawatan kesehatan baik perawatan medis maupun psikologi secara gratis dari Fasilitas kesehatan TNI AL. Jika Pemohon memilih berobat di luar Fasilitas kesehatan TNI AL atau Fasilitas Kesehatan diluar rujukan, maka hal tersebut sudah menjadi resiko sendiri dan diluar tanggung jawab dari Termohon selalu anggota TNI AL”. (Jnt)
Posting Komentar
Tulias alamat email :