1

Dr. Hufron SH., MH, Pakar Hukum Pidana Yang Juga Dosen Di Untag Surabaya Selaku Penasehat Hukum Terdakwa M. Rifaing : “Sudah tidak ada kerugian negara karena Terdakwa sudah membayar pinjaman kredit ke BPR HAS pada saat penyelidikan bukan pada saat penyidikan. Jadi bagaimana menghitung adanya kerugian negara?”

BERITAKORUPSI.CO -
Jaksa Penunutut Umum (JPU) Yudha, SH dkk dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Blitar bersama Majelis Hakim Pengadilan Tipikor pada PN Surabaya, Selasa, 07 Januari 2025, kembali menggelar sidang perkara kasus dugaan Tindak Pidana Korupsi Penyimpangan Prosedur Dalam Proses Pemberian Kredit oleh PT. Bank Prerkreditan Rakyat (BPR) Hambangun Artha Selaras (HAS) milik Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Blitar pada tahun 2020 kepada Debitur Mochamad Rifaing Bin (Alm) Marni sebesar Rp600 juta dan Debitur Ramadhan Weka Pamungkas sebesar Rp150 juta yang merugikan keuangan negara sebesar Rp600 juta akibat pemberian kredit dengan cara melakukan penyimpangan prosedur dalam proses pemberian kredit sehingga mengakibatkan kredit macet berdasarkan hasil penghitungan yang dilakukan oleh Tim Penyidik Kejaksaan Negeri Blitar tanggal 12 Februari 2024, dengan agenda mendengarkan keterangan saksi yang dihadirkan oleh JPU

Salah satu saksi yang dihadirkan oleh JPU Kejari Biltar dalam perkara tersebut diatas  adalah Matius Abadi Selaku Direktur Bisnis PT BPR HAS dengan Terdakwa Mochamad Rifaing selaku Debitur (Humas RSUD Dr. Iskak Tulungagung) dan Subandi Bin Tumiran (berkas perkara dilakukan penuntutan secara terpisah) selaku Direktur PT. Bamdika Anugrah Sidoarjodengan didampingi masing-masing Penahat Hukum (PH)-nya yaitu Dr. Hufron SH., MH dkk (PH Terdakwa Mochamad Rifaing) dan Johanes Dipa, SH., MH dkk selaku PH Terdakwa Subandi

Persidangan yang berlangung di ruang sidang Cakra Pengadilan Tipikor pada PN Surabaya, Selasa, 07 Januari 2025, diketuai Majelis Hakim I Dewa Gede Suarditha, SH., MH yang dibantu dua Hakim anggota yaitu Darwin Panjaitan, SH., MH dan Agus Karyanto, SH., MH masing-masing Hakim Ad Hock serta Panitra Pengganti (PP) Alarico De Jesus, SH dan Sunarah, SH  
Kepada masjelis Hakim, saksi Matius Abadi Selaku Direktur Bisnis PT. Bank Prerkreditan Rakyat (BPR) Hambangun Artha Selaras (HAS) mengakui bahwa kredit macet di PT BPT HAS bukan hanya Kedua Terdakwa melainkan berjumlah 25 Debitur. Namun saksi Matius Abadi tidak mengetahui apakah Debitur lainnya sudah ada proses hukum atau belum

“Ada dua puluh lima. Saya tidak tahu,” kata saksi Matius Abadi menjelaskan kepada Majelis Hakim atas pertanyaan PH Terdakwa Mochamad Rifaing, Dr. Hufron SH., MH

Namun yang membingungkan dari jawaban saksi Matius Abadi ini adalah terkait pertanyaan Dr. Hufron SH., MH selaku PH Terdakwa Mochamad Rifaing maupun pertanyaan Terdakwa sendiri yang hampir sama namun dijawab saksi dengan jawaban yang berbeda

“Kalau sudah dibayar (makasudnya kredit.Red) lunas apakah masih ada kerugian?,” tanya Dr. Hufron SH., MH dengan mengulang pertanyaanya. Lalu dijawab oleh saksi Matius Abadi “masih ada”.

“Ada termasuk saya duduk disini,” jawab saksi Matius Abadi

Pertanyaannya dari jawaban saksi ini adalah, apakah kehadiran Matius Abadi Selaku Direktur Bisnis PT. Bank Prerkreditan Rakyat (BPR) Hambangun Artha Selaras (HAS) sebagai saksi dalam sidang perkara dugaan Korupsi ini atas panggilan JPU menambah kerugian di PT BPR HAS dan harus ditanggung oleh Terdakwa?

Sementara, saat pertanyaan yang sama ditanyakkan oleh Terdakwa Mochamad Rifaing, saksi Matius Abadi mengatakan bahwa kredit Terdakwa di PT BPR HAS sudah lunas dan tidak ada masalah

“Sudah lunas dan tidak ada masalah,” jawab saksi Matius Abadi atas pertanyaan Terdakwa Mochamad Rifaing
 
Dari fakta yang terungkap dalam persidangan ini adalah, bahwa Terdakwa sudah membayar kreditnya ke PT BPR HAS sebesar Rp800 juta lebih namun SHM (Sertifikat Hak Milik) milim terdakwa belum dikembalikan oleh pihak PT BPR HAS, dan yang dijadikan JPU sebagai bukti adalah foto copy yang dilalisir yang diperlihatkan oleh JPU kehadapan Majelis Hakim dengan disaksikan oleh Terdakwa maupun Penasehat Hukum-nya, Dr. Hufron SH., MH

Hal inipun terungkap saat Ketua Majelis Hakim menanyakkan JPU, apakah SHM milik Terdakwa disita dan dijadikan sebagai bukti?

Aneh bukan? Dan pertanyaannya adalah, mengapa PT BPR HAS SHM tidak mengembalikan SHM milik Terdakwa Mochamad Rifaing kalau memang Terdakwa sudah melunnasi hutangnya di PT BPR HAS? Atau mengapa JPU hanya mejadikan foto copy SHM sebagai bukti dalaam persidangan dan tidak meyita SHM aslinya? 
Sementara, Dr. Hufron SH., MH, Pakar Hukum Pidana yang juga Dosen tetap di Universitas 17 Agustus (Untag) Surabaya selaku Penasehat Hukum Terdakwa M. Rifaing, diselah-sela sidang di skors oleh Ketua Majelis Hakim mengatakan kepada beritakorupsi.co, bahwa dalam kasus perkara yang menyeret Kliennya (Terdakwa Mochamad Rifaing) sudah tidak ada kerugian negara karena sudah dibayar oleh Terdakwa

“Sudah tidak ada kerugian negara karena Terdakwa sudah membayar pinjaman kredit ke BPR HAS pada saat penyelidikan bukan pada saat penyidikan. Jadi bagaimana melakukan penghitungan adanya kerugian negara?,” kata Dr. Hufron SH., MH kepada beritakorupsi.co, Selasa, 07 Januari 2025.

Sementara dalam dakwaan JPU Kejari Blitar menjelaskan, bahwa ia terdakwa MOCHAMAD RIFANGI bin (Alm) MARNI selaku debitur pada PT. Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Hambangun Artha Selaras bersama-sama dengan Saksi SUBANDI bin TUMIRAN (dilakukan penuntutan terpisah), Saksi MUHAMMAD FAUZI Bin ABDUS SOMAD (terpidana), dan saksi DANDUM TRI SETIAWAN, S.E bin (Alm) UNTUNG SUBAKIR (terpidana) pada hari Selasa tanggal 13 Oktober 2020 dan hari Selasa tanggal 29 Desember 2020 atau setidak-tidaknya rentang waktu bulan Oktober 2020 sampai dengan bulan Januari 2021

Atau setidak-tidaknya pada tahun 2020 sampai dengan tahun 2021 bertempat di Kantor PT. Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Hambangun Artha Selaras beralamat di Jalan Pahlawan No.4A RT.003 RW.004 Desa Kedungwaru Kecamatan Kedungwaru Kabupaten Tulungagung atau setidak-tidaknya di suatu tempat dalam daerah hukum Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Surabaya yang berwenang memeriksa dan mengadilinya, telah melakukan, menyuruh melakukan atau turut serta melakukan perbuatan, secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan Negara atau perekonomian Negara, yang dilakukan dengan cara sebagai berikut ;

Bahwa Perseroan Terbatas (PT) Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Hambangun Artha Selaras merupakan Badan Usaha Milik Daerah yaitu milik Pemerintah Daerah Kabupaten Blitar yang didirikan berdasarkan Peraturan Bupati Blitar Nomor 16 Tahun 2009 Tentang Perseroan Terbatas Bank Perkreditan Rakyat Hambangun Artha Selaras Kabupaten Blitar.
Dua Saksi Ahli yang dihadirkan JPU
Proses pendirian PT. BPR Hambangun Artha Selaras yaitu dengan pengambilalihan/ akuisisi kepemilikan PT. BPR Nusumma Kedungwaru Tulungagung yang berkedudukan di Jalan Pahlawan No. 4A RT. 003 RW. 004 Desa Kedungwaru Kecamatan Kedungwaru Kabupaten Tulungagung dari PT. Nusumma Utama Jakarta berdasarkan Akte Nomor 07 tanggal 13 Nopember 2007 yang dibuat di hadapan Notaris EDY PRAYITNA. Ijin Usaha berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia nomor: KEP-514/KM.17/1998 tentang Pemberian Izin Usaha PT. Bank Perkreditan Rakyat Nusumma Kedungwaru Tulungagung
tanggal 05 Agustus 1998.

Selanjutnya dilakukan pengambilalihan / akuisisi kepemilikan dari PT. Nusumma Utama Jakarta menjadi milik Pemerintah Kabupaten Blitar. Selanjutnya dilakukan perubahan nama menjadi PT. BPR Hambangun Artha Selaras.

Bahwa Ijin Usaha berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia nomor: KEP-514/KM.17/1998 tentang Pemberian Izin Usaha PT. Bank Perkreditan Rakyat Nusumma Kedungwaru Tulungagung tanggal 05 Agustus 1998. Selanjutnya dilakukan pengambilalihan / akuisisi kepemilikan dari PT. Nusumma Utama Jakarta menjadi milik Pemerintah Kabupaten Blitar. Selanjutnya dilakukan perubahan nama menjadi PT. BPR Hambangun Artha Selaras.

Tujuan pengambilalihan /akuisisi kepemilikan PT. BPR Nusumma Kedungwaru Tulugagung dengan penyertaan modal daerah berdasarkan Pasal 2 Peraturan Daerah Kabupaten Blitar Nomor 3 Tahun 2012 Tentang Penyertaan Modal Daerah pada PT. Bank Perkreditan Rakyat Hambangun Artha Selaras adalah untuk mendorong pertumbuhan perekonomian daerah dan menambah sumber pendapatan asli daerah dan untuk meningkatkan pelayanan kebutuhan permodalan kepada masyarakat.

Bahwa Kegiatan Usaha berdasarkan Pasal 6 Peraturan Bupati Blitar Nomor 16 Tahun 2009 Tentang Perseroan Terbatas Bank Perkreditan Rakyat Hambangun Artha Selaras Kabupaten Blitar menentukan bahwa “sebagai Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) yang bergerak di bidang perbankan, Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Daerah menyelenggarakan usaha-usaha antara lain:
a. Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk tabungan dan deposito berjangka, tabungan dan atau bentuk lainnya yang dipersamakan untuk itu;
b. Memberikan kredit dan melakukan pembinaan khususnya terhadap usaha mikro, kecil, dan menengah;
c. Melakukan kerjasama dengan Bank perkreditan Rakyat, Bank Umum dan atau Lembaga keuangan lainnya;
d. Membantu Pemerintah Daerah untuk melaksanakan fungsi pemegang kas daerah sesuai peraturan perundang-undangan;
e. Melakukan usaha-usaha perbankan lainnya sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan perundangan yang berlaku. 
Bahwa sesuai dengan akta notaris EDY PRAYITNA, SH. nomor 31 tanggal 25 September 2008 yang telah diberitahukan pada Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia dalam suratnya nomor : AHU-AH.01.10-22814 tanggal 28 Oktober 2008, modal ditempatlkan dan disetor sejumlah Rp. 5.059.000.000,- (lima milyar lima puluh sembilan juta rupiah) dengan komposisi permodalan atau kepemilikan saham pada PT. Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Hambangun Artha Selaras sebagai berikut:

• Saham atau permodalan perseorangan atas nama Raden ISWOTO sebanyak 1 (satu) saham dengan nilai nominal atau sebesar Rp. 10.000,- (sepuluh ribu rupiah) dengan prosentase 0,01% (nol koma nol satu persen);

• Saham atau permodalan atas nama Pemerintah Kabupaten Blitar sebanyak 505.899 (lima ratus lima ribu delapan ratus sembilan puluh sembilan) saham dengan nilai nominal atau sebesar Rp. 5.058.990.000,- (lima milyar lima puluh delapan juta sembilan ratus sembilan puluh ribu rupiah) dengan prosentase 99% (sembilan puluh sembilan koma sembilan puluh sembilan persen).

