0

”Terdakwa Drs. Akhmad Khasiani, M.Si selaku Kepala BPKPD Kabupaten Pasuruan Didakwa Kasus Pemotongan Insentif Pajak Bagi 150 Pegawai BPKPD Sebesar Rp611.870.000. Namun Aneh, Tuntutan JPU dan Divonis Dari Majelis Hakim Bahwa Terdakwa Terbukti Menerima Suap Tetapi Pemberi Suap Kokoh Tak Tersentuh Hukum. Apakah Ada Yang Terselebung?”

BERITAKORUPSI.CO –
Informasi dari narasumber beritakorupsi.co menjadi nyata dan terbukti dalam sidang perkara Korupsi pemotongan dana Insentif Pajak sebanyak 150 orang pegawai Badan Pengelola Keuangan dan Pendapatan Daerah (BPKPD) Kab. Pasuruan periode IV yakni Oktober - Desember 2023 sebesar Rp610.870.000 yang menurut JPU berasal dari saksi Anik Kusniyah selaku Bendahar BPKPD sebesar Rp190 juta dan dari saksi Agung Wara Laksana Selaku Kabid P4  BPKPD sebesar Rp420.870.000 yang menyeret Drs. Akhmad Khasiani, M.Si selaku Kepala BPKPD Kabupaten Pasuruan sebagai Terdakwa

Mengapa nyata? Sebab beritakorupsi.co sejak pertama kali perkara ini di sidangkan di Pengadilan Tipikor Surabaya pada Juni lalu sudah menerima informasi dari salah seorang narasumber yang tidak mau disebutkan namanya mengatakan, bahwa Terdakwa Drs. Akhmad Khasiani, M.Si selaku Kepala BPKPD Kab. Pasuruan dikorbankan untuk menyelamatkan yang lain

Baca juga:
Benarkah Terdakwa Akhmad Khasiani Selaku Kepala BPKPD Kabupaten Pasuruan “Dikorbankan Untuk Menyelamatkan Yang Lain”? - https://www.beritakorupsi.co/2024/06/benarkah-terdakwa-akhmad-khasiani.html

"Terdakwa Akhmad Khasiani ini kasihan, cuma karena Dia sebagai Pimpinan jadi harus bertanggung jawab. Dia dikorbankan untuk menyelamatkan yang lain. Sebab yang dilaporkan oleh para pegawai BPKPD ke Kejaksaan bukanlah Khasiani (Drs. Akhmad Khasiani, M.Si) melainkan Agung Wara Laksana selaku Kabid. Jadi persidangan inipun sudah diatur mulai sidang Online dan hukuman ringan artinya tuntutan dan putusan,nya akan ringan" kata Sumber yang minta namanya dirahasiakan, Senin, 24 Juni dan Jumat, 28 Juni 2024

"Bahwa potongan dana insentif yang seharusnya di terima pegawai itu adalah 30 persen. Jadi yang 10 persen itulah yang disimpan di Brangkas Dinas. Inilah yang akan dibagi-bagi termasuk untuk undian umroh, undian berhadiah, dan pihak-pihak lain sesuai proposal yang masuk. Jadi yang 20 persen lagi itu ada di Kabidnya. Jadi para saksi yang diperiksa di persidangan tidak akan jujur,. Wartawanpun sudah diatur" lanjut Sumber  
Dari Informasi tersebut, beritakorupsi.co mencocokan isi dan Pasal dalam surat dakwaan JPU yaitu Pasal 12 huruf e Atau Pasal 12 huruf f UU No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yakni “menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri”, dengan ancaman pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan denda paling sedikit Rp200 juta

Nah, yang membuat beritakorupsi.co yakin dengan informasi dari narasumber terbut adalah tentang Pasal berikutnya dalam surat dakwaan JPU, yaitu Pasal 11 UU No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yakni “pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau patut diduga, bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya, atau yang menurut pikiran orang yang memberikan hadiah atau janji tersebut ada hubungan dengan jabatannya”, dengan ancaman pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan denda paling sedikit Rp50 juta

Baca juga ;
Informasi Dituntut Ringan Menjadi Nyata, Terdakwa Korupsi Pemotongan Dana Insentif Rp610.870.000 Dituntut 2 Tahun Penjara - https://www.beritakorupsi.co/2024/08/informasi-dituntut-ringan-menjadi-nyata.html

Terbuktinya informasi tersebut adalah pada saat JPU Ode Tafrimada, SH., MH, Reza Ediputra, SH dan Habi Burrohim, SH., ΜΗ dari Kejaksaan Negeri Kabupaten Pasuruan membacakan surat tuntutannya dalam persidangan di Pengadilan Tipikor pada PN Surabaya Jalan Raya Juanda Sidoarjo, Jawa Timur, Selasa, 06 Agustus 2024, yang menuntut Terdakwa Drs. Akhmad Khasiani, M.Si dengan tuntutan ringan yaitu pidana penjara selama 2 (dua) tahun denda sebesar Rp50 juta subsider pidana kurungan selama 2 (dua) bulan tanpa membayar uang pengganti sebesar Rp611.870.000 (sebab Terdakwa sudah mengembalikannya) 
Terkait informasi yang diterima beritakorupsi.co dengan tuntutan JPU terhadap Terdakwa, JPU Habi Burrohim, SH., MH tidak memberikan tanggapan apapun saat diminta tanggapannya seusai persidangan pada Selasa, 06 Agustus 2024

