#Masyarakat menilai bahwa proses penegakan hukum dalam perkara Korupsi sepertinya pilih tebang, banyak laporan tidak mendapat respon dari aparah penegak hukum. Mengapa?# BERITAKORUPSI.CO - Selama tahun 2023, jumlah perkara Korupsi yang disidangkan khusunya di Pengadilan Tipikor pada PN Surabaya dari 39 Kejaksaan Negeri (Kejari) dan 1 Kejaksaan Tinggi Jawa Timur (Kejati Jatim) serta dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengalami penurunan sebesar 21,9% atau sebanyak 149 perkara, bila dibandingkan tahun 2022 sebanyak 191 perkara (lihat gambar), namun di tahun 2023 inipula penegakan hukum tercoreng karena Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) dan Kepala Seksi Pidana Khusus (Kasi Pidsus) Kejari Bondowoso, Jawa Timur, dan Ketua PKP RI ditetapkan sebagai Tersangka kasus dugaan Korupsi serat Narapidana Korupsi jadi Pahlawan Nasional
Dari 149 perkara tersebut, ada sisa perkara tahun 2022 sebanyak 89 perkara, sehingga total perkara yang di sidangkan selama tahun 2023 adalah sebanyak 238 perkara. Dari 238 perkara tersebut, sebanyak 188 perkara sudah putus (Vonis), jadi yang masih tersisa untuk disidangkan atau diselesaikan tahun 2024 sebanyak 50 perkara
“Perkara tahun ini menurun 21,9 persen atau sebanyak 149 kalau tahun kemarin 191 perkara. Sisa perkara tahun 2022 sebanyak 89 perkara. Jadi yang sudah putus 188 perkara dan sisanya 50 perkara akan diselesiakan tahun depan,” kata Panmud Pengadilan Tipikor Surabaya, Akhmad Nur, SH., MH saat ditemui di ruang kerjanya, Jumat, 29 Desember 2023.
Aneh dan menggelitik, antara menurunya jumlah perkara Korupsi selama tahun 2023 dengan tercorengnya penegakan hukum, mengundang berbagai pertanyaan dari masyarakat kepada aparat penegak hukum (APH) baik Kejaksaan, Kepolisian maupun Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) selaku pelaksana dari Undang-Undang tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi di Indonesia sebagai negara hukum
Pertanyaannya adalah, apakah menurunya jumlah perkara Korupsi yang disidangkan di Pengadilan Tipikor pada PN Suarabaya yang diajukan oleh JPU dari 39 Kejari, 1 Kejati Jatim dan KPK menunjukan bahwa memang penurunan yang sunggug-sungguh atau ada pilih tebang?
Sebab fakta yang terungkap dalam persidangan, tak sedikit pihak-pihak yang terlibat dalam perkara Tindak Pidana Korupsi namun oleh JPU hanya dijadikan sebagai penonton alias saksi. Mengapa?
Pertanyaan selanjutnya yaitu, bagaimana proses penegakan hukum di negara hukum oleh aparat penegak hukum terhap pihak-pihak yang terlibat dalam perkara Korupsi?, dan bagaimana perilaku aparat penegak hukum itu sendiri?
Dalam pasal 1 ayat (3) UUD 1945 berbnyi : Negara Indonesia adalah negara hukum. Hal ini termaktub dalam batang tubuh konstitusi.
Sayangnya, identias “negara hukum” dituding masyarakat tak layak mengibarkan bendera negara hukum tetapi kewenanangan dan kekeuasaan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum itu sendiri dengan dibungkus “kata” penegakan hukum, tetapi justru penegakan hukum saat ini telah tercoreng oleh aparat penegak hukum itu sendiri
Mengapa demikian? Sebab di usia ke-79 tahun, usia yang sangat tua dan deswasa, namun negara hukum (rechtstaat) kian darurat menyelimuti negara Indonesia sebagai negara hukum dengan perilaku aparat penegak hukum itu sendiri, menyusul semakin banyaknya problem hukum yang bermunculan, seakan menutupi kasus-kasus Korupsi besar yang belum terselesaikan.
Lalu bagaimana jadinya nasib negara Indonesia sebagai negara hukum, sementara banyak aparat penegak hukum yang melakukan pelanggaran hukum mulai dari penganiayaan, pembunuhan, narkoba hingga Korupsi termasuk salah seorang mantan Walikota yang berstatus Narapidana Korupsi dan mantan Narapidana Korupsi yang meninggal justru diangkat sebagai pahlawan nasinal dan di makamkan di Taman Makan Pahlawan dan negarapun diam. Mengapa?