Bahwa Kedudukan saksi MUHAMMAD FAUZI Bin ABDUS SOMAD (terpidana) di PT. BPR Hambangun Artha Selaras adalah selaku Direktur Utama di PT. BPR Hambangun Artha Selaras sejak tahun 2007 sampai dengan tanggal 11 Maret 2022 dengan dasar pengangkatan melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Luar Biasa tanggal 07 Agustus 2008 yang kemudian dituangkan dalam Akta Pernyataan Keputusan Rapat Nomor 09 tanggal 08 Agustus 2008 yang dibuat dihadapan EDY PRAYITNA, SH Notaris di Tulungagung,

Kemudian diubah dengan Akta Pernyataan Keputusan Rapat PT. Bank Perkreditan Rakyat Hambangun Arta Selaras Nomor 31 Tanggal 25 September 2008 yang dibuat dihadapan EDY PRAYITNA, SH Notaris di Tulungagung, kemudian diubah dengan Akta Pernyataan Keputusan Rapat PT. Bank Perkreditan Rakyat Hambangun Artha Selaras Nomor 04 Tanggal 11 Oktober 2011, yang dibuat dihadapan EDY PRAYITNA, SH Notaris di Tulungagung,

Kemudian diubah dengan Akta Pernyataan Keputusan Rapat PT. BPR Hambangun Artha Selaras Nomor 05 tanggal 24 Juli 2019 yang dibuat dihadapan SEVENSIUS LYNDUAT SAPTA SIAHAAN, S.H.,M.Kn. Notaris di Tulungagung yang telah diberitahukan kepada Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum dengan Nomor AHU-0041061.AH.01.02 Tahun 2019 tanggal 24 Juli 2019.  
Kemudian diubah dengan Akta Pernyataan Keputusan Rapat Perseroan Terbatas PT. Bank Perkreditan Rakyat Hambangun Artha Selaras Nomor 27 Tanggal 11 April 2022 yang dibuat dihadapan HALDYAN DENISA, S.H.,M.Kn. Notaris di Kabupaten Blitar yang telah diberitahukan kepada Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum dengan Nomor AHU-AH.01.09-0004087 tanggal 12 April 2022.

Kemudian diubah dengan Akta Pernyataan Keputusan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa Perseroan Terbatas PT. Bank Perkreditan Rakyat Hambangun Artha Selaras Nomor 59 tanggal 28 Juni 2022 yang dibuat dihadapan HALDYAN DENISA, S.H.,M.Kn Notaris di Kabupaten Blitar yang telah diberitahukan kepada Kementerian Hukum dan Hak Asasi manusia Republik Indonesia Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum dengan Nomor AHU-AH.01.09.0026962 tanggal 28 Juni 2022.

Bahwa Kedudukan saksi DANDUM TRI SETIAWAN, S.E. bin (Alm) UNTUNG SUBAKIR (terpidana) selaku Kabag Marketing / kredit pada PT. Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Hambangun Artha Selaras sejak tahun 2010 sampai dengan tanggal 11 Maret 2021 dengan dasar pengangkatan sesuai Surat Keputusan Direksi PT. Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Hambangun Artha Selaras Nomor 001/SK-DIR/HAS/I/2010 tanggal 04 Januari 2010 tentang Tugas, Wewenang, Pangkat, Golongan dan Ruang Pegawai, Surat Keputusan Direksi PT. Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Hambangun Artha Selaras Nomor 49/SK-DIR/HAS/VI/2011 tanggal 24 Juni 2011 tentang Tugas Wewenang, Pangkat, Golongan dan Ruang Pegawai,

Surat Keputusan Direksi PT. Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Hambangun Artha Selaras Nomor 61/SK-DIR/HAS/V/2012 tanggal 08 Mei 2012 Tugas, Wewenang, Pangkat, Golongan dan Ruang serta Penyesuaian Gaji dan Tunjangan, Surat Keputusan Direksi PT. Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Hambangun Artha Selaras Nomor 114A/SK-DIR/HAS/VI/2014 tanggal 30 Juni 2014 Tugas Wewenang, Pangkat, Golongan dan Ruang serta Penyesuaian Gaji dan Tunjangan,

Surat Keputusan Direksi PT. Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Hambangun Artha Selaras Nomor 136/SK-DIR/HAS/VII/2015 tanggal 31 Juli 2015 Tugas Wewenang, Pangkat, Golongan, dan Ruang, dan Surat Keputusan Direksi PT. Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Hambangun Artha Selaras Nomor 019/SK-DIR/HAS/III/2018 tanggal 02 Maret 2018 tentang Tugas Wewenang, Pangkat, Golongan, dan Ruang. 
Berdasarkan Pedoman Kebijakan Perkreditan Bank Perkreditan Rakyat (PKPB) PT. Bank Perkreditan Rakyat Hambangun Artha Selaras, Direktur Utama mempunyai tugas dan wewenang antara lain sebagai berikut : 1) Bertanggung jawab atas penyusunan PKPB yang memuat semua aspek yang tercantum dalam pedoman PKPB untuk dimintakan persetujuan kepeda Dewan Komisaris ; 2) Menyetujui prosedur perkreditan yang mengacu pada PKPB yang telah disetujui Dewan Komisaris ; 3) Memastikan ketaatan BPR terhadap peraturan perundang-undangan di bidang perkreditan ; 4) Memastikan bahwa PKPB diterapkan dan dilaksanakan secara konsekuen dan konsisten ; 5) Menetapkan anggota komite kredit dalam hal diperlukan pembentukan Komite Kredit; 6) Bertanggung jawab atas penyusunan rencana bisnis di bidang perkreditan yang dituangkan dalam rencana bisnis BPR yang disampaikan Kepala Otoritan Jasa Keuangan sebagaimana dimaksud dalam POJK mengenai rencana bisnis BPR

7) Memastikan bahwa rencana bisnis di bidang perkreditan terlaksana ; 8) Memastikan pelaksanaan Langkah perbaikan atas berbagai penyimpangan dalam perkreditan yang di temukan oleh satuan kerja audit internal atau pejabat eksekutif yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan fungsi audit intern ; 9) Melaporkan langkah perbaikan yang telah, sedang dan akan dilakukan kepada Dewan Komisaris secara berkala dan terlulis paling sedikit mengenai:

a) Perkembangan dan kualitas kredit secara keseluruhan. ; b) Perkembangan dan kualitas kredit yang diberikan kepada pihak terkait, Debitur grup dan / atau Debitur besar. ; c) Kredit dalam pengawasan khusus dan kredit bermasalah. ; d) Penyimpangan dalam pelaksanaan PKPB. ; e) Temuan penting dalam perkreditan termasuk penyimpangan atau pelanggaran ketentuan di bidang perkreditan yang dilaporkan oleh satuan kerja audit intern atau pejabat eksekutif yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan fungsi audit intern.

f) Pelaksanaan dari rencana perkreditan sebagaimana yang dituangkan dalam rencana bisnis BPR yang disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan sebagaimana dimaksud dalam POJK mengenai rencana bisnis BPR.
g) Penyimpangan atau pelanggaran ketentuan dibidang perkreditan yang merupakan temuan auditor ekstern dan / atau Otoritas Jasa Keuangan; dan h) Jumlah dan jenis Pendidikan & pelatihan perangkat perkreditan. 
10) Menetapkan rencana Pendidikan & pelatihan bagi pegawai yang menangani perkreditan serta memastikan pelaksanaan Pendidikan dan pelatihan tersebut sesuai dengan kebutuhan pegawai.

11) Menetapkan bentuk, tugas, wewenang, dan tanggung jawab perangkat perkreditan sesuai dengan kebutuhan BPR. Tugas, Wewenang dan Tanggung Jawab setiap pegawai dari perangkat perkreditan terdiri dari Kabag Kredit, AO, Admin Kredit paling sedikit mencakup :
1) Mematuhi semua ketentuan yang diterapkan dalam PKPB dan prosedur perkreditan ; 2) Melaksanakan tugas secara jujur, objektif, cermat, dan seksama tanpa pengaruh dari pihak yang berkepentingan dengan pemohonan kredit atau pihak lain yang dapat merugikan BPR ; 3) Senantiasa meningkatkan kemampuan dan pengetahuan terhadap sektor ekonomi, kegiatan usaha, dan / atau debitur yang berisiko tinggi yang telah dan akan dibiayai oleh BPR ; 4) Menolak permohonan kredit yang diajukan dalam hal tidak sesuai dengan persyaratan dalam prosedur perkreditan

Bahwa syarat-syarat dalam pengajuan kredit agar dapat memperoleh fasilitas kredit dari pihak PT. Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Hambangun Artha Selaras adalah sebagai berikut :
• Mengisi Form permohonan kredit yang berisikan Identitas calon debitur, jenis permohonan, jumlah plafon yang dimohonkan, tujuan penggunaan, jangka waktu, jenis agunan, jenis kredit dan tandatangan pemohon;

• Fotokopi KTP pemohon, fotokopi KTP suami/istri bagi yang sudah menikah, Fotokopi KTP Penjamin, Fotokopi Kartu Keluarga, Fotokopi Surat Nikah, Fotokopi Agunan (BPKP/SHM/SK), Fotokopi STNK, Fotokopi Rekening Listrik, Fotokopi Kwitansi Pembelian, Fotokopi NJOP, Fotokopi SIUP/TDP, Fotokopi NPWP, Tanda Tangan Nasabah, Analisa Kredit, Lampiran BI Checking, dan Kelengkapan Berkas Lainnya.

Bahwa berdasarkan Buku Pedoman Pemberian Kredit PT. BPR Hambangun Artha Selaras tahun 2017, secara garis besar proses pemberian kredit diatur sebagai berikut :
1. Permohonan Kredit;
Tahap pertama dari prosedur pemberian kredit adalah adanya pengajuan surat permohonan kredit oleh calon debitur yang diajukan secara tertulis yang memuat Identitas calon debitur, jenis permohonan (baru, tambahan, perpanjangan atau penurunan), jumlah yang dimohon, tujuan penggunaan, jangka waktu, Suku bunga, agunan/ Jminan dan tandatangan pemohon. Permohonan kredit yang diajukan oleh calon debitur. 
2. Pengumpulan data;
Kegiatan pengumpulan data berupa identitas calon debitur (KTP/SIM) termasuk Kartu Keluarga (KK) dan atau identitas usaha, Surat Nikah, fotokopi agunan, fotokopi BPKB/ SHM, fotokopi izin-izin usaha, fotokopi NPWP, Fotokopi laporan keuangan beberapa bulan terakhir, omzet penjualan beberapa bulan terakhir, bila usahanya relatif baru perlu dimintakan rencana penjualan dan pembelian, produksi, pemasaran, untuk calon debitur berbadan hukum (PT, CV, Koperasi) harus melampirkan data manajemen perusahaan.

3. Analisa Kredit;
Dari data-data tersebut diatas serta data lain yang diperlukan dilakukan oleh Account Officer (AO). Untuk lebih meyakini kebenaran dan keabsahan data maka dilanjutkan dengan langkah-langkah : wawancara dengan calon debitur/ kunjungan kepada calon debitur, kunjungan/ peninjauan ketempat usaha/ alamat calon debitur, melakukan peninjauan ke lokasi jaminan, melakukan konfirmasi (re-cheking), melakukan Trade/ bank cheking. Analisa lebih mendalam dapat dilakukan melalui pendekatan 5C (Character/ watak, Capacity/ kemampuan, Capital/ modal, Condition/ Kondisi, Collateral / jaminan atau anggunan).

4. Komite Kredit;
Suatu tim dalam proses pemberian kredit yang anggotanya terdiri dari Account Officer / Analis Kredit (AO), Administrasi Kredit, Kabag Marketing/ Kabag Kredit serta Direksi untuk mengambil keputusan. Didalam komite kredit hal-hal yang dibicarakan adalah permohonan kredit ditinjau dari segala aspek. Setiap anggota Komite Kredit berhak memberikan pendapatnya sebagai masukan untuk pengambilan keputusan.

