
Sedangkan yang 22 orang anggota Dewan lainnya juga sudah diadili saat sebagai terdakwa penerima Suap dan Gratifikasi, dan dijerat dengan Pasal yang sama, yaitu Pasal 12 huruf a dan Pasal 12 huruf B Undang-undang Tindak Pidana Korupsi Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP juncto pasal 65 ayat (1) KUHP.
Dari 22 terdakwa, dibagi 2 perkara masing-masing 10 dan 12 terdakwa. Kemudian dari 10 terdakwa dibagi 2 perkara dengan masing-masing 5 terdakwa yang saat ini dituntut pidana penjara, yaitu Arief Hermanto (PDIP),; Teguh Mulyono (PDIP),; Mulyanto (PKB),; Choeroel Anwar (GOLKAR) dan Suparno (GERINDRA). Serta 5 terdakwa lainnya antara lain Erni Farida (PDIP),; Sony Yudiarto (DEMOKRAT),; Harun Prasojo (PAN),; Teguh Puji Wahyono (GERINDRA) dan Choirul Amri (PKS).
Sedangkan 12 terdakwa dibagi 3 perkara masing-masing 6, 5 dan 1 terdakwa yang masih menunggu giliran tuntutan pidana penjara dari Jaksa KPK.
Sementara dalam persidangan yang berlangsung (Rabu, 13 Maret 2019) adalah agenda pembacaan surat tuntutan oleh Tim JPU KPK Burhanudin, Arif Suhermanto, Andi Kurniawan dan Dameria Silaban terhadap 10 terdakwa (Arief Hermanto, Teguh Mulyono, Mulyanto, Choeroel Anwar, Suparno, Farida, Sony Yudiarto, Harun Prasojo, Teguh Puji Wahyono dan Choirul Amri) diruang sidang Candra Pengadilan Tipikor Surabaya Jalan Raya Juanda Sidoarjo, Jawa Timur dengan Ketua Majelis Hakim Cokorda Gedearthana., SH., MH dengan dibantu 2 (dua) Hakim Anggota (Ad Hoc) Samhadi., SH., MH dan Dr. Lufsiana, sementara para terdakwa didampingi Penasehat Hukum (PH)-nya masing-masing.
JPU KPK Burhanudin menjelaskan, bahwa Terdakwa Arief Hermanto, Teguh Mulyono, Mulyanto, Choeroel Anwar, Suparno Hadiwibowo dan terdakwa Erni Farida, Sony Yudiarto, Harun Prasojo, Teguh Puji Wahyono serta terdakwa Choirul Amri dianggap bersalah melakukan Tindak Pidana secara bersama - sama sebagaimana diatur dan diancam dalam Pasal 12 huruf a dan Pasal 12 huruf B Undang-Undang RI Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31 tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi jonckto pasal 55 ayat (1) ke- 1 KUHPidana.
Para terdakwa ini didakwa telah menerima suap dan gratifikasi pada saat Pemkot Malang (Eksekutif) mengajukan pembahasan Perubahan APBD Kota Malang TA 2015 kepada Legislatif (DPRD Kota Malang) pada Juni 2015 lalu dan pada saat pembahasan APBD murni.
Saat itu pihak DPRD Kota Malang melalui Ketua DPRD Kota Malang Moch. Arif Wicaksono, meminta uang pokir dan uang Sampah kepada Wali Kota Malang, Moch. Anton, agar pembahasan Perubahan APBD berjalan lancar dan tidak ada hambatan dari seluruh anggota DPRD Kota Malang.
Dari 10 terdakwa ini, Mulyanto dituntut pidana penjara lebih tinggi dari 9 rakannya, yaitu dengan pidana penjara selama 6 tahun, denda Rp 200 juta subsider 2 bulan kurungan dan mengembalikan uang suap dan gratifikasi yang diterima terdakwa Mulyanto.
Alasan JPU KPK dalam surat tuntutannya, karena terdakwa Mulyanto menekan Imam Fazi pada saat sebagai saksi, hingga Imam Fazi merasa ketakutan seusai memberi kesaksian dihadapan Majelis Hakim, dan kemudian menyurtai KPK agar dihadirkan kembali sebagai saksi.
Sedangkan terdakwa Arief Hermanto dituntut pidana penjara selama 4 tahun 3 bulan. Kemudian terdakwa Teguh Mulyono, dituntut pidana penjara 4 tahun 6 bulan. Untuk terdakwa Choeroel Anwar, dituntut pidana penjara selama 4 tahun 3 bulan. Selanjutnya terdakwa Suparno Hadi Wibowo dituntut pidana penjara 4 tahun 6 bulan.
