“Pledoi Penasehat Hukum (PH) Mengungkap Fakta, Diantaranya : Bahwa Saksi Korban dr. Maedy Christiyani Bawolje, Anak Mantan Komandan Lantamal V Sby Alm. Laksma TNI Ismail Bawilje/Hidayati Telah Punya Anak Pada Tahun 2000 Sebelum Menikah Dengan Suami Pertamanya AKBP Polisi Hendrik Aswan Aprilianto, SH pada Tahun 2001, Ketidak Harmonisan Antara Korban dan Ketiga Anaknya Dengan Hidayati (ibu Korban) Sebelum Menikah Dengan Terdakwa dan Sumpah Profesi Dokter Menurut Kode Etik Kedokteran”
BERITAKORUPSI.CO -Sidang perkara kasus dugaan KDRT (Kekerasan Dalam Rumah Tangga) yang dilakukan oleh Terdakwa Lettu Laut (K) dr. Raditya Bagus Kusuma Eka Putra terhadap istrinya, dr. Maedy Christiyani Bawolje, dan kedua anak tirinya yaitu Christia Sanika Putri Aprilia (24 tahun/10 Mei 2000/Mahasiswa) dan Adisha Satya Putri Aprilia (20 tahun/ 15 Mei 2003/Mahasiswa) pada tanggal 29 April 2024 di Jalan Semolowaru Bahari, Kelurahan Medokan Semampir, Kecamatan Sukolilo, Kota Surabaya, kembali digelar di Pengadilan Militer (Dilmil) III-12 Sby dengan agenda pembacaan Pledoi atau Pembelaan dari Penasehat Hukum (PH) Terdakwa, Mayor Laut (H) Teguh Iman S, SH dan Serka Mar. Khaerul Bahro, SH., MH atas tuntutan Oditur Militer (Odmil) pada Oditorat Militer III-11 Surabaya Letkol CHK Yadi Mulyadi Terhadap Terdakwa dengan pidana penjara selama 8 (delapan) bulan dan Restitusi Ganti Rugi sebesar Rp158 juta lebih
Persidangan yang berlangsung di Ruang Sidang Utama Dilmil III-12 Surabaya diketuai Majelis Hakim Letkol (CHK) Arif Sudibya, SH., MH dengan dibantu 2 Hakim anggota, yaitu Letkol (CHK) Muhammad Saleh, SH dan Letkol (Kum) Wing Eko Joedha H, SH., MH
Dalam Pledoinya, Penasehat Hukum (PH) Terdakwa, Mayor Laut (H) Teguh Iman S, SH dan Serka Mar. Khaerul Bahro, SH., MH menjelaskan, bahwa keterangan Saksi-1 (dr. Maedy Christiyani Bawolje) pada urut nomor 1 sampai dengan nomor 5 diatas, dapat disimpulkan bahwa keterangan Saksi-1, Saksi-2 (Christia Sanika Putri Aprilia, 24 tahun/10 Mei 2000/Mahasiswa) dan Saksi-3 (Adisha Satya Putri Aprilia, 20 tahun/ 15 Mei 2003/Mahasiswa) patut diragukan kebenarannya karena tidak mungkin ada dua pernyataan yang saling bertentangan dianggap benar semua, sehingga Keterangan Saksi-1, Saksi-2 dan Saksi-3 harus diabaikan.
Serka Mar. Khaerul Bahro, SH., MH menjelaskan, meskipun dalam Pasal 185 (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP (Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana) menyebutkan bahwa “Keterangan saksi sebagai alat bukti ialah apa yang saksi nyatakan di sidang pengadilan”. Akan tetapi, di Pasal yang sama pada ayat (6) menyebutkan bahwa, dalam perkara ini, keterangan saksi dari pihak keluarga pelapor tidak dapat dijadikan dasar yang kuat, karena adanya hubungan emosional yang erat sehingga memiliki potensi untuk memberikan keterangan yang subjektif dan tidak netral. Keterangan saksi keluarga tidak didukung oleh saksi lain yang independen atau netral, sehingga menimbulkan keraguan atas kebenaran materiil yang disampaikan dalam persidangan.