5. Keputusan Komite Kredit;
Merupakan keputusan komite kredit, apabila disetujui maka dibuatkan surat penegasan / pemberitahuan kepada pemohon (SP3K) yang memuat antara lain: jenis kredit, besarnya kredit (plafond) suku bunga, biaya administrasi, provisi, jangka waktu, jaminan yang harus diserahkan ke bank, pengikatan jaminan, asuransi. Apabila ditolak akan dibuatkan surat pemberitahuan kepada pemohon bahwa permohonan bersangkutan belum dapat dipertimbangkan/ disetujui disertai alasan yang umum antara lain: usaha tidak layak, jaminan tidak mencukupi, karakter calon debitur yang kurang baik menurut penilaian bank, kemampuan bayar tidak memungkinkan. 
6. Pengikatan kredit/ jaminan Asuransi.
Adalah pengikatan secara notariil dan pengikatan dibawah tangan. Aspek Hukum adalah perjanjian kredit merupakan suatu hal yang tidak dapat dipisahkan dari pemberian kredit, selanjutnya dilakukan pengikatan jaminan.
Penutupan asuransi dilakukan untuk megurangi resiko yang kemungkinan timbul kemudian hari. Asuransi yang dilakukan bank adalah asuransi terhadap jaminan atau asuransi jiwa (debitur).

7. Realisasi kredit;
Adalah pencairan kredit yang dilakukan apabila :
- Setelah surat penegasan kredit (SPPK) telah dikembalikan dan ditandatangani diatas materai yang cukup oleh calon debitur; - Semua dokumen telah dilengkapi dan diverifikasi; - Pengikatan kredit telah dilakukan secara baik dan benar; - Pengikatan jaminan telah dilakukan secara baik dan benar; - Semua dokumen kredit telah diperiksa dan ditandatangani oleh semua pihak terkait; - Telah dilakukan cek list atas semua kelengkapan data/ dokumen; - Memastikan semua biaya yang timbul telah dilunasi oleh calon debitur.

8. Dokumentasi kredit;
Adalah pengarsipan yang dilakukan setelah proses pemberian kredit.

Bahwa sebagai Kantor Pusat, PT. Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Hambangun Artha Selaras di Tulungagung, Direktur Utama memiliki kewenangan memutus kredit dengan Plafon diatas Rp.75.000.000,- (tujuh puluh lima juta rupiah) sampai dengan BMPK (Batas Maksimum Pemberian Kredit) setelah disetujui Komite Kredit dan Direksi sebagaimana diatur dalam beberapa peraturan antara lain :

• Surat Keputusan (SK) Direksi PT. BPR Hambangun Artha Selaras Nomor : 018/SK-DIR/HAS/VII/2010 tanggal 20 Juli 2010 tentang Batas wewenang memutus kredit;

• Surat Keputusan (SK) Direksi PT. BPR Hambangun Artha Selaras Nomor : 003A/SK-DIR/HAS/II/2020 tanggal 05 Pebruari 2020 tentang Batas wewenang memutus kredit PT. BPR Hambangun Artha Selaras; 
Bahwa terdakwa MOCHAMAD RIFANGI bin (Alm) MARNI mengajukan kredit kepada PT. Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Hambangun Artha Selaras untuk tujuan penggunaan Tambahan Modal Usaha plafond sebesar Rp. 600.000.000 (enam ratus juta rupiah) dengan melampirkan beberapa dokumen antara lain:

• Surat Keterangan Domisili Usaha (SKDU) nomor: 471.11/150/438.7.10.1/2019 tanggal 31 Juli 2019 yang ditandatangani oleh Kepala Desa Kebonagung yang pada pokoknya menerangkan, atas nama SUBANDI memiliki usaha yang bernama PT. BAMEDIKA ANUGRAH SIDOARJO.

• Nomer Induk Berusaha (NIB) 9120303882928 yang ditetapkan pada 22 Agustus 2019.
• Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) atas nama PT. BAMEDIKA ANUGRAH SIDOARJO yang dikeluarkan tanggal 22 Agustus 2019.

• Surat pesanan dengan nomor SP.027/2938/411.402/2020 Paket Pekerjaan Pengadaan Alat Dokter Bedah tanggal 07 Oktober 2020 yang ditandatangani oleh saksi AGUS ZAINAL ABIDIN selaku Pejabat Pembuat Komitmen pada RSUD Kertosono dan Saksi SUBANDI bin TUMIRAN (yang dilakukan penuntutan secara terpisah) selaku Direktur PT. BAMEDIKA ANUGRAH SIDOARJO.

Atas pengajuan kredit tersebut, saksi DANDUM TRI SETIAWAN, S.E. bin (Alm) UNTUNG SUBAKIR (terpidana) selaku Kepala Bagian (kabag) Marketing / kredit pada PT. Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Hambangun Artha Selaras bersama-sama saksi MUHAMMAD FAUZI Bin ABDUS SOMAD (terpidana) selaku Direktur Utama pada PT. Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Hambangun Artha Selaras, telah memproses dan menyetujui serta memutuskan permohonan kredit dari debitur oleh terdakwa MOCHAMAD RIFANGI bin (Alm) MARNI baik atas namanya pribadi maupun pengajuan kredit menggunakan atas nama saksi RAMADHANA WEKA PAMUNGKAS yang dalam prosesnya tidak mematuhi ketentuan tentang kredit di PT. BPR Artha Selaras dan terdapat penyimpangan-penyimpangan dalam proses pemberian kreditnya mengakibatkan debitur tidak mampu melakukan pembayaran sehingga mengakibatkan kredit macet (kolektabilitas 5) sebagai berikut:
 
                   Tabel.1 daftar debitur macet dan nilai fasilitas kredit yang diberikan. 
Bahwa meskipun mengetahui dalam permohonan kredit yang diajukan oleh terdakwa MOCHAMAD RIFANGI bin (Alm) MARNI tidak memenuhi syarat-syarat administrative dengan memalsukan dokumen berupa :
1. Surat Pesanan (SP) nomor : 027/2938/411.402 tahun 2020 tentang Paket Pekerjaan Pengadaan Alat-Alat Kedokteran Bedah dengan nilai Rp. 2.682.300.000 (dua miliar enam ratus delapan puluh dua juta tiga ratus ribu rupiah) yang dibuat pada tanggal 07 Oktober 2020 dan ditandatangani oleh Saksi SUBANDI bin TUMIRAN (dilakukan penuntutan secara terpisah) selaku Direktur PT. Bamedika Anugerah Sidoarjo berdasarkan Akta Pendirian PT. Bamedika Anugerah Sidoarjo nomor : 2 tanggal 02 Agustus 2019 yang dibuat oleh Notaris YUNI WIGIATI, S.H., M.Kn. yang berkedudukan di Jalan K.H. Mukmin, Komplek Ruko Sentro Avenue Blok D No. 8, Sidoarjo dan Saksi AGUS ZAINAL ABIDIN, S.Kep., Ns. selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) RSUD Kertosono yang mana dokumen tersebut digunakan untuk syarat pencairan pengajuan pinjaman atas nama debitur terdakwa MOCHAMAD RIFANGI bin (Alm) MARNI dengan baki debet sebesar Rp.600.000.000,- (enam ratus juta rupiah) yang telah direalisasikan pada tanggal 13 Oktober 2020;

2. Surat Pesanan (SP) nomor : 027/923.1-PPK/415.17.7/2020 tentang Paket Pekerjaan Pengadaan Peralatan dan Mesin Pengadaan Alat Kedokteran (Thermogun) TA. 2020 dengan nilai Rp. 453.750.000 (empat ratus lima puluh tiga juta tujuh ratus lima puluh ribu rupiah) yang dibuat pada tanggal 04 November 2020 dan ditandatangani oleh Saksi SUBANDI bin TUMIRAN (dilakukan penuntutan secara terpisah) selaku Direktur PT. Bamedika Anugerah Sidoarjo berdasarkan Akta Pendirian PT. Bamedika Anugerah Sidoarjo nomor : 2 tanggal 02 Agustus 2019 yang dibuat oleh Notaris YUNI WIGIATI, S.H., M.Kn. yang berkedudukan di Jalan K.H. Mukmin, Komplek Ruko Sentro Avenue Blok D No. 8, Sidoarjo dan Saksi dr. AGUSTINUS SUMARNO selaku Kepala BLUD Puskesmas Blimbing Gudo yang mana dokumen tersebut digunakan untuk syarat pencairan pengajuan pinjaman atas nama debitur RAMADHANA WEKA PAMUNGKAS atas perintah terdakwa MOCHAMAD RIFANGI bin (Alm) MARNI dengan baki debet sebesar Rp. 150.000.000,- (seratus lima puluh juta rupiah) yang telah direalisasikan pada tanggal 29 Desember 2020.

Bahwa atas kelengkapan persyaratan pengajuan kredit berupa dokumen yang dipalsukan di atas, saksi DANDUM TRI SETIAWAN, S.E. bin (Alm) UNTUNG SUBAKIR (terpidana) selaku Kabag Marketing / kredit pada PT. Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Hambangun Artha Selaras dan saksi MUHAMMAD FAUZI Bin ABDUS SOMAD (terpidana) selaku direktur utama, tetap memproses pemberian fasilitas kredit dari permohonan calon debitur terdakwa MOCHAMAD RIFANGI bin (Alm) MARNI dan penggunaan nama saksi RAMADHANA WEKA PAMUNGKAS yang tidak memenuhi syarat dan tidak memiliki kemampuan membayar kembali tersebut dan menyatakan calon debitur layak mendapatkan fasilitas kredit dari PT.BPR Hambangun Artha Selaras dengan cara saksi DANDUM TRI SETIAWAN, S.E. bin (Alm) UNTUNG SUBAKIR (terpidana) selaku Kabag Marketing / kredit pada PT. Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Hambangun Artha Selaras tidak melalui tahapan-tahapan sebagaimana dalam ketentuan kredit yang berlaku dengan memproses permohonan kredit yang administrasi dokumen kreditnya tidak lengkap dan tidak dilakukan verifikasi terkait kebenaran dokumen tersebut  
Serta tanpa mempertimbangkan hasil wawancara on the spot, karakter dari calon debitur, tanpa informasi keuangan yang cukup dan tanpa dokumen pendukung yang digunakan untuk membuat membuat Analisa, tanpa dilakukan survey baik terhadap kebenaran perjanjian pengadaan alat-alat kedokteran bedah antara RSUD Kertosono yang diwakili oleh saksi AGUS ZAINAL ABIDIN selaku PPK dan PT.BAMEDIKA ANUGRAH SIDOARJO diwakili oleh saksi SUBANDI bin TUMIRAN (dilakukan penuntutan terpisah) selaku Direktur yang pada faktanya tidak ada perjanjian Kerjasama antara PT.BAMEDIKA ANUGRAH SIDOARJO dan RSUD Kertosono maupun Puskesmas Blimbing Gudo,

Serta selain itu tidak ada dokumen dari PT.BAMEDIKA ANUGRAH SIDOARJO yang memiliki hubungan hukum dengan terdakwa MOCHAMAD RIFANGI bin (Alm) MARNI dan Saksi RAMADHANA WEKA PAMUNGKAS, lalu saksi DANDUM TRI SETIAWAN, S.E. bin (Alm) UNTUNG SUBAKIR (terpidana) selaku Kabag Marketing / kredit pada PT. Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Hambangun Artha Selaras membuat Analisa Kredit yang hanya disesuaikan dengan permohonan kredit dengan melakukan rekayasa terhadap pembahasan kredit diantaranya rekayasa laporan keuangan/ analisa R/L yang memperlihatkan kemampuan bayar calon debitur seolah-olah memiliki kemampuan atau usaha dengan kemampuan membayar kembali yang mencukupi sehingga kredit tersebut dapat dinyatakan layak dibiayai atau disetujui.

Selanjutnya saksi DANDUM TRI SETIAWAN, S.E. bin (Alm) UNTUNG SUBAKIR (terpidana) menyusun proposal kredit dengan melampirkan hasil survey, analisa kredit, hasil taksasi serta kelengkapan administrasi permohonan kredit dalam proposal kredit yang diusulan kepada komite kredit. Dalam rapat Komite Kredit yang diikuti oleh saksi DANDUM TRI SETIAWAN, S.E. bin (Alm) UNTUNG SUBAKIR (terpidana) selaku Kabag Marketing / kredit dan saksi MUHAMMAD FAUZI Bin ABDUS SOMAD (terpidana) selaku direktur utama yang berwenang selaku pemutus kredit.