Kemudian terdakwa Erni Farida, dituntut pidana penjara 4 tahun 3 bulan. Untuk terdakwa Soni Yudiarto, dituntut pidana penjara selama 5 tahun. Selanjutnya terdakwa Harun Prasojo, dituntut pidana penjara 4 tahun 3 bulan.

Untuk terdakwa Teguh Puji Wahyono, dituntut pidana penjara 4 tahun 3 bulan. Terakhir terdakwa Choirul Amri, dituntut pidana penjara 5 tahun.
Selain tuntutan hukuman pidana penjara dan denda serta mengembalikan uang suap, juga masing-masing terdakwa dituntut pidana tambahan berupa pencabutan hak memilih dan dipilih dalam jabatan publik yang diatur oleh Peraturan Pemerintah, yang masing-masing selama 5 tahun setelah selesai menjalani hukuman pokok.
Jaksa KPK menguraikan Pasal yang disangkakan atas para perbuatan para terdakwa dalam surat tuntutannya, yaitu Pasal 12 huruh a terkait penerima uang Pokir (pokok pokok pikiran) sebesar Rp15 juta untuk Ketua (Ketua DPRD, Wakil Ketua, Ketua Fraksi dan Ketu Komisi) dan Rp12.5 juta untuk masing-masing anggota atau sejumlah Rp700 juta, yang dihitung 10 persen dari total Rp9 miliyar anggaran Pokir, dan uang “Sampah” sebesar Rp10 juta untuk masing-masing Ketua dan untuk setiap anggota Rp5 juta atau totalnya sebesar Rp300 juta, yang diterima pada Juni - Juli 2015, saat pembahasan Perubahan APBD Kota Malang TA 2015.
Pasal 12 huruf B, terkait penerimaan duit sebesar Rp125 juta untuk masing-masing Ketua, dan Rp100 juta bagi setiap anggota atau totalnya sebesar Rp5.5 miliyar yang diterima pada sekitar Nopember - Desember 2014 pada saat pembahasan APBD (murni) Kota Malang TA 2015.
JPU KPK Burhanudin mengatakan, bahwa pada tanggal 25 Juni 2015, bertempat di ruang rapat paripurna DPRD Kota Malang, dilakukan Rapat Paripurna I dengan agenda penyampaian sambutan Walikota Malang dalam menghantar Konsep Kesepakatan Bersama antara Pemerintah Kota Malang dengan DPRD Kota Malang tentang Kebijakan Umum Anggaran (KUA) dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (PPAS) Perubahan APBD TA 2015.
Saa itu, ada permintaan uang Pokir oleh pihak legislator yang diwakili Ketua DPRD Moc. Arif Wicaksono ke Wali Kota Moch. Anton. Dan permintaan itu pun direspon oleh sang Wali Kota dengan memerintahkan Cipto Wiyono selaku Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Malang, dari Sekda ke Kepala Dinas PUPPR dan kemudian ke Teddy Sujadi Soemama selaku Kepala Bidang PUPPB Kota Malang untuk melaksanakan permintaan sang Dewan yang terhormat.
JPU KPK menjelaskan awal permintaan uang Pokir oleh legislator ke eksekutif dalam surat tuntutannya, bahwa berawal pada tanggal 6 Juli 2015, sebelum dimulainya rapat paripurna dengan agenda penyampaian pendapat Badan Anggaran (Banggar) DPRD Kota Malang dan pendapat Fraksi-fraksi terhadap Konsep Kesepakatan Bersama antara Pemerintah Kota Malang dan DPRD Kota Malang tentang KUA dan PPAS Perubahan APBD TA 2015, Ketua DPRD Kota Malang Moch. Arief Wicaksono, melakukan pertemuan dengan Walikota Malang Moch. Anton, Wakil Walikota Malang Sutiadji, dan Sekretaris Daerah Kota Malang Cipto Wiyono bertempat di ruangan Ketua DPRD Kota Malang.

Pada pertemuan tersebut, Moch. Arief Wicaksono meminta kepada Walikota Malang Moch. Anton untuk memberikan uang imbalan fee pembahasan Rancangan Perubahan APBD TA 2015 dengan istilah 'uang pokir' kepada anggota DPRD Kota Malang, agar pembahasan berjalan lancar dan tidak ada halangan dari Anggota DPRD Kota Malang sehingga dapat disetujui.