Dalam cacatatan Redaksi beriakorupsi.co selama tahun 2023, ada beberapa kasus yang menarik dan mencoreng penegakan hukum di negara hukum oleh aparat penegak hukum
Yang pertama, Kepala Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (Basarnas) RI Periode 2021 - 2023, Marsekal Madya TNI Henri Alfiandi, dan Koordinator Administrasi (Koorsmin) Kabasarnas RI, Letkol Adm Afri Budi Cahyanto tertangkap tangan KPK pada Selasa, 25 Juli 2023
Kedua, Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Bondowoso, Jawa Timur, Puji Triasmoro dan Kepala Seksi Pidana Khusus (Kasi Pidsus Kejari) Bondowoso, Jawa Timur, Alexander Kristian Diliyanto Silaen tertangkap tangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Rabu, 15 November 2023 kasus dugaan Korupsi Suap penyelesaian perkara
Kasus tangkap tangan atau OTT KPK terhadap Kepala Kejaksaan Negeri di Jawa Timur atau bahkan di Indonesia adalah untuk yang kedua kalinya, setelah KPK melakukan tangkap tangan untuk yang pertama pada Selasa, 2 Agustus 2017 terhadap Kepala Kejaksaan Negeri Pamekasan, Madura, Jawa Timur, Rudi Indra Prasetya terkait penanganan kasus Korupsi Dana Desa
Ketiga, ditetapkannya Ketua KPK RI, Firli Bahuri mantan Korps Kepolisian RI Berpangkat Komisaris Jnderal (Komjen) atau Bintang Tiga sebagai Tersangka kasus dugaan Korupsi oleh Polda Metro Jaya pada Rabu, 22 November 2023.
Dan kasus ini adalah untuk yang pertama kalinya terjadi sejak pemerintah membentuk Lembaga Anti Rasuah, lembaga penegak hukum yang sangat ditakuiti oleh para pejabat di negara hukum
Dan keempat, dimakamkannya Narapidana Korupsi Gratifikasi yang juga mantan Narapidana Korupsi Suap OTT KPP yaitu Eddy Rumpoko mantan Walikota Batu periode 2007 - 2017 yang meninggal pada Rabu 30 November 2023 di makamkan di Taman Makam Pahlawan (TMP) Surapti, Kota Batu
Pemakaman Narapidana Korupsi Eddy Rumpoko, mantan Walikota Batu periode 2007 - 2017 bukan karena menerima penghargaan tanda jasa atau tanda kehormatan sebagaimana dalam UU No. 20 tahun 2009 , namun melainkan atas usulan istri almarhum Eddy Rumpoko, Dewanti Rumpoko mantan Walikota Batu periode 2017 - 2023 kepada Legiun Vetaran Kota Batu
Anehnya adalah, sikap pemerintah terkesan diam saat almarhum Eddy Rumpko di makamkan di Taman Makam Pahlawan (TMP) Surapti, Kota Batu. Namun setelah viral di media sosial, salah satunya di akun Tiktok beritakorupsi.co yang ditonton sebanyak 2,3 juta lebih barulah ada komentar dari berbagai pihak termasuk adanya surat dari Markas Besar TNI KomandoGarnisun Tetap (Kaskogartap) III/Surabaya menyurati Pj. Walikota Batu untuk dilakukan evaluasi dan meninjau ulang sekalipun Pj. Walikota Batu mengatakan kepada beritakorupsi.co, “kurang paham tentang itu”. Ada apa?
Pertanyaannya adalah, mengapa Legiun Veteran Kota Batu menyetujui permohonan istri almarhum Eddy Rumpokok, Dewanti Rumpoko? Mengapa Legiun Vetetan Kota Batu tidak berkoordinasi dengan Markas TNI di Malang Raya atau di Jawa Timur? Atau memang usulan itu dianggap sesuai dengan UU No. 20 tahun 2009 Tentang Gelar, Tanda Jasa dan Tanda Kehormatan?
Pertanyaannya adalah, kalau memang Indonesia adalah negara hukum sesuai yang diamanatkan UUD 1945, apakah revolusi mental hanya ucapan di mulut dimana mulut tak terbakar mengucapkan api dan lidah tak bertulang?
Sementara masyarakat menilai bahwa proses penegakan hukum dalam perkara Korupsi sepertinya pilih tebang, banyak laporan-laporan dari masyarakat kepada apar penegak hukum namun tidak mendapat respon.
Lalu bagaimana revolusi mental itu secara nyata khususnya terhadap para aparat penegak hukum? Apakah revolusi mental itu sama dengan no viral no justice, no many no justice dan no power no justice?. (*)