Pada proses tahap Komite kredit yang pada kenyataannya tidak pernah dilaksanakan forum rapat komite kredit untuk membahas pengajuan kredit terdakwa MOCHAMAD RIFANGI bin (Alm) MARNI dan saksi RAMADHANA WEKA PAMUNGKAS yang membahas potensi resiko pemberian kredit yang akan disalurkan, kebenaran dari rencana penggunaan pinjaman calon debitur, verifikasi kebenaran dokumen dan analisa kredit serta dokumen pendukungnya, kelayakan agunan yang dijaminkan karena hanya dianggap sebagai administrasi saja,  
Sehingga dalam pelaksanaan perangkat kredit yaitu saksi DANDUM TRI SETIAWAN, S.E. bin (Alm) UNTUNG SUBAKIR (terpidana) selaku Kabag Marketing/ Kredit, saksi KURNIADI (selaku Admin Kredit), saksi JUPRI (selaku monitoring kredit dan atau AO) hanya formalitas mengisi dan memberikan persetujuan yang dituangkan dalam blanko Persetujuan kredit. Agar permohonan kredit dianggap disetujui, kondisi-kondisi dari terdakwa MOCHAMAD RIFANGI bin (Alm) MARNI dan saksi RAMADHANA WEKA PAMUNGKAS selaku calon debitur yang sebenarnya tidak layak tersebut diatas tidak dituangkan dalam Berita Acara Komite Kredit lalu untuk persetujuan dari saksi MUHAMMAD FAUZI Bin ABDUS SOMAD (terpidana) selaku Direktur Utama pada PT. Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Hambangun Artha Selaras akan memberikan persetujuan dan membubuhkan tandatangan diluar proses forum komite kredit.

Dalam pelaksanaan realisasi kredit atau pencairan kredit terdakwa MOCHAMAD RIFANGI bin (Alm) MARNI dilakukan atas perintah dan persetujuan saksi MUHAMMAD FAUZI Bin ABDUS SOMAD (terpidana) selaku Direktur Utama. Terhadap pengikatan agunan berupa tanah dengan SHM nomor : 400 atas nama (Alm) KAMSIJAH dengan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT) tanpa Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) sehingga jaminan tidak dilakukan secara sempurna yang mengakibatkan agunan tersebut tidak dapat diajukan eksekusi lelang jaminan.

Bahwa dalam pengajuan kredit, terdakwa MOCHAMAD RIFANGI bin (Alm) MARNI menjaminkan kepada pihak PT. Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Hambangun Artha Selaras berupa Sertifikat Hak Milik (SHM) atas nama (Alm) KAMSIJAH selaku Ibu kandung terdakwa MOCHAMAD RIFANGI bin (Alm) MARNI seluas 4.210 m2 (empat ribu dua ratus sepuluh meter persegi). Pada saat pengajuan kredit Rp. 600.000.000,- (enam ratus juta rupiah) Ibu kandung terdakwa MOCHAMAD RIFANGI bin (Alm) MARNI yang bernama KAMSIJAH masih dalam keadaan sakit stroke, kencing manis dan ingatannya agak berkurang, waktu itu staff dari Notaris SEVENSIUS LYNDUAT SAPTA SIAHAAN, S.H., M.Kn. datang ke rumah yang ditempati oleh (Alm) KAMSIJAH untuk mendapatkan cap jempol dari KAMSIJAH pada dokumen SKMHT dengan cara terdakwa MOCHAMAD RIFANGI bin (Alm) MARNI memegang tangan KAMSIJAH yang pada saat itu terdapat saksi FITRIYAH selaku istri terdakwa MOCHAMAD RIFANGI bin (Alm) MARNI,

Sedangkan saudara-saudara terdakwa MOCHAMAD RIFANGI bin (Alm) MARNI tidak mengetahui jika Sertifikat Hak Milik nomor 400 dengan luas tanah 4.210 m2 (empat ribu dua ratus sepuluh meter persegi) telah dijadikan jaminan. Kemudian terdakwa MOCHAMAD RIFANGI bin (Alm) MARNI dalam melakukan pengajuan kredit Rp. 600.000.000,- (enam ratus juta rupiah) juga melampirkan Surat Pesanan (SP) Nomor: 027 / 2938/411.402/2020 Paket pekerjaan pengadaan alat-alat kedokteran bedah tanggal 07 Oktober 2020 berdasarkan Surat Perintah Kerja Nomor 027 / 2938/411.402/2020 tanggal 07 Oktober 2020 dimana pada kenyataanya tidak ada perjanjian kerjasama yang dilakukan oleh saksi SUBANDI bin TUMIRAN (dilakukan penuntutan secara terpisah) dengan RSUD KERTOSONO. 
Bahwa dalam proses penjaminan atas Sertifikat Hak Milik nomor 400 dengan luas tanah 4.210M2 milik (Alm) KAMSIJAH, Pengikatan agunan untuk kredit senilai Rp 600.000.000 (enam ratus juta rupiah) hanya berupa Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT) sehingga tidak dapat diakui sebagai pengurang Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP), berdampak pada kewajiban pembentukan PPAP 100%.

Sementara itu, pemilik agunan (KAMSIJAH) telah meninggal dunia. Pada pengikatan kredit dengan jaminan sertifikat tersebut seharusnya selain menggunakan SKMHT juga harus dilengkapi dengan Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) dengan tujuan agar PT. BPR HAS mempunyai kekuatan hukum sempurna sehingga PT. BPR HAS dapat menguasai dan selanjutnya dapat melakukan eksekusi terhadap jaminan dalam rangka melunasi kewajibannya jika terjadi kredit yang bermasalah atau macet.

Terdakwa MOCHAMAD RIFANGI bin (Alm) MARNI pada awal permohonan kredit terdakwa menyerahkan sertifikat tanah, seharusnya pengikatan atas jaminan kredit tersebut dengan Akta Pembebanan Hak Tanggungan (APHT) karena jaminan sudah dalam bentuk sertifikat dan plafond yang diajukan sebesar Rp.600.000.000,- (enam ratus juta rupiah). Atas bentuk perikatan jaminan yang hanya berupa SKMHT tanpa dilakukan pengikatan APHT tersebut apabila terjadi wanprestasi atau macet maka PT. BPR HAS tidak dapat melakukan eksekusi melalui proses lelang terhadap agunan berupa SHM nomor : 400 sebagaimana yang telah diajukan oleh Terdakwa MOCHAMAD RIFANGI bin (Alm) MARNI.

Bahwa proses pengajuan kredit oleh terdakwa MOCHAMAD RIFANGI bin (Alm) MARNI sampai dengan disetujuinya pengajuan kredit tersebut oleh PT. PBR HAS pada tahun 2020 ketika PT. BPR HAS telah ditetapkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dengan status Bank Dalam Pengawasan Intensif (BPDI), dasar penetapan PT. BPR Hambangun Artha Selaras dalam status BDPI adalah Peraturan OJK Nomor 19/POJK.03/2017 tentang Penetapan Status dan Tindak Lanjut Pengawasan Bank Perkreditan Rakyat dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah selanjutnya ditindak lanjuti dengan Surat Kepala Otoritas Jasa Keuangan Kediri No. : SR-46/KO.0402/2020 tanggal 26 maret 2020 perihal Penetapan BPR dalam Pengawasan Intensif, dengan alasan penetapan status yaitu berdasarkan penilaian atas laporan bulanan PT. BPR Hambangun Artha Selaras, Tingkat Kesehatan (TKS) BPR Hambangun Artha Selaras selama 3 (tiga) periode penilaian berturut-turut yaitu Posisi Desember 2019, Januari 2020 dan Februari 2020 adalah kurang sehat terutama disebabkan tingginya NPL dan penurunan rentabilitas. 
Bahwa pengajuan kredit atas nama debitur terdakwa MOCHAMAD RIFANGI bin (Alm) MARNI dan saksi RAMADHANA WEKA PAMUNGKAS mulai dari permohonan sampai dengan realisasi kredit tidak memenuhi ketentuan Pedoman Pemberian Kredit PT BPR Hambangun Artha Selaras, Desember 2017 dan Pedoman Kebijakan Perkreditan Bank Perkreditan Rakyat (PKPB), maupun prinsip kehati-hatian perbankan dan mematuhi tata kelola perusahaan yang baik (Good Corporate Govermence). Adapun dalam pemberian fasilitas kredit tersebut terdapat penyimpangan-penyimpangan dalam penyaluran kredit sebagai berikut :

➢ Analisa kredit hanya formalitas, disesuaikan dengan permohonan kredit, dengan cara melakukan rekayasa terhadap pembahasan kredit seperti rekayasa laporan keuangan / analisa R/L dan kemampuan membayar debitur yang seakan-akan debitur memiliki kemampuan atau usaha dengan kemampuan membayar kembali yang mencukupi, sehingga kredit tersebut layak dibiayai.

➢Tidak ada survey usaha debitur maupun atas laporan keuangan usaha debitur.
➢Melakukan scoring form 7c dengan mengabaikan kondisi sebenarnya dari debitur (asal isi) sehingga debitur dapat dinyatakan layak.
➢Tidak dilakukan taksasi terhadap objek jaminan/agunan.
➢Ketika diajukan ke tahap Komite Kredit, berkas tidak dalam keadaan lengkap, masih terdapat kekurangan persyaratan dokumen pendukung pengajuan kredit.
➢Komite kredit dalam proses pemberian kredit Debitur tersebut hanya formalitas untuk kelengkapan berkas kredit (tidak ada forum KOMITE KREDIT dalam keputusan pemberian fasilitas kredit).

➢Terdapat dokumen yang dipalsukan oleh saksi SUBANDI bin TUMIRAN (dilakukan penuntutan secara terpisah) sebagai persyaratan pengajuan kredit berupa :
• Surat Pesanan (SP) nomor : 027/2938/411.402 tahun 2020 tentang Paket Pekerjaan Pengadaan Alat-Alat Kedokteran Bedah dengan nilai Rp. 2.682.300.000 (dua miliar enam ratus delapan puluh dua juta tiga ratus ribu rupiah) yang dibuat pada tanggal 07 Oktober 2020;

• Surat Pesanan (SP) nomor : 027/923.1-PPK/415.17.7/2020 tentang Paket Pekerjaan Pengadaan Peralatan dan Mesin Pengadaan Alat Kedokteran (Thermogun) TA. 2020 dengan nilai Rp. 453.750.000 (empat ratus lima puluh tiga juta tujuh ratus lima puluh ribu rupiah) yang dibuat pada tanggal 04 November 2020. 
Bahwa proses pengajuan kredit yang diajukan oleh terdakwa MOCHAMAD RIFANGI bin (Alm) MARNI senilai Rp. 600.000.000 (enam ratus juta rupiah) tanggal realisasi 13-10-2020 dan pengajuan kredit yang diajukan oleh terdakwa MOCHAMAD RIFANGI bin (Alm) MARNI menggunakan nama saksi RAMADHANA WEKA PAMUNGKAS senilai Rp. 150.000.000,- (seratus lima puluh juta rupiah) tanggal realisasi 29-12-2020 dilakukan dengan cara sebagai berikut :

➢ Awalnya saksi SUBANDI bin TUMIRAN (dilakukan penuntutan secara terpisah) menemui terdakwa MOCHAMAD RIFANGI bin (Alm) MARNI dan menyampaikan kebutuhan dana untuk pekerjaan pengadaan alat kesehatan dan meminta bantuan kepada terdakwa MOCHAMAD RIFANGI bin (Alm) MARNI untuk mencarikan pinjaman tersebut.

➢ Bahwa terdakwa MOCHAMAD RIFANGI bin (Alm) MARNI dijanjikan keuntungan berupa uang apabila terdakwa MOCHAMAD RIFANGI bin (Alm) MARNI dapat mencarikan pinjaman untuk kepentingan saksi SUBANDI bin TUMIRAN (dilakukan penuntutan secara terpisah).

➢ Bahwa saksi SUBANDI bin TUMIRAN (dilakukan penuntutan secara terpisah) menyerahkan dokumen palsu yang dibuat dan ditandatangani oleh saksi SUBANDI bin TUMIRAN (dilakukan penuntutan secara terpisah) sendiri berupa :

• Surat Pesanan (SP) nomor : 027/2938/411.402 tahun 2020 tentang Paket Pekerjaan Pengadaan Alat-Alat Kedokteran Bedah dengan nilai Rp. 2.682.300.000 (dua miliar enam ratus delapan puluh dua juta tiga ratus ribu rupiah) yang dibuat pada tanggal 07 Oktober 2020;

• Surat Pesanan (SP) nomor : 027/923.1-PPK/415.17.7/2020 tentang Paket Pekerjaan Pengadaan Peralatan dan Mesin Pengadaan Alat Kedokteran (Thermogun) TA. 2020 dengan nilai Rp. 453.750.000 (empat ratus lima puluh tiga juta tujuh ratus lima puluh ribu rupiah) yang dibuat pada tanggal 04 November 2020.
Pekerjaan yang termuat dalam Surat Pesanan (SP) tersebut fiktif. 
➢ Bahwa dokumen Surat Pesanan (SP) yang dipalsukan oleh saksi SUBANDI bin TUMIRAN (dilakukan penuntutan secara terpisah) tersebut digunakan oleh terdakwa MOCHAMAD RIFANGI bin (Alm) MARNI untuk dijadikan sebagai salah satu persyaratan pengajuan kredit kepada PT. BPR HAS.