“Atas permintaan tersebut, Moch Anton menyanggupi dengan memerintahkan Cipto Wiyono untuk menyiapkan 'uang pokir' dimaksud. Setelah pertemuan di ruangan Ketua DPRD tersebut, Moch. Arief Wicaksono membicarakan kembali dengan Moch. Anton secara berdua saja, agar Moch. Anton memenuhi permintaan uang oleh anggota DPRD tersebut, dan Moch Anton menyanggupinya,” kata JPU KPK
JPU KPK menyebutkan, hal itu disampaikan Moch. Arif Wicaksono kepada seluruh anggota DPRD Kota Malang. Selanjutnya Cipto Wiyono meminta Jarot Edy sulistyono untuk memerintahkan Teddy Sujada sumama selaku Kepala Bidang PUPPB Kota Malang untuk menemui dirinya. Setelah Teddy Sujada sumama menghadap, Cipto Wiyono meminta Teddy Sujada sumama agar mengumpulkan uang dari para rekanan atau kontraktor pada Dinas PUPPB Kota Malang sebesar 9p900 juta, yang mana uang sebesar Rp700 juta diserahkan kepada Moch. Arif Wicaksono, dan uang Rp200 juta diserahkan kepada Cipto Wiyono.
Atas permintaan tersebut, Teddy Sujada sumama melaporkannya kepada Jarot Edy Sulistyono, dan diperintahkan untuk melaksanakannya. Setelah uang terkumpul sebesar Rp900 juta, pada tanggal 13 Juli 2015 pagi hari, Teddy Sujada sumama menyerahkan uang pokir kepada Jarot Edy sulistyono di kantor Dinas PUPPB Kota Malang Jalan Bingkil No 1 Kota Malang. Selanjutnya, Jarot Edy Sulistyono melaporkan kepada Cipto Wiyono.
“Pada tanggal 14 Juli 2015 sekitar pukul 13.00 WIB, Moch. Arif Wicaksono menghubungi Cipto Wiyono, meminta realisasi uang pokir untuk anggota DPRD Kota Malang, yang kemudian Cipto Wiyono menyampaikan bahwa uang akan segera diserahkan oleh Jarot Edy sulistyono. Sekitar pukul 14.00 WIB, atas perintah Cipto Wiyono, Jarot Edy Sulistyono menghubungi Moch. Arif Wicaksono, menanyakan ke mana penyerahan uang pokir sebesar Rp700 juta,” ucap JPU KPK
“Kemudian Moch. Arif Wicaksono meminta agar uang Pokir diserahkan di rumah dinasnya Jalan Panji Suroso No 7 Kota Malang dengan terlebih dahulu dipisahkan jatah untuk dirinya sebesar Rp100 juta, dan untuk seluruh anggota DPRD Kota Malang sebesar Rp600 juta dibungkus tersendiri. Kemudian, pada pukul 14.24 WIB, Moch. Arif Wicaksono menyampaikan kepada Bambang Sumarto, bahwa uang pokir dari Moch. Anton akan segera diterima,” ungkap JPU KPK kemudian.
Sekitar pukul 15.00 WIB, Jarot Edy Sulistiyono meminta Teddy Sujadi Soemama untuk menyerahkan uang sebesar Rp700 juta kepada Moch. Arief Wicaksono, dan uang sebesar Rp200 juta kepada Cipto Wiyono. Kemudian Tedy Sujadi Soemama menyerahkan uang sebesar Rp700 juta yang terbungkus dalam kardus kepada Moch. Arief Wicaksono dirumah dinasnya, dan Rp200 juta kepada Cipto Wiyono di rumah dinasnya, namun Cipto Wiyono tidak ada sehingga Teddy Sujadi Soemama menyerahkan uang tersebut melalui staff Cipto Wiyono yang berada dirumah dinas.
JPU KPK menyatakan, bahwa setelah para terdakwa dan anggota DPRD Kota Malang lainnya menerima uang tersebut, proses pembahasan Perubahan APBD Kota Malang TA 2015 berjalan lancar tanpa ada hambatan dari para anggota DPRD Kota Malang. Sehingga pada tanggal 22 Juli 2015, dapat dilaksanakan kegiatan penyampaian Pendapat Akhir Fraksi DPRD Kota Malang terhadap Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) Pembahan APBD TA 2015 yang pada pokoknya, menyetujui Rancangan Perubahan APBD TA 2015 menjadi APBD-P TA 2015 Kota Malang sebagaimana dituangkan dalam Keputusan DPRD Kota Malang Nomor: 188.4/48/35.73.201/2015 tanggal 22 Juli 2015 tentang Persetujuan Penetapan Recangan Peraturan Daerah Kota Malam Tentang Perubahan Anggaran Pendapatan dan Beianja Dumh Tahm Anggaran 2015 yang ditandatangani oleh Moch. Arief Wicaksono selaku Ketua DPRD Kota Malang.