Namun JPU mengatakan bahwa “Terdakwa menerima sebesar Rp610.870.000 yaitu dari Anik Kusniyah selaku Bendahar (sebesar Rp190.000.000) dan Kabiad (Agung Wara Laksana sebesar Rp420.870.000). Tapi itu d karena mereka merasa  takut. Kalau mereka tidak melaksanakan itu mereka dipindah,” kata JPU Habi Burrohim, SH., MH  

Yang lebih aneh dan mengejutkan adalah penjelasan JPU saat ditanya terkait pihak pemberi suap terhadap Terdakwa yang diatur dan diancam pidana dalam Pasal 13 UU No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Korupsi adalah bahwa JPU yang berpendidikan Strata dua atau S2 Hukum ini mengatakan belum pernah tau kalau Pasal 13 untuk pemberi Suap yang menurutnya adalah Pasal 5

“Saya belumpernah tau kalau Pasal 13 itu untuk pemberi mungkin Pasal 5 kalau saya tidak salah,” ucap JPU Habi Burrohim, SH., MH pada Selasa, 06 Agustus 2024

Nah, Informasi dari narasumber beritakorupsi.co lebih nyata dan terbukti lagi setelah hari ini, Selasa, 10 September 2024, saat Majelis Hakim Pengadilan Tipikor pada PN Surabaya menjatuhkan hukuman (vonis) terhadap Terdakwa Drs. Akhmad Khasiani, M.Si lebih ringan 6 (enam) bulan dari tuntutan JPU

Majelis Hakim mungkin merasa bahwa tuntutan JPU terhadap Terdakwa dengan pidana penjara selama 2 tahun terlalu berat. Sehingga 3 Majelis Hakim yaitu Darwanto, SH., MH selaku Ketua Majelis Hakim dengan dibantu 2 Hakim anggota yaitu Alex Cahyono, SH., MH dan Fiktor Panjaitan, SH., MH masing-masing Ad Hoc sepakat menjatuhkan hukuman terhadap Terdakwa Drs. Akhmad Khasiani, M.Si dengan pidana penjara selama 1 (saatu)  tahun dan 6 (enam) bulan denda sebesar Rp50 juta subsider pidana kurungan selama 2 (dua) bulan 
Terkait Pasal yang dikenakan terhadap Terdakwa, JPU dan Majelis Hakim sepakat yaitu bahwa Terdakwa terbukti melakukan Tindak Pidana Korupsi (menerima suap) sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 11 UU No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Namun anehnya, Terdakwa dinyatakan terbukti menerima Suap sebesar Rp611.870.000 dengan rincian, dari Anik Kusniyah selaku Bendahar BPKPD sebesar Rp190 juta dan dari saksi Agung Wara Laksana Selaku Kabid P4 BPKPD sebesar Rp420.870.000. Dan lebih anehnya lagi adalah, Ani Kusniyah dan Agung Wara Laksana selaku pemberi Suap tak tersentuh hukum dan bebas dari Pasal 13 UU No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Pertanyaannya adalah, kepentingan apa Ani Kusniyah dan Agung Wara Laksana hingga memberikan uang suap atau menyuap Pimpinannya yaitu Terdakwa Drs. Akhmad Khasiani, M.Si selaku Kepala BPKPD ? Apakah untuk naik jabatan ?
Kalau pemberian uang terhadap Terdakwa secara terpaksa agar Terdakwa tidak memindahkan Ani Kusniyah dan Agung Wara Laksana seperti yang dikatakan JPU Habi Burrohim, SH., MH, apakah itu termasuk menyuap atau Terdakwa memaksan sebagaimana diatur dan diancam dalam Pasal 12 huruf e atau Pasal 12 huruf f?  
 
Kasus inipun sebenarnya tidak jauh beda dengan perkara Korupsi Pemotongan Penerima Insentif Pajak terhadap pegawai di Badan Pelayanan Pajak Daerah (BPPD) Kabupaten Sidoarjo per Triwulan sejak Triwulan IV tahun 2021 sampai dengan Triwulan IV 2023 yang berawal dari tangkap tangan KPK pada Senin, 25 dan 26 Januari 2024

Dan kasus perkara ini menyeret 3 orang Tersangka, yaitu Siska Wati selaku Kepala Sub Bagian (Kasubag) Umum dan Kepegawaian BPPD Kabupaten Sidoarjo dan Ari Suryono selaku Kepala BPPD Kabupaten Sidoarjo serta Ahmad Muhdlor Ali atau Gus Muhdlor selaku Bupati Sidoarjo periode 2021 – 2024

Dua dari Tiga Tersangka ini sudah diadili dan dituntut pidana penjara yaitu Siska Wati (dituntut 5 tahun penjara) dan Terdakwa Ari Suryono dituntut 7 tahun dan 6 bulan penjara. Pasal yang dikenakan JPU KPK terhadap Kedua Terdakwa bukan Pasal 11 apalagi Pasal 13 UU No. 31 Tahun 1999 Tentan Pembarantasan Tindak Pidana Korupsi melainkan Pasal 12 huruf f. (Jnt)

Posting Komentar

Tulias alamat email :

 
Top