➢ Bahwa atas permintaan dari saksi SUBANDI bin TUMIRAN (dilakukan penuntutan secara terpisah) tersebut, terdakwa MOCHAMAD RIFANGI bin (Alm) MARNI menyanggupi karena memiliki relasi di PT. BPR HAS.

➢ Bahwa terdakwa MOCHAMAD RIFANGI bin (Alm) MARNI mengajukan 2 (dua) permohonan kredit secara terpisah kepada PT. BPR HAS sebagai berikut :
a. Pengajuan kredit yang direalisasikan tanggal 13 Oktober 2020 dengan nilai pinjaman Rp. 600.000.000,- (enam ratus juta rupiah) dengan jatuh tempo 13 Januari 2021 an. Debitur terdakwa MOCHAMAD RIFANGI bin (Alm) MARNI;

b. Pengajuan kredit yang direalisasikan tanggal 29 Desember 2020 dengan nilai pinjaman Rp. 150.000.000,- (seratus lima puluh juta rupiah) dengan jatuh tempo 29 Januari 2021 an. Debitur saksi RAMADHANA WEKA PAMUNGKAS.

➢ Bahwa 2 (dua) permohonan kredit tersebut diproses dengan sangat cepat tanpa memperhatikan prinsip kehati-hatian karena terdakwa MOCHAMAD RIFANGI bin (Alm) MARNI merupakan relasi dari saksi MOHAMAD FAUZI (terpidana) dan untuk proses analisa kredit/ analisa kelayakan dibuat dan disesuaikan dengan permohonan kredit tanpa melakukan survey sehingga terjadi rekayasa atau tidak mencerminkan kondisi yang sebenarnya.

➢ Bahwa terkait dengan pengajuan kredit pada pinjaman Rp. 150.000.000,- (seratus lima puluh juta rupiah) terdakwa MOCHAMAD RIFANGI bin (Alm) MARNI meminta bantuan kepada saksi RAMADHANA WEKA PAMUNGKAS selaku staff dari terdakwa MOCHAMAD RIFANGI bin (Alm) MARNI pada RSUD dr. ISKAK Tulungagung untuk menggunakan namanya dalam mengajukan kredit kepada PT. BPR HAS, dalam pengajuan kredit tersebut terdakwa MOCHAMAD RIFANGI bin (Alm) MARNI memberikan jaminan berupa BPKB dengan nomor L12429435 berupa mobil fortuner 2.5GAT atas nama TULIS SETYONO dengan nomer rangka MHFZR69G9C3045218. 
Bahwa Terhadap pengajuan kredit tersebut tidak dilakukan survey terutama terhadap pekerjaannya dan atas nama debiturnya karena dokumen pendukung disampaikan bersamaan dengan pencairan kredit. Sehingga tidak dimungkinkan dilakukan survey lapangan terhadap kebenaran dokumen pendukung pengajuan kredit yang disampaikan oleh saksi SUBANDI bin TUMIRAN (dilakukan penuntutan terpisah) kepada terdakwa MOCHAMAD RIFANGI bin (Alm) MARNI yang dijadikan persyaratan pengajuan kredit debitur a.n terdakwa MOCHAMAD RIFANGI bin (Alm) MARNI maupun saksi RAMADHANA WEKA PAMUNGKAS.

Bahwa ketika kredit dari terdakwa MOCHAMAD RIFANGI bin (Alm) MARNI menjadi kredit macet dan tidak ada itikad baik untuk melunasi kredit, selanjutnya saksi ISWANTO ZUNAEDY selaku perwakilan dari PT.BPR HAS mengecek ke RSUD Kertosono sesuai dengan Surat Pesanan (SP) dan Surat Perintah Kerja (SPK) sebagai dasar pengajuan kredit akan tetapi keadaan dilapangan tidak sesuai dengan SPK tersebut karena tidak ada pekerjaan sesuai dengan SP dan SPK di RSUD Kertosono serta terhadap tanda tangan atas nama saksi AGUS ZAINAL ABIDIN, S.Kep., Ns adalah tidak benar/bukan tanda tangan yang bersangkutan.

Bahwa terhadap 2 (dua) pengajuan kredit tersebut bertujuan untuk tambah modal PT. BAMEDIKA ANUGRAH SIDOARJO, dimana baik terdakwa MOCHAMAD RIFANGI bin (Alm) MARNI, dan saksi RAMADHANA WEKA PAMUNGKAS tidak memiliki hubungan hukum maupun bukan pengurus pada PT. BAMEDIKA ANUGRAH SIDOARJO sebagaimana yang termuat dalam akta pendirian Perusahaan PT. BAMEDIKA ANUGRAH SIDOARJO.

Bahwa penggunaan uang dari hasil realisasi pencairan kredit yang dilakukan oleh terdakwa MOCHAMAD RIFANGI bin (Alm) MARNI adalah sebagai berikut:
a. Pencairan kredit yang direalisasikan tanggal 13 Oktober 2020 dengan nilai pinjaman Rp. 600.000.000,- (enam ratus juta rupiah) dengan jatuh tempo 13 Januari 2021 an. Debitur terdakwa MOCHAMAD RIFANGI bin (Alm) MARNI, untuk uang sebesar Rp. 500.000.000 (lima ratus juta) diterima oleh saksi SUBANDI bin TUMIRAN (dilakukan penuntutan terpisah) melalui transfer dan Rp. 100.000.000 (seratus juta rupiah) secara tunai diterima oleh terdakwa MOCHAMAD RIFANGI bin (Alm) MARNI yang kemudian dipotong biaya administrasi dan notaris;

b. Pencairan kredit yang direalisasikan tanggal 29 Desember 2020 dengan nilai pinjaman Rp. 150.000.000,- (seratus lima puluh juta rupiah) dengan jatuh tempo 29 Januari 2021 an. Debitur saksi RAMADHANA WEKA PAMUNGKAS, berdasarkan pengakuan saksi SUBANDI bin TUMIRAN (dilakukan penuntutan terpisah) untuk uang sebesar Rp. 125.000.000 (seratus dua puluh lima juta rupiah) diterima oleh saksi SUBANDI bin TUMIRAN (dilakukan penuntutan terpisah) melalui transfer dan Rp. 25.000.000 (dua puluh lima juta rupiah) diterima oleh terdakwa MOCHAMAD RIFANGI bin (Alm) MARNI. 
Bahwa komite kredit telah mengetahui yang menggunakan hasil realisasi kredit adalah bukan calon debitur dikarenakan adanya surat permohonan transfer ke rekening BCA dengan nomor rekening 2710527922 atas nama saksi SUBANDI bin TUMIRAN (dilakukan penuntutan terpisah) yang ditandatangani oleh terdakwa MOCHAMAD RIFANGI bin (Alm) MARNI.

Bahwa atas pengajuan kredit oleh terdakwa MOCHAMAD RIFANGI bin (Alm) MARNI baik atas namanya pribadi maupun pengajuan kredit menggunakan atas nama saksi RAMADHANA WEKA PAMUNGKAS tidak melengkapi berkas kredit sesuai yang dipersyaratkan di PKPB dan Pedoman Pemberian Kredit PT.BPR HAS. Terdapat penggunaan dokumen kelengkapan kredit tidak benar dan dibuat khusus untuk pengajuan permohonan kredit, semata-mata hanya untuk kelengkapan administrasi, seolah-olah dokumen kredit lengkap dan memenuhi syarat untuk dapat disetujui permohonan kreditnya,

Selain itu terdapat beberapa tahapan yang tidak dilaksanakan oleh Komite Kredit atau PT.BPR HAS antara lain sebagai berikut:
➢ Terdapat tahapan prosedur yang tidak tertib atau berurutan sesuai dengan alur proses kredit PKPB dan Pedoman Pemberian Kredit PT.BPR HAS;
➢ Tidak difungsikanya komite kredit dalam Keputusan Pencairan Kredit; dan
➢ Tidak dilakukan pengikatan jaminan sesuai dengan ketentuan.

Bahwa dari kegiatan pemeriksaan umum tim OJK Kediri terhadap PT.Bank Prekreditan Rakyat (BPR) Hambangun Artha Selaras sesuai dalam Laporan Hasil Pemeriksaan Umum tahun 2019 terhadap PT. BPR Hambangun Artha Selaras posisi 31 Mei 2018, khusus dalam Proses pemberian kredit terdapat temuan sebagai berikut :
➢ Dalam BAB I kondisi usaha dengan hasil :
poin D Manajemen, dalam penilaian terdapat hasil penilaian pada :
• Poin angka 1 Manajemen Umum huruf c. Sistem yaitu : “ sistem yang dimiliki belum terorganisir dengan baik dan Pemimpin belum melakukan pengawasan secara optimal, tercermin dari adanya kelemahan-kelemahan pada pelaksanaan kegiatan operasional yang tidak sesuai dengan ketentuan internal maupun eksternal serta memiliki potensi resiko, antara lain pada bidang kredit …..” (halaman 11) “ Tercermin dari hal-hal sebagai berikut : 
1) Perkreditan
a) BPR belum menerapkan appraisal agunan dengan nilai lebih dari Rp.500.000 ribu, sehingga tidak dapat diyakini kebenaran nilai agunan dimaksud.
b) Perhitungan nilai agunan belum sesuai dengan ketentuan berdasarkan pengikatan yang dilakukan.
c) Belum memperhitungkan kewajiban debitur ke lembaga jasa keuangan lainnya pada analisa keuangan debitur.
d) Histori kredit di lembaga jasa keuangan lainnya belum diperhitungkan sebagai dasar pertimbangan dalam memutus kredit, sehingga debitur yang telah memiliki kolektibilitas macet dapat memperoleh fasilitas dari BPR.
e) Terdapat debitur yang memiliki lokasi usaha dengan jarak yang cukup jauh dari jaringan kantor BPR, sehingga menghambat BPR dalam melakukan pemantauan kredit dan berdampak pada penurunan kelektibilitas kredit dimaksud.

f) Analisa kredit belum seluruhnya dilengkapi dengan foto usaha debitur.
g) Terdapat perbedaan analisa usaha debitur antara yang tercantum pada Form Analisa R/L dan Kemampuan membayar dengan yang tercantum pada Momerandum Analisa Kredit.
h) Belum memperhitungkan sumber pengembalian pokok debitur pada saat kredit jatuh tempo, untuk kredit dengan skim tanpa angsuran.
i) Belum terdapat penjelasan mengenai usaha yang dibiayai apabila debitur memiliki lebih dari 1 (satu) jenis usaha.” (halaman 12) “4) Pengawasan oleh Direksi Pemimpin belum sepenuhnya melakukan pengawasan terhadap perkembangan bawahannya, tercermin dari adanya pelaksanaan kegiatan operasional yang tidak sesuai dengan ketentuan, baik ketentuan internal maupun ketentuan eksternal, atas arahan dan sepengetahuan Direksi.” (halaman 13)

• Poin angka 1 Manajemen Umum huruf d. Kepemimpinan yaitu : “Kepemimpinan direksi belum sepenuhnya dilakukan secara independen dan belum sepenuhnya menetapkan tata kelola yang baik.” (halaman 13)

• Poin angka 2 Manajemen Resiko huruf b angka 2) Resiko Kredit : “ BPR belum menerapkan manajemen resiko pada bidang kredit secara optimal, tercermin dari hal-hal sebagai berikut :
a) Belum memperhitungkan kewajiban debitur ke lembaga jasa keuangan lainnya pada analisa keuangan debitur.
b) Histori kredit di lembaga jasa keuangan lainnya belum diperhitungkan sebagai dasar pertimbangan memutus kredit, sehingga debitur yang telah memiliki kolektibilitas macet dapat memperoleh fasilitas dari BPR.