Bahwa para terdakwa mengetahui atau patut diduga, bahwa uang tersebut diberikan agar memberikan pemetujuan terhadap usulan Perubahan APBD Pemerintah Kota Malang TA 2015, yang bertentangan dengan kewajiban para terdakwa sebagaimana diatur dalam Pasal 5 angka 4 dan 6 UU RI Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KKN) juncto Pasal 400 ayat (3) UU RI Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD juncto UU RI Nomor 42 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD.
“Perbuatan para terdakwa merupakan tindak pidana, sebagaimana diatur dan diancam pidana menurut Pasal 12 huruf a (atau pasal 11) UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP,” ucap JPU KPK.
Selain menerima uang suap, para terdakwa juga didakwa menerima Gratifikasi
JPU KPK juga menjerat para terdakwa selaku anggota DPRD Kota Malang ini telah menerima gratifikasi berupa uang “sampah” pada saat pembahasan persetujuan pelaksanaan proses Investasi pembangunan dan pengelolaan barang milik daerah Pemerintah Kota Malang berupa tanah yang difungsikan sebagai Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Supit Urang sebesar Rp300 juta, dan penerimaan uang pada tahun 2014 dalam pembahasan APBD Kota Malang TA 2015 sebesar Rp5.5 milliar, yang juga dibagikan keseluruh anggota Dewan.
JPU KPK dalam surat dakwaannya mengungkapkan, bahwa dalam rentang waktu antara bulan September 2014 sampai dengan bulan Juli 2015, bertempat di Kantor DPRD Kota Malang di Jalan Tugu No. 1A Kota Malang, para tendakwa telah menenma uang sebesar Rp5.500.000.000 (Lima milyar Lima ratus juta rupiah) pada saat pembahasan APBD Kota Malang Tahun Anggaan 2015.
Dan uang itupun dibagikan oleh Ketua DPRD Kota Malang Moch. Arief Wicaksono kepada 45 anggota DPRD Kota Malang.
Bahwa para terdakwa sejak menerima uang tersebut di atas, tidak melaporkan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sampai dengan batas waktu 30 (Tiga puluh) hari kerja, sebagaimana yang dipersyaratkan dalam UU RI Nomor 31Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. padahal penerimaan itu tidak ada alasan yang sah menurut hukum.
Bahwa perbuatan para terdakwa, menerima gratifikasi dalam bentuk uang tersebut, haruslah dianggap suap karena berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan kewajiban, atau tugas para terdakwa selaku Penyelenggara Negara, yaitu sebagai anggota DPRD Kota Malang. Hal mana bertentangan dengan kewajiban para terdakwa selaku anggota DPRD Kota Malang periode tahun 2014 2019 sebagaimana ketentuan :

Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih
dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN), pasal 5 angka 4 yang
menyatakan : “Setiap penyelenggara negara berkewajiban untuk tidak
melakukan perbuatan korupsi, kolusi dan nepotisme”. Pasal 5 angka 6
lebih lanjut menyatakan : “Setiap penyelenggara negara berkewajiban
untuk melaksanakan tugas dengan penuh tanggung jawab dan tidak melakukan
perbuatan tercela, tanpa pamrih baik untuk kepentingan pribadi,
keluarga, kroni, maupun kelompok, dan tidak mengharapkan imbalan dalam
bentuk apa pun yang bertentangan dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.”
Pasal 400 ayat (3) UU RI Nomor
17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD, juncto UU RI Nomor 42
Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR,
DPR, DPD dan DPRD yang menyatakan : “Anggota DPRD Kabupaten/Kota
dilarang melakukan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN”.