Serka Mar. Khaerul Bahro, SH., MH juga menjelaskan terkait keterangan 2 orang ahli yaitu dr. I.K. Tirka Nandaka, Sp. KJ, Subsp. For., SH., MM, dokter Spesialis Kedokteran Jiwa, Subspesialis Foresik (Konsultan) dinas di RSPAL dr Ramelan Surabaya dan ahli dari LPSK yaitu Riza Wahyuni, S. Psy., M.Si, Psikolog (tidak ada dalam BAP, dan pada persidangan saat itu bersamaan dengan penyerahan surat Permohonan Restitusi Ganti Rugi dari Pemohon dr. Maedy Christiyani Bawolje yang diwakili Kuasa Hukum-nya kepada Termohon Lettu Laut (K) dr. Raditya Bagus Kusuma Eka Putra melalui Majelis Hakim)
Serka Mar. Khaerul Bahro, SH., MH menjelaskan, “Kedua Ahli, dalam hal ini psikolog, tidak mempertimbangkan latar belakang Terperiksa secara menyeluruh. Harus dicatat bahwa korban juga pernah mengalami kekerasan fisik dan psikis pada perikahan dengan suami pertamanya, perceraian dengan suami kedua serta hubungan yang tidak haronis antara Ibu dengan Anak dan Nenek dengan cucu-cucunya yang tentunya dapat mempengaruhi kondisi psikologis dan persepsi Terperiksa terhadap hubungan yang ada saat ini. Tesimoni dari saksi ahli seharusnya mencakup analisis menyeluruh terhadap riwayat psikologis Para Terperiksa agar tidak menimbulkan kesimpulan yang sepihak yang hanya menekankan pada perbuatan Terdakwa saja. Kesimpulan yang diambil dari data-data yang tidak akurat maka hasilnya bisa sangat menyesatkan sehingga dalam hal ini Keterangan Saksi-Saksi Ahli tersebut harus dikesampingkan”
Dalam proses pembuktian, lanjut Serka Mar. Khaerul Bahro, SH., MH, saksi fakta yang berada di lokasi kejadian sangat penting untuk memberikan gambaran objektif mengenai peristiwa yang sebenarnya. Namun dalam perkara ini, Oditur tidak menghadirkan saksi fakta. Saksi fakta yang dimaksud adalah Hidayati, ibu dari dr. Maedy Christiyani Bawolje selaku Korban atau metua Terdakwa
“Tidak adanya saksi yang menyaksikan langsung kejadian pada saat peristiwa berlangsung, menunjukkan lemahnya upaya pembuktian Oditur. Demikian juga dengan Pelapor yang tidak menghadirkan saksi yang relevan. Hal ini semakin memperkuat bahwa dakwaan hanya didasarkan pada klaim pelapor tanpa pendukung fakta yang kuat,” ungkapnya
Dalam Pledoinya, Penasehat Hukum Terdakwa juga menjelaskan, bahwa 2 saksi meringankan yang dihadirkan oleh Penasehat Hukum Terdakwa adalah Djunaedi Abdullah dan Hoesniati. Kedua Saksi ini adalah adik kandung Hidayati. Semula, Hidayati bersedia menjadi saksi yang meringkan Terdakwa. Namun sepertinya ada sesuatu saat Hidayati tinggal di Pantai Jompo. Namun sebelumnya, Hidayati bersedia di wanwancari oleh Tim Penasehat Hukum Terdakwa, dan hasil rekaman wawancara itu kemudian dserahkan kepada Majelis Hakim
Serka Mar. Khaerul Bahro, SH., MH menjelaskan, dalam berkas perkara, keterangan Saksi-Saksi yang dihadirkan dalam hal ini Saksi-1, Saksi-2, Saksi-3 dan Saksi-4, cenderung berpihak kepada Pelapor/korban, yaitu dr. Maedy Christiyani Bawolje.
“Namun hasil pendalaman lebih lanjut terhadap keterangan para saksi menunjukkan adanya beberapa ketidaksesuaian yang terungkap dan adanya bias yang perlu dipertanyakan,” pungkasnya
Yang mengejutkan dari Pledoi Penasehat Hukum Terdakwa adalah, bahwa saksi korban dr. Maedy Christiyani Bawolje, anak mantan Komandan Lantamal V Sby Alm. Laksma TNI Ismail Bawilje/Hidayati, telah punya anak pada tahun 2000, sebelum dr. Maedy Christiyani Bawolje menikah dengan suami pertamanya, AKBP Pol. Hendrik Aswan Aprilianto, SH pada Tahun 2001, dan ketidak harmonisan antara Korban dan Ketiga anaknya dDengan Hidayati (ibu Korban) sebelum menikah dengan terdakwa serta Ssumpah profesi dokter menurut Kode Etik Kedokteran
Dalam Pledoinya Serka Mar. Khaerul Bahro, SH., MH menjelaskan didahapan Majelis Hakim, bahwa yang melatarbelakangi permasalah ini adalah masalah kesehatan Ibu Hidayati (Ibu Kandung Saksi-1), dimana yang bersangkutan meminta untuk diantar berobat ke RSAL. Terdakwa menyampaikan kepada Saksi-2 sebanyak 2 kali untuk mengantarkan berobat ke RSAL.
Namun dilarang oleh Saksi-1 dengan alasan, hubungan Saksi-2 dengan neneknya tidak baik. Hal inilah yang memicu terjadinya percekcokan dan emosi dari Terdakwa, sehingga berlanjut dengan dilaporkannya Terdakwa ke Pom Lantamal V.
Saksi-1 sebagai seorang dokter seharusnya mengesampingkan urusan pribadi, dan menganggap Ibu Kandungnya sebagai seorang pasien. Hal ini tentu melanggar kode etik kedokteran dan sumpah profesi seorang dokter.
Perhimpunan Dokter Indonesia telah mengeluarkan Kode Etika kedokteran dengan Surat Keputusan Nomor : 111/PB/A.4/02/2013 tanggal 15 Februari 2013 tentang Penerapan Kode Etik Kedokteran Indonesia.
Selain Kode etik dan sumpah profesi dokter, dalam fakta persidangan juga terungkap bahwa anak pertama dari Saksi-1 dilahirkan sebelum Saksi-1 dan mantan suami pertama melangsungkan pernikahan.
Anak pertama dilahirkan pada tanggal 10 Mei 2000, sedangkan Saksi-1 menikah dengan suami pertama tanggal 19 November 2001 sesuai yang tercatat di Kantor Catatan Sipil Kabupaten Malang. Hal ini dapat menunjukan bahwa Saksi-1 telah melanggar kesusilaan dengan hamil diluar nikah.
Dari seluruh isi Pledoi Penasehat Hukum Terdakwa, Wartawan beritakorupsi.co mengutip beberapa bagian dari isinya termasuk yang dijelaskan diatas. Hal ini untuk menghindari adanya interpensi atau intimidasi dari pihak-pihak tertentu.
Dari beberapa isi Pledoi Penasehat Hukum Terdakwa yaitu;