c) Terdapat debitur yang memiliki lokasi usaha dengan jarak yang cukup jauh dari jaringan kantor BPR, sehingga dapat menghambat BPR dalam melakukan pemantauan kredit dan berdampak pada penurunan kolektibilitas kredit dimaksud.
d) Analisa kredit belum seluruhnya dilengkapi dengan foto usaha debitur.
e) Terdapat perbedaan analisa usaha debitur antara yang tercantum pada Form Analisa R / L dan kemampuan membayar dengan yang tercantum pada Memorandum Analisa Kredit.
f) Belum memperhitungkan sumber pengembalian pokok debitur pada saat kredit jatuh tempo, untuk kredit dengan skim tanpa angsuran.
g) Belum terdapat penjelasan mengenai usaha yang dibiayai apabila debitur memiliki lebih dari 1 (satu) jenis usaha. 
Bahwa dalam Laporan Hasil Pemeriksaan Umum tahun 2019 terhadap PT. BPR Hambangun Artha Selaras posisi 31 Juli 2019, khusus dalam Proses pemberian kredit terdapat temuan sebagai berikut :
➢ Dalam Ringkasan Eksekutif angka 3. Huruf a Pihak OJK Kediri menyampaikan : “ a. Rasio NPL sangat tinggi dan meningkat disebabkan : 1) Analisis perpanjangan kredit belum sepenuhnya memperhitungkan kondisi debitur, tercermin dari beberapa kredit debitur yang diperpanjang sudah tidak memiliki kemampuan dan kualitas kredit sebelumnya sudah macet atau jatuh tempo. 2) Restrukturisasi kredit non lancar cenderung hanya untuk perbaikan kualitas kredit dengan cara menerbitkan perjanjian kredit baru tanpa disertai permohonan restrukturisasi dari debitur. 3) Penetapan skim pembayaran angsuran tidak sesuai dengan arus kas usaha debitur. 4) Tidak dilakukan pembaharuan pengikatan agunan berupa APHT pada kredit yang diperpanjang melalui perjanjian kredit baru. 5) Beberapa agunan belum dilakukan pengikatan sesuai dengan ketentuan. 6) Tidak efektifnya upaya penagihan. (halaman 1 s/d 2)

➢ Dalam BAB I kondisi usaha BPR dengan hasil :
poin D Manajemen, dalam penilaian terdapat hasil penilaian pada :
• poin angka 1 Manajemen Umum huruf b. : “BPR belum memiliki ketentuan yang mengatur secara rinci mengenai restrukturisasi kredit sebagaimana komitmen pemeriksaan tahun 2018 , sehingga terdapat restrukturisasi kredit yang dilakukan bukan berdasarkan analisis kemampuan debitur namun hanya untuk perbaikan kualitas kredit.” (halaman 6)

• Poin angka 2 Manajemen Resiko huruf b Resiko Kredit terdapat temuan:
“Terdapat kelemahan dalam proses perkreditan yang menyebabkan tingginya risiko kredit BPR yaitu :
1) Analisis perpanjangan kredit belum sepenuhnya memperhitungkan kondisi debitur, tercermin dari beberapa kredit debitur yang diperpanjang sudah tidak memiliki kemampuan dan kualitas kredit sebelumnya sudah macet atau jatuh tempo.
2) Pemberian skim kredit musiman tidak sesuai dengan perputaran usaha debitur, sehingga pada saat jatuh tempo berpotensi debitur tidak dapat melunasi kewajiban pokok kredit.
3) BPR melakukan restrukturisasi terhadap kredit non lancar untuk perbaikan kualitas kredit dengan cara menerbitkan perjanjian kredit baru tanpa disertai permohonan restrukturisasi dari debitur.
4) Mitigasi risiko belum optimal tercermin dari adanya kredit dengan nominal cukup besar namun tidak dilakukan pengikatan yang memadai. 
Bahwa sesuai dalam Laporan Hasil Pemeriksaan Umum tahun 2020 terhadap PT. BPR Hambangun Artha Selaras posisi 31 Januari 2020, khusus dalam Proses pemberian kredit terdapat temuan sebagai berikut :
➢ Dalam Ringkasan Eksekutif angka 3. Huruf a Pihak OJK Kediri menyampaikan : “ a. Nominal kredit bermasalah meningkat dan rasio NPL tergolong tinggi sebesar 31,89% disebabkan belum efektifnya upaya penagihan dan BPR belum melakukan penyempurnaan atas identifikasi kelemahan yang ditemukan pada pemeriksaan sebelumnya antara lain :

1) Analisa keuangan debitur belum sepenuhnya dilakukan secara komprehensif dan menyeluruh dengan memperhatikan prinsip 5C sehingga belum menggambarkan kondisi debitur yang sebenarnya. ; 2) penetapan skim pembayaran angsuran tidak sesuai dengan arus kas usaha debitur. ; 3) Restrukturisasi kredit non lancar cenderung hanya dilakukan untuk perbaikan kualitas kredit dengan cara menerbitkan perjanjian kredit baru tanpa disertai permohonan restrukturisasi dari debitur. ; 4) Analisis perpanjangan kredit belum sepenuhnya memperhitungkan kondisi debitur, tercermin dari beberapa kredit debitur yang diperpanjang sudah tidak memiliki kemampuan dan kualitas kredit sebelumnya sudah macet. ; 5) lemahnya peran Komite Kredit dalam melakukan Review dan supervisi atas setiap pengajuan kredit. ; 6) Beberapa agunan belum dilakukan pengikatan sesuai dengan ketentuan.” (halaman 2)

➢ Dalam Ringkasan Eksekutif angka 3. Huruf c Pihak OJK Kediri menyampaikan : “c. terdapat kelemahan dalam pengendalian intern Kantor Cabang yang mengakibatkan terjadinya pelanggaran ketentuan berupa penyimpangan dalam batas wewenang memutus kredit serta pencairan kredit kepada debitur yang memiliki track record macet di bank lain sehingga pasca pencairan kredit mulai bermasalah.” (halaman 2)

➢ Dalam BAB I kondisi usaha BPR dengan hasil :
poin D Manajemen, dalam penilaian terdapat hasil penilaian pada :
• Poin angka 1 Manajemen Umum huruf b angka 3 : “susunan Komite dan kewenangan pemutus kredit tidak sesuai dengan ketentuan internal BPR yang mengatur mengenai batas wewenang memutus kredit” (halaman 6)

• Poin angka 1 Manajemen Umum huruf d angka 2 : “ direksi kurang melakukan pemantauan atas hasil pemeriksaan audit internal yang bersifat strategis dan berpotensi menimbulkan kerugian bagi BPR”.

• Poin angka 2 Manajemen Resiko huruf a Resiko Kredit terdapat temuan :
“1) Analisa keuangan debitur belum sepenuhnya dilakukan secara komprehensif dan menyeluruh dengan memperhatikan. 2) Penetapan Skim pembayaran angsuran tidak sesuai dengan arus kas usaha debitur. 3) Restrukturisasi kredit non lancar cenderung hanya dilakukan untuk perbaikan kualitas kredit dengan cara menerbitkan perjanjian kredit baru tanpa disertai permohonan restrukturisasi dari debitur. 4) Analisis perpanjangan kredit belum sepenuhnya memperhitungkan kondisi debitur, tercermin dari beberapa kredit debitur yang diperpanjang sudah tidak memiliki kemampuan dan kualitas kredit sebelumnya sudah macet atau jatuh tempo. 5) Lemahnya peran komite kredit dalam melakukan review dan supervisi atas setiap pengajuan kredit. 6) Beberapa agunan belum dilakukan pengikatan sesuai dengan ketentuan.

• Poin angka 2 Manajemen Resiko huruf b Resiko Operasional pada angka 2) terdapat temuan : Terdapat kelemahan dalam pengendalian intern Kantor Cabang yang mengakibatkan terjadinya pelanggaran ketentuan berupa penyimpangan dalam batas wewenang memutus kredit serta pencairan kredit kepada debitur yang memiliki track record macet di bank lain sehingga pasca pencairan kredit mulai bermasalah. 
Bahwa dalam Laporan Hasil Pemeriksaan Umum tahun 2021 terhadap PT. BPR Hambangun Artha Selaras posisi 30 April 2021, khusus dalam Proses pemberian kredit terdapat temuan sebagai berikut :

➢ Dalam Ringkasan Eksekutif angka 2 Huruf d Pihak OJK Kediri menyampaikan : “ Rasio NPL sangat tinggi dan cenderung meningkat hingga mencapai 36,21%. Salah satu upaya yang dilakukan BPR untuk memperbaiki Rasio NPL dengan meningkatkan kredit yang diberikan, namun hal tersebut tidak disertai penerapan prinsip kehati-hatian yang memadai sehingga justru meningkatkan jumlah kredit bermasalah. Beberapa kelemahan dalam proses perkreditan sebagai berikut : 1) Direksi menyalurkan kredit kepada sektor ekonomi yang bukan menjadi kompetensi utamanya dengan nominal besar, yang tidak disertai analisa yang memadai dan survey ke lokasi usaha maupun agunan. 2) Analisa kredit belum disertai dokumen pendukung yang memadai, baik dalam penghitungan kebutuhan modal kerja maupun repayment capacity, misalnya Rencana Anggaran Biaya (RAB), mutasi tabungan / giro dan/ atau slip gaji sehingga berpotensi menjadi over financing. 3) Skim pembayaran angsuran belum sepenuhnya disesuaikan dengan arus kas usaha debitur.

4) Penilaian agunan belum disertai data pembanding yang memadai sehingga perhitungan nilai pasar berpotensi overvalued. 5) Kredit tidak dicover oleh agunan dan/ atau pengikatan agunan yang memadai sehingga agunan tidak dapat diperhitungkan sebagai pengurang PPAP. 6) Analisa kredit restrukturisasi belum dilengkapi dengan informasi mengenai kondisi dan/atau kendala yang menyebabkan debitur mengalami kesulitan pembayaran angsuran, dan prospek usaha debitur untuk meyakini potensi pemulihan usaha serta penghitungan kemampuan membayar pasca restrukturisasi. 7) Belum dilakukan monitoring pasca pencairan kredit untuk mencegah terjadinya penyimpangan dalam penggunaan kredit (Side Streaming).

➢ Dalam BAB II Uraian Hasil Pemeriksaan, dengan hasil :
• Poin A Pokok-pokok temuan hasil Pemeriksaan angka 1 Resiko Kredit huruf a. Inherent Risk sub poin 2) Kualitas Kredit huruf a) : “Kredit bermasalah meningkat sebesar Rp.2.236.190 ribu (26,85%) menjadi Rp.10.564.986 ribu (36,21%), sehingga rasio NPL meningkat dari 31,89% menjadi 36,21%. Mayoritas NPL merupakan kredit dengan kualitas macet yaitu sebesar Rp.7.581.903 ribu (71,76% dari total NPL) dimana sebesar Rp.5.832.125 ribu (76,92% dari total kredit kualitas macet) merupakan kredit macet kurang dari 2 tahun.”.

• Poin A Pokok-pokok temuan hasil Pemeriksaan angka 1 Resiko Kredit huruf a. Inherent Risk sub poin 2) Kualitas Kredit huruf d) : “ditinjau dari plafond, peningkatan NPL berasal dari kredit dengan plafond > 75 Juta
– 200 juta (kewenangan direksi) yaitu sebesar Rp.1.140.451 ribu (53,06%) menjadi sebesar Rp.3.289.879 ribu atau 31,14% dari total NPL BPR. Sedangkan portofolio debitur inti yang tergolong NPL meningkat sebesar Rp.1.573.185 ribu (21,64%).” 
• Poin A Pokok-pokok temuan hasil Pemeriksaan angka 1 Resiko Kredit huruf b. Kualitas Penerapan Manajemen Risiko sub poin 1) kelemahan pedoman perkreditan huruf a), b) dan c) : “ a) pedoman kredit belum sesuai dengan POJK No.33/POJK.03/2018. b) pedoman restrukturisasi kredit dalam rangka stimulus dampak pandemi Covid-19 belum disesuaikan dengan POJK No.17/POJK.03/2021 tanggal 10 September 2021 perihal perubahan Kedua atas POJK No.11/POJK.03/2020 tentang Stimulus Perekonomian Nasional sebagai Kebijakan Countercyclical dampak penyebaran corona virus disease 2019. c) belum mengatur mekanisme penyaluran kredit kepada masing-masing produk yang memiliki karakteristik berbeda seperti kredit umum produktif, PNS, dan Profesi Guru sehingga tidak dapat perbedaan mitigasi risiko dan prosedur perkreditan pada masing-masing produk kredit tersebut” (halaman 8 – 9).”