“Perbuatan
para terdakwa merupakan Tindak Pidana, sebagaimana diatur dan diancam
pidana dalam pasal 12 B UU RI 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun
2001 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP
juncto pasal 65 ayat (1) KUHP,” ucap JPU KPK
JPU KPK juga
mengatakan, selain para terdakwa dituntut pidana, juga dituntut pidana
tambahan berupa pencabutan hak memilih dan dipilih dalam jabatan yang
diatur dalam Peraturan Pemerintah setelah para terdakwa selesai
menjalani hukuman. Hal itu untuk menghidari masyarakat dari pemimpin
yang terjerat Tindak Pidana Korupsi
“Menuntut : Agar Majelis
Hakim Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Surabaya menyatakan
bahwa terdakwa Arief Hermanto, Teguh Mulyono, Mulyanto, Choeroel Anwar,
Suparno Hadiwibowo dan terdakwa Erni Farida, Sony Yudiarto, Harun
Prasojo, Teguh Puji Wahyono serta terdakwa Choirul Amri terbukti
bersalah menurut hukum melakukan Tindak Pidana secara bersama - sama
sebagaimana diatur dan diancam dalam Pasal 12 huruf a dan Pasal 12 huruf
B Undang-Undang RI Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20
tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31 tahun 1999
tentang Tindak Pidana Korupsi jonckto pasal 55 ayat (1) ke- 1 KUHPidana ;
Menghukum
terdakwa Mulyanto dengan pidana penjara selama 6 tahun, denda Rp 200
juta subsider 2 bulan kurungan dan mengembalikan uang pengganti yang
besarnya SMA dengan yang diterima oleh terdakwa dan sudah dikembalikan
sebesar Rp Rp47 juta, sehingga terdakwa harus mengembalikan sebesar Rp70
juta ;
Untuk terdakwa Arief Hermanto, dengan pidana penjara
selama 4 tahun 3 bulan, denda 200 juta subsider 2 bulan kurungan dan
dituntut untuk mengembalikan uang sebesar Rp117 juta (sudah
dkembalikan). Terdakwa Teguh Mulyono, dituntut pidana penjara 4 tahun 6
bulan, denda Rp200 juta subsider 2 bulan kurungan, juga wajib
mengembalikan uang sebesar Rp94.5 juta karena sudah dikembalikan baru
sebesar Rp23 juta ;
Dan untuk terdakwa Choeroel Anwar, menuntut
pidana penjara selama 4 tahun 3 bulan, denda sebesar Rp200 juta subsider
2 bulan kurungan. Dan mengembalikan uang sebesar Rp117 juta (sudah
dikembalikan). Selanjutnya terdakwa Suparno Hadi Wibowo dituntut pidana
penjara 4 tahun 6 bulan, denda Rp200 juta subsider 2 bulan kurungan, dan
mengembalikan uang sebesar Rp55 juta, dan sudah dikembalikan sebesar
Rp62.5 juta ;
Kemudian terdakwa Erni Farida, dituntut pidana
penjara 4 tahun 3 bulan, denda Rp200 juta subsider 2 bulan kurungan, dan
mengembalikan uang sebesar Rp117 juta (sudah dikembalikan). Untuk
terdakwa Soni Yudiarto, dituntut pidana penjara selama 5 tahun, denda
Rp200 juta subsider 2 bulan kurungan, dan mengembalikan uang sebesar
Rp117 juta ;
Selanjutnya terdakwa Harun Prasojo, dituntut pidana
penjara 4 tahun 3 bulan, denda Rp200 juta, subsider 2 bulan kurungan dan
mengembalikan uang sebesar Rp117 juta (sudah mengembalikan) ;
Untuk
terdakwa Teguh Puji Wahyono, dituntut pidana penjara 4 tahun 3 bulan,
denda Rp200 juta subsider 2 bulan kurungan dan mengembalikan uang
sebesar Rp117 juta (sudah dikembalikan). Kemuidan terdakwa Choirul Amri,
dituntut pidana penjara 5 tahun dan denda Rp 200 juta subsider 2 bulan
kurungan dan mengembalikan uang sebesar Rp117 juta (sudah
dikembalikan),” ucap JPU KPK Arif Suhermanto mengakhiri surat
tuntutannya.
Atas tuntutan JPU KPK, Ketua Majelis Hakim Cokorda,
memberikan kesempatan kepada para terdakwa melalui Penasehat Hukumnya
masing-masing untuk menyampaikan Pledoi atau Pembelaannya pada sidang
berikutnya.
“Untuk pembelaan, saudara diberi kesempatan satu
Minggu,” ucap Ketua Majelis Hakim lalu menutup untuk menunda
perisidangan dan akan dilangsungkan kemudian pada pekan depan.
Seusai
persidangan, beberapa terdakwa maupun penasehat hukum para terdakwa,
kepada media ini menyampaikan tentang status Cipto dan Teddy.
“Bagaimana dengan Cipto, masih aman-aman saja,” ucap beberapa terdakwa.
Sementara
JPU KPK tidak menjelaskan tentang kasus yang menjerat seluruh anggota
DPRD Kota Malang, saat ditanya media ini, apakah kasus ini sudah
berakhir satau ada kelanjutannya sesuai surat dakwaan, tuntan maupun
fakta yang terungkap dalam persidangan sejak terpidana Jarot diadili.
(Rd1)