• Poin A Pokok-pokok temuan hasil Pemeriksaan angka 1 Resiko Kredit huruf b. Kualitas Penerapan Manajemen Risiko sub poin 3) : “tidak terdapat mitigasi risiko tambahan dalam penyaluran kredit plafon besar (di atas Rp.200 juta) tercermin dari : a) menyalurkan kredit kepada sektor ekonomi yang bukan menjadi kompetensi utamanya dengan nominal besar sehingga analisa repayment capacity debitur tidak sesuai dengan karakteristik usaha debitur, antara lain : - sektor kesehatan, contoh debitur Muhammad rifangi, Ramadhana Weka, Subur masing-masing sebesar Rp.600.000 ribu, Rp.150.000 ribu dan Rp.400.000 ribu ; penyalur jasa tenaga kerja Indonesia (PJTKI), contoh debitur Lilik Suciati sebesar Rp.600.000 ribu; b) terdapat penyaluran kredit yang digunakan untuk kepentingan pihak lain (bukan atas nama debitur yang sebenarnya) yaitu kredit atas nama Ramadhana Weka Pamungkas digunakan oleh Muhammad Rifangi. Pengajuan kredit dan penggunaannya diketahui oleh Direksi sebelum kredit tersebut dicairkan. ;

c) Penyaluran kredit tidak disertai dengan analisa serta dokumen pendukung yang memadai, baik dalam perhitungan kebutuhan modal kerja maupun repayment capacity, misalnya Rencana Anggaran Biaya (RAB), mutasi tabungan / giro dan /atau slip gaji.; d) Kredit tidak dicover oleh agunan dan/ atau pengikatan agunan yang memadai sehingga agunan tidak dapat diperhitungkan sebagai pengurang PPAP.; e) Penilaian agunan belum disertai dengan harga pembanding atas aset serupa atau menggunakan jasa appraisal independen.”

• Poin A Pokok-pokok temuan hasil Pemeriksaan angka 1 Resiko Kredit huruf b. Kualitas Penerapan Manajemen Risiko sub poin 4) : “ Kelemahan dalam pelaksanaan restrukturisasi kredit sehingga debitur tetap menunggak pembayaran angsuran, antara lain : a) tidak memperhatikan jumlah tunggakan angsuran fasilitas sebelumnya sebagai contoh debitur atas nama Haldyan Denisa, dan Nanik Atus Sopiah tetap diperpanjang meskipun terdapat tunggakan pokok dan/ atau bunga pada fasilitas sebelumnya.; b) tidak terdapat analisa ulang atas permohonan restrukturisasi tersebut antara lain analisa Repayment capacity dan analisa kondisi usaha terkini sebagai salah satu pertimbangan penentuan skim dan jenis restrukturisasi. Sebagai contoh debitur Ahmad Fuadi direstrukturisasi dalam rangka relaksasi pandemi covid 19,

Namun tidak terdapat informasi mengenai prospek usaha debitur dan kendala yang dihadapi sehingga tidak dapat membayar angsuran.; c) Penetapan skema angsuran restrukturisasi tidak sesuai dengan casflow debitur. sebagai contoh skema angsuran pokok fasilitas debitur Mochamad Toha adalah pembayaran sekaligus tidak sesuai casflow gaji kades yang diterima secara bulanan.; d) tidak dilakukannya survey ulang terhadap keberadaan dan kondisi agunan. Sebagai contoh debitur atas nama Ahmad Fuadi, Mochamad Rifangi dan Ramadhana Weka. ”

• Poin A Pokok-pokok temuan hasil Pemeriksaan angka 3 Penerapan Good Corporate Governance (GCG) huruf b angka 4) : “Pelaksanaan tugas dan tanggung jawab direksi : 4) Direksi belum mengevaluasi dan memonitor tindaklanjut hasil pemeriksaan Audit Intern sehingga terdapat temuan audit intern yang berulang.” 
Bahwa menyikapi kondisi PT.BPR Hambangun Artha Selaras yang ditetapkan sebagai BDPI, Bupati Blitar melalui surat nomor 501/549/409.08/2021 tanggal 10 Desember 2021, perihal Permintaan Audit PT. BPR Hambangun Artha Selaras meminta pihak Inspektur Kabupaten Blitar Melaksanakan Audit Tujuan Tertentu Analisis atas Laporan Keuangan PT. BPR HAS untuk periode 2018-2019-2020, hasilnya dituangkan dalam Laporan Hasil Pengawasan Tujuan Tertentu Analisis Penilaian Kesehatan PT. BPR Hambangun Artha Selaras untuk tahun 2018-2019-2020 nomor 700/10/409.207/2022 tanggal 2 Februari 2022 berupa simpulan sebagai berikut :

❖ Simpulan
a. PT. BPR HAMBANGUN ARTHA SELARAS dalam kondisi Tidak Sehat.
b. Kondisi PT. BPR HAMBANGUN ARTHA SELARAS cenderung menurun sesuai dengan analisis yang dilakukan pada tahun 2018, tahun 2019 dan tahun 2020.
c. Dalam hal perkembangan usaha, total aset sampai dengan tahun 2020 cenderung menurun dibanding 2 (tahun) sebelumnya, namun disisi lain penyaluran kredit (loan) semakin meningkat. Hal ini terjadi karena penyaluran kredit yang terjadi ternyata banyak yang bermasalah atau Non Performing Loan sehingga menyebabkan penyisihan yang harus dibentuk semakin besar dan mengurangi nilai tercatat dari kredit tersebut.

Kredit bermasalah selain menimbulkan beban penyisihan, kredit tersebut tentu tidak lagi produktif atau dengan kata lain tidak mampu memberi kontribusi pendapatan untuk BPR. Disisi lain, simpanan pihak ketiga yang cenderung tetap sampai dengan tahun 2020, tentunya akan menimbulkan beban bunga yang tetap, belum lagi kontribusi beban-beban tetap lainnya yang harus ditanggung oleh BPR.

Bahwa pihak Audit Internal PT. BPR Hambangun Artha Selaras melakukan pemeriksaan audit internal yang dilakukan oleh saksi NURUL VARIDA selaku Auditor Intern bersama Saksi R. AGUNG ANDOKOPUTRO selaku Komisaris Utama dengan melakukan analisa dokumen kredit ditemukan beberapa penyimpangan dalam pemberian kredit pada 21 (dua puluh satu) debitur macet tersebut yang secara umum ditemukan antara lain:

1. Terdapat debitur yang permohonan maupun penggunaan dananya tidak sesuai peruntukannya; 2. Terdapat analisa kredit yang dilakukan disesuaikan dengan permohonan kredit, dan tidak dilakukan on the spot / survei terhadap kelayakan usaha, kelayakan agunan, serta tidak didukung kelengkapan berkas kredit sesuai yang dipersyaratkan; 3. Agunan/ jaminan kredit dinilai tidak sesuai dengan harga tersebut yang berlaku (mark up) terhadap agunan tersebut yang sebagian diindikasikan tidak dapat dieksekusi lelang oleh Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL); 4. Dilakukan plafondering (pelunasan kredit lama dengan membuat perjanjian kredit baru) dan gali lubang tutup lubang untuk memanipulasi tingkat Non Performing Loan (NPL) yang mengakibatkan adanya pengakuan pendapatan semu (window dressing); 5. Pelanggaran prosedur dengan tidak melengkapi berkas kredit sesuai dengan yang dipersyaratkan antara lain :

• Bukti pendukung taksasi hanya keterangan kelurahan dan desa saja;
• Tidak ada analisa usaha dan dokumen pendukung usaha terutama terhadap usaha debitur diluar wilayah kerja pihak bank, seperti yang ditemukan pada dokumen kredit debitur atas nama RUSMAN RIDHO FERNANDO dan HENDRY PRAYOGA;
• Terdapat dokumen persyaratan palsu, seperti yang ditemukan dalam dokumen kredit atas nama debitur MUHAMMAD RIFANGI yaitu terdapat Surat Perintah Kerja (SPK) yang tidak sesuai dengan keadaan sebenarnya. 
Bahwa perbuatan terdakwa MOCHAMAD RIFANGI bin (Alm) MARNI dan saksi SUBANDI bin TUMIRAN (dilakukan penuntutan secara terpisah) dalam mengajukan kredit pada PT.BPR HAS dalam hal ini tidak sesuai dengan kondisi atau fakta sebenarnya. Dimana pengajuan kredit oleh terdakwa MOCHAMAD RIFANGI bin (Alm) MARNI baik atas namanya pribadi maupun pengajuan kredit menggunakan atas nama saksi RAMADHANA WEKA PAMUNGKAS menggunakan kelengkapan dokumen pekerjaan di RSUD kertosono dan BLUD Puskemas Blimbing Gudo yang pada kenyataannya tidak ada/fiktif. Selain itu pengajuan kredit tersebut tidak dilakukan survey baik terhadap kebenaran dokumen dan juga kesesuaian terhadap identitas debitur, sehingga tindakan tersebut dilakukan tanpa melalui tahapan-tahapan sebagaimana dalam ketentuan tentang kredit di PT. Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Hambangun Artha Selaras, maupun prinsip kehati-hatian perbankan,

Serta mengabaikan tata kelola perusahaan yang baik (Good Corporate Govermence) merupakan perbuatan melawan hukum yang bertentangan dengan peraturan perundangan yang berlaku yaitu:
1) Undang-undang RI Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.
• Pasal 5 angka 4 terkait kewajiban sebagai Penyelenggara Negara untuk tidak melakukan perbuatan korupsi, kolusi dan nepotisme;

2) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan.
• Pasal 2 tentang prinsip kehati-hatian, yaitu Perbankan Indonesia dalam melakukan usahanya berazaskan demokrasi ekonomi dengan menggunakan prinsip kehati-hatian;
• Pasal 49

- Ayat (1) huruf (a) larangan Direksi atau pegawai bank untuk membuat atau menyebabkan adanya pencatatan palsu dalam pembukuan atau dalam laporan maupun dalam dokumen atau laporan usaha, laporan transaksi atau rekening suatu bank ;

- Ayat (2) yaitu kewajiban Direksi atau pegawai bank untuk melaksanakan langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan ketaatan Bank terhadap peraturan perundang undangan.

3) Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 94 tahun 2017 Tentang Pengelolaan Bank Perkreditan Rakyat Milik Pemerintah Daerah.
• Pasal 2 “Pendirian BPR bertujuan untuk: a. memberikan manfaat bagi perkembangan perekonomian Daerah; b. memperluas akses keuangan kepada masyarakat; c. mendorong pembiayaan usaha mikro kecil dan menengah yang efektif, efisien, dan berdaya guna sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; d. mendirikan BPR dengan prinsip tata kelola perusahaan yang baik; dan e. memperoleh laba atau keuntungan.

• Pasal 43 (2) “Direksi dilarang mempunyai kepentingan pribadi langsung atau tidak langsung pada BPR atau Badan Hukum/Perorangan yang diberi kredit oleh BPR”

4) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan nomor 4/POJK.03/2015 tentang Penerapan Tata Kelola Bagi Bank Perkreditan Rakyat.

➢ Pasal 23 ayat (1) “ Anggota Direksi dilarang menggunakan BPR untuk kepentingan pribadi, keluarga, dan/ atau pihak lain yang dapat merugikan atau mengurangi keuntungan BPR.”

5) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan nomor 13/POJK.03/2015 tentang Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Perkreditan Rakyat.
➢ Pasal 2 ayat (1) “ BPR wajib menerapkan Manajemen Risiko sebagaimana diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini.”

➢ Pasal 3 ayat (1) “ Resiko yang harus dikelola dalam penerapan Manajemen Risiko meliputi : a) Resiko kredit;
b) Resiko operasional; c) Risiko kepatuhan; d) Risiko likuiditas; e) Risiko reputasi; f) Risiko stratejik.
6) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan nomor 12/POJK.01/2017 tentang Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme di sektor Jasa Keuangan.

➢ Pasal 2 “ PJK (Penyedia Jasa Keuangan) wajib mengidentifikasi, menilai, dan memahami risiko tindak pidana Pencucian Uang dan/ atau tindak pidana Pendanaan Terorisme terkait dengan nasabah, negara atau area geografis, produk, jasa, transaksi atau jaringan distribusi (delivery channels), termasuk kewajiban untuk
a) mendokumentasikan penilaian risiko; b) mempertimbangkan seluruh faktor risiko yang relevan sebelum menetapkan tingkat keseluruhan risiko, serta tingkat dan jenis mitigasi risiko yang memadai untuk diterapkan; c) mengkinikan penilaian risiko secara berkala; dan d) memiliki mekanisme yang memadai terkait penyediaan informasi penilaian risiko kepada instansi yang berwenang. ”

➢ Pasal 5 ayat (1) berbunyi : Program APU dan PPT merupakan bagian dari penerapan manajemen risiko PJK secara keseluruhan.”

7) Pedoman Kebijakan Perkreditan Bank Perkreditan Rakyat (PKPB);
• Bab III mengenai Prinsip kehati-hatian;
➢ Poin A angka 1 huruf a. : “Prosedur dan kewenangan perkreditan yang sehat termasuk memiliki prosedur analisis Kredit, prosedur persetujuan kredit, prosedur dokumentasi / administrasi kredit, serta prosedur pengawasan kredit.”

➢ Poin A angka 2 huruf a) :
“ Prosedur dan tata cara penilaian agunan dari aspek legalitas dan ekonomi yang mencakup : 1) kejelasan Phisik dan Dokumen kepemilikan agunan; 2) pengikatan agunan dan penetapan nilai taksasi agunan, serta 3) penetapan batasan jumlah nilai agunan terhadap jumlah kredit yang diberikan dengan memperhatikan perubahan nilai agunan selama jangka waktu kredit serta mitigasi risiko bila terjadi kendala untuk melakukan eksekusi agunan antara lain kepemilikan tanah yang terpisah dengan kepemilikan bangunan gedung atas tanah tersebut, yang kedudukannya diagunkan secara terpisah.”

➢ Poin A angka 2 huruf b) :
“agunan yang akan digunakan sebagai faktor pengurangan PPAP adalah agunan yang ada dan jelas keberadaannya, serta dapat dieksekusi sebagaimana diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini.”

➢ Poin A angka 4 :
“BPR harus mempunyai unit kerja perkreditan atau pegawai yang telah memiliki kompetensi memadai dalam bidang usaha yang akan dibiayai…. dst”

➢ Poin A angka 5 :
“kebijakan mengenai kredit yang perlu dihindari, antara lain : Huruf a) kredit dengan tujuan spekulasi…… s/d huruf j) kredit yang tidak sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.” 
➢ Poin D : " semua pejabat atau pegawai BPR yang terkait dengan perkreditan termasuk anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris paling sedikit harus: 1) Melaksanakan secara profesional, jujur, objektif, cermat, dan seksama. ;
2) memiliki komitmen untuk tidak melaksanakan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 49 ayat (2) Undang-undang Perbankan.”
• Bab IV mengenai Manajemen Resiko Kredit;

➢ Poin 1 : “BPR wajib memperhatikan parameter-parameter pengukuran risiko kredit yang diatur dalam POJK No.13/POJK.03/2015 & SEOJK No.1/SEOJK.03/2019 tentang Penerapan Manajemen Resiko bagi BPR.”

➢ Poin 2 huruf a : “mitigasi risiko Kredit mencakup namun tidak terbatas pada :
• “memproses setiap proposal kredit sesuai dengan ketentuan dan prosedur yang berlaku.
• “Melakukan monitoring dan review terhadap debitur secara berkala serta tanggap atas kredit yang mengarah kepada kredit bermasalah”

➢ Poin 2 huruf e : “Untuk mitigasi risiko reputasi dalam proses pemberian kredit, BPR harus menjaga nama baik dengan melakukan Good Corporate Governance, antara lain dengan melaksanakan :
• Pemberian kredit secara profesional, berdasarkan prinsip kehati-hatian serta best practices.
• Melakukan pemenuhan kewajiban-kewajiban kepada debitur secara bertanggung jawab dengan memperhatikan ketentuan tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan sesuai POJK No.1/POJK.07/2013.”
• Bab V Organisasi dan Kewenangannya.

➢ Poin 3.2 tugas, wewenang dan tanggung jawab Komite Kredit, angka 2) dan 3) : “ 2) menaati dan mengikuti seluruh kebijakan perkreditan dan prosedur perkreditan yang telah ditetapkan. ;

3) melaksanakan tugas terutama terkait dengan pemberian persetujuan kredit secara profesional, jujur, objektif, cermat, seksama, dan independen tanpa dipengaruhi oleh pihak manapun.”

➢ Poin 3.4 Tugas, wewenang dan tanggung jawab perangkat perkreditan angka 1), 2), 4) : “ 1) mematuhi semua ketentuan yang ditetapkan dalam PKPB dan prosedur perkreditan. ; 2) Melaksanakan tugas secara jujur, objektif, cermat, dan seksama tanpa pengaruh dari pihak yang berkepentingan dengan pemohon kredit atau pihak lain yang dapat merugikan BPR.

4) menolak permohonan kredit yang diajukan dalam hal tidak sesuai dengan persyaratan dalam prosedur perkreditan.”
• Bab VI mengenai Kebijakan Persetujuan Kredit. 
➢ Poin 3 Tanggung Jawab pejabat pemutus kredit. “mencakup :
1) memastikan bahwa setiap kredit yang diberikan telah memenuhi ketentuan Perbankan dan sesuai prinsip kehati-hatian serta asas perkreditan yang sehat. ; 2) memastikan bahwa pelaksanaan pemberian kredit telah sesuai dengan PKPB dan prosedur Perkreditan. ; 3) memastikan bahwa pemberian kredit telah didasarkan pada penilaian yang jujur, obyektif, cermat, dan seksama serta terlepas dari pengaruh pihak yang berkepentingan dengan pemohon kredit atau pihak lain yang dapat merugikan BPR. ; 4) Meyakini bahwa kredit yang akan diberikan dapat dilunasi pada saat jatuh tempo berdasarkan analisis terhadap permohonan yang diajukan. ; 5) melaksanakan prinsip / sikap profesionalisme dan memiliki integritas.

8) Pedoman Pemberian Kredit PT BPR Hambangun Artha Selaras, Desember 2017;
• Bab I Pendahuluan

➢ Poin 1.3 tujuan kredit : “ tujuan pokok dari pemberian kredit oleh suatu bank adalah untuk: 1.3.1. turut mensukseskan program pemerintah di bidang ekonomi dan pembangunan.; 1.3.2. meningkatkan aktivitas ekonomi atau kegiatan perusahaan agar dapat menjalankan fungsinya guna menjamin terpenuhinya kebutuhan masyarakat.
1.3.3. memperoleh laba agar kelangsungan hidup bank dapat terjamin, mengingat pemberian kredit merupakan kegiatan utama bank dan penghasilan pokok bank”

➢ poin 1.6 Asas-asas perkreditan: “ketentuan dan prosedur analisa kredit harus sesuai dengan azaz-azas perkreditan yang sehat dan prinsip kehati-hatian. Oleh karena itu untuk menganalisa kredit agar debitur dapat mengembalikan kredit kepada bank diperlukan suatu metoda penelaahan kredit. Dasar penelahaan kredit yang dipakai di dunia perbankan dalam 5C, yang terdiri dari: Character, Capacity, Capital, Conditions, Collateral.”

• Bab II mengenai Prosedur Pemberian Kredit; “ tujuan prosedur tersebut agar kredit yang disalurkan dapat berjalan lancar dan kembali tepat waktu, tepat jumlah, dan berhasil guna bagi kedua belah pihak yaitu bank dan debitur.
• Bab III mengenai Analisa Kredit.

➢ Poin 3.5 usulan Analisa Kredit : “berdasarkan hasil on the spot (pengamatan langsung ke tempat/ alamat usaha debitur / calon debitur) , dan memperhatikan data kuantitatif maupun kualitatif, maka analisis kredit dapat mengusulkan / merekomendasikan bahwa debitur yang bersangkutan layak atau tidak untuk dibiayai.

➢ Poin 3.6 Komite Kredit : “Tim pemutus kredit pada umumnya beranggotakan Account Officer / Analisis Kredit (AO) sebagai penyaji, bagian administrasi kredit, kepala bagian marketing serta direksi untuk mempertimbangkan sehingga adanya keputusan apakah jumlah / atau besarannya usulan kredit tersebut ditolak atau disetujui. 
Bahwa Setelah dilakukan tindakan penyelidikan dan penyidikan oleh pihak Kejaksaan Negeri Blitar, debitur yang menggunakan atas nama saksi RAMADHANA WEKA PAMUNGKAS telah dinyatakan macet oleh Pihak PT. BPR Hambangun Artha Selaras melakukan pembayaran angsuran dan pelunasan terhadap pinjaman kredit sebesar Rp. 150.000.000 (seratus lima puluh juta) dengan bukti pengembalian sebagai berikut :
An. RAMADHANA WEKA PAMUNGKAS No.rekening 10130006429 :
1) Tanggal 30-08-2022 sebesar Rp. 5.000.000,- dengan nomor Slip Setoran 0000401 (via Bank Jatim);
2) Tanggal 30-08-2022 sebesar Rp.80.000.000,- dengan nomor Slip Setoran 0000402 (via Bank Jatim);
3) Tanggal 30-09-2022 sebesar Rp.25.000.000,- dengan nomor Slip Setoran 0001069 (via Bank Jatim);
4) Tanggal 03-10-2022 sebesar Rp.10.000.000,- dengan nomor Slip Setoran 0001071 (via Bank Jatim);
5) Tanggal 24-10-2022 sebesar Rp.30.000.000,- (pelunasan ditambah bunga dan denda) dengan nomor Slip Setoran 000575 (via Bank Jatim) dan 0000576;

Bahwa sesuai Berita Acara Penghitungan Kerugian Keuangan Negara yang dilakukan oleh Tim Penyidik Kejaksaan Negeri Blitar tanggal 12 Februari 2024 dalam perkara Dugaan Tindak Pidana Korupsi penyimpangan pemberian kredit di PT. BPR Hambangun Artha Selaras akibat pemberian kredit dengan cara melakukan penyimpangan prosedur dalam proses pemberian kredit sehingga mengakibatkan kredit macet, maka atas perbuatan tersebut telah menimbulkan kerugian keuangan negara/ daerah/ PT.BPR Hambangun Artha Selaras per 29 Januari 2024 mengalami kerugian sebesar Rp.600.000.000,- (enam ratus juta rupiah), dengan rincian sebagai berikut : 
                                           Tabel. 2 Jumlah Kerugian Negara.
 
Bahwa atas perbuatan terdakwa MOCHAMAD RIFANGI bin (Alm) MARNI selaku debitur PT.BPR HAS dan saksi SUBANDI bin TUMIRAN (dilakukan penuntutan terpisah) selaku direktur PT. BAMEDIKA ANUGRAH SIDOARJO, saksi DANDUM TRI SETIAWAN, SE. Bin (Alm) UNTUNG SUBAKIR (terpidana) selaku Kabag Marketing/kredit PT.BPR HAS, dan saksi MUHAMMAD FAUZI (terpidana) selaku Direktur Utama PT. BPR HAS, mengakibatkan kerugian keuangan negara/daerah Kabupaten Blitar (PT.Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Hambangun Artha Selaras) sebesar Rp. 600.000.000,- (enam ratus juta rupiah)

Atau setidak-tidaknya sekitar jumlah tersebut. Selain itu perbuatan terdakwa MOCHAMAD RIFANGI bin (Alm) MARNI selaku debitur PT.BPR HAS dan saksi SUBANDI bin TUMIRAN (dilakukan penuntutan terpisah) selaku direktur PT. BAMEDIKA ANUGRAH SIDOARJO mengakibatkan tingginya Non Performing Loan (NPL) yang menggerus modal inti pihak PT. BPR Hambangun Artha Selaras

Sehingga ditetapkannya PT. BPR Hambangun Artha Selaras sebagai Bank Dalam Pengawasan Intensif oleh pihak Otoritas Jasa Keuangan Kediri yang berdampak kepada terbatasnya penyaluran kredit pada Kantor Pusat dan Kantor cabang, dan pihak PT. BPR Hambangun Artha Selaras tidak memperoleh keuntungan atau pendapatan dari kredit yang telah disalurkan dengan prosedur yang tidak benar dan menjadikan hilangnya pendapatan asset daerah (PAD) Pemerintah Daerah Kabupaten Blitar yang didapatkan dari setoran laba (deviden) PT. BPR Hambangun Artha Selaras.

Perbuatan Terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana pada Pasal 2 ayat (1) Atau Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (Jtr)

Posting Komentar

  1. Sudah lunas kok masih diperkarakan ?

    Aliran dana narapidana apa bsa dibuktikan ?

    Bupati mak rini malah nerbitin surat pemeriksaan, itu kok gegabah banget. Bawahane yo manut2 ae

    BalasHapus

Tulias alamat email :

 
Top